Setelah Dela dan suaminya pulang, aku melihat ibu dan mas Arya yang sedang mengobrol di teras belakang. Aku berjalan menuju jendela yang tepat di belakang mereka, dengan hati-hati karena takut ketahuan aku menguping pembicaraan mereka.
"Ibu kenapa pinjamin BPKB mobilku ke Dela? kalau dia nggak bisa bayar angsurannya gimana? aku bisa kehilangan mobil, " ucap mas Arya."Ya kamu tinggal minta istrimu lagi dong, dia kan banyak duit, nyatanya mau beli tanah, " balas ibu."Nggak mau lah, masa iya aku dibelikan mobil sama istriku dua kali, gengsi dong, ""Nggak usah gengsi-gengsian, yang penting kan punya mobil. "'Gayamu belagak gengsi mas, kalau ku belikan beneran pasti juga dipakai, ' batinku."Bu, aku minta bagian dong dari uang gadai mobil, " ucap mas Bima."Buat apa? kamu kan sudah dapat dari Lisa. ""Buat Risa dan cucu ibulah, bisa di amuk aku sama dia kalau nggak ngasih duit. ""Iyaa, tapi dikit saja. "Huh! nenek satu ini punya uang hasil gadai saja sama menantu siri hitung-hitungan apalagi sama aku menantu sahnya. Untung aku nggak butuh uangmu.***Pagi ini aku, mas Arya dan ibu akan ke rumah Dela untuk mengambil sertifikat rumah Dela. Sesampainya kami di sana, ada sebuah mobil terparkir di depan rumah Dela. Mobil Risa."Ayo mas, " mengajak mas Arya turun. "Mas? mas ...! " ucapku menepuk pundak mas Arya."Ekh, iya, ada apa? " tanya mas Arya kaget."Ya Allah Mas ... sudah selesai kan nyetirnya? ayo turun, " balasku.Mas Arya melamun, mungkin dia heran kenapa mobil Risa bisa terparkir di rumah Dela sepagi ini."Assalamualaikum, Dela? " ucapku."Waalaiakumussalam, Mbak Lisa ada apa? ""Kok ada apa, aku mau ambil sertifikat rumah, mana? " ucapku tanpa basa basi."Mm ... anu Mbak ... itu ... ""Anu anu, mana? jangan banyak alasan ya. ""Mana Del? buruan dong, aku keburu mau kerja nih, " ucap mas Arya."Sabar sedikit kalian itu, baru juga sampai, " ucap ibu membuka suara.Dari arah belakang terdengar suara bayi menangis. Seketika Dela meninggalkan kami yang masih berdiri di depan pintu.Oek ... !! oek ... !! oek.. !!"Sebentar, " ucap Dela meninggalkan kami."Ada apa sih? " ucapku mengikuti langkah Dela masuk.Mas Arya dan ibu pun ikut masuk karena penasaran dengan suara tangisan bayi. Ternyata bayi itu adalah Putra, anak mas Arya dan Risa."Bayinya Risa kan? " tanyaku berdiri di depan pintu kamar Dela."Iya Mbak,""Loh, apa belum kamu kembalikan? " tanyaku lagi. ??"Sudah, tapi semenjak mas Doni pulang aku malah di suruh buat jadi pengasuhnya, katanya upahnya lumayan bisa buat tambah uang jajan Tiara. ""Risa mana? kok mobilnya ada di luar? " tanya mas Arya."Lagi keluar sama mas Doni, " jawab Dela seraya keluar dari kamarnya melewatiku."Keluar? kemana? " tanya mas Arya mengikuti langkah Dela menuju ruang tamu."Kamu kenapa sih Mas? kepoin urusan orang, " tanyaku pada mas Arya."Aku kan cuma nanya. ""Hmm ..., " mengulumkan bibirku."Aku coba gendong dong, " mengulurkan kedua tanganku."Ini Mbak, hati-hati ya kan Mbak Lisa belum pernah punya bayi, " ucap Dela memberikan Putra padaku."Iya iya, aku tau kok tanpa kamu bilang gitu aku juga sadar diri. "Bayi yang lucu dan mengemaskan. Memang ini tujuan setiap orang menikah, memiliki keturunan. Aku menatap mata Putra, menyenangkan, ada rasa kedamaian tersendiri melihat bayi yang tak berdosa ini."MasyaaAllah, bayinya mirip kamu ya Mas, " ucapku melihat bayi yang ku gendong."Ma-maksud kamu apa Lis? " tanya mas Arya."Lah, kurang jelas ucapanku? ""Apaan sih, jangan ngarang nanti kalau didengar orang dikira anakku beneran lho, " balas mas Arya seraya menggaruk kepalanya.'Emang anakmu mas, ' batinku."Del, aku ke belakang dulu ya, " ucapku meminta izin pada Dela seraya memberikan Putra pada Dela."Iya Mbak. "Selesai dari kamar mandi, aku tak langsung menemui mereka. Aku berhenti di balik dinding yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Aku mencoba menguping pembicaraan mereka."Kamu itu bod*h apa gimana sih? kok ngebiarin Risa jalan sama suamimu? Kalau Doni godain Risa gimana? " ucap mas Arya seraya memukul pundak adiknya."Loh, mereka kan emang udah kenal lama Mas, kamu lupa ya kalau yang ngenalin kamu sama Risa itu siapa, mas Doni, " balas Dela."Iya, tapi .... ""Sudahlah Mas, nggak usah mikir aneh-aneh. ""Iya Arya, kamu nggak usah cemburuan gitu, nanti kalau Lisa tahu bisa ruyam semuanya, " timpal ibu. "Nih anakmu, gendong sendiri, " ucap ibu memberikan bayi yang digendongnya kepada mas Arya.Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh.'Saatnya bermain, ' batinku.Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh. 'Saatnya bermain, ' batinku. "Mas Arya, ibu, ada apa ya? " tanya Doni memasuki ruang tamu. "Ambil sertifikat rumahmu, mana? " ucapku menghampiri mereka. "Ee ... gimana ya jelasinnya ... saya bingung, " balas Doni menggaruk kepalanya. Menghela nafas panjang. "Berikan sekarang! atau ... ku hancurkan rumahmu ... !!! " teriakku sembari menjatuhkan tas tentengku. Sengaja aku menjatuhkan tas tentengku, dan melototi semua orang yang ada. Dengan nafas tersengal-sengal, emosi yang menyulut aku seakan-akan aku bersiap untuk bertempur. Mas Arya memberikan Putra pada ibunya. "Kamu kenapa Lis? " tanya mas Arya memegang kedua pundakku. "Lepaskan! " teriakku melepaskan kedua tangan mas Arya. Pyarr!! Ku banting vas bunga kaca di meja sebelahku. Dengan pandangan penuh emosi, ku lihat satu persatu orang anggota benalu dihadap
Part 9 Rencana"Kamu kenapa sih tiba-tiba berubah? selama pernikahan baru kali ini kamu seperti orang gila, apa mungkin benar kalau kamu sudah mulai nggak waras? " omel mas Arya sesampainya kami di teras rumah. "Maksud kamu apa Mas? kamu mau ikut-ikutan mereka ngatain aku nggak waras? " balasku. "Baru juga sampai, masih ribut saja, apa nggak cukup tadi di mobil? " ucap ibu. Tak ku pedulikan omongan ibu mertuaku dan tetap berjalan memasuki rumah. "Enggak begitu Lis, tapi sikapmu tadi apalagi ke Risa bisa membuat rencana kita beli tanahnya gagal, " mengikuti langkahku. Aku diam sejenak, aku berpikir memang benar apa yang dikatakan mas Arya walaupun sebenarnya aku tak peduli karena dari awal aku tidak benar-benar berniat untuk membelinya. Aku hanya memberi angin surga pada mereka untuk melancarkan balas dendamku."Iya juga sih Mas, lalu aku harus bagaimana? " seraya duduk di sofa ruang tamu. "Minta maaflah! " sahut ibu. "Iya Lis, benar yang dikatakan ibu, " ucap mas Arya. "Baikla
Sengaja aku belikan vas bunga yang mahal tapi ini hanya bagian dari rencanaku. Tak sudilah aku memberikan barang mahal untuk keluarga benalu. Aku tahu ibu pasti terpukau dengan harga vas bunga guci yang aku beli, karena baginya uang dua ratus ribu amatlah banyak. ***Sebelum acara di mulai, sore ini aku akan ke restoran terlebih dahulu untuk memastikan semua rencana yang ku susun dengan Lila sudah sesuasi. Sebelum berangkat aku berpesan pada ibu untuk mengajak bi Inah, karena aku butuh dia nantinya untuk menjaga Putra. Bagaimanapun aku tak ingin menyakiti bayi yang tak berdosa itu. #Sesampainya di restoran aku tidak melihat mobil mas Arya. Mencoba melihat rumah di seberang jalan pun tidak ada. "Pak Arya mana? " tanyaku pada Lila. "Sudah pergi Mbak dari tadi siang. "Sudah ku duga, pasti dia memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu bersama Risa. Lagi, aku dipaksa bersabar untuk menerima kenyataan dengan pengkhianatan suamiku. Ku biarkan mereka bersenang-senang di be
Silakan makan sepuas kalian, setelah ini akan ada pertempuran panjang. Bersiaplah.[Segera mulai] pesan singkat ku kirimkan pada Lila. [Baik mbak] balasnya. Lila keluar dari kamar Putra dan berjalan kearah pintu keluar. "Wwaaaaa ... !!!" teriak Lila seraya berlari menghampiri kami yang hampir selesai makan. "Ada apa Lila? " tanyaku berdiri dari kursi makan. "I-itu Mbak ... itu ...," menunjuk ke arah pintu depan. Mas Arya berdiri dari kursinya mencoba melihat ke arah pintu kelaur, "Apa sih? ngomong yang jelas dong, " ucap mas Arya. Meeoowwng ... !!! Tiba-tiba muncul kucing berwarna hitam pekat dengan tatapan mata yang tajam melopat di atas meja makan. Kami berhamburan dan mas Arya hingga berlari karena kaget."Hus...!! hus...!! " ucap kami serentak mencoba mengusirnya. Aku terhenyak ketika masih ada Tiara bersama kami. "Cepat bawa Tiara bersama bi Inah, " ucapku pada Lila. Kucing hitam itu malah memutari meja makan dan berhenti di piringnya Neli yang terdapat bekas ikan. "Hu
Praanng ... !! Praang ... !!Mendengar suara seperti benda jatuh berulang kali aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar Putra. Aku berjalan pelan menuju ruang tamu dan mengintip apa yang terjadi dari balik gorden yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Ternyata Bejo sedang memecahkan barang-barang yang ada di lemari hias milik Risa.'Bagus Bejo, lanjutkan! hancurkan rumah pelakor ini, ' batinku."Aaaa ... !! hentikan! usir dia Mas! usir! " teriak Delapan seraya mendorong suaminya."Dia bau Del, kamu aja, " balas Doni kembali ke posisi semula.Aku tersenyum penuh kemenangan. "Orang gilanya mana Lis?" tanya Ibu menepuk pundakku."Ekh, Ibu ngagetin aja, itu tuh lagi mecahin barang-barang punya Risa tuh, " balasku menunjuk kearah sudut ruangan.Ternyata ibu, Neli dan Risa sudah berhasil berdiri dari tumpahan minyak goreng di dapur.Praang!!Kembali Bejo memecahkan dan mengobrak-abrik barang-barang milik Risa. Aku semakin merasa senang dan menang melihat akting Bejo yang
Pagi ini seperti biasanya, mas Arya bersiap untuk ke restoran, sementara aku mengurus minimarket. Tapi untuk hari ini aku tak langsung ke minimarket, karena acara tadi malam membuat sekujur badanku rasanya pegal-pegal semua. Tok ... !! tok ... !! tok ... !! "Assalamualaikum ... !! "Terdengar suara ketukan pintu dari orang yang tak asing bagiku, Dela, dia datang sepagi ini disaat kami tengah sarapan. Belum sempat aku menyuruh bi Inah untuk membukakan pintu, Dela sudah masuk menghampiri kami di ruang makan. "Wah, lagi pada sarapan ya? "Tanpa dipersilakan, Dela ikut duduk bersama kami dan mengambil nasi beserta lauk pauknya. Adik ipar mas Arya yang satu ini memang kadang memprihatinkan, tapi kadang juga mengesalkan dengan tingkahnya. "Ada apa Del? " tanya mas Arya setelah memasukkan satu suapan di mulutnya. "Sementara Risa tinggal di sini dulu ya Mas, rumahnya mau di re-resovasi, ekh, reponisasi gitu katanya. Lagian katanya masih takut kalau nantinya orang gila dan kucing hitam t
Tadinya mas Arya yang sudah siap untuk ke restoran memutuskan untuk libur di rumah. Sudah pasti karena mas Arya menunggu kedatangan Risa."Assalamualaikum Bu Tini, " ucap Risa sesampainya di rumahku. "Waalaikumussalam, " balas ibu. "Terimakasih ya Mbak sudah mau memberi tumpangan, " ucap Risa kearahku. "Nggak papa Ris, anggap saja keluarga sendiri, " ucap Ibu. 'Memang dia sudah jadi keluargamu sendiri, ' batinku. Risa yang mengendong bayinya mengikuti langkah kami memasuki rumah. Begitu juga Doni yang membantu membawakannya. Sebenarnya aku penasaran, seberapa dekat Risa dan Doni, sampai-sampai Dela tidak merasa cemburu jika Doni bersama Risa. Tapi, aku mencoba membuang jauh rasa penasaranku itu, karena bagiku hubungan mereka bukan urusanku. Aku menunjukkan kamar tamu yang sebelumnya sudah di bersihkan bi Inah. Kamarnya bersebelahan dengan kamar ibu. Tetapi lumayan jauh jika harus ke kamarku, karena melewati ruang tengah. Aku mempersilakan Risa untuk beristirahat, sekalian meni
Waktu berlalu, tak terasa sudah pukul sebelas malam. Aku sengaja untuk tidak tidur cepat, karena aku ingin beraksi malam ini. Aku keluar kamar, menuju ruang tamu tapi tak kudapati mas Arya tidur di sofa. Seperti dugaanku, pasti dia tidur di kamar Risa. Saat aku akan menuju kamar Risa, tiba-tiba mas Arya keluar dari kamar ibu. "Lis? ngapain? " tanya mas Arya. Aku tersenyum lebar. "A-aku mau ke ... dapur! ya dapur! ""Dapur kan di sana, " menunjuk arah dapur yang lebih dekat dengan kamar ibu. Huuuah. Aku pura-pura menguap. "Gara-gara masih ngantuk Mas, jadi nyasar deh, " meninggalkan mas Arya. Gara-gara ketahuan mas Arya, aku jadi harus ke depur beneran. Tapi kenapa mas Arya keluar dari kamar ibu? Apa dugaanku salah? Saat mas Arya tak kutemui lagi, aku menuju kotak obat yang berada di dekat dapur. Ku ambil obat tidur milik ibu mertuaku. Ya, Ibu mertuaku sering mengonsumsi obat tidur, katanya biar lebih nyenyak tidurnya. Padahal itu hanya alasannya saja agar terlambat bangun dan t
5 tahun berlalu Bugh!"Mamaa ... Hiks hiks ... "Aku dikejutkan dengan panggilan Faiz, anakku dengan mas Abimanyu. Bocah kecil berusia hampir tiga tahun itu berlari kearahku yang duduk di kursi taman tak jauh dari tempat ia bermain.Hap!Faiz langsung menghambur ke pelukanku. "Kenapa sayang?" tanyaku lembut ketika kudapati ia menangis."Bola ... Hiks hiks," ucapnya seraya menunjuk bola di tempatnya ia bermain tadi."Kena bola?" Faiz hanya bisa mengangguk seraya tetap sesengukkan karena tangisannya.Aku tersenyum. "Ayo kesana!" ajakku pada Faiz untuk mengambil bola mainan tersebut.Saat akan mengambil bola tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika tiba-tiba bola itu diserobot duluan oleh seorang bocah berusia sekitaran lima tahun."Maaf Tante, Putra nggak sengaja," ucapnya meminta maaf. Ia pun melongos pergi begitu saja. Mungkin takut aku akan memarahinya. "Putra?" gumamku, tiba-tiba aku teringat akan anak itu. Saat penglihatanku mengikuti arah perginya bocah itu, aku pun dibuatnya
#Kedatangan Mantan MertuaTok!! Tok!! Tok!! "Lis? Ada tamu untukmu, " ucap Ibuku dari balik pintu kamar. Aku yang sedang selesai mandi sore pun langsung memakai jilbabku dan bergegas keluar. Siapa tamu yang datang sore begini? Seingatku hampir semua teman-teman yang ku undang ke pernikahan sudah datang saat resepsi tadi pagi. Saat hendak sampai di ruang tamu, betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa yang datang. Keluarga mas Arya. Bu Tini, mantan mertuaku, Dela dan Neli. Sedangkan Doni, suamu Dela ia tak nampak. Mungkin tak ikut. "Siapa Lis? " tanya mas Abimanyu ketika mengetahui aku menghentikan langkahku. "Mereka, " balasku tanpa memalingkan wajahku. Mantan ibu mertuaku melihatku. "Lisa, sini Nak duduk bersama kami. " Manis sekali ucapannya. Aku pun melanjutkan langkahku. Duduk bersama mereka namun di kursi yang berbeda. Sementara mas Abimanyu duduk di sebelahku. "Kami bawakan ini Mbak, hadiah atas pernikahanmu hari ini, " Dela meletakkan sebuah bingkisan di atas meja.
#Sah! Seketika kami yang berada di ruang tamu langsung melihat kearah ayah. Entah apalagi yang akan ayahku sampaikan. Aish, membuatku deg-degan saja. "Tanggal pernikahan sebaiknya jangan melebihi satu bulan," kata ayah. Aku terkejut, seakan tak menerima, bagaimana bisa jarak lamaran begitu dekat dengan hari pernikahan. Kami kan perlu mempersiapkan segalanya. Dan itu tidaklah mudah. "Kenapa, Yah? ""Lebih baik lebih cepat. Lagipula, ingat umur."Aku mengelus keningku. "Astagfirullah. Iya Ayah." Hampir saja suudzon pada ayah karena ucapannya. Lagian kenapa juga harus bawa-bawa umur. Huh. "Sederhana saja. Gak usah mewah-mewah," peringat ayah yang lantas aku mas Abimayu mengiyakannya. Karena di rasa perbincangan selesi, mas Abimanyu (ciiee 😆) berpamitan untuk pulang. Diikuti Lila yang akan diantarnya pulang terlebih dahulu. Aku beserta ayah dan ibu pun mengantar mas Abimanyu dan Lila sampai di teras. Mas Abimanyu membunyikan klakson mobil yang ia kendarai kepada kami. Setelah kepe
"Bagaimana Mbak Lisa, diterima nggak? " tanya Lila yang duduk di sampingku. Aku diam. Sejenak aku dibuat dilema. Ingin menolak tapi tak enak, apalagi dalam acara begini. Ingin menerima tapi nanti dikira aku gimana. Kan baru beberapa hari bercerai. Haduh.Aku melihat kearah ayah dan ibu, mereka hanya tersenyum membalasnya. Membuatku semakin dilema. "Haruskan aku jawab sekarang? " tanyaku melihat kearah Abimanyu. "Tidak. Tapi saya harap tidak lebih dari tiga hari. ""InsyaaAllah, " aku tersenyum. "Ayo dilanjut makannya, " ucap ibuku menawarkan beberapa makanan ringan penutup di makan malam kali ini. Canggung. Kami yang berada di meja makan merasakan kecanggungan setelah Abimanyu menyatakan maksudnya. Kecuali beberapa karyawanku yang sedari tadi ikut menyimak, mereka tetap asyik melahap makanan yang aku sediakan. "Lis, ikut ibu ke belakang yuk, " ucap ibu mengajakku. Tanpa banyak berpikir aku mengikuti langkah ibu kearah dapur. Aku mengerti, pasti ibu akan menegurku tentang jawaban
#Lima Bulan BerlaluWaktu menunjukkan pukul 19.30, tamu undangan mulai berdatangan. Tak terkecuali Lila, orang yang sangat berjasa bagiku. Kali ini ia tak datang sendiri, namun bersama Bejo. Ya, aku juga mengundangnya dalam acara makan malam yang sengaja ku buat untuk semua karyawanku. Melihat penampilan Bejo semakin kesini semakin enak di pandang. Aku seperti terhipnotis dibuatnya. Mempesona, sangat mempesona. Dengan stelan hem yang ia kenakan membuat aura anak muda terpancar namun tetap terlihat berwibawa. "Assalamualaikum Mbak Lisa, " sapa Lila setelah memasuki rumah dan menghampiriku yang berdiri di dekat kursi tamu. "Wa'alaikumussalam, " aku tersenyum kearahnya. "Mbak, " Lila membisikkan sesuatu kepadaku. Aku sedikit tercengang mendengarnya. Ia memintaku untuk memberikan waktu di tengah-tengah acara pada Bejo. Untuk apa? Entahlah. Aku tersenyum, mengacungkan jempolku, memberi tanda bahwa aku mengiyakan permintaannya. "Ini Bu, " ucap bi Inah seraya membawa beberapa toples m
Sah Bercerai Tak sabar ingin melihat mas Arya mengenakan baju tahanan. Dan bagaimana reaksinya setelah ku tunjukkan surat perceraian ini. Tak hanya itu, aku pun akan memberitahukannya bahwa selama ini aku sudah mengetahui kebus*kkan kelurganya. Dan pada akhirnya dia dan istri sirinya sampai di penjara pun karena rencanaku. Meskipun di tengah jalan begitu banyak fakta baru yang ku ketahui. Aku duduk bersebelahan dengan Lila, dan dihadapanku duduk Dela bersebelahan dengan ibunya. Kami saling diam sejak awal bertemu tadi. "Urusan apalagi kamu ngajakin kami ketemu di sini? " akhirnya mantan mertuaku membuka suaranya, meskipun dengan nada ketus. Mungkin masih kesal karena sudah ku usir dengan tidak terhormat. "Tunggu mas Arya, Ibu pasti tahu alasannya. "Mas Arya memasuki ruang tunggu dengan seorang polisi di belakangnya. "Li-Lisa, " ucapnya sesaat melihatku. Mas Arya berjalan menghampiriku. "Ekh, sana-sana! " usirku ketika mas Arya akan duduk di sebelahku. "Kok gitu sih Lis? "Aku
Tiga hari berlalu setelah aku berhasil mengusir ibu mertuaku dan anak bungsunya. Aku duduk terdiam di ruang tengah. Menatap ke selembar kertas di atas meja di depanku. Dengan judul yang lumayan besar bertuliskan 'Akta cerai', memperjelas arti dari kertas tersebut. Ya, kini aku sah menyandang status sebagai janda. Bercerai dari mas Arya adalah impianku semenjak aku mengetahui kejadian di rumah sakit kala itu. Masih dengan perasaan tak menyangka. Suami dan keluarganya yang dulu sangat aku sayangi, bahkan setiap kebutuhan dari ibu dan adik-adiknya aku selalu siap membantu, namun pada akhirnya mereka bersekongkol untuk merusak rumah tanggaku. Tak hanya itu, ternyata Risa yang merupakan istri siri mas Arya pun menyimpan dendam padaku dan kedua orangku. Dendam yang nyatanya karena ulah dari ibunya sendiri. "Tehnya Bu. " Bi Inah meletakkan secangkir teh di samping surat ceraiku. Membuyarkan lamunanku. "Ekh, makasi ya Bi. ""Selamat ya Bu, akhirnya Bu Lisa sudah lepas dari kelurga pak A
"Maksud kamu apa Lis? " Ku hiraukan pertanyaan ibu mertuaku, lalu meninggalkannya di meja makan. Aku berjalan ke arah pintu depan, menemui orang yang sudah Lila carikan. "Pagi Bu, saya Bambang dan ini Budi," sapa salah seorangnya memperkenalkan diri. "Pagi. "Tak banyak basa-basi obrolan kami, karena mereka harus segera melaksanakan tugasnya. Belum sempat kami memasuki rumah, terdengar suara sepeda motor memasuki halaman rumahku. Siapa lagi kalau bukan Dela bersama suaminya. Doni memarkirkan motornya tepat di depan teras. Lalu berjalan menghampiri kami yang masih berdiri di ambang pintu. "Kenapa Mbak? Ibu sama Neli baik-baik aja kan? " tanya Dela setelah turun dari motornya. "Baik. "Aku pun masuk ke dalam, diikuti Lila, dua bodyguard sewaan, dan Dela juga suaminya. Kami langsung menuju kamar Neli. "Dela, Doni, " ucap ibu mertuaku ketika kami melewati ruang tengah. Aku tetap berjalan. "Sebenarnya ada apa Bu? " terdengar pelan suara Dela yang juga melanjutkan langkahnya mengiku
Tepat sudah jam enam pagi. Aku kembali ke kamar ibu mertuaku, memastikan bahwa barang-barangnya dan juga anak bungsunya sudah siap dikemasi. Rasanya rumah ini semakin sumpek karena masih ada anggota benalu di dalamnya. "Sudah belum Bu? " tanyaku sesampainya di kamar ibu mertuaku yang pintunya terbuka lebar. "Sudah, bisa lihat kan? " balasnya seraya menutup kopernya yang berada di atas kasur. "Bagus. ""Nel?! " teriakku seraya berjalan kearah kamar Neli. Kamar yang terletak di ujung ruangan arah teras belakang. Pintu kamar Neli terbuka lebar. Terlihat ia yang sedang duduk bersandar di atas kasurnya seraya memainkan ponselnya. Membuat hatiku rasanya panas melihatnya, bisa-bisanya dia bersantai-santai sementara aku tak melihat satu pun kopernya. "Mana kopermu?! " tanyaku di abang pintu. "Koper? Untuk apa? Aku nggak akan pernah tinggalin rumah ini! " balasnya seraya menghampiriku. "Maksudmu apa Nel? " timpal ibu mertuaku. "Bu, mas Arya masih suami sah mbak Lisa, nggak seharusnya