Baru saja Visha akan bertanya apa maksud kalimat Ernesto, tapi pria muda itu langsung pamit dengan terburu-buru, "Mama datang. Bye, Kak!"Tut! Tut! Tut!Sambungan telepon mereka sudah terputus, padahal Visha masih menempelkan ponsel itu di telinganya. Rasa hatinya tak nyaman mengetahui semua itu, tapi ia tidak bisa memaksa seseorang menyukainya, bukan?Bersamaan dengan Visha yang menurunkan ponselnya, Javier mengetuk jendela mobil. Visha sedikit terkejut, karena pikirannya sedang sibuk mencerna pembicaraan dengan Ernesto, baru saja.Diturunkannya jendela mobil itu, lalu berkata, "Masuklah, Jav. Aku sudah selesai menelepon."Suara lemas Visha membuat Javier bertanya-tanya dalam hatinya, tapi ia mengangguk saja dan masuk ke mobil, sesuai perintah sang majikan.Pizza kesukaan Visha sudah ada di sampingnya. Semerbak wanginya memenuhi mobil, tapi Visha tak kunjung mengambil bagiannya, secuil pun.Sampai mereka tiba di kantin pun, Visha tak juga memakan makanan favoritnya itu. Tak tahan de
"Ah ... ya." Visha menerima perintah dari ayahnya tersebut. Kemudian ia menambahkan, "Jav, minta Madoka menemani Dante selama aku menemui Ayah.""Baik, Nona."Setibanya mereka di rumah, Visha mengecup pipi Dante dan memintanya untuk lebih dulu ke kamar. "Kau mandi dulu, oke? Mama mau bicara dengan kakekmu."Dengan menurut, Dante mengangguk lalu berjalan menuju kamar mereka, bersama dengan Madoka. Sementara Javier menemani Visha ke ruang kerja Luca."Jav, apa Ayah memberitahumu apa yang ingin beliau bicarakan? Apa kau sudah memberitahu soal percakapanku dengan Ernesto?" tanya Visha saat mereka hampir tiba di depan ruang kerja Luca."Kemungkinan soal kontrak kerjasama dengan Svonzeus, Nona. Perihal ucapan Tuan Muda Ernesto, saya tidak berhak memberitahu Bos."Visha mengangguk paham. Ia lega karena Javier selalu bisa membedakan mana yang perlu dan tidak perlu diberitahukan pada sang ayah.Wanita itu segera mengetuk pintu ruang kerja Luca dan masuk setelah mendengar suara ayahnya memberi
"Heh!" Visha terkekeh mendengar janji dari Javier. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana ramai apartemennya nanti."Aku serahkan keramaian itu padamu, Jav. Istirahatlah." Visha masih terkekeh-kekeh ketika menutup pintu kamarnya. Entah kenapa, karena ucapan Javier barusan, pilihan untuk pindah dari kediaman utama Cavallo terlihat mulai menyenangkan.'Mungkin memang sudah waktunya aku hidup sendiri.'Malam itu, Visha mencoba bicara pada Dante mengenai kemungkinan mereka pindah ke rumah baru. "Apa rumahnya sebesar ini?" tanya Dante dengan wajah penasaran. "Sepertinya tidak. Karena itu apartemen, bukan rumah." Visha menjelaskan. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambaran seperti apa apartemen itu."Whoa! Apartemen ternyata keren!" seru Dante dengan penuh semangat. Visha mengangguk, lalu menambahkan, "Tapi di sana, hanya ada Mama dan Dante. Granpa dan Grandma tidak akan ada di sana. Juga Uncle Ernesto. Apa tidak masalah?"Visha cukup merasa gugup menantikan jawaban pu
"Fyuh!" Ernesto menghembuskan napas lega, setelah sang ibu keluar dari ruangannya. Pria muda itu kembali melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur empuk yang nyaman.Ia memang mengatakan akan memikirkan bagaimana caranya untuk mengambil kembali kursi CEO yang sudah dimenangkan oleh Visha, tapi semua itu hanyalah tipuan Ernesto.Sedikitpun, tidak ada keinginan di dirinya, untuk melakukan rencana Bianca. Ia tidak mau menjadi musuh sang ayah, dengan mengganggu anak perempuannya—Navisha.Dan lagi, tujuan utama hidup Ernesto adalah menjadi pemimpin organisasi Cavallo, bukan hanya menjadi CEO perusahaan mebel Viensha Ltd.Bukannya Ernesto meremehkan perusahaan itu. Ia hanya merasa tidak layak ada di perusahaan yang memang sengaja didirikan oleh sang ayah untuk mengenang istri pertama yang sangat dicintainya.Sebagai seorang pria, Ernesto paham akan rasa itu.Setelah menunggu beberapa saat, Ernesto baru bergerak dari pembaringannya dan menelepon Luca. Dalam satu kali nada panggilan, Luca m
"Apa aku akan bebas dari kurungan ini?" tanya Ernesto.Tapi tatapan Luca berubah menyalak pada sang putra. "Kau meminta lebih dari porsimu, Ernesto."Ernesto langsung menunduk. Tak lagi berani menatap pria yang digadang-gadang sebagai pemimpin organisasi mafia yang tak ada lawannya."Maaf, Papa. Seperti ini sudah cukup buat Ernesto."Bagaimana pun, Ernesto merasa lega karena akhirnya, bola panas sudah tidak berada ditangannya.Tanggung jawab untuk menjaga Visha dari Bianca sudah berpindah ke tangan Luca.Luca langsung berdiri dari sofa pendek itu dan berjalan menuju ke arah pintu. Namun, ia sempat berpesan, "Ern, jangan harap aku memberikan kursi organsisasi Cavallo secara cuma-cuma untukmu!"Mendengar itu, Ernesto pun langsung berdiri. Wajahnya pucat. Ingin protes, tapi ia baru saja membuat Luca kesal.Luca pun menambahkan, "Aku masih akan duduk di sana, sampai kau layak. Namun, kalau sampai waktunya kau tidak juga sanggup mengambilnya dariku, aku akan memberikan posisi itu pada kak
Setelah bicara dengan Claire, Visha segera dibawa oleh sekretaris Svonzeus itu ke ruang kerja sang pemilik perusahaan Vonci Corporation.Hari ini mereka akan langsung datang ke pabrik Vonci dan Visha bisa melihat sendiri seperti apa kegiatan produksi mereka.Dari hotel, mereka sama-sama berangkat menuju area pergudangan baru, di mana pabrik Vonci Corporation beroperasi.“Saya sudah tidak sabar bekerja sama dengan Anda, Tuan Vonci,” ungkap Visha dengan senyum lebar yang sangat menyenangkan, membuat Vonci merasa kalau semua jerih payah dalam hidupnya terbayarkan dengan kepuasan pelanggan maupun rekan kerjanya.Ia tergelak. “Terima kasih, Nona Visha. Saya rasa Kerjasama ini akan sama-sama menguntungkan.”Mereka baru saja tiba di pabrik dan sedang berjalan menyusuri koridor dari lobi ke ruang produksi. Lalu Visha mengambil kesempatan berkata, “Maafkan saya, Tuan Vonci. Saya tidak bisa menerima tawaran Anda perihal menikahi Tuan Vonzastin.”Senyum di wajah Svonzeus tidak lenyap. Pria tua i
“Papa?!”Visha terlihat panik mendengar pertanyaan Dante. Selama ini yang menjadi Papa adalah Javier. Lalu beberapa hari lalu Visha meminta Dante untuk berhenti memanggil Javier dengan sebutan ‘Papa’.Jadi, semua kembali ke kondisi awal. Di mana Dante tidak punya ‘Papa’.‘Aku bisa gila!’ keluh Visha dalam hati.“Mh-hm. Uncle Javier tidak bisa lagi kupanggil Papa. Aku harus cari kemana Papaku?” tanya Dante dengan penuh semangat.“Madoka, kau jangan tertawa saja. Apa ada yang bisa bikin robot Papa?” tanya Visha yang sudah kehilangan akal.“Saya rasa hanya Javier yang cocok memerankan tokoh ‘Papa’, Nona Visha,” ujar Madoka menyarankan dengan cengiran lebar menghiasi wajahnya.“Diamlah, Madoka. Apa yang kau bicarakan dengan Javier, hm?” tanya Visha yang bisa menebak kalau kemungkinan besar kedua rekan sekerja itu sempat membicarakan sesuatu terkait dirinya.“Well … hanya curhatan lelaki, Nona. Tidak ada yang penting.”Madoka menggerakkan jemarinya di lengkung bibir, seolah ia mengunci mul
“Wha—”“Ha! Ha! Ha!” Tawa Madoka pun pecah. Lucas tak lagi bersusah payah menyembunyikan kekehannya yang berujung pada ledakan tawa ramai.Sementara, Javier panik mendapat pertanyaan dari Dante yang mendadak. Ia buru-buru mencari Visha di tempat duduknya, tapi ternyata wanita itu tidak ada di sana.‘Pantas saja, anak ini bisa ke meja kami. Di mana Nona Visha?!’ batin Javier mengeluh.“Kenapa Uncle Madoka tertawa? Aku tak mau kalau Uncle Madoka yang jadi Papaku. Kecuali Uncle memotong rambut,” keluh Dante sambil mengangkat bahu.Menggemaskan.“Aw! Tuan muda punya standar yang sangat tinggi, eh? Madoka tidak mau potong rambut. Ini mahkota Madoka.” Madoka langsung mengambil rambut panjangnya dan mendekap bagian yang bisa terjangkau, seolah rambutnya adalah anak kucing kesayangan.Dante terkekeh melihat kelakuan Madoka. Detik kemudian, pandangannya kembali lagi pada Javier yang masih tidak tahu harus menjawab apa.“Jadi … apa Uncle bisa datang?”“Erm … itu … akan kubicarakan dengan Nona V