Acara pesta di mansion Christensen semalam disorot oleh beberapa media massa, efeknya adalah kini August tengah sibuk membuat Abigail tidak melihat koran, berita televisi ataupun berita online di situs web. August sibuk memberikan pekerjaan kepada Abigail, ia tidak mengizinkan Abigail keluar rumah atau bahkan melirik ponselnya. "Kak, aku lelah dan aku juga lapar." ucap Abigail, sejak pagi ia belum makan karena setiap apapun yang ia makan pasti akan dimuntahkan kembali. "Apa yang sedang ingin kamu makan?" "Aku ingin pizza!" "Ibu hamil tidak boleh makan junkfood," tolak August. "Kak, aku tidak akan sakit hanya karena makan satu slice pizza. Bayiku lapar dan dia ingin pizza," rengek Abigail, tangannya mengelus perutnya yang sudah mulai terlihat agak membuncit. August menghela nafas panjang, jika menyangkut soal bayi Abigail tentu ia tidak akan bisa menolaknya. Dengan terpaksa ia memesan pizza favorit Abigail namun sayang situs pemesanannya sedang error, August segera bergegeas ke r
Zach tidak pernah tersenyum sejak menginjakkan kakinya di rumah ini, yang ia lakukan hanya diam merenung dan berlatih menembak untuk melepaskan rasa sesak di dadanya. Entah sudah berapa lama ia ada di tempat ini, sampai para pengawal yang mengawalnya pun mulai merasa jenuh. "Aku pikir kamu tidak akan pernah kembali ke rumah, Noah." ucap Ethan yang tiba-tiba datang ke tempat latihan menembak. "Apakah itu harapan terbesarmu Ethan?" Ethan tertawa pelan, "Tentu saja tidak, mengapa kamu berpikir negatif seperti itu." "Ini rumahku, aku bebas kembali kapanpun aku mau." "Iya itu benar, tapi tidak bisakah kamu tidak merebut hasil kerja keras seseorang setelah kembali ke rumah?" "Aku tidak merebut apapun, semua yang ada disini milikku sejak awal. Kamu seharusnya lebih sadar diri siapa dirimu sebelum menyandang nama Christensen di belakang namamu, dan aku pikir wajar jika kamu harus bekerja keras demi nama Christensen tetap ada di belakang namamu." "Sombong sekali," sahut Ethan berdecih k
"Noah, kenapa kamu membawaku kesini?" tanya Valerie. "Karena ini rumahku, jadi aku membawamu kesini." "Maksudku kenapa kita tidak kembali ke rumah lamamu dulu saat kita tinggal bersama?" "Rumah itu sudah ditempati oleh orang lain," "Tapi apakah aku akan diterima tinggal disini? maksudku, kamu sudah memiliki banyak pelayan di rumah ini. Apakah kamu masih ingin memperkerjakan aku?" Zach mengehela nafas pelan, "Apa aku pernah mengatakan kepadamu jika aku akan menjadikan kamu pelayan dirumahku?" "Sudah jangan banyak bertanya, sekarang ayo kita masuk ke dalam." Zach membukakan pintu mobil untuk Valerie, sama seperti yang selalu ia lakukan dulu ketika mereka masih bersama. Ketika melihat Valerie keluar dari mobil, para pelayan dan pengawal langsung memusatkan perhatian mereka kepada Valerie. Pakainnya yang agak kumal, sangat terlihat kontras dengan pakaian Zach. "Dimana ayahku?" tanya Zach pada salah satu pengawalnya. "Tuan Abraham ada di perpustakaan pribadinya, tuan muda." Zach
Zach menghampiri Valerie yang saat ini tengah menikmati kehidupan barunya di dalam kamar mewah, begitu melihat kehadiran Zach ia langsung merubah sikapnya kembali menjadi gadis lugu dan duduk seolah-olah ia tidak pantas berada di tempat ini. "Valerie, aku ingin bicara sebentar denganmu." "Ada apa Noah?" "Soal rencana pernikahan kita, maaf aku lancang mengatakan itu di hadapan ayahku tanpa persetujuanmu lebih dulu sampai akhirnya ayahku membuat keputusan yang menghinamu.""Tidak apa Noah, lagipula aku tau kamu ingin menikahiku hanya karena kasihan kepadaku. Jadi keputusan ayahmu sama sekali tidak menghinaku," sahut Valerie dengan senyum sendu. "Tidak, aku tulus ingin menikahimu Valerie. Biar bagaimana pun kamu sedang mengandung anakku, jadi aku pikir lebih baik kita menikah saja." Valerie mengangguk pelan, "Jadi kamu sudah tidak mempermasalahkan soal masalah kita dulu?" "Soal kamu yang hanya menginginkan hartaku? tentu saja tidak, lagipula jika kamu memang seperti itu kamu pasti
Abigail berjalan lesu menuju ke rumah dengan keranjang belanjaan di kedua tangannya, dari temaramnya lampu teras ia bisa melihat siluet seorang wanita yang kini tengah duduk seorang diri menunggu kedatangannya. "Suster Margaretha, ada apa suster datang menemuiku?" "Dimana Zach?" tanya suster Margaretha. "Zach? Zach sedang bekerja, ya dia masih di tempat kerjanya sekarang." "Aby, kamu mulai berani membohongi ibumu sendiri sekarang?" "Aku tidak berbohong, Zach memang masih bekerja. Dia baru akan kembali malam atau besok pagi," Suster Margaretha mendelik ke arah jemari Abigail, tidak ada cincin pernikahan ataupun pertunangan yang tersemat disana. "Kemana cincinmu Abigail? mengapa kamu tidak menggunakannya?" Abigail meraba jemari tangannya, ia mendadak panik saat cincin yang biasa ia gunakan kini tidak ada lagi di jemarinya. Seingatnya kemarin ia melepas cincin itu saat membuat kue, namun ia lupa dimana ia meletakkan cincinnya. "Cincinmu hilang? mungkin itu pertanda jika kamu dan
Abigail termenung dengan bola mata berkaca-kaca, ia terus memikirkan ucapan August yang mengatakan bahwa Zach tidak akan pernah kembali padanya. Abigail tidak akan pernah mempercayai itu sampai ia melihat dengan kedua matanya sendiri jika Zach benar-benar tidak akan pernah kembali kepadanya, Zach tidak mungkin secepat itu melupakannya apalagi saat ini Abigail tengah mengandung buah cinta mereka. Handle pintu kamar bergerak, Abigail kembali merapatkan kedua matanya dan berpura-pura tertidur karena ia malas berbicara dengan siapapun. Wangi aroma parfum maskulin menyeruak masuk ke dalam hidungnya, tanpa melihatnya Abigail tau siapa yang sudah mendatanginya dan duduk di sebelah brankarnya. Desahan tarikan nafas lelah begitu terdengar di telinganya, tangan besar itu mulai menggenggam tangannya erat dan rasa hangat mulai menyelubunginya. "Abigail, maaf aku terpaksa melakukan ini padamu." ucap August lirih. "Zach tidak baik untukmu, dia tidak perduli padamu, dia bahkan menghinamu. Aku tid
Suster Margaretha merangkul gadis kecilnya ke dalam pelukannya, seumur hidup suster Margaretha membesarkan Abigail belum pernah ia melihat Abigail menangis sampai seperti ini. Suster Margaretha menghapus setiap air mata yang membasahi pipinya, mencoba menguatkan putrinya meskipun hatinya juga sakit melihat putrinya disakiti. Mereka membawa Abigail kembali ke rumah sakit, keadaannya semakin memburuk karena ia juga hampir mengalami hipotermia. Setelah diberikan obat, juga infus kembali terpasang di tangannya Abigail kini tertidur dalam kesedihannya. Pada akhirnya ia menyadari sebuah kenyataan bahwa pria yang ia cintai tidak akan pernah kembali, bahkan pria itu dengan tega menghina darah dagingnya sendiri. "Aku pernah menitipkan Abigail pada Zach, tapi nyatanya dia adalah orang yang paling menyakiti putriku." ujar suster Margaretha penuh kekecewaan. "Aku tidak akan menyakiti Abigail, aku berjanji." "Janji itu bisa diingkari tuan August, aku tidak akan mempercayakan putriku kepada sia
Mansion Christensen kini tengah disibukkan dengan pernikahan mendadak Zach dan Valerie, seharusnya acara pernikahan ini tidak pernah diselenggarakan namun karena publik sudah mengetahuinya Abraham terpaksa membuat pesta pernikahan untuk mereka. Abraham hanya tidak ingin citranya sebagai orang tua menjadi tercoreng, dengan tidak memberikan pesta pernikahan untuk putranya. Di ruangan lain, kini Valerie tengah dirias oleh make up artist pribadi Jennifer. Wajahnya sangat berseri karena hari ini semua orang akan mengetahui jika seorang Valerie Jeanice akan menjadi nyonya Christensen secara sah, bukan menjadi istri simpanan yang sebelumnya direncanakan oleh Abraham. Dari lantai tiga, Zach melihat lalu lalang kesibukan orang-orang yang tengah mempersiapkan pesta pernikahan untuknya. Ia seharusnya merasa bahagia dengan semua ini karena pernikahan ini adalah keinginannya sendiri, namun yang ia rasakan saat ini hanyalah hampa dan kebingungan. Baik Abraham maupun Jennifer tidak menujukkan seny
Belum selesai masalah penangkapannya, kini Abraham harus menelan pil pahit setelah hartanya disita dan perusahaannya mengalami kebakaran karena korsleting listrik. Tidak ada yang bisa diselamatkan, semua hancur lebur bersama api dan meluluh lantahkan gedung mewah itu. Abraham kini tidak memiliki apapun, hanya pakaian yang menempel di tubuhnya harta satu-satunya yang ia miliki itupun sebentar lagi akan berganti dengan baju tahanan. Jennifer dan Ethan terusir tanpa membawa apapun, semua harta Abraham disita polisi dan mereka tidak diizinkan untuk membawa apapun selain pakaian. Jennifer menangis tersedu-sedu ketika semua kemewahan yang ia miliki tidak lagi berada dalam genggamannya, begitupun Ethan yang merasa usahanya selama ini untuk membangun Christeus sia-sia. Semua karena ulah Noah, begitulah yang Ethan dan Jennifer pikirkan. Sebelum Noah kembali, hidup mereka begitu tenang dan ketika Noah kembali dengan seluruh permasalahannya kehidupan keluarga Christensen mulai tidak beres. "Ny
Hari belum terlalu pagi ketika Abraham yang sedang tertidur pulas di kamarnya didatangi pihak kepolisian, ia diseret tanpa ampun atas kejahatan penggelapan dana sebuah mega proyek juga atas kejahatan karena bekerja sama dengan seorang gembong narkoba kelas kakap. Tidak hanya itu, Abraham juga ikut ditetapkan sebagai tersangka atas penjualan gadis di sebuah klub malam terkenal di kota I. Abraham tidak tau bagaimana bisa semua kejahatannya terbongkar semua dalam satu malam, ia mencari semua anak buahnya tapi sayangnya semua anak buahnya juga sudah diringkus oleh pihak kepolisian. Di tengah kekacauan, Jennifer dan Ethan yang tidak mengetahui apapun soal kejahatan Abraham mencoba meminta kejelasan kepada kepolisian tetapi tidak ada satupun yang menanggapi pertanyaan mereka. Mereka melihat Abraham diseret, tanpa mereka tau apa yang sudah Abraham lakukan. Sejak Jennifer memergoki Abraham di toko perlengkapan bayi bersama dengan seorang wanita, Jennifer tidak pernah lagi berbicara dengan A
Sidang selanjutnya atas kasus kematian Noah dimulai kembali hari ini, tetapi semua orang di ruang pengadilan nampak terlihat murung tidak seperti sidang kemarin terutama Flint. Pria itu tidak banyak bicara dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melihat ponselnya, dengan harapan sang cucu tersayang akan mengabarinya dan memberitahukannya jika ia baik-baik saja. Tidak ada kabar apapun tentang Amberley hingga saat ini, bahkan hingga kini Flint masih belum menemukan jejak keberadaan Amberley. Terakhir kali ia melacak keberadaan Amberley lewat foto yang dikirim orang tidak dikenal, ternyata ketika Flint sampai disana untuk mengeceknya ternyata tidak ada siapapun disana. Tempat itu kosong, entah karena Flint terlambat datang atau memang mereka sudah pergi sebelum Flint berhasil melacak keberadaan mereka. Sejak hilangnya Amberley, Matthias juga semakin rewel tidak seperti biasanya. Berkali-kali Jessica dan Darren mencoba menenangkannya, namun bayi itu tetap menangis seolah ia sangat
"Apa kalian sudah menemukan keberadaan cucuku atau jejaknya?" tanya Flint dengan raut wajah cemas dan gelisah. Mereka serentak menggeleng, mereka benar-benar menutup jejak rapat-rapat sampai tidak terlihat sedikitpun bukti kehadiran mereka di tempat ini. Flint menggeram kesal, ia membanting apapun yang ada di hadapannya untuk melampiaskan kekesalannya. Disaat semua orang sedang sibuk pada pemikirannya sendiri tentang keberadaan Amberley, tiba-tiba suara tembakan dari senjata api terdengar menggelegar di luar gerbang mansion Moore. Semua orang serentak keluar dari mansion untuk memastikan apa yang mereka dengar barusan, saat tiba disana mereka menemukan satu orang penjaga sudah tergeletak bersimbah darah dengan sebuah amplop tergeletak tidak jauh darinya. Flint memungutnya dan mengeluarkan isi dari amplop tersebut, beberapa lembar foto yang ia lihat berhasil membuatnya syok. "Tuan Flint," ujar Roberto dengan wajah memucat. "Roberto, menurutmu siapa yang berani melakukan ini?" tanya
Di sebuah ruangan temaram, Frank menyesap cerutunya begitu berat karena negosiasinya dengan orang di hadapannya ini sangat sulit. Frank tidak bisa serta merta menemuinya dengan mudah, ada beberapa hal yang harus ia lakukan demi bisa bertemu dengan orang ini. Bahkan ketika mereka sudah bertemu Frank masih harus melakukan negosiasi sengit demi tujuannya, kalau bukan demi Flint Frank tidak akan mau berurusan dengan orang seperti ini. "Apa kamu yakin bisa memberikan yang aku inginkan sebagai kesepakatan? aku hanya ingin mengingatkan, ketika kita sudah sepakat maka tidak ada jalan untukmu membatalkan perjanjian kita." ucapnya membuat Frank cukup gelisah di dalam hatinya, tapi tidak ia tunjukkan itu."Ya, aku menyetujuinya. Asal kamu bisa memberikan semua yang aku inginkan juga, aku ingin imbalan yang adil." "Apa kamu tidak percaya kepadaku Frank Moore?" "Jika aku tidak percaya kepadamu untuk apa aku harus bersusah payah untuk bisa duduk disini," Pria itu tertawa, "Baiklah, silahkan tan
Setelah mengasingkan Amberley, Flint langsung pergi menemui Frank untuk meminta bantuannya. Flint harus menyusun rencana baru untuk melawan Abraham, dan tentunya tidak dengan cara lurus seperti kemarin. Abraham tidak bisa dilawan dengan cara hukum, meskipun Flint bisa memenangkan Zionathan tapi Flint yakin Abraham akan bertindak gila jika ia kalah di pengadilan. "Frank tolong bantu aku, keselamatan cucuku terancam sekarang." ucap Flint setelah membuka pintu ruangan pribadi Frank.Di dalam sana, Frank tengah sibuk bercinta dengan seorang wanitanya di meja kerjanya. Melihat ekspresi Flint yang begitu gelisah, Frank menyudahi kesenangannya dan menyuruh wanitanya itu untuk pergi. Wanita itu terlihat sedikit jengkel karena ia hampir mencapai klimaksnya, tapi ia bukan siapa-siapa untuk bisa membantah perintah Frank. "Katakan kepadaku, apa yang harus aku lakukan Flint." "Cari celah kebusukan Abraham agar aku bisa menjebloskannya ke penjara selamanya, dia berusaha melenyapkan cucuku dan Zi
"Sayang, apa kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Amberley karena sedari tadi Zionathan lebih banyak diam. Zionathan menarik nafas panjang, seperti tengah memikul beban berat di dadanya. Amberley tau jika Zionathan pasti sedang tidak baik-baik saja sekarang, prianya itu selalu ceria di hadapannya meskipun sedang berada di penjara sekarang tapi kini ia lebih banyak diam. "Amberley, bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?" "Melakukan sesuatu? apa yang harus aku lakukan untukmu?" "Amberley, jika aku kalah di pengadilan pergilah sejauh-jauhnya dari tempat ini atau kalau perlu pergilah ke negara lain. Pergilah ke tempat dimana tidak ada seorangpun bisa menemukanmu," pinta Zionathan tangannya menggenggam erat jemari Amberley. Amberley mengernyitkan kening, "Permintaan konyol macam apa itu, jika kamu kalah aku tetap akan disini menemanimu Zio." "Amberley, aku mohon. Pergilah, mulailah hidup baru tanpaku. Jika memang kita ditakdirkan bersama kita pasti akan bertemu lagi," ucap Zionath
"Buka pintunya!" teriak seseorang dari luar unit orang tua Rosalyn. Mereka mengejutkan Rosalyn yang masih tertidur di dalam, kedua orang tuanya sudah pergi bekerja sejak pagi hari. Rosalyn tidak langsung membuka pintu, ia lebih dulu mengecek siapa yang ada di luar lewat doorbell camera. Rosalyn memperhatikan dua orang yang ada di depan pintu unit, setelah memperhatikannya cukup lama Rosalyn akhirnya tau jika mereka adalah anak buah Frank. "Buka pintunya nona Rosalyn! atau anda ingin kami mengacak-acak tempat ini!" ancam mereka lagi. Rosalyn kebingungan di dalam sana, ia tidak memiliki nyali untuk berhadapan dengan anak buah Frank tapi ia juga tidak mau mereka mengacau di tempat ini. "Baiklah, anda menantang kami nona Rosalyn. John, dobrak unitnya!" "Tunggu! jangan di dobrak! baiklah aku akan membuka pintunya," ucap Rosalyn lewat doorbell. Rosalyn membuka pintu untuk mereka namun setelah itu mereka malah masuk dan menggeledah seluruh isi unit, entah apa yang mereka cari karena Ro
Zionathan terpaku sesaat, tapi akhirnya ia bisa mengendalikan dirinya lagi dan mencoba bersikap tenang. Ia tidak boleh terpancing dengan ucapan Abraham, karena sekali ia terpancing maka usahanya untuk tetap membuat Amberley aman akan sia-sia. "Apa sekarang anda sedang bermain tebak-tebakan denganku tuan Abraham?" ujar Zionathan dengan tawa sinis. "Zionathan, aku bukan anak kecil yang bisa kamu tipu. Pelaku sebenarnya adalah Amberley, kamu hanya mengorbankan diri untuk membuat Amberley tetap aman. Sidik jari Amberley terlekat jelas di pistol itu," Zionathan maju mendekati Abraham yang tengah berusaha mengintimidasinya, "Tidak perlu berbasa-basi, anda sedang berusaha membuat Amberley menjadi pelakunya demi merebut Matthias bukan? tapi maaf tuan Abraham, pelakunya memang aku karena aku sangat membenci putramu." Abraham menanggapi ucapan Zionathan dengan tawa, "Ucapanmu ada benarnya juga, tapi selain itu aku juga memang ingin menyingkirkan kalian berdua. Nyawa dibayar nyawa, sebagai g