Meskipun selisih sedikit, tapi akhirnya Karl berhasil mencapai garis finish lebih dahulu dibandingkan Pavel. Seketika orang-orang yang menudukung Karl bersorak senang. Karl menghentikan motornya beberapa meter dari garis finish. Laki-laki itu melepaskan helm sehingga semu orang memberikan selamat.“Kamu benar-benar hebat, Bro.” Ravil menghampiri Karl dan memberikan pelukan ala sahabat. “Kamu bahkan bisa mengalahkan motor tercepat hanya dengan menggunakan motormu.”“Jadi kamu mengatakan motorku sangat jelek?” Karl menatap tajam sahabatnya itu.Ravil meringis tanpa dosa. “Sebagai sahabatmu yang paling jujur harus kukatakan motor BMW S1000RR HP4 jauh lebih baik dibandingkan motormu.”Karl memukul kepala sahabatnya. “Sialan.”Alih-alih kesakitan Ravil justru tertawa. “Tapi kamu benar, Karl.” Ravil berdehem untuk membuat suaranya terdengar bass seperti Karl. “Tidak penting jenis kendarannya yang dipakai, Ravil. Yang menentukan adalah kemampuan seseorang membawakan motor itu.”Karl hanya bi
Setelah meminum obat yang sudah dibelikan oleh Liev, Zoya hendak berbaring kembali. Namun Liev menghentikan wanita itu. Membuat Zoya menatap laki-laki itu dengan tatapan bingung.“Kenapa aku tidak boleh berbaring? Kepalaku masih terasa sakit.” Ucap Zoya menyentuh kepalanya yang sakit.“Bajumu basah karena keringat, Mrs. Pegova. Kamu bisa panas lagi jika tidur dengan menggunakan baju yang basah. Sebaiknya kamu mengganti bajumu lebih dahulu. Biarkan aku menggantikan spreinya.”“Tapi….”Liev memicingkan matanya mendengar Zoya hendak melayangkan protes. “Apakah kamu ingin aku yang menggantikan bajumu, Mrs. Pegova?”Seketika Zoya melotot kaget mendengar ucapan Liev. Segera dia mengambil bantal dan melemparkannya ke arah laki-laki itu. “Dasar Mesum. Aku cuma mau bertanya apakah kamu sudah pernah mengganti sprei sendiri?” Zoya ingat jika Liev berasal dari keluarga yang kaya. Jadi dia berpikir jika Liev adalah anak manja yang tidak melakukan pekerjaan rumah seperti mengganti sprei.Liev yang
“BAGAIMANA HAL ITU BISA TERJADI?!!!!!” Liev yang sedang mengendarai mobilnya harus melepaskan wireless earbuds yang dioasang di telinganya saat sang ayah berteriak. Bagaimana Leon tidak marah ketika salah satu anaknya dengan mudahnya diculik. Padahal dia sudah menyuruh Liev dan Karl untuk menjaga Evelina. Tapi pada akhirnya putrinya berhasil diculik. Liev memasang kembali wireless earbuds di telinganya. “Maafkan aku, Dad. Ini salahku tidak bisa menjaga Evelina dengan baik. Tadi aku ada urusan. Karena itu aku tidak bisa menjaga Evelina. Tapi aku sudah sudah menyuruh Karl untuk menjaganya. Aleksey mengatakan jika Karl juga memiliki urusan sehingga dia pergi. Dan sampai sekarang Karl tidak bisa dihubungi. Aku juga sudah mencoba menghubunginya, tapi juga tidak diangkat.” “Tidak bisa dihubungi? Apakah hal buruk juga terjadi pada Karl?” curiga Leon. “Aku tidak tahu, Dad. Aku akan mencari tahu setelah menemukan Evelina. Karena aku sudah memasang alat pelacak di jam tangan yang dipakai o
Liev menghentikan mobilnya saat mendekati lokasi di mana Evelina disekap. Dia sengaja memarkirkan mobilnya di tempat yang tidak terlihat dari jalanan. Dia mematikan mesin mobil dan bergegas keluar. Setelah keluar dari mobil, Liev melihat sekelilingnya. Dia mencari tepatnya di mana lokasi Evelina berada. Laki-laki itu melangkah menyusuri pepohonan. Karena langit sudah gelap sehingga tidak ada penerangan di sekitarnya sehingga Liev harus berhati-hati melangkah.Tiba-tiba terdengar suara mobil melintas di jalan. Liev berhenti melangkah dan menyembunyikan dirinya di balik pohon besar. Dia mengamati mobil itu berjalan melambat menuju sebuah rumah kayu yang tidak jauh dari Liev. Laki-laki itu bisa melihat mobil itu berhenti di depan rumah kayu itu. Lalu ada dua orang pria berjalan menghampiri mobil yang terparkir itu. Karena sudah malam dan penerangan di rumah itu tidak terang sehingga Liev tidak bisa melihat jelas siapa mereka. Lalu seseorang turun dari mobil. Jika melihat postur tubuh pri
Dengan tekad untuk menyelamatkan adiknya, Liev menggunakan kakinya untuk menendang tangan pria yang membawa pistol. Meskipun berhasil menghindarkan tembakan itu mengenai kepalanya, tapi peluru itu tetap mengenai lengan Liev. Membuat pria itu mengerang merasakan sakit sekaligus panas menyerang lengannya. Pria yang menembak Liev tersenyum sinis. “Dasar keras kepala. Sekarang aku benar-benar akan mengakhiri nyawamu.”Pria itu kembali mengarahkan pistol itu ke arah Liev. Bibirnya menyunggingkan senyuman puas karena sebentar lagi dia akan melenyapkan pegganggu. Jari telunjuk pria itu menarik pelatuknya. Hingga suara tembakan kembali terdengar. Namun bukan Liev yang meregang nyawa, melainkan pria yang memegang pistol. Dahi pria itu berlubang dan mengeluarkan darah. Kemudian tubuhnya terjatuh ke tanah. Pria yang lain menoleh untuk melihat siapa yang sudah menyerang temannya. Saat itulah dia bisa melihat Leon mengarahkan pistol ke arahnya. Di belakang pria itu ada Natasha, Ivan dan juga ora
Leon memukul lengan kursi rodanya dengan kesal. Karena dia tidak bisa berjalan membuat pria itu merasa tidak berguna karena tidak bisa menyelamatkan istrinya. Kemudian tatapan Leon tertuju pada Ivan yang berlari menghampirinya. “Ada apa, Ivan? Di mana Natasha?” tanya Leon panik.Ivan tampak berat mengatakannya. “Sepertinya pria brengsek itu sudah mempersiapkan rencananya dengan baik, Leon. Dia bahkan sudah menyiapkan helikopter di belakang rumah ini. Sekarang aku kehilangan jejaknya. Tapi tenanglah, aku pasti akan menemukan istrimu.”“Aku pergi bersamamu.” Ucap Leon hendak menggerakkan kursi rodanya.Ivan menggelengkan kepalanya. “Aku pikir itu bukan ide bagus, Leon.”“Apakah karena aku duduk di kursi roda sehingga menghambatmu mencari keberadaan Natasha, Ivan?”Lagi-lagi Ivan menggelengkan kepalanya. “Tidak, Leon. Alasan aku tidak mengijinkanmu ikut adalah kamu saat ini sedang diliputi amarah yang bisa mengacaukan pencarian. Karena itu percayakan masalah ini padaku. Kamu tahu benar
Pavel berdiri di samping ranjang di mana Moritz berbaring masih belum sadarkan diri. Tatapan laki-laki itu tampak begitu sedih melihat kondisi sang adik. Sejak kecil, Pavel selalu menjadi malaikat penjaga bagi Moritz. Pavel sangat menyayangi sang adik sehingga tidak ingin siapapun menyakitinya. Karena itu ketika mendengar ada seseorang yang melukai sang adik Pavel tidak bisa menahan diri untuk tidak membalaskan dendam.Pavel menghampiri ranjang sang adik. Berhenti ketika pahanya menabrak ujung ranjang. Kemudian tangannya terulur untuk menyentuh tangan Moritz, menggenggam tangan sang adik dengan begitu posesif. Tangan sang adik lebih dingin dari biasanya. Membuat Pavel mengkhawatirkan sang adik.“Aku sudah membalas perbuatan si brengsek Matvey itu, Moritz. Karena itu tidak bisakah kamu membuka matamu, Brother? Aku pikir kamu akan senang jika mendengar aku berhasil membuat si brengsek Matvey itu mendapatkan balasaannya.” Dengan satu tangannya yang lain, Pavel mengusap matanya. Dia tida
Svetlana mengamati ponselnya berkali-kali. Pasalnya setelah mengirim pesan beberapa kali kepada Ares, laki-laki itu tidak kunjung membalas. Bahkan pesan dari gadis itu sama sekali belum dibaca.“Ada apa dengan, Ares?” gumam Svetlana cemas.“Sepertinya dari tadi kamu melihat ponselmu terus, Lana. Apakah kamu sedang ada janji dengan seseorang?” Suara Irina mengalihkan perhatian Svetlana yang sedang membersihkan meja.Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Tidak, Bos. Aku tidak memiliki janji dengan seseorang.”“Tapi kamu kelihatan sedang mencemaskan sesuatu, Lana.”Svetlana tampak terkejut mendengar ucapan bosnya. “Apakah terlihat begitu jelas, Bos?”Irina terkekeh geli melihat ekspresi Svetlana. “Sangat jelas. Bahkan seperti tertulis di wajahmu. Jadi siapa yang kamu cemaskan? Apakah kekasih dalam game-mu?”Seketika rona merah menjalari pipi wanita itu. “Sepertinya aku tidak menutupi apapun darimu, Bos.”“Karena kamu terlalu polos, Lana. Jadi apa yang terjadi dengan kekasihmu?”Svetlana me