“Morning Sick?!”
Luca spontan berdiri. Tanpa sadar ia menggebrak meja, karena panik. Bianca segera menepuk pelan lengan suaminya itu dan memintanya untuk tenang.
“Eugene! Tenanglah. Kau sudah panggilkan dokter?” tanya Bianca sambil membalik sendok dan garpu, menyudahi sarapannya.
Eugene mengangguk dan menjawab, “Javier sudah menghubunginya, Nyonya.”
“Baiklah. Untuk sementara, makanan yang tadi kau sajikan, berarti takkan bisa Navisha makan selama ia mengalami morning sick. Pastikan kau tidak membuatnya lagi,” perintah Bianca yang langsung direspon dengan anggukan. Baik dari Eugene maupun dari Celez.
Bianca pun segera menggandeng Luca dan membawanya menuju ke kamar Visha. “Semoga saja tidak parah, Luca.”
“Kau tidak pernah mengalami hal ini, Bianca. Aku ingat dulu kau malah bers
“Dante masih tidur?” Luca mendatangi Visha yang tengah mengayun tempat tidur Dante, sambil mengamati wajah tenang bayi laki-lakinya itu. Visha mengangguk sambil tersenyum pada ayahnya yang kini sudah menjadi seorang kakek. “Mirip sekali denganmu waktu kecil. Lihat! Aku menemukan foto bayimu.” Luca menunjukkan selembar foto lama yang menunjukkan wajah Visha saat berusia satu minggu. Visha terkekeh pelan melihat wajahnya yang memang benar-benar mirip dengan Dante. “Sama-sama seperti cicak. Ha! Ha! Ha!” “Astaga kau ini!” Luca pun ikut tertawa bahagia bersama sang putri. Visha menatap sang bayi sambil berbisik dalam doa, “Kuharap tak sedikit pun, Dante mirip dengan ayahnya.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus membalaskan semua perbuatan mereka, Putriku. Sebentar lagi kau akan bisa melakukannya.” Ucapan sang ayah yang tiba-tiba itu, membuat Visha terdiam. Selama ini ia belum memikirkan rencana balas dendamnya karena masih merasa tidak mampu. Terlebih lagi, karena kondisi kehamila
“Ha?! Nona, jangan bercanda! Luka yang mereka buat itu masih basah di hati kami, tapi Nona ingin menyudahi ini?!” sentak Javier, saking ia terkejut dengan apa yang didengarnya barusan.Bodyguard Visha itu bangkit dari duduknya dengan murka. Ia benar-benar tidak percaya bahwa baru saja Visha mengatakan tentang pembatalan rencana pembalasan dendam itu.Ia bahkan tidak peduli kalau suaranya membangunkan Dante yang baru saja tertidur.Mendengar ucapan penuh kemarahan dari Javier, Visha kini nampak pucat. Ia merasa seperti sudah melakukan pengkhianatan besar. Terutama terhadap ayahnya.Setelah tekad Visha untuk mengambil alih rencana pembalasan dendam dari sang ayah, bisa-bisanya ia membatalkan begitu saja.Gadis itu lupa, bahwa luka yang ada padanya, bukan hanya miliknya seorang. Tapi juga sudah menjadi luka yang ditanggung oleh mereka yang menyebut dirinya Cavallo.
“Saya rasa … Nona Visha akan sangat senang bisa merasakan langsung bagaimana menghadiri rapat pemegang saham, Bos. Ide yang bagus.”Dan benar saja, seperti ucapan Luca pada Javier itu, 6 bulan kemudian, Visha mendapat undangan untuk menghadiri rapat pemegang saham. Rapat itu akan diadakan 3 hari lagi.“Apa aku punya saham di sana?” tanya Visha pada Javier yang baru saja menyerahkan undangan tersebut.“Tentu saja, Nona. Anda salah satu pemegang saham di sana. Biasanya aku yang dikuasakan untuk menghadiri rapat itu. Sekarang Nona sudah kembali, tentu saja Anda harus melakukan debut pertama. Hadir dalam rapat akbar ini.”Mendengar mewahnya kata-kata Javier, netra Visha pun berbinar-binar. Detik berikutnya ia sudah berlari kecil menuju rak buku yang tertanam di tembok kamarnya, di sisi kiri ruang tidur itu.Diambilnya buku catatan yang biasa
"Silakan, Nona." Javier membukakan pintu mobil bagi Visha.Beberapa detik sebelumnya, Madoka menghentikan mobil di teras lobi sebuah gedung serbaguna. Tempat itu khusus dipilih Luca menjadi tempat penyelenggaraan rapat pemegang saham.Sebelum turun, Visha menoleh ke arah Madoka lalu berkata, "Madoka, aku titip Dante bersamamu, ya."Karena anak laki-lakinya itu masih terlelap, jadi mereka akan turun setelah Dante terbangun saja."Siap, Nona. Bos sudah menyewa satu aula kecil di sebelah ruang rapat. Anda bisa mengunjunginya nanti."Visha pun mengangguk sambil tersenyum penuh rasa terima kasih.Tapi, di samping rasa itu, ada sebuah kepanikan besar dalam benaknya.Ia merasa sangat gugup menghadiri rapat yang digadang-gadang sebagai rapat besar sebuah perusahaan. 'Rasanya aku mau pingsan. Bagaimana kalau nanti aku pingsan betulan di dalam?!' batin Visha sambil mengamat-amati teras lobi gedung yang mulai dipadati dengan tamu-tamu berpakaian formal nan mewah."Nona? Apa ada masalah?" tanya
"Taruhan?"Romaneuv Dean mengangguk santai sambil memainkan janggut pendek tebalnya. Sementara Visha mengamati perbincangan aneh di antara keduanya."Untuk apa aku taruhan kalau sepertinya kau sudah tahu apa yang terjadi, Pria tua?!" Javier mulai kehilangan kesabarannya.Tapi kemarahan Javier justru menjadi alasan Romaneuv Dean kembali tertawa.Belum selesai tawa Romaneuv, pintu utama gedung tersebut akhirnya terbuka lebar. Seorang pria tua—setua Romaneuv, muncul di atas kursi roda yang didorong oleh seorang wanita muda berpakaian mirip seperti yang dikenakan Javier. Memicingkan netranya, Visha mencoba menangkap wajah si pembuat kericuhan itu. Ia membatin, 'Kenapa wajahnya terlihat familiar ya?' Visha pun mendekati Javier dan bertanya-tanya kalau ia mengenal orang-orang itu."Sepertinya ... saya belum bisa menangkap seperti apa wajahnya, Nona," jawab Javier masih dengan sikap siaga.Sementara itu mereka semakin mendekat dan jelas menuju ke arah penerima tamu.Dan ketika Visha akhir
"Kepada Tuan Alfons, dipersilakan untuk memberikan penjelasan laporan keuangan tahunan, tahun 2022."Pria berparas tampan dengan setelan jas seperti boyband tersebut, segera bangkit dan menjalankan tugasnya untuk memberikan penjelasan singkat.Tidak banyak yang memberikan pertanyaan terkait kinerja perusahaan. Karena Viensha Ltd. selalu berhasil membukukan keuntungan 3 sampai 5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya, setiap tahun.Setelah paparan publik tersebut ditutup, dibukalah forum bebas untuk para wartawan untuk bertanya."Apakah selama ini Anda menyembunyikan keberadaan Nona Navisha? Apa tujuan Anda, Tuan Luca?""Lantas bagaimana dengan rencana masa depan perusahaan Viensha Ltd.? Apakah ini berarti Nona Visha yang akan memegang kepemimpinan?""Apakah Nona Visha sedang menjalankan rencana perebutan hak waris?"Pertanyaan sejenis itu lah yang dilontarkan para wartawan.Apalagi yang mereka tahu selama ini, penerus keluarga Cavallo adalah Ernesto. Kemungkinan adanya perebutan kekuas
"Dad ...." Luca mengambil napas cepat lalu menghembuskannya dengan sedikit menyentak. Bukan berarti Luca tidak setuju dengan ucapan sang ayah.Sudah lewat hampir 2 tahun, namun tidak ada pergerakan dari Cavallo, pasti membuat Lyuvent bertanya-tanya."Dad jelas yang paling tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ayah ketika putrinya diperlakukan seperti ini, bukan? Jangan memojokkanku ...." Luca memberikan gelas kristal itu pada Lyuvent dan memintanya bersikap tenang.CEO Viensha Ltd. itu kemudian mengambil posisi duduk di sofa yang ada di sebelah kiri sang ayah. Ia menghela napas panjang, seolah ikut mempertebal ketenangannya."Tidak sehari pun aku lupa bagaimana Javier menemukan Visha malam itu. Wajah cantik putriku bersimbah keringat dan selalu penuh ketakutan. Bahkan takut dijual kepadaku. Aku yang sangat ingin menghancurkan dua keluarga itu. Yang sudah membuat Visha menderita."Lyuvent mengerutkan keningnya sambil menenggak cairan beralkohol di gelasnya. Cavallo tua itu menuruti p
“Apa ada resep yang bisa diikuti, jika menunya sulit, Nyonya?” tanya Celez ketika dilihatnya wajah bingung Bianca.“A—aku tidak tahu makanan apa yang diinginkan Luca,” aku Bianca dengan wajah tersipu malu.Ia begitu marah tadi, karena mendengar Ernesto—anak laki-lakinya disingkirkan begitu saja dari kandidat CEO, sehingga ia tidak berpikir panjang mengenai apa yang harus ia perbuat.Padahal sudah 20 tahun lebih ia menjaga posisi itu tetap aman untuk anak tunggalnya.Celez yang mendengar ucapan Bianca pun setengah mati menahan tawa. Ia kemudian memberi saran untuk membuat makanan kesukaan Luca saja.“A—apa yang dia suka?” tanya Bianca. Kali ini ia menyadari betapa cuek dirinya terhadap sang suami.Memang mereka menikah karena dijodohkan oleh mendiang orangtuanya yang terlanjur mengikat janji dengan keluarga Cavallo. Tapi ia tidak menyangka kalau sampai hari ini, ia bahkan tidak tahu apa makanan kesukaan Luca.“Tuan Luca sangat menikmati beberapa makanan dan saya mengamati menu yang pal
10 tahun berlalu.Pemandangan gedung sekolah dasar yang ramai dengan hamburan murid pulang sekolah sudah menjadi kesenangan Dante sejak sang ibu—Navisha, menambah cabang Viensha Co. di negara lain.Tahun ini, putra pertama Visha tersebut sudah menginjak usia 18 tahun. Dan minggu ini, seorang gadis muda Italia yang berbeda dari minggu lalu, menempel lagi padanya.“Dante ... kapan kita pulang? Di sini panas sekali,” rengek gadis yang sudah mengekornya sejak dari gedung SMA.Dante menghela napas singkat. Netranya tak kuasa untuk tidak berputar lelah. “Aku sudah bilang akan menjemput adikku. Kau yang bersikeras untuk ikut Danny, jangan rewel.”“Kau pasti bohong! Kau—““Dante!” suara lantang yang memanggil Dante itu adalah milik seorang gadis kecil.Wajahnya mirip seperti Visha. Netranya yang biru pun persis seperti Dante dan ibu mereka.“Ammy!” seru Dante yang langsung meninggalkan teman perempuannya untuk menyambut kepulangan sang adik.Buk!Pukulan kecil dari sang adik pun mendarat di b
“Cantik sekali ....”Javier ternganga di depan kaca besar yang menampilkan puluhan tempat tidur bayi. Netranya terfokus pada satu kreatur mungil yang diletakkan paling dekat dengan kaca tersebut.Putrinya. Buah hatinya dengan Navisha.“Kau belum lihat matanya, Jav. Biru langit sepertiku!” seru Ernesto dengan nada bangga.Javier mendengkus geli. Tentu saja. Matanya pasti seperti sang ibu. Keturunan dari Luca yang matanya juga berwarna biru.Tiba-tiba wajah Javier mengkerut kesal. Ia berpaling pada Ernesto dan bertanya, “Kau sudah menggendongnya?!”Nada cemburu terselip di setiap kalimat tanya yang dilontarkan Javier barusan. Ernesto pun tergelak.“Cemburu?! Aku bahkan sudah melihatnya mandi!” ledek Ernesto dengan wajah tenang, sementara Javier terlihat kesal, merasa kalah.“Bohong lah!” seru Ernesto tiba-tiba. “Aku tadi diseret Papa ke sana ke mari. Mencari baju untuk cucu perempuannya. Belum lagi sepatu bulu-bulu dan banyak lagi.”Mendengar pengakuan Ernesto, Javier pun terkekeh. “Ter
“Jav ... duduklah dulu. Kau membuatku ikut panik.” Luca menggeleng singkat sambil menghela napas pendek.“Ah! Sorry, Yah.”Javier kemudian duduk di samping Luca, tetapi tubuhnya tak berhenti bergerak. Kadang ia akan membungkuk, kadang bersandar. Bahkan pria muda itu tak berhenti menggerakkan kakiknya, seperti orang sedang menjahit pakaian dengan mesin manual.Ekor mata Luca menangkap gerakan berulang tersebut dan kembali menegur mantunya itu, “Jav.”“Ugh! Aku tak bisa tenang. Aku ingin masuk ke dalam sana, Yah. Aku khawatir apa kami terlambat. Air ketubannya keluar sangat banyak tadi. Kuharap tidak akan ada yang terjadi pada Visha.”Mereka tengah was-was menunggu proses c-section yang harus dilewati Visha. Kondisi bayinya tidak berada di jalur lahir, sementara air ketuban sudah pecah. Kalau dibiarkan terlalu lama, kemungkinan terburuk bisa menyapa sang jabang bayi.Akhirnya, Visha pun harus masuk ruang operasi. Walau ini adalah operasi Visha yang kedua, entah kenapa Javier merasa lebi
183“Javier, kau ada waktu siang ini?” Luca, tak diduga Javier, menghubunginya tiba-tiba. Tentu saja, Javier menyanggupinya. Tugas menjemput Dante ia serahkan sementara pada Madoka. Biasanya Javier akan ikut ke sekolah untuk menjemput. Javier pun merespon, “Tentu, Ayah. Kau mau aku membawa Visha atau?”“Nah ... kau saja. Kuharap Visha tak perlu tahu aku mengajakmu bertemu, Jav.”Suami sah Visha tersebut tertegun sesaat sebelum menyetujui ucapan Luca. ‘Mungkin ini soal Ernesto.’Setelah sambungan telepon itu terputus, Javier segera pamit pada Visha dengan alasan akan menjemput Dante bersama Madoka.Dominic berjaga di apartemennya bersama dengan beberapa anak buah. Tentu saja, Javier sudah sedikit lega, karena berita Ernesto menghabisi Gale semalam sudah sampai di telinganya. Semua orang kini membicarakan pria muda itu.“Aku titip kue tart tiramisu,” pesan Visha saat mengantar Javier sampai di ambang pintu. Hamil keduanya ini membuat Visha menginginkan makanan manis. ia bisa menghabis
Dhuar!Bang!Bang!Bang!“Ha! Ha! Ha! Mati kalian semua antek Cavallo!” raung Gale yang berdiri di atas kendaraan jeep terbuka.Mereka baru saja mengebom gerbang utama kediaman Luca dan melumpuhkan semua penjaga.Luca yang terbangun karena alarm dari gerbang utama pun langsung menyuruh semua staf rumah tangga membawa Bianca, bersembunyi di ruang bawah tanah.Ernesto dan Luca bersiap menghadapi mereka dengan anak buah yang ada. Tidak banyak mereka yang tinggal di dalam area Cavallo. Paling banyak mereka bisa mengumpulkan 50 orang untuk kejadian tak terduga ini.“Kau sudah memanggil anak-anak di luar sana?” seru Luca pada Ernesto, yang berjalan bersama menuju ke luar teras untuk melihat keadaan seperti apa yang menunggunya.“Beres, Pa. Mereka sudah dekat.”‘Andai ada Javier ... aku merasa lebih tenang. Kalau hanya Ernesto ... haaah ... aku harusnya bisa percaya pada anakku,’ batin Luca berkonflik.Luca tak punya muka untuk memanggil Javier, karena Ernesto dengan bodohnya sudah membuat C
"Uncle Madoka!" seru Dante yang baru saja keluar dari kelasnya.Tuan muda kecil Cavallo tersebut baru saja menyudahi proses belajarnya hari itu. Dari wajah Dante, Madoka bisa menebak kalau permintaan maaf dari Simon tadi sudah menghilangkan air muka sedihnya."Tuan Muda! Apa mau makan dulu di kantin? Dengan Simon?" tanya Madoka tanpa basa basi.Dante yang memang sudah terbiasa mengamati orang-orang dewasa itu di sekitarnya pun paham, bahwa ada hal yang ingin dibicarakan Madoka dengam Simon."Tentu! Akan kupanggilkan Simon." Dante tersenyum riang sambil berbalik kembali ke kelas untuk menghampiri anak tersebut."Simon, mau makan siang denganku? Kau sering lama menunggu di kelas, kan?" ajak Dante dengan senyum ramahnya.Simon sedikit tertegun mendapat perlakuan baik dari Dante. Walau ia sudah minta maaf, baginya tidak serta merta mereka menjadi teman. "Tidak ada alasan aku makan siang denganmu! Jangan urusi aku!" sentak Simon.Suara Simon yang keras sudah tentu membuat Madoka memunculk
"Saya sudah katakan pada Anda, bahwa Dante adalah keluarga Cavallo. Tapi Anda tidak menggubrisnya." Moses mengingatkan pria yang meneleponnya sambil mengamuk.Setelah kedatangan Javier yang sia-sia kemarin, hari ini ayah Simon—Richard Countesc, menghubungi sang kepala sekolah dan mengamuk.Richard menebak kalau orang yang sudah mengganggu bisnisnya pastilah orangtua Dante. Karena dalam pesan yang diterimanya, mereka menginginkan permintaan maaf dari Simon."Brengsek! Padahal Javier itu tidak ada urusannya dengan anak itu! Dari berita yang kudengar, anak itu hasil pemerkosaan! Tch! Keluarga berantakan!" raung Richard yang masih tidak paham dengan posisinya.Lagi, Moses menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Richard adalah donatur terbesar di sekolah tersebut, tapi kalau selalu keras kepala seperti ini, tidak mungkin sang kepala sekolah mau pasang badan.Moses pun akhirnya berkata, "Tuan Richard, sebaiknya Anda selesaikan dengan baik-baik. Mau bagaimanapun masa lalu Dante, tidak akan per
“Well ... apa kau sudah siap untuk minta maaf pada temanmu? Dante?”Dante menelan ludah. Tidak siap untuk melakukan apa yang ditanyakan sang ayah. Javier sedikit was-was menantikan jawaban dari Dante. Ia cukup takut kalau-kalau putranya itu menolak dan memilih untuk mengabaikan saja masalah ini.“Ehem! Si—siap!” seru Dante dengan terbata.Kini mereka sudah berada di depan ruang kepala sekolah untuk membicarakan mengenai perkelahian Dante dengan temannya kemarin.Javier terkekeh pelan sementara buku jarinya mulai menghantam lembut pintu ruang kepala sekolah yang masih tertutup rapat.“Masuk!” Seruan dari dalam terdengar samar, sebagai izin untuk Javier menggeser terbuka pintu itu.“Selamat pagi, Mr. Moses,” sapa Javier dan Dante hampir berbarengan.Mendengar sapaan itu, pria tua bernama Moses itu pun segera berdiri dan membalasnya, “Ah ... selamat pagi, Tuan Javier, Dante. Ayo duduk dulu.”Masing-masing mereka pun mengambil posisi duduk berhadapan. Dante duduk di samping Javier dengan
“Ada apa?”Belum juga Javier membuka pintu ruang kerja Visha, sang istri ternyata sudah lebih dulu mempertanyakan percakapan telepon barusan.Padahal Javier masih butuh waktu untuk mengatur kata-katanya agar Visha tidak langsung marah karena Dante berkelahi.“Nana ... kau sudah selesai bekerja?” tanya Dante sambil mendorong Navisha kembali ke dalam dan mendudukkan sang istri di sofa.Yang didorong pun menurut saja. Ia duduk sementara manik matanya mengikuti tubuh Javier yang bergerak menyusulnya duduk di sisi kanan.Alih-alih menjawab pertanyaan Javier, Visha malah balik bertanya, “Kudengar kau seperti panik. Siapa tadi, Jav?”Javier masih butuh waktu lebih untuk memutuskan dari sisi mana ia akan mulai menjelaskan apa yang terjadi pada Dante.Kalau ia mulai dengan kalimat bahwa Dante dirundung di sekolah, jelas Visha akan mengamuk dan segera menuju ke sekolah.Namun, kalau dijelaskan bahwa Dante berkelahi, ia pasti akan marah pada Dante.‘Ugh! Sejak kapan membuat kalimat saja sulit bu