Part 6 Rumah Risa
Pov Arya
Hari ini aku ke restoran bersama ibu, karena sebelum masuk restoran aku akan ke rumah Risa bersama ibu terlebih dahulu untuk menanyakan perihal kedatanganya tadi pagi ke rumahku.
Tok...!! tok...!! tok...!!
Ku ketuk pintu. "Ris? Risa? " panggilku sesampainya di depan pintu. "Siapa sih? " ucap Risa seraya membuka pintu. "Ngapain ke sini Mas? " tanya Risa. "Kamu tadi ngapain ke rumah Lisa, bikin geger aja! " ucapku memasuki rumah Risa. "Sebenarnya aku tuh mau minta ganti rugi sama Lisa, gara-gara acara dia kemarin sore para gelandangan mengambil semua sembakoku, tapi gara-gara ibu aku nggak jadi ngomong," ucap Risa mengikuti langkahku bersamaan dengan ibu. "Hoo, menantu nggak diuntung kamu ya, kalau bukan karena cucuku, aku nggak mau bantuin kalian, " ucap ibu menatap Risa. "Kalau duitnya keluar ibu pasti mau juga kan, " balas Risa melirik ibu. "Tunggu ... kamu kenapa jadi nyalahin ibuku? " tanya mas Arya seraya duduk di sofa didekatnya. "Ya iyalah, kalau aja tadi ibu nggak melototin aku, aku sudah jelasin perihal kerugian sembakoku itu dan aku pasti dapat uang ganti rugi dari Lisa, ibu melotot gitu aku kira aku nggak boleh banyak omong, taunya ibu sendiri yang keceplosan, " ucap Risa ikut duduk di sebelahku. "Pokoknya ibu nggak mau disalahin! sudah untung ibu mau ambilin itu sembako, kalau nggak kalian bisa dapat uang tambahan darimana coba? " ucap ibu. "Sudahlah, pusing aku, besok kita harus bayar sembako itu, " ucapku. "Kamu aja yang bayar! " ucap Risa dan ibu bersamaan.Aku dan Risa berniat untuk menjual sembako yang diambil ibu dari minimarketnya Lisa, karena aku membutuhkan tambahan pemasukan keuangan semenjak keuangan restoran ditangani Lisa.
'Tidak biasanya Lisa membuat acara amal secara mendadak, karena biasanya dia merundinkannya dulu padaku. Lalu apa maksud Lisa dengan acara amal kemarin? mungkinkah Lisa nggak percaya dengan apa yang dikatakan ibu saat mengambil sembako? lalu darimana dia tahu sembako itu di rumah Risa? mungkinkah dia tahu kalau Risa adalah istri siriku?' batinku penuh pertanyaan.
"Mbak Risa! aku masuk ya, " ucap suara wanita dari arah luar membuyarkan lamunanku.
"Dela? ngapain? " tanya Risa pada Dela yang berjalan menghampiri kami. "Aku mau mengembalikan Putra Mbak, " jawab Dela. "Loh, kenapa? uangnya kurang? " tanya Risa. "Kenapa lagi Del? " tanyaku melihat arah Dela. "Aku kan mau jadi pengelola restoran Mas, makanya aku kembalikan Putra, " balas Dela. "Itu restoran belum dibangun, tempatnya saja belum ketemu yang pas, " ucapku. "Iya nih, lagian kalau kamu kembalikan sekarang terus Putra yang jagain siapa? " tanya Risa. "Kamulah, kamu kan ibunya, " ucap Dela. "Nggak bisa gitu dong. ""Aku nggak peduli toh dia bukan anakku! ""Bener kata Dela, kamu yang seharusnya jagain Putra, lagipula kamu kan sudah nggak kerja, " ucapku pada Risa. "Kok gitu sih Mas? Ibu saja kalau gitu, kan itu cucu ibu, " balas Risa. "Enak saja! kalian yang bikin kenapa aku yang repot, " ucap ibu. "Iya, ibu saja yang momong, itu kan cucu ibu, lagian ibu juga nggak ada kerjaan," ucapku. "Ibu bilang enggak ya enggak! kalau kalian memaksa aku bongkar rahasia kalian ke Lisa biar sekalian kita jadi gembel, " acam ibu. Menghela nafas. "Ris, kamu yang momong nanti setiap kali aku ke restoran aku bisa curi waktu untuk bantu, " ucapku.#
Selesai urusanku dengan Risa, aku pun kembali ke restoran sementara ibu ku suruh pulang bersama Dela."Permisi Pak, " ucap Lila seraya memasuki ruang kerjaku.
"Masuk. ""Mm, ada yang bisa saya bantu Pak? " "Kamu dibayar berapa sama Lisa? ""Ma-maksud Bapak apa ya? " jawab Lila menundukkan kepalanya. "Nggak usah pura-pura, cuma kamu karyawan kepercayaan Lisa selama ini, pasti kamu disuruh memata-matai Risa kan? " tanyaku. "Maaf Pak, saya benar-benar nggak tahu maksud Bapak, " ucapnya mengangkat kepala. Brakk! "Jangan bohong! " ucapku seraya memukul meja.Sebenarnya aku tidak mempunyai bukti apapun jika Lila yang memata-mataiku dan Risa. Hanya bermodalkan perasaan bahwa Lila lah yang menjadi mata-mata dari Lisa. Karena selama ini dialah karyawana kepercayaan Lisa.
"Maksud kamu apa Mas? " tanya Lisa yang tiba-tiba muncul membuka pintu. "Kenapa kamu ngotot menuduh Lila memata-mataimu dan Risa? atau jangan-jangan ... " ucap Lisa menghampiriku.
"Mm, enggak kok Lis, aku nggak nuduh aku cuma nanya saja tadi, Lila kamu boleh keluar, " ucapku. "Baik Pak. ""Aku curiga kalau kamu ada hubungan dengan Risa, " ucap Lisa. "Ma-maksud kamu apa? en-enggak mungkinlah, dia kan sudah bersuami. ""Kalau Risa mau, kamu mau apa? ""Jangan mengada-ada, ekh, kamu ada apa tumben ke sini? ""Aku mau .... " "Aku belum ada uang Lis, kan kamu yang atur keuangan Restoran, lagian Risa juga belum ngasih, " sahutku memotong ucapan Lisa. "Aku mau mengikhlaskannya Mas, bukannya mau nagih. ""Loh, kenapa? "'Males saja berurusan panjang dengan pelakor, toh nanti uang suamiku juga yang dipakai, ' batinku.
"Setelah aku pikir-pikir, aku nggak butuh ganti rugi. "
"Iya, tapi kenapa? ""Aku berencana untuk membeli tanahnya Risa untuk membangun restoran baru kita, " ucap Lisa. "Benarkah? ide bagus itu, aku sangat setuju, " ucapku bersemangat.Tentu saja aku sangat setuju, jika Lisa benar-benar membeli tanah Risa aku pasti dapat keuntungan dari penjualannya. Lalu, jika akan di bangun restoran pun aku akan mendapat keuntungan.
Lisa tersenyum. "Kita akan segera menawarnya ke Risa, " ucapnya.
"Setuju, lebih cepat lebih baik. "#
Sepulangnya Lisa dari restoran, aku bgegeas kembali ke rumah Risa. Tanpa basa-basi aku langsung masuk rumah dan menghampiri Risa yang sedang duduk bersantai dengan memainkan ponselnya di ruang tengah.
"Risa sayang ... " ucapku menghampirinya.
"Hmm, kamu Mas? " ucapnya menoleh ke arahku dan kembali ke posisi semula. "Lisa ingin membeli tanahmu untuk di bagun cabang restoran baru, " ucapku seraya duduk di sampingnya. "Ha?! benarkah? " meletakkan ponselnya. "Iya, dia sudah merundingkannya padaku, dan aku sangat menyetujuinya. ""Tapi tanah itu akan ku bangun rumah mewah setelah kita dapat semua hartanya Lisa, kalau dijual nanti rumahnya gimana? " ucapnya seraya cemberut. "Kalau kamu jual, kamu bisa memberi harga tinggi, kamu dapat uang, di bangun restoran nantinya akan menjadi restoranku juga, itu berarti akan menjadi restoranmu juga. Soal rumah, itu pikirkan nanti, toh rumah ini masih bagus. ""Benar juga ya Mas. ""Iya, " menganggukkan kepalaku. "Baiklah, aku setuju jika harus mengorbankan tanahku untuk dijual tapi ada syaratnya. ""Syarat? apa? ""Aku mau kamu carikan pengasuh untuk Putra dan... ""Dan apa? ""Dan kita sah secara negara. "Aku kaget mendengar syarat yang diberikan Risa. Karena bagaimana bisa aku menikahinya secara resmi jika aku belum mendapatkan apa-apa dari Lisa.
"Aku mau sebelum Lisa membeli tanahku, " ucap Risa.
"Iya nanti diurus deh, " terpaksa mengiyakan."Oya, soal sembako kemarin Lisa sudah mengikhlaskannya, " ucapku lagi. "Syukurlah kalau begitu, aku nggak perlu mengeluarkan uangku. ""Maksudmu? " menoleh ke arah Risa. "Iya, uangku, karna kamu kan belum kasih uang ke aku, dan aku mau segera kamu kasih kalau tidak ... ""kalau tidak apa? ""Nggak ada jual-jual tanah dan aku akan bilang ke Lisa kalau aku juga istrimu, " ucap Risa seraya meninggalkanku.Benar, gara-gara keuangan restoran Lisa yang menangani aku sampai lupa tidak memberi uang pada Risa. Sekarang bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk Risa, terlebih ada Putra yang sedang diasuhnya.
[Arya, ibu butuh uang untuk arisan besuk, Doni belum kasih nih, pokoknya ibu minta sama kamu.]
Pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau kuterima dari ibu.
'Apalagi ini, ' batinku seraya memegang kedua sisi kepalaku.
Part 7 Uang dan uang"Lis, aku minta uang gajiku di restoran, ibu butuh uang untuk arisan sementara Doni belum kirim katanya, " ucap mas Arya yang duduk di sebelahku. "Sebentar Mas ku ambilkan, " berdiri lalu berjalan menuju kamar."Ini Mas, " ku letakkan lima lembar uang ratusan ribu di atas meja. "Segini? uang gajiku di restoran seharusnya lebih dari ini. ""Sisanya menjadi hakku dong Mas sebagai istri sah mu, kan biasanya juga begitu, " seraya duduk di sebelah mas Arya. "Iya, tapi itu kan dulu saat aku masih mengelola restoran, sekarang kan sudah enggak. ""Mas, sisa gajimu itu cuma tiga juta itu saja tidak mencukupi pengeluaran kita. Bayar listrik, belanja bulanan, biaya kuliah Neli, belum lagi uang jajannya, kadang ibu juga suka minta walaupun kamu sudah kasih. Dulu-dulu malah kurang dari ini."Dulu aku tak pernah protes saat mas Arya memberikan sisa gajinya yang sudah dibagi-bagi untuk ibunya dan biaya kuliah Neli karena aku masih ada pemasukan dari minimarket. Tapi kali ini
Setelah Dela dan suaminya pulang, aku melihat ibu dan mas Arya yang sedang mengobrol di teras belakang. Aku berjalan menuju jendela yang tepat di belakang mereka, dengan hati-hati karena takut ketahuan aku menguping pembicaraan mereka. "Ibu kenapa pinjamin BPKB mobilku ke Dela? kalau dia nggak bisa bayar angsurannya gimana? aku bisa kehilangan mobil, " ucap mas Arya. "Ya kamu tinggal minta istrimu lagi dong, dia kan banyak duit, nyatanya mau beli tanah, " balas ibu. "Nggak mau lah, masa iya aku dibelikan mobil sama istriku dua kali, gengsi dong, ""Nggak usah gengsi-gengsian, yang penting kan punya mobil. "'Gayamu belagak gengsi mas, kalau ku belikan beneran pasti juga dipakai, ' batinku. "Bu, aku minta bagian dong dari uang gadai mobil, " ucap mas Bima. "Buat apa? kamu kan sudah dapat dari Lisa. ""Buat Risa dan cucu ibulah, bisa di amuk aku sama dia kalau nggak ngasih duit. ""Iyaa, tapi dikit saja. "Huh! nenek sa
Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh. 'Saatnya bermain, ' batinku. "Mas Arya, ibu, ada apa ya? " tanya Doni memasuki ruang tamu. "Ambil sertifikat rumahmu, mana? " ucapku menghampiri mereka. "Ee ... gimana ya jelasinnya ... saya bingung, " balas Doni menggaruk kepalanya. Menghela nafas panjang. "Berikan sekarang! atau ... ku hancurkan rumahmu ... !!! " teriakku sembari menjatuhkan tas tentengku. Sengaja aku menjatuhkan tas tentengku, dan melototi semua orang yang ada. Dengan nafas tersengal-sengal, emosi yang menyulut aku seakan-akan aku bersiap untuk bertempur. Mas Arya memberikan Putra pada ibunya. "Kamu kenapa Lis? " tanya mas Arya memegang kedua pundakku. "Lepaskan! " teriakku melepaskan kedua tangan mas Arya. Pyarr!! Ku banting vas bunga kaca di meja sebelahku. Dengan pandangan penuh emosi, ku lihat satu persatu orang anggota benalu dihadap
Part 9 Rencana"Kamu kenapa sih tiba-tiba berubah? selama pernikahan baru kali ini kamu seperti orang gila, apa mungkin benar kalau kamu sudah mulai nggak waras? " omel mas Arya sesampainya kami di teras rumah. "Maksud kamu apa Mas? kamu mau ikut-ikutan mereka ngatain aku nggak waras? " balasku. "Baru juga sampai, masih ribut saja, apa nggak cukup tadi di mobil? " ucap ibu. Tak ku pedulikan omongan ibu mertuaku dan tetap berjalan memasuki rumah. "Enggak begitu Lis, tapi sikapmu tadi apalagi ke Risa bisa membuat rencana kita beli tanahnya gagal, " mengikuti langkahku. Aku diam sejenak, aku berpikir memang benar apa yang dikatakan mas Arya walaupun sebenarnya aku tak peduli karena dari awal aku tidak benar-benar berniat untuk membelinya. Aku hanya memberi angin surga pada mereka untuk melancarkan balas dendamku."Iya juga sih Mas, lalu aku harus bagaimana? " seraya duduk di sofa ruang tamu. "Minta maaflah! " sahut ibu. "Iya Lis, benar yang dikatakan ibu, " ucap mas Arya. "Baikla
Sengaja aku belikan vas bunga yang mahal tapi ini hanya bagian dari rencanaku. Tak sudilah aku memberikan barang mahal untuk keluarga benalu. Aku tahu ibu pasti terpukau dengan harga vas bunga guci yang aku beli, karena baginya uang dua ratus ribu amatlah banyak. ***Sebelum acara di mulai, sore ini aku akan ke restoran terlebih dahulu untuk memastikan semua rencana yang ku susun dengan Lila sudah sesuasi. Sebelum berangkat aku berpesan pada ibu untuk mengajak bi Inah, karena aku butuh dia nantinya untuk menjaga Putra. Bagaimanapun aku tak ingin menyakiti bayi yang tak berdosa itu. #Sesampainya di restoran aku tidak melihat mobil mas Arya. Mencoba melihat rumah di seberang jalan pun tidak ada. "Pak Arya mana? " tanyaku pada Lila. "Sudah pergi Mbak dari tadi siang. "Sudah ku duga, pasti dia memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu bersama Risa. Lagi, aku dipaksa bersabar untuk menerima kenyataan dengan pengkhianatan suamiku. Ku biarkan mereka bersenang-senang di be
Silakan makan sepuas kalian, setelah ini akan ada pertempuran panjang. Bersiaplah.[Segera mulai] pesan singkat ku kirimkan pada Lila. [Baik mbak] balasnya. Lila keluar dari kamar Putra dan berjalan kearah pintu keluar. "Wwaaaaa ... !!!" teriak Lila seraya berlari menghampiri kami yang hampir selesai makan. "Ada apa Lila? " tanyaku berdiri dari kursi makan. "I-itu Mbak ... itu ...," menunjuk ke arah pintu depan. Mas Arya berdiri dari kursinya mencoba melihat ke arah pintu kelaur, "Apa sih? ngomong yang jelas dong, " ucap mas Arya. Meeoowwng ... !!! Tiba-tiba muncul kucing berwarna hitam pekat dengan tatapan mata yang tajam melopat di atas meja makan. Kami berhamburan dan mas Arya hingga berlari karena kaget."Hus...!! hus...!! " ucap kami serentak mencoba mengusirnya. Aku terhenyak ketika masih ada Tiara bersama kami. "Cepat bawa Tiara bersama bi Inah, " ucapku pada Lila. Kucing hitam itu malah memutari meja makan dan berhenti di piringnya Neli yang terdapat bekas ikan. "Hu
Praanng ... !! Praang ... !!Mendengar suara seperti benda jatuh berulang kali aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar Putra. Aku berjalan pelan menuju ruang tamu dan mengintip apa yang terjadi dari balik gorden yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Ternyata Bejo sedang memecahkan barang-barang yang ada di lemari hias milik Risa.'Bagus Bejo, lanjutkan! hancurkan rumah pelakor ini, ' batinku."Aaaa ... !! hentikan! usir dia Mas! usir! " teriak Delapan seraya mendorong suaminya."Dia bau Del, kamu aja, " balas Doni kembali ke posisi semula.Aku tersenyum penuh kemenangan. "Orang gilanya mana Lis?" tanya Ibu menepuk pundakku."Ekh, Ibu ngagetin aja, itu tuh lagi mecahin barang-barang punya Risa tuh, " balasku menunjuk kearah sudut ruangan.Ternyata ibu, Neli dan Risa sudah berhasil berdiri dari tumpahan minyak goreng di dapur.Praang!!Kembali Bejo memecahkan dan mengobrak-abrik barang-barang milik Risa. Aku semakin merasa senang dan menang melihat akting Bejo yang
Pagi ini seperti biasanya, mas Arya bersiap untuk ke restoran, sementara aku mengurus minimarket. Tapi untuk hari ini aku tak langsung ke minimarket, karena acara tadi malam membuat sekujur badanku rasanya pegal-pegal semua. Tok ... !! tok ... !! tok ... !! "Assalamualaikum ... !! "Terdengar suara ketukan pintu dari orang yang tak asing bagiku, Dela, dia datang sepagi ini disaat kami tengah sarapan. Belum sempat aku menyuruh bi Inah untuk membukakan pintu, Dela sudah masuk menghampiri kami di ruang makan. "Wah, lagi pada sarapan ya? "Tanpa dipersilakan, Dela ikut duduk bersama kami dan mengambil nasi beserta lauk pauknya. Adik ipar mas Arya yang satu ini memang kadang memprihatinkan, tapi kadang juga mengesalkan dengan tingkahnya. "Ada apa Del? " tanya mas Arya setelah memasukkan satu suapan di mulutnya. "Sementara Risa tinggal di sini dulu ya Mas, rumahnya mau di re-resovasi, ekh, reponisasi gitu katanya. Lagian katanya masih takut kalau nantinya orang gila dan kucing hitam t
5 tahun berlalu Bugh!"Mamaa ... Hiks hiks ... "Aku dikejutkan dengan panggilan Faiz, anakku dengan mas Abimanyu. Bocah kecil berusia hampir tiga tahun itu berlari kearahku yang duduk di kursi taman tak jauh dari tempat ia bermain.Hap!Faiz langsung menghambur ke pelukanku. "Kenapa sayang?" tanyaku lembut ketika kudapati ia menangis."Bola ... Hiks hiks," ucapnya seraya menunjuk bola di tempatnya ia bermain tadi."Kena bola?" Faiz hanya bisa mengangguk seraya tetap sesengukkan karena tangisannya.Aku tersenyum. "Ayo kesana!" ajakku pada Faiz untuk mengambil bola mainan tersebut.Saat akan mengambil bola tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika tiba-tiba bola itu diserobot duluan oleh seorang bocah berusia sekitaran lima tahun."Maaf Tante, Putra nggak sengaja," ucapnya meminta maaf. Ia pun melongos pergi begitu saja. Mungkin takut aku akan memarahinya. "Putra?" gumamku, tiba-tiba aku teringat akan anak itu. Saat penglihatanku mengikuti arah perginya bocah itu, aku pun dibuatnya
#Kedatangan Mantan MertuaTok!! Tok!! Tok!! "Lis? Ada tamu untukmu, " ucap Ibuku dari balik pintu kamar. Aku yang sedang selesai mandi sore pun langsung memakai jilbabku dan bergegas keluar. Siapa tamu yang datang sore begini? Seingatku hampir semua teman-teman yang ku undang ke pernikahan sudah datang saat resepsi tadi pagi. Saat hendak sampai di ruang tamu, betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa yang datang. Keluarga mas Arya. Bu Tini, mantan mertuaku, Dela dan Neli. Sedangkan Doni, suamu Dela ia tak nampak. Mungkin tak ikut. "Siapa Lis? " tanya mas Abimanyu ketika mengetahui aku menghentikan langkahku. "Mereka, " balasku tanpa memalingkan wajahku. Mantan ibu mertuaku melihatku. "Lisa, sini Nak duduk bersama kami. " Manis sekali ucapannya. Aku pun melanjutkan langkahku. Duduk bersama mereka namun di kursi yang berbeda. Sementara mas Abimanyu duduk di sebelahku. "Kami bawakan ini Mbak, hadiah atas pernikahanmu hari ini, " Dela meletakkan sebuah bingkisan di atas meja.
#Sah! Seketika kami yang berada di ruang tamu langsung melihat kearah ayah. Entah apalagi yang akan ayahku sampaikan. Aish, membuatku deg-degan saja. "Tanggal pernikahan sebaiknya jangan melebihi satu bulan," kata ayah. Aku terkejut, seakan tak menerima, bagaimana bisa jarak lamaran begitu dekat dengan hari pernikahan. Kami kan perlu mempersiapkan segalanya. Dan itu tidaklah mudah. "Kenapa, Yah? ""Lebih baik lebih cepat. Lagipula, ingat umur."Aku mengelus keningku. "Astagfirullah. Iya Ayah." Hampir saja suudzon pada ayah karena ucapannya. Lagian kenapa juga harus bawa-bawa umur. Huh. "Sederhana saja. Gak usah mewah-mewah," peringat ayah yang lantas aku mas Abimayu mengiyakannya. Karena di rasa perbincangan selesi, mas Abimanyu (ciiee 😆) berpamitan untuk pulang. Diikuti Lila yang akan diantarnya pulang terlebih dahulu. Aku beserta ayah dan ibu pun mengantar mas Abimanyu dan Lila sampai di teras. Mas Abimanyu membunyikan klakson mobil yang ia kendarai kepada kami. Setelah kepe
"Bagaimana Mbak Lisa, diterima nggak? " tanya Lila yang duduk di sampingku. Aku diam. Sejenak aku dibuat dilema. Ingin menolak tapi tak enak, apalagi dalam acara begini. Ingin menerima tapi nanti dikira aku gimana. Kan baru beberapa hari bercerai. Haduh.Aku melihat kearah ayah dan ibu, mereka hanya tersenyum membalasnya. Membuatku semakin dilema. "Haruskan aku jawab sekarang? " tanyaku melihat kearah Abimanyu. "Tidak. Tapi saya harap tidak lebih dari tiga hari. ""InsyaaAllah, " aku tersenyum. "Ayo dilanjut makannya, " ucap ibuku menawarkan beberapa makanan ringan penutup di makan malam kali ini. Canggung. Kami yang berada di meja makan merasakan kecanggungan setelah Abimanyu menyatakan maksudnya. Kecuali beberapa karyawanku yang sedari tadi ikut menyimak, mereka tetap asyik melahap makanan yang aku sediakan. "Lis, ikut ibu ke belakang yuk, " ucap ibu mengajakku. Tanpa banyak berpikir aku mengikuti langkah ibu kearah dapur. Aku mengerti, pasti ibu akan menegurku tentang jawaban
#Lima Bulan BerlaluWaktu menunjukkan pukul 19.30, tamu undangan mulai berdatangan. Tak terkecuali Lila, orang yang sangat berjasa bagiku. Kali ini ia tak datang sendiri, namun bersama Bejo. Ya, aku juga mengundangnya dalam acara makan malam yang sengaja ku buat untuk semua karyawanku. Melihat penampilan Bejo semakin kesini semakin enak di pandang. Aku seperti terhipnotis dibuatnya. Mempesona, sangat mempesona. Dengan stelan hem yang ia kenakan membuat aura anak muda terpancar namun tetap terlihat berwibawa. "Assalamualaikum Mbak Lisa, " sapa Lila setelah memasuki rumah dan menghampiriku yang berdiri di dekat kursi tamu. "Wa'alaikumussalam, " aku tersenyum kearahnya. "Mbak, " Lila membisikkan sesuatu kepadaku. Aku sedikit tercengang mendengarnya. Ia memintaku untuk memberikan waktu di tengah-tengah acara pada Bejo. Untuk apa? Entahlah. Aku tersenyum, mengacungkan jempolku, memberi tanda bahwa aku mengiyakan permintaannya. "Ini Bu, " ucap bi Inah seraya membawa beberapa toples m
Sah Bercerai Tak sabar ingin melihat mas Arya mengenakan baju tahanan. Dan bagaimana reaksinya setelah ku tunjukkan surat perceraian ini. Tak hanya itu, aku pun akan memberitahukannya bahwa selama ini aku sudah mengetahui kebus*kkan kelurganya. Dan pada akhirnya dia dan istri sirinya sampai di penjara pun karena rencanaku. Meskipun di tengah jalan begitu banyak fakta baru yang ku ketahui. Aku duduk bersebelahan dengan Lila, dan dihadapanku duduk Dela bersebelahan dengan ibunya. Kami saling diam sejak awal bertemu tadi. "Urusan apalagi kamu ngajakin kami ketemu di sini? " akhirnya mantan mertuaku membuka suaranya, meskipun dengan nada ketus. Mungkin masih kesal karena sudah ku usir dengan tidak terhormat. "Tunggu mas Arya, Ibu pasti tahu alasannya. "Mas Arya memasuki ruang tunggu dengan seorang polisi di belakangnya. "Li-Lisa, " ucapnya sesaat melihatku. Mas Arya berjalan menghampiriku. "Ekh, sana-sana! " usirku ketika mas Arya akan duduk di sebelahku. "Kok gitu sih Lis? "Aku
Tiga hari berlalu setelah aku berhasil mengusir ibu mertuaku dan anak bungsunya. Aku duduk terdiam di ruang tengah. Menatap ke selembar kertas di atas meja di depanku. Dengan judul yang lumayan besar bertuliskan 'Akta cerai', memperjelas arti dari kertas tersebut. Ya, kini aku sah menyandang status sebagai janda. Bercerai dari mas Arya adalah impianku semenjak aku mengetahui kejadian di rumah sakit kala itu. Masih dengan perasaan tak menyangka. Suami dan keluarganya yang dulu sangat aku sayangi, bahkan setiap kebutuhan dari ibu dan adik-adiknya aku selalu siap membantu, namun pada akhirnya mereka bersekongkol untuk merusak rumah tanggaku. Tak hanya itu, ternyata Risa yang merupakan istri siri mas Arya pun menyimpan dendam padaku dan kedua orangku. Dendam yang nyatanya karena ulah dari ibunya sendiri. "Tehnya Bu. " Bi Inah meletakkan secangkir teh di samping surat ceraiku. Membuyarkan lamunanku. "Ekh, makasi ya Bi. ""Selamat ya Bu, akhirnya Bu Lisa sudah lepas dari kelurga pak A
"Maksud kamu apa Lis? " Ku hiraukan pertanyaan ibu mertuaku, lalu meninggalkannya di meja makan. Aku berjalan ke arah pintu depan, menemui orang yang sudah Lila carikan. "Pagi Bu, saya Bambang dan ini Budi," sapa salah seorangnya memperkenalkan diri. "Pagi. "Tak banyak basa-basi obrolan kami, karena mereka harus segera melaksanakan tugasnya. Belum sempat kami memasuki rumah, terdengar suara sepeda motor memasuki halaman rumahku. Siapa lagi kalau bukan Dela bersama suaminya. Doni memarkirkan motornya tepat di depan teras. Lalu berjalan menghampiri kami yang masih berdiri di ambang pintu. "Kenapa Mbak? Ibu sama Neli baik-baik aja kan? " tanya Dela setelah turun dari motornya. "Baik. "Aku pun masuk ke dalam, diikuti Lila, dua bodyguard sewaan, dan Dela juga suaminya. Kami langsung menuju kamar Neli. "Dela, Doni, " ucap ibu mertuaku ketika kami melewati ruang tengah. Aku tetap berjalan. "Sebenarnya ada apa Bu? " terdengar pelan suara Dela yang juga melanjutkan langkahnya mengiku
Tepat sudah jam enam pagi. Aku kembali ke kamar ibu mertuaku, memastikan bahwa barang-barangnya dan juga anak bungsunya sudah siap dikemasi. Rasanya rumah ini semakin sumpek karena masih ada anggota benalu di dalamnya. "Sudah belum Bu? " tanyaku sesampainya di kamar ibu mertuaku yang pintunya terbuka lebar. "Sudah, bisa lihat kan? " balasnya seraya menutup kopernya yang berada di atas kasur. "Bagus. ""Nel?! " teriakku seraya berjalan kearah kamar Neli. Kamar yang terletak di ujung ruangan arah teras belakang. Pintu kamar Neli terbuka lebar. Terlihat ia yang sedang duduk bersandar di atas kasurnya seraya memainkan ponselnya. Membuat hatiku rasanya panas melihatnya, bisa-bisanya dia bersantai-santai sementara aku tak melihat satu pun kopernya. "Mana kopermu?! " tanyaku di abang pintu. "Koper? Untuk apa? Aku nggak akan pernah tinggalin rumah ini! " balasnya seraya menghampiriku. "Maksudmu apa Nel? " timpal ibu mertuaku. "Bu, mas Arya masih suami sah mbak Lisa, nggak seharusnya