"Ini uangnya Mbak, " ucap Lila seraya meletakkan sebuah amplop coklat yang lumayan tebal di atas meja. Pagi ini, aku meminta Lila untuk menyerahkan penjualan mobil mas Arya. Sengaja aku menyuruhnya datang ke rumah, sekalian pamer ke mertua dan menantu sirinya. Karena saat pagi, mereka masih di rumah. Sepulang dari rumahku bersama orang suruhannya kemarin, Lila ku suruh untuk langsung menjual mobil mas Arya, sementara mobilku dia kembalikan ke rumah orang tuaku. "Terimakasih ya Lila, kerjamu bagus. ""Itu uang Lis? " tanya ibu yang sedari tadi duduk bersamaku di ruang tengah. "Iyalah Bu, masa batu bata. "Lila tertawa kecil kearah ibu mertuaku. "Loh, katanya mau di transfer? tanya mas Arya yang tiba-tiba muncul, lalu ikut duduk bersama seraya meletakkan secangkir kopinya di atas meja. Aku mengulurkan tanganku. "Awas Mas! nanti mengenai uangnya! "Mas Arya mengeser kopinya. "Gitu amat sih. ""Ini duit Mas, bukan koran, " ucapku. Aku mengambil amplop itu, membuka dan pura-pura men
Ku simpan uang penjualan mobil mas Arya di brangkas, sekaligus aku ganti nomor pinnya, agar mas Arya tidak bisa mengambil seenaknya. Karena sebelumnya, selain aku mas Arya pun tahu nomor pin brangkas. Derrt ... Sebuah pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau, dari Bejo.[Saya ada informasi terbaru, tapi saya nggak bisa katakan lewat pesan, bisakan kita bertemu sekarang?] [Bisa, kita ke warung makan waktu itu] Tanpa pikir panjang, aku mengambil tas dan bergegas keluar rumah. Berlari menuju minimarketku, meminjam motor dari salah satu pekerja minimarket, karena mobilku baru kemarin dibawa Lila, sementara aku belum membeli motor baru sebagai ganti alat transportasiku. Sesampainya aku di warung makan, terlihat Bejo sudaj sampai duluan. Aku menghampirinya, dan duduk berhadapan dengannya. "Info apa Jo? " tanyaku tanpa basa-basi. "Suami sah yang dimaksud ibu Karsiyem itu memang ... memang pak Arya, suami Bu Lisa.""APA?! kamu yakin? ""Bu Karsiyem sendiri yang mengatakannya. Jadi, set
Pagi ini aku bersiap untuk ke rumah bu Karsiyem. Dengan ditemani Bejo yang sebelumnya lebih dahulu mengenal bu Karsiyem. "Tumben jam segini udah rapi, mau kemana? " tanya mas Arya sesaat memasuki kamar. Setelah pisah ranjang kala itu dengan alasan dia sedang ingin meminta jatah padaku, hingga sampai saat ini mas Arya masih betah untuk tidur di ruang tengah. Walaupun beberapa malam sebelumnya, aku kerap tidak menemui mas Arya di sofa ruang tengah, tapi tak ku perdulikan, karena bagiku itu sudah tak panting lagi. "Mau ketemu seseorang. ""Siapa? kontraktor? "Aku yang masih berdiri di depan meja riasku, seketika terdiam dan berhenti merapikan hijabku tatkala mendengar ucapan mas Arya. Tak sedikitpun dipikiranku terlintas untuk menemui seoarng kontraktor, karena tanah yang ku beli dari Risa bukanlah tanahku. "Lis? Lisa?! ""Ekh, iya Mas? iya? " ucapan mas Arya membuyarkan lamunanku. "Ketemu siapa? " tanyanya lagi. "Kontraktor Mas, " ucapku membual. "Aku ikut ya, ada banyak ide yan
Sesuai jam kesepakatan dengan dealer kemarin, sekitar jam empat sore sepeda motor baruku akan di kirim ke rumah. Sengaja, agar bersamaan dengan jam pulang kerjanya mas Arya. Tin ... !! Tin ... !!Sebuah mobil pick up memasuki halaman rumahku. Ya, itulah mobil yang mengirimkan sepeda motor baru dari dealer. Aku yang berada di balik jendela depan bergegas keluar rumah untuk menyambutnya. "Motor siapa Lis? " tanya ibu menghampiriku. "Punyakulah Bu. ""Apa?! aku nggak salah denger nih? Mbak Lisa beli motor baru? " ucap Neli yang berdiri di depan pintu. "Iyaa! " balasku sedikit berteriak. Dari kejauhan mas Arya yang baru turun dari angkot, lalu berjalan menuju kami. Dia terlihat terheran-heran dengan adanya motor di depan rumahku. "Terimakasih Pak. "Mobil pick up itu pun berlalu, berpapasan dengan mas Arya yang semakin dekat dengan kami. Mas Arya mengendorkan dasi yang melingkari kerah bajunya, mendekati sepeda motor yang terpakirkan di depan kami. Mas Arya mengamati secara detai
"Baik, laporan saudari kami terima, kami akan segera memprosesnya, " ucap pak polisi. "Terimakasih Pak, permisi. "Kasus korupsi yang dilakukan mas Arya bersama istri sirinya sudah beres. Tinggal menunggu kabar dari polisi. Dan, ini akan menjadi kejutan untuk mereka. Sekarang saatnya untuk pergi ke pengadilan agama. Lokasinya yang lumayan jauh dari kantor polisi, membuatku harus cepat bergegas sebelum kesiangan. Panas. Meskipun harus naik sepeda motor berjam-jam, ditambah terik matahari yang mulai meninggi, tak menghalangi semangatku untuk mendaftarkan gugatan ceraiku. Semangat! #"Alisa Hartawan?! ""Ya. "Aku berdiri dari tempat dudukku, lalu menghampiri petugas pendaftaran. Ku serahkan berkas-berkas sebagai syarat gugatan. "Terimakasih, " ucapku setelah menyelesaikan pendaftaran. Lega, akhirnya aku akan benar-benar berpisah dengan keluarga benalu itu. Tinggal menunggu hasil.Saat aku akan menaiki motorku, tidak sengaja aku melihat mas Arya bersama Risa memasuki pengadilan aga
Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Sebelumnya aku sudah komunikasi dengan pihak polisi untuk memberitahukan jam kedatangannya. Setelah Dela bersama keluarganya datang, kami pun langsung menuju ke meja makan. Tanpa banyak basa-basi, seperti biasa dari anggota keluarga benalu itu pun mengambil makan tanpa di persilakan. "Sebenarnya ada kejutan apa Mbak buat mas Arya? " tanya Dela membuka suara. Sepertinya Dela begitu penasaran hingga tak sabar ingin tahu kejuatan apa yang akan kuberikan pada kakaknya. "Nanti juga tahu, kita makan dulu. "Hampir setengah jam kami menghabiskan waktu hanya untuk makan dan mengobrol. Ku lihat jam di tanganku, tepat jam satu siang. Seharusnya sebentar lagi pihak polisi akan datang. Bi Inah menghampiri kami di meja makan. "Mbak Lisa, ada yang nyari. ""Iya Bi, terimakasih. " Aku meneguk segelas air putih di depanku. "Kejutan datang Mas. "Terlihat wajah bahagia terpancar pada mas Arya. Diikuti dengan ekspresi penasaran dari keluarga benalu itu. Aku berja
Aku kembali melihat jam tanganku. Sudah hampir jam dua siang namun pihak kepolisian belum ada tanda kedatangannya. Ku buka ponselku, tak ada pesan masuk sama sekali. Aku mulai harap-harap cemas. Bagaimana jika polisi tak jadi datang? Apa yang akan ku lakukan. "Lis? Lisa? " Mas Arya membuyarkan lamunanku. "Ekh, iya Mas? Kenapa? ""Kamu yang kenapa? Kok tiba-tiba diam. ""Nggak papa kok. " Aku tersenyum kearahnya. Mas Arya menyentuh jari tanganku yang berada diatas meja. "Terimakasih sudah menyiapkan ini semua. " Mas Arya tersenyum padaku. Aku terpaksa membalas senyumannya seraya melepaskan sentuhan tangannya. Risih. Bi Inah datang lagi, kini dengan mengendong Putra. "Mbak Lisa, ada ... ." Bi Inah tak melanjutkan ucapannya. Aku mengerti, karena sebelumnya bi Inah juga ku beritahu soal rencanaku. "Aku akan kesana. " Balasku cepat agar bi Inah tak mengatakannya. Agar tetap menjadi kejutan. "Kali ini aku yakin itu orangnya Mas, " ucapku seraya bangkit dari dudukku. Aku bergegas
Aku tidak menyangka Risa berani membentak ibunya sendiri. Entah itu karena kekesalannya karena bu Karsiyem membeberkan kejahatannya atau memang sudah tabiatnya.Bu Karsiyem meneteskan air matanya. "Maafkan Ibu Nak, tapi memang ini yang terbaik, " ucap bu Karsiyem mulai terisak-isak. "Terbaik Ibu bilang?! Dengan aku di penjara?! Hah! " Risa meronta-ronta, namun tetap ditahan polisi. "Cukup Ris! Jangan salahkan Ibu, karena memang seharusnya kamu di penjara! " Kali ini Doni membuka suaranya. 'Ibu? ' batinku. Tak hanya aku, keluarga benalu itu terlebih Dela pun kaget melihat Doni membentak Risa hanya untuk membela bu Karsiyem. "Mas Doni .... " ucap Dela pada suaminya. Aku melihat kearah Doni dengan mata menyelidik. Sebenarnya apa hubungannya dengan Risa. "Sudah Doni, memang Ibu yang salah, " ucap bu Karsiyem kearah Doni. "Nggak Bu, Risa dan mas Aryalah yang salah, mereka pantas di penjara. ""Sebenarnya ada apa ini? Arya, jelaskan pada ibu, jangan buat ibu merasa seperti orang bod