Gavin segera turun dari mobil yang terparkir di depan rumah Leon. Pria itu bergegas berlari masuk ke dalam rumah. Dia bisa melihat kepala pelayan Stalin yang berdiri dengan gelisah. Segera Gavin menghampiri pria itu.
“Di mana dia?” tanya Gavin.
“Miss Levitan yang sedang duduk di ruang tamu menikmati secangkir teh.”
Segera Gavin melangkah menuju ruang tamu. Ini adalah masalah yang sangat serius. Masalahnya adalah Valentine lebih mengerikan daripada musuh manapun. Pasalnya dia adalah gadis manja yang sangat terobsesi pada Leon. Bahkan saat kecil, Valentine pasti akan selalu melompat ke punggung Leon yang gendut kemudian melingkarkan lengannya ke leher Leon dan tidak mau melepaskannya. Bahkan gadis itu tidak mau bersama orang lain kecuali Leon.
Jeng-jeng.... Bagaimana reaksi Natasha lihat Valentine ya?
Tidak perlu berterimakasih. Bukankah itu tugas seorang ayah. Memperhatikan anak-anaknya dan juga calon istrinya. Calon istri. Entah mengapa mendengar kata itu membuat Natasha merasa bahagia. Dia melupakan alasan mengapa dia meninggalkan Leon. Lalu dia teringat dengan ucapan Lucien. Jangan biarkan apapun menghalangi perasaanmu dan Leon. Atau kau akan menyesal kehilangan pria yang kau cintai. Pikirkan saja bagaimana perasaanmu padanya. Jangan pikirkan alasan lainnya. Kehilangan pria yang kucintai? Apakah aku harus menerima perasaan Leon kembali? Tapi bagaimana dengan ayah pria itu? Akankah aku bisa menerima kenyataan pahit itu? Pertanyaan demi pertanyaan itu berputar-putar dalam pikiran Natasha.
“Natasha.” Langkah Natasha yang berjalan menyusuri lorong rumah sakit terhenti. Tatapannya tertuju pada Gavin yang berdiri tidak jauh darinya. “Gavin?” Natasha ingat benar sahabat Leon yang dulu pernah menjaganya. “Sudah lama tidak bertemu denganmu, Natasha.” Natasha menganggukkan kepalanya. “Ya, sudah lama tidak bertemu denganmu.” “Mom, siapa paman ini?” tanya Evelina menarik tangan ibunya. Natasha menunduk untuk melihat putrinya yang berada di sisi kirinya. “Dia adalah sahabat ayahmu. Namanya paman Gavin. Berikan salam padanya.”
“Kau pasti bercanda.” Ucap Natasha saat membuka kamar triplet. “WOW! KEREN!” Seru Liev, Evelina dan Karl secara bersamaan. Natasha menoleh ke arah Gavin dan kepala pelayan Stalin. “Bukankah ini terlalu berlebihan?” Gavin mengangkat kedua bahunya. “Jangan protes padaku. Aku hanya menjalan perintah dari Leon.” “Tuan muda hanya ingin memanjakan anak-anaknya, Miss Vasilkov.” Ucap kepala pelayan Stalin dengan tenang. Memanjakan? Natasha berpikir Leon terlalu memanjakan anak-anaknya. Bahkan kamar ini seratus atau bahkan seribu kali lebih bagus dibandingkan kamar mereka yang ada di Paris. Di sisi sebelah kiri jelas menjadi spot terbaik untuk Evelina. Tem
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Leon melihat Natasha sedang melamun. Wanita itu tersadar dari lamunannya dan menggelengkan kepalanya. “Tidak ada.” “Kau tidak sedang berbohong padaku bukan, Moy lev?” Leon memicingkan matanya tidak percaya. “Untuk apa aku berbohong padamu. Katanya kau tidak bisa makan karena tanganmu sakit.” “Tanganku memang sakit. Aku tidak bisa menggerakkannya. Aahh…” Leon berpura-pura meringis sakit saat menggerakkan tangannya. “Baiklah. Baiklah. Aku akan menyuapimu.” Natasha mengambil piring di atas meja dan mulai menyuapi Leon. Pria itu mirip sekali
Setelah selesai mengganti perban di bahu Leon, dokter dan perawat itu bergegas keluar. Mereka begitu gugup terlalu dekat dengan pria paling ditakuti di kota itu. Senyuman lebar Leon mengembang di wajahnya ketika menatap Natasha yang berdiri di sampingnya. “Jadi hadiah apa yang ingin kau berikan padaku, Moy lev?” tanya Leon tak sabar. “Hadiah, ya? Hmm… ini hadiah yang ingin kuberikan.” Natasha menunduk untuk mencium pipi pria itu. Kemudian kedua tangannya terulur mengelus rambut Leon. “Anak pintar.” Leon mendengus tak percaya karena melihat Natasha memperlakukannya seperti anak mereka. “Aku bukan Liev atau Karl, Moy lev. Bagaimana bisa ciuman itu disebut hadiah?” “Tapi kau terlihat sangat manja seperti
“Apa kau sudah melupakanku? Mengapa kau tidak menelponku?” suara Iris yang keras membuat Natasha harus menjauhkan smartphone dari telinganya. Tepat saat Natasha kembali ke rumah Leon, sahabatnya itu menelpon. Setelah iris selesai dengan omelannya, Natasha kembali menempelkan benda pipih itu ke telinganya. “Maafkan aku, Iris. Banyak hal terjadi di sini. Jadi aku lupa untuk menelponmu.” “Apa yang terjadi? Apakah terjadi hal buruk dengan anak-anak?” cemas Iris. “Apa kau hanya peduli pada triplet dibandingkan aku?” “Mau bagaimana lagi. Hanya anak-anak yang masih menghubungiku. Bukankah mereka jauh lebih baik dibandingkan ibu mereka.” Ucap Iris terdengar kesal.
Dengan menggandeng tangan Liev, Natasha berjalan keluar dari pusat alat bantu dengar di Moscow. Langkahnya terhenti kemudian Natasha berlutut sehingga wajahnya sejajar dengan putranya. Terlihat wajah Liev tampak cerah karena bahagia mendapatkan alat bantu dengar yang lebih bagus daripada sebelumnya. “Apa kau bisa mendengarkan Mom, Liev?” tanya Natasha memastikan alat itu bekerja dengan baik. Bocah laki-laki itu menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. “Aku bisa mendengar suara Mom dengan sangat jelas.” “Mom senang mendengarkannya, Jagoan.” Bibir Natasha melengkung lebar. “Mom, apakah kita bisa mampir ke rumah sakit? Aku ingin berterimakasih pada Dad.” Pinta Liev.
“Kita bertemu lagi, Kak.” Valentine melambaikan tangan dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya. Tidak hanya Natasha yang terkejut dengan kehadiran Valentine. Triplet pun juga terdiam memandang gadis yang saat ini bergelayut manja di leangan Leon. Berbeda dengan kemarin saat Leon mendorong Valentine agar melepaskan pelukan di lengannya, kali ini Leon hanya diam tidak melakukan apapun. Jadi inikah rasa cemas yang kurasakan sejak tadi? Gumam Natasha dalam hatinya. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Natasha melengkah maju dan menyembunyikan anak-anak di belakang tubuhnya. Tak ingin wanita dengan otak tidak waras seperti Valentine melukai malaikat-malaikat kecilnya.