"Ah ….” desahan pelan lolos dari bibir Visha ketika ia mulai memasuki area rumah orangtuanya dahulu.Sementara Dante masih terlelap di dalam mobil, ditemani oleh Madoka, Visha masuk ke rumah itu dan menatap sekitarnya.Semua pigura foto di dinding rumah itu, entah kenapa membuat Visha merasakan déjà vu.Ia tak bisa berkata-kata lagi. Hanya ‘ah’ dan ‘oh’ yang keluar dari mulutnya dengan nada penuh keterpesonaan dan juga keterkejutan yang tak terkira.‘Aku akhirnya bisa menapakkan kakiku di rumah ini. Di mana keberadaan ibuku dulu.’ Visha membatin haru.Air mata pun mulai menyeruak dari pelupuk netra, membasahi pipinya. Terharu dan rindu. Ia bisa menatap wajah sang ibu dengan puas di sini.“Semua foto Nyonya adalah hasil jepretan Bos Luca. tak ada satupun dari kami yang boleh melakukannya,” ungkap Javier sambil terkekeh.Visha pun ikut terkekeh. Ia bisa membayangkan betapa sang ibu pasti begitu dijagai oleh ayahnya. Menjadi satu-satunya wanita kesayangan seorang pemimpin klan mafia, pas
Drap! Drap! Drap!“Nona?! Ada apa?!”Mendengar seruan Visha tadi, Javier langsung masuk kembali ke kamar dengan wajah panik. Tapi ia malah mendapati Visha terduduk di lantai dengan bahu terguncang.‘Nangis?! Atau—’“Ha! Ha! Ha! Javier! Lihat ini! Siapa yang akan menyimpan begitu banyak emas batangan di dalam lemari seperti ini, hm?!” Visha tergelak saking bahagianya melihat kilauan emas batangan yang tertumpuk rapi di dalam lemari pakaiannya itu.Melihat kondisi Visha yang ternyata baik-baik saja, Javier pun menghela napas lega. “Kau mengejutkanku, Nona. Kurasa ini semua hadiah dari Bos Luca setiap kali beliau kembali dari Italia,” tebak Javier sambil mencoba mengambil salah satu emas itu.Javier mendengus geli, sepertinya mengingat sesuatu.“Ada apa?” tanya Visha yang penasaran dengan senyum geli di wajah Javier.Cengiran Javier mengawali cerita yang diingatnya. Ia pun menjelaskan, “Bos Luca sempat mengira kalau Nyonya memberikan semua emasnya pada orang lain. Hari itu, mereka sempat
“Ah … itu suara Febriella.”“Mereka sepertinya sedang berkunjung, Nona.”“Yea—”Ucapan VIsha terpotong ketika ia mendengar suara perempuan yang belum pernah didengarnya. Belum juga ia mencoba menebak, suara tangisan bayi terdengar di latar belakangnya.Visha langsung melepas alat penghantar suara yang melintang di atas kepalanya. Tak ingin mendengarkan lagi.Javier sendiri jadi tegang ketika Visha langsung meletakkan headphone di atas meja dengan sedikit kasar.‘Ah … baru punya bayi ternyata,’ batin Visha. Ia tak menyangka kalau semua yang didengarnya saat ini membuatnya sakit hati.‘Seandainya hari itu Raffael tidak memilih warisan keluarganya, mungkin saat ini Dante masih punya papa kandung,’ rintih Visha dalam hati.“Jav, kabari aku kalau ada yang penting. Aku akan menjemput Dante ke sekolah. Kalau kau sudah dapat ide untuk masuk ke kantor Adinata, langsung saja kerjakan. Tak perlu menjagaku terus.”Tanpa menunggu respon Javier, Visha langsung keluar dari ruang kantornya, menuju ke
"Roger, Bos!" Shadow pun segera menghubungi seseorang yang juga bekerja menjadi mata-mata di divisi IT, perusahaan Adinata tersebut. Nama anak muda itu adalah Gallendra.Anak sekolah yang sudah beberapa minggu, masuk menjadi anak magang di divisi IT."Len, persiapan sudah selesai. Besok giliranmu menjual namaku," ujar Shadow sambil mengepak barang-barangnya. Ia tengah singgah sejenak di Singapura dan saat ini harus segera berangkat ke Indonesia. Memenuhi jadwal yang tertera di tiket pesawatnya."Siap Kak. aku sudah terima juga email penerimaanku di kampus Italia! Sampai ketemu di sana setelah ini selesai!" ujarnya dengan suara penuh bahagia dan kebanggan.Gallendra adalah satu dari sekian banyak anak jenius yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi. Shadow menemukannya di dunia maya, saat tengah berselancar dengan kegemarannya. Meretas data.Menilai kemampuan Gallendra ia pun langsung mencari tahu siapa anak laki-laki itu. Ia malah jatuh kasihan meli
“Apa ada masalah dengan orang Jepang?” tanya Shadow aka Tomoya, dengan wajah kesal. Ia kini sedang berperan sebagai hacker baperan. “Kau bisa lewatkan aku. Aku tak—”“Sabar Tomoya. Bosku hanya bertanya, tidak menghinamu. Oke?” Gallendra segera memotong rajukan Shadow, sesuai skenario.Shadow menolehkan kepalanya sambil bergumam, “Yea. Sure.”Ketua tim IT perusahaan Adinata itu hanya memutar bola mata. Ia jelas menganggap Shadow seperti salah satu anak magang di kantornya itu. Anak-anak SMP atau SMA yang masih culun dan lugu.Kemudian ia kembali menatap layar, seolah tak ada masalah, ia berkata, “Katakan saja apa yang kau mau, Fatso. Aku sedang akan pergi cari sarapan.”Mereka sudah sepakat kalau akan menggunakan nama panggilan supaya terlihat akrab.“Eh … di mana kau menginap?” Gallendra bertanya lagi.Shadow pun menjawab cepat, seolah tak sabaran, “Hotel Maroinette. Kau kirim saja deh detailnya di chat—”“Tunggu! Kau datang saja ke kantor. Kujemput. Bagaimana?” potong Gallendra, bert
“Nona, Shadow sudah membereskan komputer di ruang kerja Gregorry. Anak itu sudah kembali ke Italia,” lapor Javier pada Visha yang tengah menikmati makan siang dengan Dante.“Wow! Cepat juga kerjanya anak itu. Thanks. Berarti tinggal menunggu Shadow mengumpulkan bukti-bukti yang bisa memberatkannya.” Visha tersenyum penuh kemenangan.Sementara Dante yang tidak paham pembicaraan dua orang itu, sibuk menikmati makan siangnya dengan Madoka.“Orang sekaya Gregorry dengan sifat seperti itu, pasti tersangkut urusan keuangan perusahaan dan juga pajak, Nona. Aku tahu itu,” kekeh Madoka sambil menyuapi Dante dengan sesendok macaroni mac and cheese.“Kau benar Madoka. Sebenarnya aku mencurigai hal itu karena aku pernah tak sengaja membersihkan dokumen yang mengacu pada penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri.” Visha melipat kedua tangannya, mendekap erat sambil mengingat-ingat dokumen yang saat itu ia temukan.“Dokumen? Rekening koran kah?!” tanya Madoka lagi. “Wow! Anda men
“Ya, Nona.”Jawaban singkat Javier pun mengawali pelukan pria itu yang menghangatkan tubuh Visha.‘Lucu. Kenapa aku jadi mengingat saat aku memintanya menciumku malam itu? Dia melakukannya pasti hanya karena kuminta. Seperti sekarang,’ batin Visha dalam hatinya.Tak lama kemudian, sang pembawa acara pun mulai mengundang para tamu untuk bisa bersalaman, memberikan ucapan selamat pada pasangan tua yang sudah mengarungi 50 tahun pernikahannya itu.Javier dan Visha akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang ditinggalkan orang sebelumnya untuk bersalaman.Dalam diam mereka mengamati jalannya acara. Visha menyandarkan kepalanya di bahu Javier, masih merasa tak nyaman berada di ruangan terbuka bersama dengan Raffael dan kedua orangtuanya yang sudah berniat membunuhnya dulu.Dari kursinya, Visha bisa melihat senyum lebar Febriella menghiasi wajah tua perempuan itu. Sampai tiba-tiba ia mendengar suara anak kecil dari speaker yang sedang memanggil ibunya.Ia memandang ke arah pang
Penyidik?! Kenapa mereka datang ke sini?! Usir saja!” raung Gregorry yang belum bisa meredakan amarahnya.Kini ia harus mendengarkan informasi menggelikan bahwa ada seorang penyidik datang ke rumahnya.“Ba—baik, Tu—Astaga!" Satpam itu terkejut ketika tiga penyidik tersebut sudah mengikutinya masuk ke dalam rumah.Salah satu penyidik mengangkat sebuah amplop coklat dengan kop kepolisian, sambil berkata, “Kami memiliki surat izin penggeledahan kediaman Anda, Tuan Gregorry.”Gregorry meruncingkan pandangannya dengan kesal. Ia mempertanyakan kembali pilihan kata mereka, “Penggeledahan?! Atas tuduhan apa aku digeledah?”Penyidik yang terlihat paling tua itu pun menaikkan salah satu alisnya sambil menjawab dengan lelucon, “Hmm … sepertinya kepolisian hanya kepo saja dengan kehidupan Anda, Tuan Gregorry. Terutama perpajakan.”Cengiran lebar ketiga penyidik itu membuat Gregorry mulai panik. Ia punya banyak dokumen kepemilihan harta yang tidak ia laporkan sama sekali.“Apa kau sedang sibuk men