Di sebuah ruangan gelap, terdapat beberapa orang berbaju hitam, dan satu orang berseragam kepolisian. Mereka sedang menginterogasi seorang pria dewasa yang terkena kasus pengedaran narkoba. Namun, dari tatapannya menunjukkan bahwa pria itu sama sekali tidak takut dengan ancaman orang-orang berpangkat di hadapannya tersebut.
"Gracio Adyson! Selamat berjumpa kembali dengan kami di markas 'Black Xander.' Setelah sekian purnama, akhirnya akulah yang meringkus mu ke markas keramat ini," ucap seorang Intel bernama Xander Oliver. Bahkan dia tertawa begitu keras hingga menggema dalam ruangan gelap itu.Tidak ada satu orang pun yang berani menatap Xander, karena pria itu terkenal dengan kekejamannya. Akan tetapi, ada satu orang yang sama sekali tidak merasa takut terhadap Intel tersebut, yaitu Gracio."Cih! Ternyata kau masih bodoh seperti dulu, Pak Tua!" Gracio menyeringai tipis dengan tatapan elangnya yang mampu membuat sang lawan ketakutan setengah mati."Kurang ajar! Apa kau sudah bosan hidup, huh!" Amarah dalam diri Xander langsung membuncah tatkala diremehkan begitu saja oleh tawanannya. Apa tadi, tua? Enak saja. Bahkan diusianya yang ke 47 tahun, masih banyak wanita-wanita cantik yang mau menjadi kekasihnya. Ralat! Simpanannya."Jangan marah, Pak Tua. Nanti yang ada keriput mu bertambah. Bukankah di belakang mu ada cermin besar, silahkan cek betapa banyaknya keriput di wajahmu itu," bukannya takut, Gracio justru semakin mengejek Intel tersebut sehingga Xander meraih pistol di atas meja lalu menekan pelatuknya.Dor! Dor! Dor!Semua orang yang ada di sana langsung ketakutan saat mendengar suara tembakan dari arah Xander. Hanya Gracio yang masih tenang di kursinya dengan tatapan lurus ke depan. "Bahkan sekedar menembak pun kau tetap bodoh. Apa perlu aku ajari, Pak Tua?" Lagi-lagi Gracio mencibirnya. "Bagaimana mungkin seorang Intel dengan tingkat kemampuan rendah, mendapatkan tugas untuk menangkap ku. Meruntuhkan harga diriku saja," Gracio berdecak kesal karena bukan seorang pahlawan yang menangkapnya. Justru pria tua yang tidak mempunyai kelebihan apa pun kecuali kesombongannya.Merasa tak tahan melihat tingkah Xander yang sangat sombong, akhirnya Gracio menarik pistol di balik punggungnya. Dengan cepat, Gracio mengarahkan pistol itu tepat ke bagian burung milik Xander. "Sepertinya ini adalah sasaran yang tepat, Pak Tua." Gracio tersenyum miring sebelum akhirnya menekan pelatuk pistolnya.Dor!"Aaaakh!" Xander menutup kedua matanya sambil berteriak histeris karena takut benda pusaka kesayangannya benar-benar akan musnah. Itu artinya, ia tidak akan bisa lagi bermain wanita di luaran sana."Hahahahaha! Lihatlah! Mana ada seorang Intel yang takut sama buronan? Bahkan yang ada dalam pikirannya hanya wanita, wanita, dan wanita. Apa pekerjaanmu cuma itu-itu saja," Gracio membalik keadaan, hingga kini Xander berada di bawah kuasanya.Xander bernafas lega saat melihat burungnya masih sehat sentosa. Tenyata, Gracio tidak benar-benar menembaknya. Pria itu mengubah target sehingga mengenai botol vodka yang terpanjang di dinding ruangan gelap itu."Sudah ku katakan bahwa jangan pernah bermain api denganku, jika kamu masih ingin menghirup udara segar. Aku tidak perduli dengan jabatan mu itu, Intel sialan. Berani sekali Intel rendahan sepertimu ingin menangkap ku, bahkan tanpa adanya bukti yang nyata. Bukankah kau sangat bodoh," Gracio memainkan pistol di tangannya dengan mata yang terpejam.Aura ketampanan seorang Gracio semakin meningkat di saat ia sedang marah. Ia menatap satu persatu wajah orang-orang berbaju hitam di sekelilingnya. Bibirnya terangkat membentuk seringai tipis.Xander memberikan isyarat kepada para anak buahnya supaya mereka menyerang Gracio sekarang juga.Pastinya Gracio bukanlah orang yang bodoh. Dia langsung mematahkan tangan para anak buah Xander secara bergantian. Lawannya memang tak sebanding, tapi Gracio sangat mampu mengalahkan mereka semua termasuk juga Xander.Namun, Gracio masih berbaik hati dengan membiarkan pria tua itu ketakutan akan peringatan yang ia berikan.Tak ingin membuang waktu lagi, Gracio keluar dari dalam markas Xander, dan pulang ke rumah.Setibanya di rumah, bukan sambutan hangat yang Gracio dapatkan, melainkan sebuah tamparan keras dari sang istri tercinta."Tega banget kamu Mas. Meruntuhkan kepercayaanku yang dibangun sedemikian rupa. Tapi sekarang apa, kamu justru mengecewakan ku dan juga keluarga kita," ucap Violetta--Istri Gracio."Dengarkan aku dulu, Sayang. Aku sama sekali nggak melakukan itu. Percayalah kalo aku cuma dijebak," Gracio berusaha meyakinkan sang istri bahwa dirinya tidak bersalah."Bohong kamu Mas. Semua bukti mengarah sama kamu. Kedua orang tua kita marah karena dan menyalahkan ku karena aku nggak bisa menjaga kamu, sampai kamu melakukan hal terlarang ini,"tangis Violetta pecah saat itu juga. Ia terduduk di atas lantai dengan menutup wajahnya menggunakan kedua tangan."Sayang, aku bersumpah kalo aku memang nggak salah. Aku akan membuktikan semuanya sama kamu dan yang lainnya kalo cuma dijebak," Gracio tidak tahu lagi harus berkata apa, sebab istrinya masih dalam keadaan marah yang tak akan bisa mencerna setiap ucapan yang terlontar dari bibir Gracio."Gimana nasib anak kita nanti kalo dia tahu bahwa papanya adalah seorang kriminal," suara Violetta terdengar lirih. Ia benar-benar hancur sekarang.Kedua tangan Gracio terkepal erat. Mendengar kata anak yang diucapkan oleh sang istri, sungguh membuat hatinya sakit. "Aku mohon tenanglah, Sayang. Berikan aku sedikit waktu untuk mengungkapkan kebenaran itu. Aku janji,"Terdapat ketulusan pada ucapan Gracio. Ia memeluk tubuh Violetta dengan sangat lembut. Berharap istrinya itu tak lagi menangis. Rasanya dadanya sesak saat melihat air mata terus mengalir dari pelupuk mata Violetta."Berapa lama waktu yang kamu butuhkan, Mas? Sepertinya aku nggak akan sanggup menunggu lebih lama lagi," Violetta melerai pelukannya dari sang suami, lalu menjaga jarak darinya."Maksud kamu apa, Violetta?" wajah Gracio terlihat tegang dengan rahang yang mengeras. Ia tidak mau berburuk sangka terhadap istrinya itu sebelum mendengar sendiri penjelasannya secara benar.Violetta tidak menjawab. Ia bangkit dari posisinya dan berlalu meninggalkan Gracio seorang diri di ruang tengah. Violetta hanya bisa menangis tanpa tahu harus melakukan apa. Dia bukan orang berpangkat yang mampu mengalahkan hukum keadilan dan menukarnya dengan uang.Sekuat tenaga Gracio menahan amarah supaya tidak melampiaskannya kepada sang istri. "Bedeb*h kalian semua!" Gumam Gracio menarik rambutnya frustasi.Sedangkan di tempat lain, segerombolan pria tengah berpesta akan kemenangan yang mereka dapatkan. Suara gelak tawa terdengar begitu menggema dalam ruangan bernuansa abu-abu."Mari kita rayakan kemenangan ini dengan berpesta sepuas-puasnya," ucap seorang pria yang menjabat sebagai SP (Satpol PP). Dia mengangkat gelas yang ada di tangannya, dan ikuti oleh anggotanya yang lain."Pesta," semua orang berseru senang dengan pesta itu. Apa lagi mereka mendapatkan bonus yang dikelilingi oleh wanita-wanita cantik berpakaian seksi. Hingga sebuah suara berhasil menghentikan kegiatan mereka di dalam sana."Robert Stewart!""Robert Stewart!" Suara teriakan begitu nyaring hingga mengalihkan fokus semua orang di dalam ruangan itu. Gracio berlari ke arah Robert, dan memberikan pukulan telak di wajahnya hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah. "Kurang ajar! Berani sekali cecunguk ini masuk ke markas ku. Cepat serang dia," titah Robert kepada anak buahnya. "Pengecut! Beraninya keroyokan," Gracio mencibir SP tersebut karena menurutnya dia sama saja dengan Xander, Intel bod*h yang tak punya keahlian apapun. Gracio dikepung oleh para anak buah Robert yang menyerangnya secara bersamaan, seolah tak memberikan ruang untuk Gracio bernafas. Namun, Gracio sama sekali tidak kewalahan melawan segerombolan pecundang itu. Tangannya terus bergerak melawan musuh, begitu juga dengan kakinya yang terus menendang lawan dengan sangat kerasa sehingga mereka tumbang satu persatu hanya dengan satu tendangan dan satu bogeman mentah. Suara kegaduhan terus menggema dalam ruangan sempit itu. Gracio menyerang musuh secara membab
"Pa--" Violetta sangat shock mendengar ucapan sang papa yang mengatakan bahwa Gracio sudah mati. "Sebenci apapun Papa sama suamiku, jangan pernah mengatakan bahwa dia sudah mati, apalagi di depan Kevin. Seburuk apapun sikap Mas Gracio, nggak sepantasnya Papa berkata seperti itu," ucap Violetta dengan mata yang mengembun. "Sudahlah. Papa nggak punya menantu seorang kriminal seperti dia. Lebih baik urus surat cerai kalian secepatnya," titah Baron dengan amarah yang masih membuncah. Sebab, ia terlalu kecewa dengan menantunya itu yang sudah mencoreng nama baik keluarga. Kedua bola mata Violetta membulat sempurna tatkala mendengar kalimat yang sama sekali tidak dia inginkan. "C-cerai? Itu nggak mungkin, Pa. Aku sangat mencintai Mas Gracio," bantah Violetta dengan tegas. Kemudian ia berlalu dari sana meninggalkan sang papa yang diselimuti rasa kesal. "Dia sudah dibutakan oleh cinta yang sama sekali tidak menguntungkan baginya," gumam Baron semakin frustasi. Belum sempat Baron memasuki ka
"Gimana Robert, apakah pria itu sudah memberikan uang yang kita mau?" tanya Xander kepada bawahannya, sekaligus kaki tangannya. Mereka sedang duduk berdua di cafe dekat taman dipinggiran kota. "Sudah. Tapi kedua orang tuanya yang memberikan uang itu. Mereka meminta kepada kita agar Gracio tidak ditahan, sampai mamanya pun menangis di hadapanku. Hahahhaaa," Robert tertawa sumbang seolah meremehkan permohonan kedua orang tua Gracio. "Disaat putranya menentang kita, dan mengancam kita habis-habisan, lalu mereka datang dengan membawa uang kompensasi lengkap dengan permohonannya. Benar-benar sangat lucu," balas Xander ikut tertawa senang. Persetan dengan nama baik Gracio, yang penting dia sudah mendapatkan apa yang diinginkan sejak awal. Yaitu, uang. Keduanya tertawa terbahak-bahak karena menganggap Grace dan Yola--kedua orang tua Gracio, sangatlah bodoh. Padahal mereka dari kalangan terhormat, tapi memilih untuk merendahkan diri hanya demi nama baik anaknya. Sangat disayangkan, sebab m
Gracio terus memikirkan istri serta anaknya yang masih berada di rumah orang tuanya. Ia benar-benar tidak diperbolehkan bertemu dengan mereka. Rasanya hidupnya semakin hari semakin hampa. Ia jadi teringat dengan Clara, gadis bar-bar tapi cukup polos hingga tak sadar hanya dibodohi olehnya. "Jangan lupa besok pagi misi pertama kita ke markas Xander. Jangan bersikap mencurigakan, kamu harus memberikan alasan yang jelas kepada kedua orang tuamu agar nggak dicari karena keluyuran di luar rumah." Tulis pesan Gracio kepada gadis cantik itu. "Siap, Om tampan. Kenapa Om belum tidur? Pasti lagi mikirin aku ya." Balas pesan dari Clara yang membuat Gracio sedikit terhibur. Sikap Clara yang pecicilan sangatlah natural dan tidak dibuat-buat. Itulah yang Gracio sukai darinya. "Ck! Cuma di read doang. Emang Om kulkas 12 pintu." Gerutu Clara terlihat kesal. Entah kenapa ia bisa percaya begitu saja terhadap Gracio yang jelas-jelas hanya orang baru baginya. Hatinya seolah berkata bahwa Gracio adalah
B-boleh," des*h Xander dengan mata yang terpejam. Buaya seperti Xander memang tidak bisa melihat barang bening seperti Clara. "Ah, Om Xander memang sangat baik. Ternyata aku nggak salah melabuhkan hati kepada Om," Clara menyandarkan kepalanya di dada bidang Xander. Sungguh rasanya gadis itu ingin muntah saat mencium aroma tubuh Xander yang bau nikotin serta bau alkohol. Namun, sebisa mungkin Clara menahannya sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya ke sana. Xander seakan dibuat terbang oleh pujian manis Clara. Ia benar-benar tak menyangka kalau putri dari temannya akan jatuh cinta kepadanya. Bukankah itu adalah anugerah terindah yang Xander dapatkan di tahun ini? Ah, ia berjanji kalau bisa mendapatkan Clara, maka ia tidak akan pernah lagi bermain wanita. Cukup Clara yang menjadi wanita satu-satunya dalam hidupnya. "Ayo Om, kita ke sana," tangan Xander ditarik begitu saja oleh gadis cantik itu, dan membawanya ke depan pintu ruang rahasia. "Apa harus sekarang? Kenapa nggak n
Hari ini, Clara pergi ke kampus karena ada mata kuliah pagi dari Pak Sean. Clara mengambil jurusan Manajemen Bisnis, karena ingin menjadi wanita karir yang bekerja di perusahaan besar. Seperti biasa, wajah Clara selalu terlihat ceria di depan semua orang. Kecantikannya mewarisi sang Mama saat masih muda dulu. Lagi-lagi Clara berpapasan dengan Sean di parkiran kampus, sebab ia berangkat pagi-pagi sekali karena dia belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh Sean pada minggu lalu."Selamat pagi, Pak Sean," sapa Clara menampilkan senyuman manisnya. "Pagi, Clara," balas Sean juga melempar senyum hangat kepada mahasiswinya itu. "Saya duluan ya, Pak," pamit Clara bergegas memasuki area kampus dan menuju ke kelasnya yang terletak di lantai dua.Sean hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Clara yang selalu membuat jantungnya berdebar. Sejak pandangan pertama, Sean sudah jatuh cinta kepada mahasiswinya itu. Namun, ia tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya karena
"Om, maaf banget ya udah bikin Om nunggu lama. Tuh gara-gara Pak Sean, aku dikurung dalam ruangannya selama 3 jam. Sangat menyebalkan, untung ganteng, kalo nggak udah aku caci maki dia," cicit Clara seperti tak bernafas. "Emangnya berani?" tanya Gracio seakan mengejek keberanian Clara yang hanya seujuo kuku. "Enggak sih, Om. Hehehehe," Clara terkekeh kecil saat menyadari ucapannya yang hanya bercanda tadi. "Ngapain aja selama tiga jam di ruangan dosen kamu?" todong Gracio menatap penasaran pada gadis cantik di hadapannya tersebut. "Kepo!" Clara memalingkan wajah ke luar jendela mobil karena tak ingin membahas kegiatannya di dalam ruang dosen tadi. Moodnya dibuat hancur oleh Sean hanya dengan tiga ucapan saja. "Aku mencintaimu, Clara."Ungkapan cinta dari Sean membuat Clara seakan tak percaya dan berharap semua itu hanya mimpi. Rasa kagum yang sempat ia berikan kepada dosen pembimbingnya itu seketika sirna hanya karena ungkapan cinta yang sangat tak diinginkan oleh Clara. Gracio t
Gracio melihat jam yang melingkar di tangannya. Sisa 15 menit waktu yang dimiliki Clara di dalam sana untuk mendapatkan dokumen penting milik Xander. Walaupun dia tahu bahwa Clara terlalu spektif akan rencana mereka. Namun, Gracio memberikan konspirasi yang baik terhadap gadis itu supaya tetap optimistis dalam menjalankan tugasnya. Ada sedikit keraguan dalam hatinya saat melihat kepolosan Clara yang selalu patuh terhadapnya. "Sudah sejauh ini, aku tidak boleh lengah." Gracio berkata dengan tatapan tajamnya. Hatinya hampir saja goyah akibat memikirkan Clara. Di dalam sana, Clara kesulitan untuk bergerak karena Xander terus memeluknya dari belakang. "Om mending duduk aja deh, aku nggak bisa gerak bebas nih," gerutu Clara memasang wajah kesal. "Om sudah nggak sabar pengen main bareng kamu di atas sana," tunjuk Xander pada ranjang kecil di samping rak buku. Benar-benar membuat darahnya seakan mendidih. "Ish, Om Xander mesum banget ya. Aku tuh masih gadis dan wanita baik-baik, masak ma
Sean berangkat pagi-pagi sekali ke rumah Clara untuk menemui wanita malang itu. Hatinya benar-benar tak tenang setelah melakukan perbuatan bejat terhadapnya, ia dihantui rasa bersalah sampai tak bisa tidur dengan nyenyak. Namun, saat sampai di halaman rumah Clara, ia berpapasan dengan Gracio yang baru turun dari dalam mobil. Pria itu juga ingin bertemu dengan Clara, ia harus menjelaskan semuanya sebelum terlambat. "Ngapain kamu di sini?" sinis Sean kepada Gracio, ia masih tidak terima jika Gracio terus mendekati Clara, wanita yang sangat dia cintai. "Bukan urusanmu," ketus Gracio langsung melengos pergi dan menekan bel rumah sang pujaan hati. Ting Tong. Tak butuh waktu lama, pintu rumah pun terbuka, menampilkan sosok Camellia, Mamanya Clara di sana. Camellia menatap kedua pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tak terbaca. Terlihat jelas kedua mata wanita baya itu sangat bengkak, sepertinya dia habis menangis semalaman. "Boleh saya bertemu dengan Clara?" ucap Gracio sele
Happy Reading. Clara pulang dengan perasaan yang hancur berkeping-keping, pria yang sangat dia cintai tidak ada bedanya dengan Sean. Mereka berdua sama-sama brengs*k, tidak ada cinta yang tulus dari seorang pria. Mulai sekarang Clara benar-benar menutup hatinya dari pria mana pun. Sebelum pulang ke rumah, Clara lebih dulu menyambangi lapas untuk menemui Papanya. Dengan keterampilannya dalam menggunakan make up, Clara menutupi mata bengkaknya menggunakan peralatan make up nya agar tidak ketahuan oleh Robert jikalau dirinya habis menangis. Beruntung juga Clara selalu menyediakan pakaian ganti di dalam mobilnya sehingga ia bisa mengganti pakaiannya sehabis dinodai oleh para pria brengs*k. Mungkin Clara memang pantas dibilang wanita murahan karena sudah memberikan tubuhnya kepada Sean dan Gracio di hari yang sama walaupun pada waktu yang berbeda. Clara tersenyum lembut kepada sang Papa begitu mereke bertemu di ruang tunggu. "Kamu sendirian? Mama kamu mana, sayang?" ucap Robert setelah
Sean menyemburkan benihnya di atas perut Clara untuk menghindari sesuatu yang sangat tidak dia inginkan. Setelah ini Sean tidak akan lagi mengejar cintanya terhadap mahasiswinya tersebut, sebab Sean tidak mau mencoreng nama baiknya jika berhubungan lagi dengan seorang pelakor. Sean berdiri dan mengambil tisu di atas meja kerjanya, melemparnya tepat ke dada Clara dan hampir mengenai sesuatu yang kenyal di sana. Tentu saja hati Clara semakin terkoyak habis mendapatkan perlakuan buruk dari Sean yang menginjak harga dirinya habis-habisan. Setelah kehormatannya direnggut paksa, sekarang ia dicampakkan layaknya sampah. Apakah ini yang dinamakan cinta? Ah, persetan dengan kata cinta, mulai sekarang Clara tak mau lagi kenal dengan yang namanya cinta. "Cepat bersihkan dan keluar dari ruangan ini," titah Sean sambil lalu memungut pakaiannya yang teronggok di atas lantai. Memakainya dengan cepat tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Clara tersenyum kecut saat menyadari kalau Sean tak seba
Clara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hati sangat hancur karena mendengar ucapan Gracio tadi. Yeah, tak sengaja Clara mendengar semua percakapan antara Gracio dan istrinya. Awalnya Clara ingin menemui Gracio untuk memastikan apakah pria itu akan tetap berbohong mengenai kepulangan istrinya. Namun, siapa sangka. Niat hati ingin memberikan kejutan kepada pria itu justru dirinya sendiri yang mendapatkan kejutan luar biasa dari Gracio. Clara bisa menerima jikalau dirinya hanya akan tetap menjadi simpanan dari pria beristri, karena ia amat mencintai Gracio. Akan tetapi, Clara tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya hanya dijadiin alat balas dendam oleh pria yang sangat ia cintai untuk menghacurkan kehidupan sang Papa dan temannya, Xander. Jika dipikir-pikir kemunculan Gracio dalam hidupnya memang tidak masuk akal, dan bodohnya lagi Clara justru percaya dengan semua ucapan Gracio sehingga dia terjebak dengan cinta sepihak itu. "Jahat kamu Om. Hanya karena kesalahan Papa,
Pagi hari. Violetta mengantarkan Kevin ke depan rumah yang akan berangkat ke sekolah menggunakan taksi. Taksi yang sudah menjadi langganan sekaligus kenalan Gracio, jadi mereka tak perlu cemas kalau Kevin tidak akan sampai ke sekolahan. Karena supir taksi tersebut selalu menjamin keselamatan Kevin, karena ia benar-benar orang yang sangat baik. "Hati-hati di jalan, jangan buat keributan di sekolah ya. Belajar yang rajin, Kevin kan anak pintar," ucap Violetta memberikan nasehat kepada sang putra. "Kevin, jangan pernah takut sama siapa pun. Jangan sampai kamu ditindas oleh teman-teman yang lain, Kevin kan pemberani," kali ini Gracio yang memberikan nasehat kepada putranya. "Iya, Ma, Pa," jawab Kevin tersenyum senang. Suasana inilah yang selalu Kevin rindukan saat Mama dan Papanya pisah rumah. "Pak, titip Kevin ya," kata Violetta kepada supir taksi. Ia percayakan semuanya kepada kenalan suaminya itu. "Siap, Bu," supir taksi itu pun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang
Plak! Gracio terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba dari istrinya itu. "Ada apa, sayang, kenapa kamu menampar ku?" suara Gracio masih terdengar lembut di telinga Violetta, dan itu semakin membuatnya muak. "Sekarang sudah malam, kita bicara besok setelah Kevin berangkat ke sekolah," desis Violetta menahan amarah. Ia tidak mau bertengkar di depan putranya yang hanya akan merusak mental Kevin jika sampai melihat orang tuanya bertengkar hebat, apalagi tentang kasus perselingkuhan. Gracio tak bisa berbuat apa-apa, ia masuk ke dalam kamar dengan perasaan resah. Entah ada masalah apa hingga Violetta berani menamparnya untuk yang pertama kali. Sepertinya akan ada masalah, Gracio harus mempersiapkan diri pada esok pagi. Gracio masih bertanya-tanya ada apa dengan istrinya, kenapa sikapnya sangat dingin. Dia berubah tak seperti biasanya, apa jangan-jangan ... Dia sudah tahu akan hubungannya dengan Clara? Ah, tidak mungkin. Violetta selalu berada di rumah, jika keluar pun dia hanya menjempu
Sean terlonjak kaget saat melihat notifikasi pesan masuk yang ternyata dari Violetta. Ia menegakkan punggung serta membenarkan posisi duduknya di atas sofa sebelum membalas pesan dari wanita tersebut. "Saya akan mengirim beberapa bukti yang mengacu pada perselingkuhan suami Mbak dan seorang wanita muda yang tak lain adalah mahasiswi saya di kampus. Tapi, Mbak harus janji tidak akan melabrak wanita itu ataupun mengancamnya karena sudah menjadi selingkuhan suami Anda. Biarkan saya yang mengurus wanita itu asalkan Mbak mau berjanji kepada saya." Sean membalas pesan dari Violetta dan memberikan syarat terlebih dahulu sebelum memberikan bukti yang ia punya tentang perselingkuhan Gracio dan Clara, karena ia tidak mau wanita yang dicintainya menjadi sasaran empuk bagi Violetta, seperti yang telah terjadi di sinetron tentang istri sah yang melabrak selingkuhan suaminya, sehingga wanita itu malu dan tercoreng nama baiknya. "Yah, saya janji tidak akan melakukan hal itu. Cepat, berikan bukti
Clara duduk termenung di balkon kamarnya, ia terus kepikiran dengan perkataan Mamanya tadi siang. Ia sampai bertengkar dengan Camellia demi membela Gracio, sebab menurut Clara tidak mungkin Gracio tidak mencintainya dan hanya memanfaatkannya. "Nggak mungkin Om Gracio sejahat itu, bahkan dia sudah jujur lebih dulu kalau mempunyai istri dan anak, lantas untuk apa dia memanfaatkan ku yang nggak bisa apa-apa." Monolog Clara menolak percaya dengan perkataan Mamanya yang dia anggap membual hanya demi memisahkannya dengan Gracio. "Besok aku akan menemuinya dan bertanya langsung kepadanya untuk menghindari kesalahpahaman." Ucapnya lagi penuh tekad. Clara masih memegang teguh pendiriannya yang mencintai Gracio tanpa status. Ting! Satu pesan masuk ke dalam ponselnya, ternyata dari pria yang sejak tadi menjadi pusat pikirannya. "Selamat malam, Sayang. Apa kamu baik-baik saja? Aku sangat merindukanmu."Begitulah isi pesan yang dikirimkan Gracio kepada Clara. Malam ini pria itu sedang ada di
Sean menunggu Laura di depan gerbang TK Pelita, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Violetta yang sedang menjemput putranya. "Mamanya Kevin 'kan?" ucap Sean kepada Violetta, mendekati wanita cantik itu dengan tujuan ingin mengutarakan kebenaran mengenai pengkhianatan Gracio."Iya, kamu Om nya Laura?" Violetta masih mengingat jelas wajah Sean saat makan siang bersama kemarin. "Mbak sibuk nggak setelah pulang dari sini?" tanya Sean berhati-hati, ia harus segera berbicara empat mata dengan wanita cantik itu karena ia kasihan dengannya yang dikhianati oleh suaminya sendiri. "Nggak, ada apa?" Violetta nampak penasaran saat melihat gelagat aneh dari pria di hadapannya. "Bisa kita bicara sebentar, saya ada perlu penting sama Mbak," kata Sean sangat tak sabaran. Violetta melihat jam yang melingkar di tangannya sebelum menyetujui permintaan Sean. "Kita ada waktu 30 menit untuk berbicara, ayo ke sebelah sana," Violetta mengajak Sean ke arah taman di samping sekolah TK tersebut. "Ada apa?"