Part 5 Ku ambil kembali
[Sudah saya siapkan mbak, sepuluh orang lebih sesuai permintaan mbak Lisa] Pesan singkat dari Lila ku terima.
[Bagus Lila, aku akan segera datang ke restoran sekarang] balasku.
Sesampainya di restoran aku langsung menyuruh beberapa karyawanku untuk meletakkan meja panjang di jalan trotoar tepat di depan rumah Risa. Terdapat papan besar bertuliskan "SEMBAKO GRATIS" di sebelah meja. Ku siapkan lebih dari seratus bungkus sembako siap dibagikan ke pengguna jalan yang lewat.
Sementara Baim, salah satu karyawanku yang bertugas memanggil siapapun yang menginginkan sembako gratis terus berteriak menggunakan pengeras suara hingga membuat Risa yang di dalam rumahnya pun keluar.
'Ikan datang, ' batinku melihat Risa menghampiriku.
Sengaja aku berdiri di dekat pintu pagarnya yang tingginya hanya setengah badanku agar jika Risa keluar rumah aku bisa menahannya supaya tidak merusak rencanaku.
Dari pintu pagar terlihat jelas tumpukkan sembako yang dikirimkan ibu mertuaku tadi pagi. Beberapa karung beras, minyak, dll.
"Mbak Lisa yang ngadain acara itu? " tanya Risa kepadaku seraya menunjuk acara yang tak jauh di sebelahnya.
"Iya Mbak, nggak ganggu kan? enggak dong, ini amal lho, " jawabku seraya tersenyum lebar. "Duh, kenapa nggak di depan restoran Mbak aja sih? " "Waduh, kalau di depan restoran nanti kalau ada yang mau makan malah nggak ada tempat parkir, jadi di sini aja toh ini jalan umum kok. ""Iya sih, tapi berisik Mbak. "Ditengah obrolanku dengan Risa, ku kedipkan mataku pada Lila sebagai tanda bahwa saatnya beraksi.
Selangkah demi selangkah, dengan terus berteriak sembako gratis Lila bergeser sampai di samping Risa hingga menabraknya. Tentu saja ini salah satu rencananya.
"Wah, itu sembakonya masih banyak, ayo ambil sana! " ucap ketua gelandangan yang sudah dibayar Lila sebelumnya.
Jarak pintu pagar dengan pintu rumah Risa hanya sekitar lima meter jadi sepuluh orang masuk bersamaan pun terasa sangat riuh.
Ya, ketua gelandangan itulah yang bertugas mengajak teman-temannya yang sesama gelandangan untuk mengambil sembako di rumah Risa. Sementara aku terus mencoba menahan Risa.
"Ayo! " ucap gelandangan yang lainnya.
"Heh, bukan ya, itu bukan sembako gratis, " ucap Risa ingin menahan dengan tangannya tapi diurungkan kembali. "Mbak Risa sudahlah, lagian buat apa numpuk sembako, " ucapku. Tak perdulikan ucapanku. "Jangan diambil, kembalikan, " ucap Risa pada gelandangan yang satu persatu membawa sembako miliknya.Tangannya terus saja berusaha mencoba menahan tapi diurungkan kembali. Tentu saja Risa merasa jij*k untuk memegang gelandangan itu.
Setelah sembakonya di ambil, Risa terlihat kesal kepadaku. Dia meninggalkanku begitu saja di pintu pagar. Aku tak memperdulikannya, toh ini punyaku, ibu mengambilnya tanpa seizinku.
Ibu bilang, dia memberikan sembako itu untuk yang membutuhkan, ya, ku wujudkan kemauannya untuk memberikannya kepada yang benar-benar membutuhkannya. Toh, aku tidak akan rugi jika para gelandangan itu yang memakainya.
Setelah ini aku yakin pasti akan ada peperangan antara mertua, menantu dan ibu.
"Alhamdulillah, rencana berhasil Mbak, " ucap Lila seusai acara.
"Alhamdulillah, ngomong-ngomong kamu dapat gelandangan itu di mana? ""Hehehe, itu banyak di bawah fly over sama lampur merah, " ucap Lila menggaruk-garuk jilbabnya. "Kerja bagus kamu sore ini. ""Loh, tapi kok pak Arya nggak ada ya Mbak? kalau pak Arya ada pasti aku dan teman-teman bakalan dimarahi. ""Mas Arya sudah ku suruh buat cari-cari tempat buat lokaso restoran baru. ""Mau buka cabang Mbak? ""Ini bagian rencanaku. ""Oh, iya Mbak, " menganggukkan kepalanya.#
"Lis, aku sudah ketemu tempat yang cocok buat cabang baru restoran kita, " ucap mas Arya sesampainya di restoran.
"Benarkah Mas? dimana? " tanyaku. "Di dekat bandara, ada ruko yang sedang dijual. ""Jangan bangunan jadi mas nanti menghabiskan banyak biaya renovasi, lebih baik bagun dari nol saja. Oya, kata Dela Risa ada tanah yang tempatnya strategis, mungkin kita bisa membelinya, " ucapku. "Kapan Dela bilang? ""Tadi pagi. ""Tadi pagi? terus kenapa kamu suruh aku cari tempat kalau kamu kepengen beli tanah? ""Aku baru ingat, " seraya meninggalkan mas Arya.#
Tok... tok... tok... !! "Mas Arya? bu Tini? "Terdengar suara wanita berulang kali memanggil nama mas Arya dan ibu mertuaku.
Kami yang sedang sarapan pun bergegas menuju pintu depan. Ternyata Risa yang datang dengan raut wajah penuh emosi.
"Aduh, kenapa harus teriak-teriak sih? " ucap ibu mertuaku membukakan pintu.
"Loh, Mbak Risa, tahu dari siapa alamat rumahku?" tanyaku yang berdiri di sebelah ibu.Sekilas ku lihat ibu yang melototi Risa seakan memberi kode sesuatu.
"Em, dari Dela mbak."
"Oh, ada urusan apa? " tanyaku. "Mm, soal sembako kemarin Mbak. ""Loh, sembakonya kan sudah aku kirim, " ucap ibu. "Maksudnya Bu? bukannya sembako kemarin diberikan sama yang membutuhkan? saya jadi bingung, " ucapku pura-pura tidak tahu. "Jadi sembako yang diambil gelandangan kemarin itu pemberian dari mertua Mbak Lisa, " ucap Risa menjelaskan. "Loh Bu, Mbak Risa ini masih muda dan bekerja, nggak akan butuh sembako gratis, jangan samakan dengan gelandangan dong," ucapku. "Mm... anu, itu... " ucap ibu tak bisa menjawab. "Risa ini habis melahirkan, suaminya di luar kota jadi ibu membantunya, benarkan Bu? " sahut mas Arya."Ha, iya benar kamu Arya, ""Sejauh itu kamu tahu kehidupan Risa ya Mas? " tanyaku pada mas Arya. "Aku tahu dari Dela, waktu itu kan kita ketemu di rumah Dela, dan dia menjelaskannya. ""Tapi Dela bilang Risa bekerja dan suaminya pun bekerja, aku rasa dia bukan gelandangan yang harus dikasihani. Kalau begini jadinya, aku mau sembako yang diambil ibu dibayar lunas, " ucapku. "Loh kok gitu Lis? " tanya mas Arya. "Ya dong, aku lebih baik ngasih sembako gratis ke gelandangan, lebih berkah. ""Tapi kan sembakonya sudah di ambil gelandangan Mbak kemarin, Mbak Lisa juga lihat kan? " ucap Risa. "Aku memang melihatnya, tapi yang kupermasalahkan adalah kebohongan ibu. Sudah nggak minta izin, bohong lagi. Kalau begini nggak akan ada restoran baru, nggak akan ada pengalihan nama orangtuaku. Kalau nggak mau bayar, Ibu dan Risa akan ku laporkan atas pencurian sembako. ""Waduh, jangan dong Mbak, " ucap Risa. "Jangan kejam-kejam gitu dong Lis, jelek-jelek gini aku mertuamu lho, " ucap ibu. "Mertua sih mertua Bu, tapi kalau pencurian ya harus dilaporkan.""Ibu kan sudah bilang, " ucap ibu lagi. "Tapi ibu membohongiku, dan aku nggak terima itu. ""Sudahlah Lis, jangan diperpanjang, kasihan ibu, " ucap mas Arya. "Kalau gitu bayar! ""Kamu kok berubah gitu sih Lis sama Ibu, nggak biasanya kamu perhitungan sama Ibu, " ucap mas Arya. "Aku nggak berubah Mas, kamu dan Ibu yang berubah, " ucapku menatap mata mas Arya. "Jangan lupa bayar, " ucapku lagi. "Iya deh nanti ku bayar, " ucap mas Arya. "Kamu juga harus ikut bayar, kalau enggak bakalan ... " ucap ibu pada Risa tapi tertahan. "Bakalan apa Bu? " tanyaku. "Eee, bakalan... bakalan jadi gembel, " ucap ibu.'Ya bagus, kalau Risa jadi gembel kalian akan ikut jadi gembel, ' batinku.
"Sumpahmu nggak akan mempan, " ucap Risa berlalu meninggalkan kami.
Part 6 Rumah RisaPov AryaHari ini aku ke restoran bersama ibu, karena sebelum masuk restoran aku akan ke rumah Risa bersama ibu terlebih dahulu untuk menanyakan perihal kedatanganya tadi pagi ke rumahku. Tok...!! tok...!! tok...!! Ku ketuk pintu. "Ris? Risa? " panggilku sesampainya di depan pintu. "Siapa sih? " ucap Risa seraya membuka pintu. "Ngapain ke sini Mas? " tanya Risa. "Kamu tadi ngapain ke rumah Lisa, bikin geger aja! " ucapku memasuki rumah Risa. "Sebenarnya aku tuh mau minta ganti rugi sama Lisa, gara-gara acara dia kemarin sore para gelandangan mengambil semua sembakoku, tapi gara-gara ibu aku nggak jadi ngomong," ucap Risa mengikuti langkahku bersamaan dengan ibu. "Hoo, menantu nggak diuntung kamu ya, kalau bukan karena cucuku, aku nggak mau bantuin kalian, " ucap ibu menatap Risa. "Kalau duitnya keluar ibu pasti mau juga kan, " balas Risa melirik ibu. "Tunggu ... kamu kenapa jadi nyalahin ibuku? " tanya mas Arya seraya duduk di sofa didekatnya. "Ya iyalah, k
Part 7 Uang dan uang"Lis, aku minta uang gajiku di restoran, ibu butuh uang untuk arisan sementara Doni belum kirim katanya, " ucap mas Arya yang duduk di sebelahku. "Sebentar Mas ku ambilkan, " berdiri lalu berjalan menuju kamar."Ini Mas, " ku letakkan lima lembar uang ratusan ribu di atas meja. "Segini? uang gajiku di restoran seharusnya lebih dari ini. ""Sisanya menjadi hakku dong Mas sebagai istri sah mu, kan biasanya juga begitu, " seraya duduk di sebelah mas Arya. "Iya, tapi itu kan dulu saat aku masih mengelola restoran, sekarang kan sudah enggak. ""Mas, sisa gajimu itu cuma tiga juta itu saja tidak mencukupi pengeluaran kita. Bayar listrik, belanja bulanan, biaya kuliah Neli, belum lagi uang jajannya, kadang ibu juga suka minta walaupun kamu sudah kasih. Dulu-dulu malah kurang dari ini."Dulu aku tak pernah protes saat mas Arya memberikan sisa gajinya yang sudah dibagi-bagi untuk ibunya dan biaya kuliah Neli karena aku masih ada pemasukan dari minimarket. Tapi kali ini
Setelah Dela dan suaminya pulang, aku melihat ibu dan mas Arya yang sedang mengobrol di teras belakang. Aku berjalan menuju jendela yang tepat di belakang mereka, dengan hati-hati karena takut ketahuan aku menguping pembicaraan mereka. "Ibu kenapa pinjamin BPKB mobilku ke Dela? kalau dia nggak bisa bayar angsurannya gimana? aku bisa kehilangan mobil, " ucap mas Arya. "Ya kamu tinggal minta istrimu lagi dong, dia kan banyak duit, nyatanya mau beli tanah, " balas ibu. "Nggak mau lah, masa iya aku dibelikan mobil sama istriku dua kali, gengsi dong, ""Nggak usah gengsi-gengsian, yang penting kan punya mobil. "'Gayamu belagak gengsi mas, kalau ku belikan beneran pasti juga dipakai, ' batinku. "Bu, aku minta bagian dong dari uang gadai mobil, " ucap mas Bima. "Buat apa? kamu kan sudah dapat dari Lisa. ""Buat Risa dan cucu ibulah, bisa di amuk aku sama dia kalau nggak ngasih duit. ""Iyaa, tapi dikit saja. "Huh! nenek sa
Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh. 'Saatnya bermain, ' batinku. "Mas Arya, ibu, ada apa ya? " tanya Doni memasuki ruang tamu. "Ambil sertifikat rumahmu, mana? " ucapku menghampiri mereka. "Ee ... gimana ya jelasinnya ... saya bingung, " balas Doni menggaruk kepalanya. Menghela nafas panjang. "Berikan sekarang! atau ... ku hancurkan rumahmu ... !!! " teriakku sembari menjatuhkan tas tentengku. Sengaja aku menjatuhkan tas tentengku, dan melototi semua orang yang ada. Dengan nafas tersengal-sengal, emosi yang menyulut aku seakan-akan aku bersiap untuk bertempur. Mas Arya memberikan Putra pada ibunya. "Kamu kenapa Lis? " tanya mas Arya memegang kedua pundakku. "Lepaskan! " teriakku melepaskan kedua tangan mas Arya. Pyarr!! Ku banting vas bunga kaca di meja sebelahku. Dengan pandangan penuh emosi, ku lihat satu persatu orang anggota benalu dihadap
Part 9 Rencana"Kamu kenapa sih tiba-tiba berubah? selama pernikahan baru kali ini kamu seperti orang gila, apa mungkin benar kalau kamu sudah mulai nggak waras? " omel mas Arya sesampainya kami di teras rumah. "Maksud kamu apa Mas? kamu mau ikut-ikutan mereka ngatain aku nggak waras? " balasku. "Baru juga sampai, masih ribut saja, apa nggak cukup tadi di mobil? " ucap ibu. Tak ku pedulikan omongan ibu mertuaku dan tetap berjalan memasuki rumah. "Enggak begitu Lis, tapi sikapmu tadi apalagi ke Risa bisa membuat rencana kita beli tanahnya gagal, " mengikuti langkahku. Aku diam sejenak, aku berpikir memang benar apa yang dikatakan mas Arya walaupun sebenarnya aku tak peduli karena dari awal aku tidak benar-benar berniat untuk membelinya. Aku hanya memberi angin surga pada mereka untuk melancarkan balas dendamku."Iya juga sih Mas, lalu aku harus bagaimana? " seraya duduk di sofa ruang tamu. "Minta maaflah! " sahut ibu. "Iya Lis, benar yang dikatakan ibu, " ucap mas Arya. "Baikla
Sengaja aku belikan vas bunga yang mahal tapi ini hanya bagian dari rencanaku. Tak sudilah aku memberikan barang mahal untuk keluarga benalu. Aku tahu ibu pasti terpukau dengan harga vas bunga guci yang aku beli, karena baginya uang dua ratus ribu amatlah banyak. ***Sebelum acara di mulai, sore ini aku akan ke restoran terlebih dahulu untuk memastikan semua rencana yang ku susun dengan Lila sudah sesuasi. Sebelum berangkat aku berpesan pada ibu untuk mengajak bi Inah, karena aku butuh dia nantinya untuk menjaga Putra. Bagaimanapun aku tak ingin menyakiti bayi yang tak berdosa itu. #Sesampainya di restoran aku tidak melihat mobil mas Arya. Mencoba melihat rumah di seberang jalan pun tidak ada. "Pak Arya mana? " tanyaku pada Lila. "Sudah pergi Mbak dari tadi siang. "Sudah ku duga, pasti dia memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu bersama Risa. Lagi, aku dipaksa bersabar untuk menerima kenyataan dengan pengkhianatan suamiku. Ku biarkan mereka bersenang-senang di be
Silakan makan sepuas kalian, setelah ini akan ada pertempuran panjang. Bersiaplah.[Segera mulai] pesan singkat ku kirimkan pada Lila. [Baik mbak] balasnya. Lila keluar dari kamar Putra dan berjalan kearah pintu keluar. "Wwaaaaa ... !!!" teriak Lila seraya berlari menghampiri kami yang hampir selesai makan. "Ada apa Lila? " tanyaku berdiri dari kursi makan. "I-itu Mbak ... itu ...," menunjuk ke arah pintu depan. Mas Arya berdiri dari kursinya mencoba melihat ke arah pintu kelaur, "Apa sih? ngomong yang jelas dong, " ucap mas Arya. Meeoowwng ... !!! Tiba-tiba muncul kucing berwarna hitam pekat dengan tatapan mata yang tajam melopat di atas meja makan. Kami berhamburan dan mas Arya hingga berlari karena kaget."Hus...!! hus...!! " ucap kami serentak mencoba mengusirnya. Aku terhenyak ketika masih ada Tiara bersama kami. "Cepat bawa Tiara bersama bi Inah, " ucapku pada Lila. Kucing hitam itu malah memutari meja makan dan berhenti di piringnya Neli yang terdapat bekas ikan. "Hu
Praanng ... !! Praang ... !!Mendengar suara seperti benda jatuh berulang kali aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar Putra. Aku berjalan pelan menuju ruang tamu dan mengintip apa yang terjadi dari balik gorden yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Ternyata Bejo sedang memecahkan barang-barang yang ada di lemari hias milik Risa.'Bagus Bejo, lanjutkan! hancurkan rumah pelakor ini, ' batinku."Aaaa ... !! hentikan! usir dia Mas! usir! " teriak Delapan seraya mendorong suaminya."Dia bau Del, kamu aja, " balas Doni kembali ke posisi semula.Aku tersenyum penuh kemenangan. "Orang gilanya mana Lis?" tanya Ibu menepuk pundakku."Ekh, Ibu ngagetin aja, itu tuh lagi mecahin barang-barang punya Risa tuh, " balasku menunjuk kearah sudut ruangan.Ternyata ibu, Neli dan Risa sudah berhasil berdiri dari tumpahan minyak goreng di dapur.Praang!!Kembali Bejo memecahkan dan mengobrak-abrik barang-barang milik Risa. Aku semakin merasa senang dan menang melihat akting Bejo yang
5 tahun berlalu Bugh!"Mamaa ... Hiks hiks ... "Aku dikejutkan dengan panggilan Faiz, anakku dengan mas Abimanyu. Bocah kecil berusia hampir tiga tahun itu berlari kearahku yang duduk di kursi taman tak jauh dari tempat ia bermain.Hap!Faiz langsung menghambur ke pelukanku. "Kenapa sayang?" tanyaku lembut ketika kudapati ia menangis."Bola ... Hiks hiks," ucapnya seraya menunjuk bola di tempatnya ia bermain tadi."Kena bola?" Faiz hanya bisa mengangguk seraya tetap sesengukkan karena tangisannya.Aku tersenyum. "Ayo kesana!" ajakku pada Faiz untuk mengambil bola mainan tersebut.Saat akan mengambil bola tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika tiba-tiba bola itu diserobot duluan oleh seorang bocah berusia sekitaran lima tahun."Maaf Tante, Putra nggak sengaja," ucapnya meminta maaf. Ia pun melongos pergi begitu saja. Mungkin takut aku akan memarahinya. "Putra?" gumamku, tiba-tiba aku teringat akan anak itu. Saat penglihatanku mengikuti arah perginya bocah itu, aku pun dibuatnya
#Kedatangan Mantan MertuaTok!! Tok!! Tok!! "Lis? Ada tamu untukmu, " ucap Ibuku dari balik pintu kamar. Aku yang sedang selesai mandi sore pun langsung memakai jilbabku dan bergegas keluar. Siapa tamu yang datang sore begini? Seingatku hampir semua teman-teman yang ku undang ke pernikahan sudah datang saat resepsi tadi pagi. Saat hendak sampai di ruang tamu, betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa yang datang. Keluarga mas Arya. Bu Tini, mantan mertuaku, Dela dan Neli. Sedangkan Doni, suamu Dela ia tak nampak. Mungkin tak ikut. "Siapa Lis? " tanya mas Abimanyu ketika mengetahui aku menghentikan langkahku. "Mereka, " balasku tanpa memalingkan wajahku. Mantan ibu mertuaku melihatku. "Lisa, sini Nak duduk bersama kami. " Manis sekali ucapannya. Aku pun melanjutkan langkahku. Duduk bersama mereka namun di kursi yang berbeda. Sementara mas Abimanyu duduk di sebelahku. "Kami bawakan ini Mbak, hadiah atas pernikahanmu hari ini, " Dela meletakkan sebuah bingkisan di atas meja.
#Sah! Seketika kami yang berada di ruang tamu langsung melihat kearah ayah. Entah apalagi yang akan ayahku sampaikan. Aish, membuatku deg-degan saja. "Tanggal pernikahan sebaiknya jangan melebihi satu bulan," kata ayah. Aku terkejut, seakan tak menerima, bagaimana bisa jarak lamaran begitu dekat dengan hari pernikahan. Kami kan perlu mempersiapkan segalanya. Dan itu tidaklah mudah. "Kenapa, Yah? ""Lebih baik lebih cepat. Lagipula, ingat umur."Aku mengelus keningku. "Astagfirullah. Iya Ayah." Hampir saja suudzon pada ayah karena ucapannya. Lagian kenapa juga harus bawa-bawa umur. Huh. "Sederhana saja. Gak usah mewah-mewah," peringat ayah yang lantas aku mas Abimayu mengiyakannya. Karena di rasa perbincangan selesi, mas Abimanyu (ciiee 😆) berpamitan untuk pulang. Diikuti Lila yang akan diantarnya pulang terlebih dahulu. Aku beserta ayah dan ibu pun mengantar mas Abimanyu dan Lila sampai di teras. Mas Abimanyu membunyikan klakson mobil yang ia kendarai kepada kami. Setelah kepe
"Bagaimana Mbak Lisa, diterima nggak? " tanya Lila yang duduk di sampingku. Aku diam. Sejenak aku dibuat dilema. Ingin menolak tapi tak enak, apalagi dalam acara begini. Ingin menerima tapi nanti dikira aku gimana. Kan baru beberapa hari bercerai. Haduh.Aku melihat kearah ayah dan ibu, mereka hanya tersenyum membalasnya. Membuatku semakin dilema. "Haruskan aku jawab sekarang? " tanyaku melihat kearah Abimanyu. "Tidak. Tapi saya harap tidak lebih dari tiga hari. ""InsyaaAllah, " aku tersenyum. "Ayo dilanjut makannya, " ucap ibuku menawarkan beberapa makanan ringan penutup di makan malam kali ini. Canggung. Kami yang berada di meja makan merasakan kecanggungan setelah Abimanyu menyatakan maksudnya. Kecuali beberapa karyawanku yang sedari tadi ikut menyimak, mereka tetap asyik melahap makanan yang aku sediakan. "Lis, ikut ibu ke belakang yuk, " ucap ibu mengajakku. Tanpa banyak berpikir aku mengikuti langkah ibu kearah dapur. Aku mengerti, pasti ibu akan menegurku tentang jawaban
#Lima Bulan BerlaluWaktu menunjukkan pukul 19.30, tamu undangan mulai berdatangan. Tak terkecuali Lila, orang yang sangat berjasa bagiku. Kali ini ia tak datang sendiri, namun bersama Bejo. Ya, aku juga mengundangnya dalam acara makan malam yang sengaja ku buat untuk semua karyawanku. Melihat penampilan Bejo semakin kesini semakin enak di pandang. Aku seperti terhipnotis dibuatnya. Mempesona, sangat mempesona. Dengan stelan hem yang ia kenakan membuat aura anak muda terpancar namun tetap terlihat berwibawa. "Assalamualaikum Mbak Lisa, " sapa Lila setelah memasuki rumah dan menghampiriku yang berdiri di dekat kursi tamu. "Wa'alaikumussalam, " aku tersenyum kearahnya. "Mbak, " Lila membisikkan sesuatu kepadaku. Aku sedikit tercengang mendengarnya. Ia memintaku untuk memberikan waktu di tengah-tengah acara pada Bejo. Untuk apa? Entahlah. Aku tersenyum, mengacungkan jempolku, memberi tanda bahwa aku mengiyakan permintaannya. "Ini Bu, " ucap bi Inah seraya membawa beberapa toples m
Sah Bercerai Tak sabar ingin melihat mas Arya mengenakan baju tahanan. Dan bagaimana reaksinya setelah ku tunjukkan surat perceraian ini. Tak hanya itu, aku pun akan memberitahukannya bahwa selama ini aku sudah mengetahui kebus*kkan kelurganya. Dan pada akhirnya dia dan istri sirinya sampai di penjara pun karena rencanaku. Meskipun di tengah jalan begitu banyak fakta baru yang ku ketahui. Aku duduk bersebelahan dengan Lila, dan dihadapanku duduk Dela bersebelahan dengan ibunya. Kami saling diam sejak awal bertemu tadi. "Urusan apalagi kamu ngajakin kami ketemu di sini? " akhirnya mantan mertuaku membuka suaranya, meskipun dengan nada ketus. Mungkin masih kesal karena sudah ku usir dengan tidak terhormat. "Tunggu mas Arya, Ibu pasti tahu alasannya. "Mas Arya memasuki ruang tunggu dengan seorang polisi di belakangnya. "Li-Lisa, " ucapnya sesaat melihatku. Mas Arya berjalan menghampiriku. "Ekh, sana-sana! " usirku ketika mas Arya akan duduk di sebelahku. "Kok gitu sih Lis? "Aku
Tiga hari berlalu setelah aku berhasil mengusir ibu mertuaku dan anak bungsunya. Aku duduk terdiam di ruang tengah. Menatap ke selembar kertas di atas meja di depanku. Dengan judul yang lumayan besar bertuliskan 'Akta cerai', memperjelas arti dari kertas tersebut. Ya, kini aku sah menyandang status sebagai janda. Bercerai dari mas Arya adalah impianku semenjak aku mengetahui kejadian di rumah sakit kala itu. Masih dengan perasaan tak menyangka. Suami dan keluarganya yang dulu sangat aku sayangi, bahkan setiap kebutuhan dari ibu dan adik-adiknya aku selalu siap membantu, namun pada akhirnya mereka bersekongkol untuk merusak rumah tanggaku. Tak hanya itu, ternyata Risa yang merupakan istri siri mas Arya pun menyimpan dendam padaku dan kedua orangku. Dendam yang nyatanya karena ulah dari ibunya sendiri. "Tehnya Bu. " Bi Inah meletakkan secangkir teh di samping surat ceraiku. Membuyarkan lamunanku. "Ekh, makasi ya Bi. ""Selamat ya Bu, akhirnya Bu Lisa sudah lepas dari kelurga pak A
"Maksud kamu apa Lis? " Ku hiraukan pertanyaan ibu mertuaku, lalu meninggalkannya di meja makan. Aku berjalan ke arah pintu depan, menemui orang yang sudah Lila carikan. "Pagi Bu, saya Bambang dan ini Budi," sapa salah seorangnya memperkenalkan diri. "Pagi. "Tak banyak basa-basi obrolan kami, karena mereka harus segera melaksanakan tugasnya. Belum sempat kami memasuki rumah, terdengar suara sepeda motor memasuki halaman rumahku. Siapa lagi kalau bukan Dela bersama suaminya. Doni memarkirkan motornya tepat di depan teras. Lalu berjalan menghampiri kami yang masih berdiri di ambang pintu. "Kenapa Mbak? Ibu sama Neli baik-baik aja kan? " tanya Dela setelah turun dari motornya. "Baik. "Aku pun masuk ke dalam, diikuti Lila, dua bodyguard sewaan, dan Dela juga suaminya. Kami langsung menuju kamar Neli. "Dela, Doni, " ucap ibu mertuaku ketika kami melewati ruang tengah. Aku tetap berjalan. "Sebenarnya ada apa Bu? " terdengar pelan suara Dela yang juga melanjutkan langkahnya mengiku
Tepat sudah jam enam pagi. Aku kembali ke kamar ibu mertuaku, memastikan bahwa barang-barangnya dan juga anak bungsunya sudah siap dikemasi. Rasanya rumah ini semakin sumpek karena masih ada anggota benalu di dalamnya. "Sudah belum Bu? " tanyaku sesampainya di kamar ibu mertuaku yang pintunya terbuka lebar. "Sudah, bisa lihat kan? " balasnya seraya menutup kopernya yang berada di atas kasur. "Bagus. ""Nel?! " teriakku seraya berjalan kearah kamar Neli. Kamar yang terletak di ujung ruangan arah teras belakang. Pintu kamar Neli terbuka lebar. Terlihat ia yang sedang duduk bersandar di atas kasurnya seraya memainkan ponselnya. Membuat hatiku rasanya panas melihatnya, bisa-bisanya dia bersantai-santai sementara aku tak melihat satu pun kopernya. "Mana kopermu?! " tanyaku di abang pintu. "Koper? Untuk apa? Aku nggak akan pernah tinggalin rumah ini! " balasnya seraya menghampiriku. "Maksudmu apa Nel? " timpal ibu mertuaku. "Bu, mas Arya masih suami sah mbak Lisa, nggak seharusnya