Share

Pembalasan Sang Ratu
Pembalasan Sang Ratu
Author: Nora_Lee

Chapter 1

Author: Nora_Lee
last update Last Updated: 2021-11-23 21:22:25

Arka menghela napas, ia menatap datar tumpukan dokumen di atas meja kerjanya. Belum apa-apa, pria itu sudah merasa lelah ketika melihatnya.

"Baru saja aku datang," gerutunya sembari menyeruput sedikit kopi yang dibelinya di perjalanan.

"Sudah banyak pekerjaan yang menunggu." Pria itu menghela napas, kemudian duduk di kursi kerjanya. Kunci mobilnya ia taruh begitu saja di atas meja, kentara sekali mood-nya tidak berada dalam kondisi yang baik.

Arka kemudian memakai kacamatanya, satu dokumen ia raih dan baca sekilas. "Sudah kuduga," gumam pria itu kesal. "Unit 30 lagi, mau sampai kapan sih kasusnya selesai?"

Dia kemudian mulai membaca perkembangan kasus yang sedang dikerjakannya, menyadari bahwa tak ada perkembangan yang berarti, Arka nyaris saja melempar dokumen itu ke tempat sampah. Ia kesal, sangat kesal. Entah sudah berapa bulan kasus yang tengah diselidiki pria berambut cokelat itu tak kunjung selesai.

"Apa-apaan ini? Yang ada hanya pertambahan korban? Unit 30 ini apa sih? Unit kematian?" kesal Arka sembari menyesap kopinya yang sudah mulai mendingin. Ia menghela napas, lalu mengerjakan satu demi satu dokumen yang tergeletak manja, minta dikerjakan.

Terdengar suara ketukan di pintu ruangannya. Tanpa menoleh, Arka berteriak dari dalam untuk mempersilakan apapun yang sedang mengetuk pintu untuk masuk.

"Pak, adik anda datang," kata anak buahnya yang memiliki name-tag Revan. Arka langsung menoleh, kemudian menatap Revan.

"Kamu serius?"

Revan mengangguk, membuat Arka mendecih kesal. "Aku belum menyiapkan apapun untuknya, bodoh! Kenapa kamu mengijinkannya masuk?!" bentak Arka.

Revan menghela napas, pria berambut hitam itu tersenyum tipis. "Mau bagaimana lagi, adik anda memaksa saya, atau perlukah saya katakan saja anda sedang sibuk dan tak bisa diganggu?"

"Tidak, itu tidak perlu. Ijinkan saja dia masuk." Revan segera mengangguk, ia lalu pergi dari hadapan Arka untuk menjemput adik atasannya itu.

-000-

"Kakak!!" Terdengar sebuah teriakan dari pintu ruangan Arka. Sang kakak menoleh, menatap gadis berambut merah jambu itu dan tersenyum.

"Kenapa kamu datang, Aki-tan?" Gadis yang dipanggil Aki itu tersenyum.

"Kangen kakak!" Tomoaki langsung memeluk pria yang menjadi lawan bicaranya dari belakang. Lollipop berwarna merah terang seolah memberi kesan ceria pada gadis itu.

"Lollipop lagi? Nanti kamu sakit gigi, Aki," tegur Arka dengan nada khawatir. Yang ditegur hanya tertawa kecil.

"Santai saja, kak, aku rajin menyikat gigiku." Tomoaki tersenyum lebar. "Dan permen ini khusus dibuatkan untukku, agar aku tidak sakit gigi."

"Dan sejak kapan kamu mewarnai rambutmu menjadi pink, Aki-tan?" Sang adik memanyunkan bibirnya, kemudian mengatakan kalau ia mengecat rambutnya sekitar sebulan yang lalu.

"Sigh …" Arka menghela napas. "Ya sudahlah, setelah ini, kamu kemana?"

"Kerja," jawab Tomoaki sembari mengerling. Melihat itu, Arka hanya mengangguk, pria itu tentunya mengerti apa maksud Tomoaki.

-000-

Entah cangkir kopi yang keberapa, tetapi laporan setebal buku kamus besar bahasa Inggris itu tak kunjung selesai di tangan Arka. Ia baru menyelesaikan setengahnya, dari total seluruh laporan yang memiliki deadline super sempit. Maag yang dialaminya pun sudah kumat, mau bagaimanapun, laporan itu sukses membuat Arka melewatkan sarapan, makan siang, dan makan malamnya. Belum lagi kenyataan bahwa laporan itu akan menjadi pembahasan dalam rapat bersama Eleanor dua hari lagi.

"Argh!! Yang benar saja, siapa sih dalangnya?!" Arka melempar pulpen yang dipakainya ke lantai. "Buat susah orang lain saja!!" Namun menyadari emosinya takkan mengubah apapun, Arka kembali memungut pulpen yang ia lempar, kemudian melanjutkan laporannya. "Baru saja kutinggal investigasi ke lapangan dua hari, sudah menggunung seperti ini. Bagaimana kalau kutinggal liburan tiga bulan? Sampai Eleanor mangkat juga sepertinya takkan selesai," gerutu pria itu.

"Tunggu?" Arka menatap kolom pertanyaan yang muncul di laporan miliknya. "Darimana anak-anak itu berasal? Mengapa mereka bisa diculik?" Pertanyaan itu sukses memantik emosi Arka. "KAU PIKIR AKU IBUNYA?!"

"Huft …" Arka kembali menekan interkom, kemudian meminta Raven membelikan kopi lagi untuknya. Setidaknya Arka butuh lima puluh gelas untuk menyelesaikan laporan miliknya.

-000-

Arka melirik jam, pria itu kemudian menyadari bahwa saat ini sudah mencapai tengah malam. Tatapannya ia alihkan ke sebuah pigura foto yang dia tutup. "Hm …"

Sang lelaki berambut cokelat kemerahan itu melepas kacamatanya dan memijat pelipisnya sembari mengambil pigura itu. "Sigh … padahal dulu kita berteman. Aku tidak pernah menyangka kalau orangtuamu yang membunuh orangtuaku. Yang benar saja." Ia kembali menelungkupkan pigura tersebut ke meja kerjanya.

Pikirannya melayang, entah berapa tahun yang lalu, dia dan pria di pigura itu adalah sahabat baik. Mereka bahkan selalu bersama, hingga muncul perkataan yang intinya, dimana ada Arka, pasti ada pria itu. Tetapi semenjak mereka lulus dari akademi, keduanya bermusuhan. Tentu saja ada alasannya.

"Ah? Apa sih yang kupikirkan? Ayo kembali bekerja, Arka, laporanmu takkan selesai sebelum waktunya jika kau terus melamun." Pria itu kemudian menyimpan pigura foto miliknya ke laci, ia lalu kembali mengerjakan laporan miliknya.

-000-

Malam sudah berlalu, sekarang sudah jam dua malam, dan laporannya baru selesai. Dapat dibayangkan seperti apa wajah Arka ketika menyadari laporan sialan miliknya selesai.

"Akhirnya ya Tuhan, selesai!" Pria itu merenggangkan tubuh, kemudian bangkit dan mengambil jaketnya, namun sebelum itu, untuk berjaga-jaga, Arka menyimpan laporan yang ia kerjakan di dalam sebuah brankas. "Ayo pulang, aku sudah merindukan kasurku!"

Sesegera mungkin, Arka pulang ke apartmennya yang berada di distrik 2, sekitar lima kilometer dari distrik 1, tempat dimana pusat pemerintahan berada. Benar, Arka bukanlah rakyat sipil biasa, dirinya adalah seorang kepala bidang kejahatan berat, yang bertanggungjawab terhadap kejahatan sejenis perdagangan manusia, narkotika, korupsi dan semacamnya. Dan kasus Unit 30 yang sedang dia selidiki, termasuk dalam kasus perdagangan manusia, percobaan ilegal, dan banyak lagi.

Dalam diam, pria berusia 30-an itu mengendarai mobil mewahnya menuju kediamannya. "Lelahnya …" gumam Arka sembari memacu kendaraannya lebih cepat. Mobil berwarna hitam itu dengan mulus masuk ke parkiran bawah tanah apartemen tempat tinggal Arka. Ia langsung memarkirkannya di tempat yang tersedia, lalu segera naik ke kamar lelaki itu. Tanpa mempedulikan apapun, Arka melepas sepatunya, kemudian beranjak ke dapur untuk melihat bahan makanan yang tersisa.

"Ah, sial, untung saja besok hari minggu, aku akan belanja besok." Arka mendecak kesal ketika menyadari isi kulkas miliknya kosong. "Ya ampun, untung saja aku masih punya ini," gumam Arka sembari memanaskan makanan beku di dalam microwave. Dengan santai, Arka memakan santapan makan malam yang ia buat, sembari menonton televisi.

Setelah itu, Arka mencuci piring, dan segera beranjak ke kamar untuk beristirahat. Sekilas, Arka menatap foto Eleanor yang berada di pojokan kamarnya.

"Kapan kau mangkat, Ratu sialan?"

Sayang sekali, omongan Arka layaknya doa untuknya. Eleanor menelepon pria itu malam itu juga. Tanpa mengetahui siapa yang meneleponnya, Arka mengangkat panggilan tersebut. "Selamat malam," ucapnya malas.

"Selamat malam, Akifuyu." Suara itu membuat Arka tertegun, tak menyangka Eleanor akan meneleponnya semalam ini. "Langsung saja kepada intinya, bagaimana perkembangan mengenai kasus Unit 30?"

Arka mendecak kesal. "Tidak ada perkembangan yang berarti, hanya ada penambahan korban saja, Yang Mulia," jawab pria itu apa adanya, sesuai dengan kenyataan lapangan.

"Hm …" Wanita di seberang telepon hanya tersenyum miring, Eleanor berdiri di hadapan sebuah cermin di ruangannya dalam istana Avaka. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau gagal membongkar siapa dalang unit itu, kan, Akifuyu?"

"Brengsek!! Mau apa kau?!" maki Arka kesal, Eleanor selalu saja mengancamnya seperti ini. Ia lelah, kalau saja semua ini bukan demi adiknya, Arka tentu saja tidak peduli.

"Mhm … menurutmu? Ah ya, jangan lupa, Tomoaki ada di tanganku. Gadis berambut merah jambu itu, lihat apa yang bisa kulakukan untuknya." Eleanor menatap foto Tomoaki di tangannya, kemudian meremas foto itu kasar. "Dan jangan lupa, Akifuyu, jangan lupa siapa kau sebenarnya."

"Jangan bawa-bawa rasku atau adikku, brengsek! Mereka tidak ada kaitannya dengan ini!" teriak Arka dari balik panggilan sembari menggebrak meja dapurnya hingga kaca meja itu retak lagi. "Ingat ya, Eleanor! Beberapa kasusmu ada di tanganku! Jadi jangan macam-macam!" ancam Arka balik.

Menanggapi ancaman itu, Eleanor hanya tertawa. "Coba saja jika kau bisa, memangnya siapa kau? Berani sekali kau mengancamku." Tangan Sang Ratu yang berbalutkan sarung tangan berwarna hitam itu mengusap sebuah tape recorder, kemudian menekan tombol mainkan. Tentunya Arka dengan jelas dapat mendengar suara teriakan kesakitan dan permohonan adiknya, namun yang tidak dia ketahui, itu semua hanyalah rekaman buatan Eleanor, berdasarkan kejadian beberapa tahun lalu.

"SIALAN!! Baik-baik, aku akan mencari siapa dalangnya! Sekarang, lepaskan Aki!" Arka berteriak frustasi, beruntung dirinya hanya sendirian di rumah.

"Baguslah, sampai bertemu dua hari lagi, Akifuyu." Eleanor tersenyum miring sembari mematikan panggilan, dalam hati ia merasa sangat puas melihat Arka yang terlihat sangat frustasi. 'Satu boneka sudah bekerja, kita lihat bagaimana dua anak ini akan saling membunuh, terkhusus jika dia sudah tahu.' Eleanor tertawa kecil sembari mengusap foto Arka, Nora dan Ryo.

"Lihat saja pembalasanku terhadap bangsa kalian yang telah menghancurkanku."

Related chapters

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 2

    "Kerja," jawab Tomoaki sembari mengerling. Melihat itu, Arka hanya mengangguk, pria itu tentunya mengerti apa maksud Tomoaki.Gadis itu dengan riang melangkah keluar dari ruangan Arka. Rambutnya yang dikuncir dua seolah bergerak mengikuti gerakannya yang lincah. Tomoaki hanya sesekali menyapa anak buah sang kakak yang berlalu-lalang di hadapan sang gadis.Permen yang ia kulum juga memang bukan permen biasa. Itu adalah sebuah perangkat untuk merekam video dan suara, yang dibuat khusus untuknya sebagai hadiah ulangtahun dari kakaknya, Arka. Setelah ia modifikasi sedikit, perangkat itu menjadi perangkat yang tahan air dengan kamera super jernih."Ah~ tidak manis, aku akan beli permen baru nanti." Tomoaki turun ke lantai dasar kantor kakaknya, kemudian keluar dan langsung menaiki taxi yang sudah ia pesan sebelumnya.-000-Gadis itu akhirnya sampai ke sebuah hotel mewah yang berada di distrik 4, distrik yang terkenal akan kemewahannya, dan tentunya daer

    Last Updated : 2021-11-24
  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 3

    "Dan Anneke, aku mendapat sesuatu yang mungkin kau suka dan berkaitan dengan Unit 30." Anneke menghela napas ketika mendengar perkataan Tomoaki."Ah, baguslah, berikan kepadaku saat kita sampai di kantor nanti," sahut Anneke serius. Gadis itu kemudian meraih permen milik Tomoaki dan mengulumnya. "Nanti jangan lupa beli permen lagi.""Iya, iya, dasar," gerutu Tomoaki sebal.-000-Ketiga gadis itu akhirnya sampai di ujung distrik dua, lebih tepatnya perbatasan antara distrik dua dan distrik tiga. "Ah ... kalau bukan demi penyelidikan tentang Unit 30, aku tidak mau pergi ke distrik merah." gerutu Anneke sembari mengulum sebuah lolipop berwarna merah, sama seperti Tomoaki."Aku sih senang-senang saja, toh, menggoda pria itu menyenangkan." Tomoaki menyahut, ia merenggangkan tubuhnya sembari melepas dua kancing teratas dari seragam petugas kebersihan yang dipakainya tadi.Gadis itu tentunya merasa lelah setelah penyamaran yang dilakukan pemilik ma

    Last Updated : 2021-11-28
  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 4

    "Sigh ..." Nekh menghela napas, ia menatap wajah tegas Eleanor dengan tatapan datar. "Lalu aku harus apa?" tanyanya sebal.Sudut bibir Eleanor perlahan naik beberapa derajat, wanita berkacamata itu menatap anak buahnya tenang. "Aku ingin kau melenyapkannya, direktur utama perusahaan Cosh.Inc, dia sudah tahu terlalu banyak. Pastikan dia bertemu maut."Nekh menelan ludahnya perlahan. Ini akan sulit, ia tahu itu. "Caranya?" tanyanya lagi. Eleanor tertawa, lalu menjawabnya dengan berkata kalau itu bukanlah urusannya."Sialan," bisik Nekh, nyaris tak terdengar oleh Eleanor. "T-tapi aku tidak mungkin membunuh seseorang, kamu tentu tahu apa jabatanku kan?"Eleanor tertawa. "Pikirmu, itu urusanku? Pikirkan caranya sendiri, aku tidak mau tahu, pria itu harus mati di tanganmu, atau nyawamu sebagai gantinya."Nekh kembali mendecih, kalau sudah seperti itu, tentu saja dirinya tak bisa melawan sama sekali. Eleanor itu absolut, dan itu sukses menyusahkan Nekh se

    Last Updated : 2021-12-01
  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 5

    Sudut bibir Eleanor perlahan naik beberapa derajat, wanita berkacamata itu menatap anak buahnya tenang. "Aku ingin kau melenyapkannya, direktur utama perusahaan Cosh.Inc, dia sudah tahu terlalu banyak. Pastikan dia bertemu maut."Nekh menelan ludahnya perlahan. Ini akan sulit, ia tahu itu. Nekh menatap wajahnya, kemudian menanyakan bagaimana caranya. Eleanor tertawa. "Itu ... bukan urusanku, Nekh."'Pahamilah kalau kau bukan apa-apa tanpaku,' lanjut Eleanor dalam hati."Sialan," bisik Nekh, nyaris tak terdengar oleh Eleanor. "T-tapi aku tidak mungkin membunuh seseorang, kamu tentu tahu apa jabatanku kan?"Eleanor tertawa, lagi. "Pikirmu, itu urusanku? Pikirkan caranya sendiri, aku tidak mau tahu, pria itu harus mati di tanganmu, atau nyawamu sebagai gantinya."'Karena aku tidak benar-benar membutuhkanmu, Nekh sayang, kau hanya bonekaku.'-000-Eleanor menatap bosan kepada anak buahnya. "Ada apa?"Sang anak buah memberi hormat s

    Last Updated : 2021-12-02
  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 6: The general

    "Ya, selamat siang, Ishiwa."Nora menghela napas tatkala ia mendengar suara Eleanor. Pria itu menatap dokumen yang sedang ia kerjakan dengan tatapan datar."Maaf, yang mulia, tetapi pasukan yang saat ini bisa bergerak ke sana sedang tidak ada, jadi kami tidak bisa mengantisipasi kekacauan yang ada," kata sang jenderal tanpa menunggu basa-basi dari Eleanor. Nora malas sekali sebenarnya, jika ia harus berurusan dengan Eleanor."Dengar ya, Ishiwa, aku tidak mau tahu! Siapkan pasukan terbaik, aku akan turun ke distrik itu, jangan membantah dan lakukan saja, atau apapun yang kau lindungi, akan aku hancurkan!"Mendengar ancaman Eleanor, Nora kembali menghela napas, pria itu melirik bingkai foto yang terpajang di atas meja kerjanya. Ada foto dirinya bersama gadis lain. Hal ini sukses membuat amarah Nora memuncak.Setelah Eleanor mematikan panggilannya, Nora langsung melempar ponsel milik pria itu ke lantai. "SIALAN!!" bentak Nora dipenuhi dengan amarahnya. "BERAN

    Last Updated : 2022-03-23

Latest chapter

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 6: The general

    "Ya, selamat siang, Ishiwa."Nora menghela napas tatkala ia mendengar suara Eleanor. Pria itu menatap dokumen yang sedang ia kerjakan dengan tatapan datar."Maaf, yang mulia, tetapi pasukan yang saat ini bisa bergerak ke sana sedang tidak ada, jadi kami tidak bisa mengantisipasi kekacauan yang ada," kata sang jenderal tanpa menunggu basa-basi dari Eleanor. Nora malas sekali sebenarnya, jika ia harus berurusan dengan Eleanor."Dengar ya, Ishiwa, aku tidak mau tahu! Siapkan pasukan terbaik, aku akan turun ke distrik itu, jangan membantah dan lakukan saja, atau apapun yang kau lindungi, akan aku hancurkan!"Mendengar ancaman Eleanor, Nora kembali menghela napas, pria itu melirik bingkai foto yang terpajang di atas meja kerjanya. Ada foto dirinya bersama gadis lain. Hal ini sukses membuat amarah Nora memuncak.Setelah Eleanor mematikan panggilannya, Nora langsung melempar ponsel milik pria itu ke lantai. "SIALAN!!" bentak Nora dipenuhi dengan amarahnya. "BERAN

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 5

    Sudut bibir Eleanor perlahan naik beberapa derajat, wanita berkacamata itu menatap anak buahnya tenang. "Aku ingin kau melenyapkannya, direktur utama perusahaan Cosh.Inc, dia sudah tahu terlalu banyak. Pastikan dia bertemu maut."Nekh menelan ludahnya perlahan. Ini akan sulit, ia tahu itu. Nekh menatap wajahnya, kemudian menanyakan bagaimana caranya. Eleanor tertawa. "Itu ... bukan urusanku, Nekh."'Pahamilah kalau kau bukan apa-apa tanpaku,' lanjut Eleanor dalam hati."Sialan," bisik Nekh, nyaris tak terdengar oleh Eleanor. "T-tapi aku tidak mungkin membunuh seseorang, kamu tentu tahu apa jabatanku kan?"Eleanor tertawa, lagi. "Pikirmu, itu urusanku? Pikirkan caranya sendiri, aku tidak mau tahu, pria itu harus mati di tanganmu, atau nyawamu sebagai gantinya."'Karena aku tidak benar-benar membutuhkanmu, Nekh sayang, kau hanya bonekaku.'-000-Eleanor menatap bosan kepada anak buahnya. "Ada apa?"Sang anak buah memberi hormat s

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 4

    "Sigh ..." Nekh menghela napas, ia menatap wajah tegas Eleanor dengan tatapan datar. "Lalu aku harus apa?" tanyanya sebal.Sudut bibir Eleanor perlahan naik beberapa derajat, wanita berkacamata itu menatap anak buahnya tenang. "Aku ingin kau melenyapkannya, direktur utama perusahaan Cosh.Inc, dia sudah tahu terlalu banyak. Pastikan dia bertemu maut."Nekh menelan ludahnya perlahan. Ini akan sulit, ia tahu itu. "Caranya?" tanyanya lagi. Eleanor tertawa, lalu menjawabnya dengan berkata kalau itu bukanlah urusannya."Sialan," bisik Nekh, nyaris tak terdengar oleh Eleanor. "T-tapi aku tidak mungkin membunuh seseorang, kamu tentu tahu apa jabatanku kan?"Eleanor tertawa. "Pikirmu, itu urusanku? Pikirkan caranya sendiri, aku tidak mau tahu, pria itu harus mati di tanganmu, atau nyawamu sebagai gantinya."Nekh kembali mendecih, kalau sudah seperti itu, tentu saja dirinya tak bisa melawan sama sekali. Eleanor itu absolut, dan itu sukses menyusahkan Nekh se

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 3

    "Dan Anneke, aku mendapat sesuatu yang mungkin kau suka dan berkaitan dengan Unit 30." Anneke menghela napas ketika mendengar perkataan Tomoaki."Ah, baguslah, berikan kepadaku saat kita sampai di kantor nanti," sahut Anneke serius. Gadis itu kemudian meraih permen milik Tomoaki dan mengulumnya. "Nanti jangan lupa beli permen lagi.""Iya, iya, dasar," gerutu Tomoaki sebal.-000-Ketiga gadis itu akhirnya sampai di ujung distrik dua, lebih tepatnya perbatasan antara distrik dua dan distrik tiga. "Ah ... kalau bukan demi penyelidikan tentang Unit 30, aku tidak mau pergi ke distrik merah." gerutu Anneke sembari mengulum sebuah lolipop berwarna merah, sama seperti Tomoaki."Aku sih senang-senang saja, toh, menggoda pria itu menyenangkan." Tomoaki menyahut, ia merenggangkan tubuhnya sembari melepas dua kancing teratas dari seragam petugas kebersihan yang dipakainya tadi.Gadis itu tentunya merasa lelah setelah penyamaran yang dilakukan pemilik ma

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 2

    "Kerja," jawab Tomoaki sembari mengerling. Melihat itu, Arka hanya mengangguk, pria itu tentunya mengerti apa maksud Tomoaki.Gadis itu dengan riang melangkah keluar dari ruangan Arka. Rambutnya yang dikuncir dua seolah bergerak mengikuti gerakannya yang lincah. Tomoaki hanya sesekali menyapa anak buah sang kakak yang berlalu-lalang di hadapan sang gadis.Permen yang ia kulum juga memang bukan permen biasa. Itu adalah sebuah perangkat untuk merekam video dan suara, yang dibuat khusus untuknya sebagai hadiah ulangtahun dari kakaknya, Arka. Setelah ia modifikasi sedikit, perangkat itu menjadi perangkat yang tahan air dengan kamera super jernih."Ah~ tidak manis, aku akan beli permen baru nanti." Tomoaki turun ke lantai dasar kantor kakaknya, kemudian keluar dan langsung menaiki taxi yang sudah ia pesan sebelumnya.-000-Gadis itu akhirnya sampai ke sebuah hotel mewah yang berada di distrik 4, distrik yang terkenal akan kemewahannya, dan tentunya daer

  • Pembalasan Sang Ratu   Chapter 1

    Arka menghela napas, ia menatap datar tumpukan dokumen di atas meja kerjanya. Belum apa-apa, pria itu sudah merasa lelah ketika melihatnya."Baru saja aku datang," gerutunya sembari menyeruput sedikit kopi yang dibelinya di perjalanan."Sudah banyak pekerjaan yang menunggu." Pria itu menghela napas, kemudian duduk di kursi kerjanya. Kunci mobilnya ia taruh begitu saja di atas meja, kentara sekali mood-nya tidak berada dalam kondisi yang baik.Arka kemudian memakai kacamatanya, satu dokumen ia raih dan baca sekilas. "Sudah kuduga," gumam pria itu kesal. "Unit 30 lagi, mau sampai kapan sih kasusnya selesai?"Dia kemudian mulai membaca perkembangan kasus yang sedang dikerjakannya, menyadari bahwa tak ada perkembangan yang berarti, Arka nyaris saja melempar dokumen itu ke tempat sampah. Ia kesal, sangat kesal. Entah sudah berapa bulan kasus yang tengah diselidiki pria berambut cokelat itu tak kunjung selesai."Apa-apaan ini? Yang ada hanya pertambahan

DMCA.com Protection Status