Share

BAB 4

Penulis: Desy Cichika Harish
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Wajah Krisna pucat. Jantungnya mendadak berdebar cepat, membuat dadanya terasa menyempit. Susah payah ia mengambil napas.

Abyl yang melihat ayahnya kepayahan ikut panik. Cepat ia masuk ke dalam dan mengambil obat milik ayahnya. Krisna memang punya penyakit jantung, karena itu ia pensiun dini dari perusahaannya.

“Papa kenapa?” Abyl khawatir melihat wajah dan tangan ayahnya yang sama sekali seperti tak dialiri darah.

“Nggak pa-pa,” Krisna menelentangkan badannya. Setelah meminum obat, keadaannya mulai pulih.

“Maaf kalau Abyl buat Papa sakit,” kata Abyl menyesal.

“Di mana rumah mereka?” tanya Krisna.

“Di pinggiran kota. Di perkampungan nelayan. Sekitar dua jam dari sini. Papa mau ke sana?”

Krisna tak menjawab.

“Mau apa Pa?” tanya Abyl penasaran.

“Tolong kamu rahasiakan ini. Papa ada urusan yang harus Papa selesaikan. Ada sesuatu yang mau Papa pastikan,” ujar Krisna.

“Kapan Papa mau pergi? Apa perlu Abyl antar?”

“Jangan! Tolong bantu saja Papa untuk mencari alasan supaya Papa bisa pergi sendiri. Biar Mama kamu nggak tahu. Tolong Abyl.”

“Sebenarnya ada apa Pa? Apa benar kita ada hubungan dengan Ibunya Azzalyn?”

“Papa belum bisa bilang sekarang, Abyl. Setelah dari sana Papa akan cerita semua ke kamu.”

Abyl hanya mengangguk mengerti.

***

Renita sangat terkejut hingga menjatuhkan piring berisi sayur yang sedang ia pegang. Baru saja ia dipanggil tetangganya dan diberi sayur kesukaannya. Ketika sampai di halaman rumah, ia melihat seorang lelaki yang berdiri sambil mengetuk pintu rumahnya.

Saat ia menyapa dan lelaki itu berbalik, Renita bagai melihat hantu di siang bolong. Tangannya gemetar dan mendadak lemas. Lelaki dari masa lalu yang pernah sangat menyakiti hatinya kini kembali muncul.

Hal ini sebenarnya sudah ia duga sebelumnya. Mengingat beberapa hari yang lalu ia sudah bertemu dengan anak dari mantan suaminya itu. Maka tak menutup kemungkinan ia juga akan bertemu kembali dengan Krisna maupun Riska. Hal yang sangat tak ia harapkan.

Renita berusaha untuk cepat masuk ke dalam rumah. Tapi Krisna dengan cepat meraih tangannya dan menarik Renita ke dalam pelukannya. Renita meronta, tapi Krisna semakin mengeratkan pelukannya. Ia sungguh sangat merindukan wanita yang dulu pernah menjadi pendamping hidupnya.

“Lepaskan!! Tolong pergi dari sini! Lepaskan, atau aku akan teriak!?” Renita menangis.

“Reni, tolong dengarkan Mas. Beri kesempatan Mas untuk bicara.” Krisna memelas.

“Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan! Tolong jauhi saja kami!”

“Reni, apa Azzalyn adalah anakku? Dia seumuran dengan Abyl, hanya lebih muda beberapa bulan. Dan Abyl bilang padaku kalau kau tidak pernah menikah lagi sejak Azzalyn lahir.”

“Apa pedulimu? Dia tidak ada sangkut pautnya denganmu! Dia bukan anakmu! Pergi dari sini!” Renita masih berusaha memberontak. Tapi tenaga Krisna begitu kuat. Ia memeluk Renita dengan kuat, meski wanita itu memukul-mukul dadanya.

Akhirnya Renita hanya bisa menangis dalam dekapan Krisna. Tenaganya sudah habis.

“Tolong izinkan aku bicara,” pinta Krisna.

Renita tak lagi bisa menjawab. Tangisnya semakin menjadi. Sejujurnya ia pun rindu pada Krisna. Selama ini ia masih belum bisa melupakan Krisna. Alasannya tak menikah lagi, selain karena Azzalyn, juga karena ia belum bisa menghapus bayang-bayang Krisna. Bahkan Azzalyn adalah nama yang dulu ia sepakati bersama Krisna untuk diberikan seandainya anak mereka adalah perempuan.

“Aku tahu kesalahanku tak mungkin bisa dimaafkan. Aku telah menerima hukumanku karena telah mengkhianatimu Reni. Aku merasa bersalah setiap hari. Aku tak pernah merasa bahagia dengan pernikahanku bersama Riska. Dan aku mencarimu, beberapa hari setelah kau pergi. Tapi kau sudah pindah.”

“Apa gunanya Mas katakan ini sekarang? Lebih baik Mas pulang dan tolong biarkan kami kembali menjalani hidup seperti biasa,” Renita memohon.

“Aku sudah menemukanmu Reni. Aku tak akan melepaskanmu lagi.”

“Apa maksud Mas? Jangan serakah! Mas sudah memiliki Riska, dan punya anak darinya. Bukankah dulu Mas lebih memilih dia? Mas memasukkan dia ke rumah kita dan membuangku seperti sampah,” kata Renita dengan penuh emosi.

“Mas hanya ingin berada di sampingmu Reni. Kesehatan Mas yang setiap hari semakin menurun membuat Mas ingin berada di dekat orang yang benar-benar Mas cintai. Penyakit jantung Mas membuat sewaktu-waktu Mas bisa mati kapan saja,” Krisna berkata dengan sedih. Matanya berkaca-kaca.

Sementara Renita yang mendengar itu hanya bisa terdiam dan menatap Krisna. Tangisnya terhenti. Pandangannya lekat menatap sosok yang sampai kini masih sangat ia cintai itu. Krisna tampak begitu kurus dan tua. Keriput di wajah dan uban di kepalanya terlihat banyak.

“Pulanglah Mas. Aku tak mau lagi berurusan dengan keluarga Mas. Aku tak ingin lagi dihina Ibumu. Dan aku takut berurusan dengan Riska. Dia bukan orang yang mudah dihadapi.”

Kali ini intonasi suara Renita merendah. Tapi ia tak mudah untuk mengubah keputusannya. Ia tetap ingin Krisna pergi dari sini.

“Setidaknya tolong beritahu Mas dengan jujur. Apa Azzalyn adalah anak kandung Mas?” taya Krisna dengan penuh harap.

“Apa pentingnya itu sekarang Mas?”

“Jawab saja Reni. Dan itu sangat penting bagi Mas, meski terlambat.”

“Iya, dia memang anak kandung Mas.” Sahut Renita singkat.

“Kapan kamu tahu kalau kamu sedang mengandung?”

“Hari di saat Mas membawa pulang Riska ke rumah, belum sempat aku memberi kabar baik, Mas dan Ibu dengan bangganya memamerkan Riska yang sedang hamil, sementara Ibu mengata-ngataiku mandul,” kata Renita pilu.

Krisna hanya diam. Ia dapat merasakan betapa pedih hati Renita saat ini. Dan ia tak berani untuk berkata maaf, mengingat betapa buruk kelakuannya dulu.

“Mas sudah merasakan ikatan batin dengan Azzalyn saat Mas pertama kali bertemu dengannya. Saat pertama kali Abyl membawanya ke rumah. Memperkenalkannya pada kami sebagai pacar.” Krisna berkata pelan.

Renita memandang Krisna. Tak tampak kebohongan dari sorot mata lelaki itu.

“Bagaimana bisa?”

“Saat menjabat tangannya, Mas merasa ada sebuah perasaan yang ganjil, perasaan seakan Mas sangat mengenalnya. Dan dia sangat mirip denganmu, kamu tahu? Potongan rambut hitam panjangnya, matanya, dan dia punya kebiasaan yang sama denganmu. Dia selalu memegang telinga kanannya saat sedang merasa grogi atau malu. Dan Mas makin terkejut saat ia menyebutkan namanya. Mas ingat, nama itu adalah nama yang dulu pernah Mas buat untuk anak perempuan Mas. Nama unik yang belum pernah ada yang memiliki,” jelas Krisna panjang lebar.

Renita menatap tak percaya. Ia tak menyangka Krisna sampai sedetail itu. “Apa karena kemiripan itu juga yang membuat Riska dan Ibu tak merestui hubungan Abyl dan Azzalyn?” tanyanya. “Atau karena Azzalyn tak selevel dengan derajat keluarga Mas?” lanjutnya.

Krisna tak menjawab. Ia sendiri pun tak tahu pasti alasannya.

“Mas akan ke sini dalam beberapa hari lagi. Mas harap kamu mau berpikir untuk kembali.” Krisna memecah kesunyian setelah beberapa lama mereka sempat terdiam.

“Sebaiknya jangan ke sini lagi Mas. Kalau Mas ke sini sekali lagi, aku akan pindah!” Renita mengancam.

Krisna kembali diam. Dia tak mau membuat Renita pergi lagi tanpa diketahui rimbanya. Untuk sementara dia sudah merasa lega dan senang setelah mengetahui bahwa Azzalyn adalah anak kandungnya. Krisna bertekad akan tetap datang lagi.

Sementara dari kejauhan terlihat sepasang mata yang memperhatikan mereka sejak tadi. Dia membuka HPnya dan menekan nomor seseorang. Panggilan tersambung.

“Ya Nyonya. Tuan masih ada di sini. Tapi sepertinya sudah mau pulang. Nanti akan saya kirimkan foto-fotonya.”

Bab terkait

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 5

    Azzalyn menata rapi nasi dan lauk pauk di meja makan. Sebentar lagi mereka akan makan malam bersama. “Bu, udah siap semua,” katanya pada sang ibu yang sedang memijit kaki Abidin, kakeknya. “Iya. Bantu Ibu gandeng Mbah ke dapur ya.” Azzalyn hanya mengangguk dan langsung mengambil posisi di sebelah kiri sang Kakek. Bersama dengan ibunya ia memapah Abidin yang tampak kesulitan berjalan. Usianya yang sudah terlampau tua, ditambah lagi kesehatannya yang semakin menurun sejak kepergian istrinya 2 tahun lalu membuatnya sering sakit-sakitan. “Udah masukkan lamaran kerja ke mana aja kamu?” tanya Renita sambil menyuapi Abidin. “Azzalyn udah coba masukkan di tempat Meta sekarang kerja. Katanya lagi ada lowongan Sales Marketing.” “Udah ada panggilan interview ?” “Belum Bu. Baru juga dua hari yang lalu.” “Ibu kasihan lihat kamu yang sekarang jadi kerja sama Bi Ina,” suara Renita terdengar sedih. “Emangnya kenapa Bu?” Azzalyn menghentikan suapannya. “Ya kamu jadi jualan sayur di pasar. Pa

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 6

    “Kacau sekali penampilanmu Reni. Aku heran kenapa Mas Kris bisa sangat menyukaimu, bahkan tak pernah bisa melupakanmu. Padahal kau nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan denganku.” Riska berkata dengan nada yang begitu merendahkan. “Bagaimana kau bisa ada di sini?” “Kenapa? Kau pikir kalau Mas Kris bisa datang ke sini diam-diam di belakangku, aku tak bisa melakukan hal yang sama?” “Mau apa kamu?!” Riska berjalan mendekati Renita. “Aku mau bertemu dengan sahabat lamaku. Nggak boleh?” tanya Riska sambil mendekatkan wajahnya, menatap tepat ke manik mata Renita. Renita mundur beberapa langkah. Hatinya ciut. Bola matanya bergerak ke sana kemari, memindai keadaan sekitar, berharap ada orang lain selain mereka berdua. Namun tak ada siapa pun. Mungkin karena jam makan siang membuat para Anak Buah Kapal tak berada di tempat. “Pulanglah Riska. Aku nggak mau ada hubungan apa-apa lagi denganmu dan keluargamu!” Riska mendengus. “Oh ya? Tapi sepertinya kau masih ingin punya hubungan dengan M

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 7

    Azzalyn berkali-kali melihat layar HP. Ia sangat gelisah menunggu perkembangan kabar ibunya yang masih belum ditemukan hingga sekarang. Sudah lebih dari 16 jam ibunya hilang, sejak jam 1 siang kemarin. Dan sekarang sudah hampir jam 6 pagi. Paman Bandi memaksanya untuk pulang ke rumah karena tidak ada yang menjaga Abidin. Meski berat Azzalyn terpaksa menuruti. Kepalanya terasa sakit sekali karena menangis semalam-malaman dan tak sedetik pun ia bisa tidur memejamkan mata. Ia begitu cemas, takut terjadi apa-apa pada ibunya. Dengan malas ia beranjak dari tempat tidur dan keluar menuju kamar Abidin. “Mbah udah bangun? Mau sarapan dulu Mbah?” tanya Azzalyn saat melihat Abidin yang terbaring dengan mata terbuka menatap langit-langit kamar. Terdengar suara kecil dan serak Abidin yang mengiyakan. Azzalyn membetulkan selimut Abidin dan mengecup kening kakeknya itu dengan perasaan sedih. Gegas ia menuju dapur, hendak membuat bubur untuk sarapan. “Makan di sini aja ya Mbah, Azzalyn nggak bisa

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 8

    “Azzalyn, apa yang telah terjadi pada ibumu?” tanya Krisna dengan nada suara yang lemah. “Apa urusannya denganmu? Kehadiranmu di sini tak diharapkan. Aku bilang pergi dari sini!” pekik Azzalyn. Krisna diam, dia mengerti mengapa Azzalyn begitu sangat marah padanya. Azzalyn pasti sudah tahu hubungan mereka. “Azzalyn, tolong jangan seperti ini. Bagaimanapun aku adalah Papamu.” Azzalyn mengangkat bibir atasnya. “Cih, Papa? Apa kau pikir kau pantas disebut Papaku?” “Aku Papa kandungmu, entah kau suka atau tidak.” Tangan kiri Azzalyn kini menunjuk ke arah jasad Renita yang tertutup kain. “Lihatlah ke sana. Orang yang terbaring itu adalah Ibu sekaligus Papaku. Yang selama ini selalu ada di sampingku, berkorban dan memberikan yang terbaik untuk kehidupanku. Tapi sekarang sayangnya ia tak akan lagi bisa bersamaku.” Air mata Azzalyn mengalir deras. Hatinya kembali terluka. “Reni....” Krisna menjatuhkan kedua lututnya yang tiba-tiba terasa lemas. Berlutut di depan Azzalyn. Air matanya kini

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 9

    “Ini dari CCTV di salah satu rumah warga di sekitar pelabuhan. Di video ini sekitar jam setengah 12 siang. Kamu lihat kan, itu Karyo yang baru aja pergi naik motornya mau cari makan siang. Nggak lama setelah Karyo pergi, ada mobil berwarna hitam yang berhenti. Coba kamu perhatikan, Azzalyn. Apa kamu kenal sama perempuan yang ada dalam video ini?” Bandi menjelaskan panjang lebar. Azzalyn mengamati dengan serius. Matanya membulat saat melihat sesosok wanita dalam video yang turun dari kendaraan roda empat tersebut.“Bintang, coba lihat. Itu bukannya Tante Riska?” Azzalyn memanggil Bintang yang berada di belakangnya. Pemuda itu memang meminta izin untuk ikut saat Karyo tadi menjemput Azzalyn di rumahnya.Bintang mendekat dan melihat wanita dalam video yang ditunjuk Azzalyn.“Eh, iya bener. Itu Tante Riska. Buat apa Tante Riska ke sini?”“Buka cuma itu aja,” Bandi mempercepat video. “Kalian lihat, nggak lama setelah dia berjalan ke arah pelabuhan, dia kembali lagi dengan langkah yan

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 10

    “Bukankah Paman Bandi tadi bilang kalau kita nggak usah gegabah? Untuk apa kamu mau ketemu Tante Riska?”“Kamu tenang aja, aku nggak akan melakukan hal bodoh. Aku hanya ingin bicara berdua dengannya.”“Buat apa, Azzalyn? Lebih baik kita tunggu perkembangan kasus ini. Kalau kau bertemu dengannya, aku takut dia akan lebih waspada dan berusaha untuk memanipulasi barang bukti. Maaf, aku mengenal Tante Riska. Dia bukan orang yang mudah untuk dijatuhkan. Dia punya orang-orang bayaran yang tak segan untuk menyakiti musuh yang tak disukai.”Azzalyn tampak terkejut dengan pernyataan Bintang. “Apa dia punya banyak musuh sampai-sampai harus punya orang bayaran?”Bintang tertawa kecil. “Kamu pikir orang seperti mereka bisa hidup normal kayak kita? Keluarga Abyl memiliki perusahaan besar yang punya banyak saingan bisnis. Bahaya bisa mengintai mereka setiap saat. Dan selama ini yang aku tahu, Tante Riska itu yang berperan penting dalam menjaga keamanan keluarganya, terutama Abyl dan Dwita. Mere

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 11

    “Katakan padaku, Riska! Jawab dengan jujur. Apa benar kau yang menjadi penyebab kematian Reni?!” tanya Krisna dengan gigi gemeretuk menahan marah.“Kalau iya kenapa? Mas mau marah? Mas mau melaporkan aku ke polisi dan memenjarakan aku? Atau Mas mau membalas dendam dengan membunuhku? Jawab Mas! Apa aku begitu tak ada artinya dibandingkan dia? Mas marah karena aku melakukan hal jahat padanya. Tapi gimana dengan Mas yang juga udah berbuat jahat padaku?! Jawab Mas!!” Riska memekik dengan penuh emosi.“Apa maksudmu? Kapan aku berbuat jahat padamu, Riska? Kapan?!” emosi Krisna makin tersulut.“Selama lebih dari 20 tahun Mas masih mencintai Reni, memikirkannya, dan saat bertemu, Mas memeluknya, mengajaknya untuk kembali. Padahal ada aku yang selama ini berada di sampingmu, menjagamu, mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Apa itu menurut Mas nggak jahat?! Itu nggak kejam buatku?! Jawab aku Mas?! Apa aku memang nggak bisa dibandingkan dengan Reni? Kau anggap aku apa selama ini?!”Riska menang

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 12

    “Aku udah bilang, untuk sementara aku akan tetap di sini, Bintang. Aku nggak bisa kerja jauh-jauh, Mbahku nggak ada yang jaga. Apalagi harus kerja di kota. Aku... Nggak mau ke sana lagi,” kata Azzalyn sambil meletakkan gelas jus yang baru saja ia teguk airnya. Kini mereka sedang duduk berdua di sebuah kafe kecil di tepi air, menikmati semilir angin sore, setelah Azzalyn menyelesaikan pekerjaannya di pasar tadi. “Tapi ini kesempatan bagus, Azzalyn. Sedang ada lowongan di salah satu hotel milik kenalanku. Aku bisa merekomendasikanmu untuk kerja di Departemen Sales & Marketing. Mereka sedang mencari pengganti Sales Executive mereka yang nggak lama lagi mau resign.” Azzalyn diam. “Tapi aku nggak enak kalau harus masuk kerja karena rekomendasi darimu lagi. Bisa-bisa orang bilang kalau aku mendapat kerja karena punya orang dalam.” “Aku cuma memberi rekomendasi Azzalyn. Sementara yang melamar kerja, sampai interview dan segala macam itu murni karena kemampuanmu sendiri. Kau dulu diterima b

Bab terbaru

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 102

    Tiga tahun kemudian “Sayang, kau sudah siap?”Bintang membuka pintu kamar dan melihat Azzalyn yang sedang sibuk mengganti popok bayi lelaki mereka yang baru berumur 5 bulan.“Tunggu sebentar lagi. Ezra agak rewel hari ini.” Azzalyn tampak mengantuk, bisa dilihat dari kantung matanya yang menghitam.Merawat seorang bayi memang sungguh sangat tidak mudah.“Ezra mau dibawa juga? Bukannya dia sedang pilek?” Bintang kini duduk di samping ranjang, memperhatikan istrinya yang sedang memakaikan celana baru untuk Ezra.“Dia tetap di rumah. Batuknya bisa semakin menjadi karena kalau sudah sesiang ini banyak debu jalanan. Oma kan di rumah, jadi ada yang menjaga Ezra.”Azzalyn membersihkan tangannya yang terkena sedikit bedak bayi saat tadi memakaikan pada sang anak.“Harum sekali,” Azzalyn menghirup bau tangannya. “Coba kamu cium,” ia mendekatkan telapak tangan pada Bintang.“Biasa saja. Lebih harum aku.” Bintang tersenyum dengan penuh percaya diri.“Jangan terlalu tinggi menilai dirimu,” ejek

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 101

    Dwita kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela. Azzalyn bernafas lega karena apa yang ia khawatirkan tak terjadi.“Dwita, sungguh aku tak pernah berniat untuk menyakitimu ataupun Abyl. Kepergian Abyl, juga merupakan pukulan berat buatku.” Azzalyn menyeka air mata yang sempat jatuh setitik. “Hatiku juga hancur saat melihat orang yang aku sayangi meninggal dengan tragis di depan mataku sendiri.” Sambungnya.Kini Azzalyn juga ikut menatap keluar jendela.“Apa kau tahu, saat awal-awal menjalin hubungan dengan Abyl, aku ingin sekali mendekatimu? Sejak dulu aku ingin sekali punya adik perempuan, karena aku adalah anak tunggal. Tapi sikapmu yang tak pernah menampakkan rasa bersahabat membuatku tak berani berharap banyak. Ketika tahu kalau aku dan Abyl bersaudara, hatiku menjerit karena merasa hidup ini sungguh tak adil. Saat itu, aku benar-benar sangat mencintainya. Bahkan sampai kini pun, bagiku Abyl memiliki tempat khusus di dalam hati ini. Posisinya tak bisa dijelaskan dengan ka

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 100

    Bu Narti berjalan perlahan dengan secangkir teh manis hangat di tangannya. “Minum teh dulu.” Ia menyerahkan cangkir itu pada Azzalyn yang sedang termenung di depan jendela terbuka yang menghadap langsung ke pekarangan di samping rumah.“Terima kasih.” Azzalyn langsung meminum sedikit teh yang diberikan padanya. Sesaat terjadi kecanggungan antara nenek dan cucu itu. Mereka sama-sama ingin memulai percakapan, hanya tak tahu harus memulai dari mana.“Apa kamu mau duduk?” Bu Narti menawarkan. Azzalyn hanya mengangguk dan langsung mengekor di belakang Bu Narti.“Akhirnya kau datang juga ke sini menjengukku. Terima kasih.” Bu Narti seakan tak kuasa menahan rasa harunya. Ia sibuk menyeka air mata yang jatuh tanpa henti.Azzalyn menunduk sambil menggigit bibir. Ia sendiri pun sedang berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Hidungnya sudah terasa perih dan kelopak matanya mulai panas.“Apa selama ini Oma sendirian?” Azzalyn bertanya, meski ia sendiri sudah tahu jawabannya.Bu Nart

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 99

    “Aku tidak tahu, Bintang. Seharusnya aku merasa senang dan bahagia dengan pernikahan ini. Tapi kenapa, hatiku seakan terasa kosong? Seharusnya, saat aku bersanding di pelaminan nanti, ada Ibu atau Mbahku. Atau Ayah. Atau mungkin Paman Bandi. Tapi--- di hari bahagiaku nanti, tak ada siapa-siapa yang akan menjadi saksi kebahagiaan kita. Bukankah, nasibku begitu malang dan kasihan?”Air mata Azzalyn tumpah tak tertahankan. Berulang kali ia menelan saliva, agar tangisnya tak pecah. Namun hal itu justru membuat tenggorokannya sakit. Hidungnya perih dan kelopak matanya memanas. Bintang meraih Azzalyn ke dalam pelukannya. Hatinya juga ikut sakit mendengar kalimat yang keluar dari mulut gadis yang ia cintai itu.“Jangan terlalu bersedih, Azzalyn. Jangan merasa kalau hanya hidupmu yang begitu menyedihkan. Meski tak ada satu pun dari mereka yang hadir, tapi ada Om Reinhart, ada Om Rudi, Misty dan Koma. Kita saling memiliki, Azzalyn. Kita bahagia meski anggota keluarga kita tak lengkap. Buka

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 98

    “Azzalyn....”Bintang memeluk Azzalyn yang kini sedang duduk dengan sebuah selimut tebal membungkus tubuhnya. Hati pemuda itu senang sekali karena melihat Azzalyn dalam keadaan baik-baik saja.“Bintang...” Azzalyn membalas pelukan pria yang sedang dekat dengannya itu.“Syukurlah kau tak apa-apa Azzalyn. Aku senang sekali begitu mendapat telepon dari kantor polisi. Aku dan Misty langsung kemari.”“Misty juga ke sini?”“Iya, tapi dia masih ada di mobil, menunggu Koma yang menyusul di belakang bersama Om Rudi. Kami semua mengkhawatirkanmu.” Bintang kembali memeluk Azzalyn. Seakan tak ingin kehilangan gadis itu lagi.“Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja.” Azzalyn tersenyum.“Apa kau terluka?” Bintang memindai tubuh Azzalyn, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Memastikan kalau tak ada luka sedikit pun di sana.“Tidak. Mungkin hanya luka kecil atau tergores. Tapi aku sungguh tidak apa-apa.”“Tapi kudengar Tante Riska sempat berusaha untuk menembakmu.”“Mema

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 97

    “Di mana ini?” Azzalyn berjalan terhuyung-huyung sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tempat ia berdiri sekarang terasa asing. Ia baru saja siuman dari tidur panjang akibat pengaruh sesuatu yang disuntikkan oleh Riska, setiap kali ia tersadar.Azzalyn tahu, kalau Riska telah membawanya ke suatu tempat yang sangat jauh. Namun ia tak tahu pasti di mana keberadaannya kini.Sementara Riska, sejak ia terbangun dan keluar dari mobil, tak terlihat sama sekali. Entah apa maksud wanita itu membawanya sampai sejauh ini. Bukankah kalau memang Riska berniat untuk membunuh, sekarang ia sudah pasti berada di alam yang berbeda?Tapi Azzalyn dapat memastikan kalau dia masih hidup. Hanya saja ia sekarang berada di daerah antah berantah yang sepi dan hanya dikelilingi oleh pepohonan. Apa mungkin ini adalah sebuah hutan?Kepala Azzalyn pusing, namun ia tetap harus melangkahkan kaki untuk mencari pertolongan. Mobilnya tak bisa hidup sama sekali, seakan sengaja dirusak. Sementara hari seben

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 96

    “Apa yang terjadi? Bagaimana bisa Azzalyn menghilang?” Bintang terlihat panik, padahal ia baru saja turun dari mobilnya dan menemui Misty yang menunggu di teras rumah mewah Azzalyn. “Misty sendiri tidak yakin, Kak Bintang. Semalam Mbak Azzalyn pergi keluar sebentar, mau beli makanan buat kami. Tapi Misty tunggu sampai malam dia tak pulang-pulang.” Misty menangis, karena takut terjadi apa-apa dengan Azzalyn. Andai saja semalam dia tak menolak untuk ikut, pasti Azzalyn tak akan menghilang. Sementara itu, Bintang yang bingung hanya bisa mondar-mandir. “Aku khawatir hilangnya Azzalyn ada hubungan dengan Tante Riska yang kabur dari penjara.” Bintang berkata pelan, seolah sedang berbicara sendiri. “Apa sebaiknya kita tanya dengan Om Rudi?” Misty memberikan ide. “Mungkin saja sebagai orang yang pernah dekat dengan keluarga Tante Riska, dia tahu di mana biasanya Tante Riska menyembunyikan musuh-musuh yang diculik.” “Benar juga. Kenapa aku tak bisa berpikir samp

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 95

    Dwita mengamuk dan melempar apa pun yang berada di dekatnya. Suara tangisannya bercampur jerit histeris, cukup memekakkan telinga.“Dwita, Oma mohon jangan seperti ini. Sadarlah! Berhentilah berteriak.” Bu Narti menangis sambil berusaha memeluk tubuh Dwita yang terlihat kurus.Penampilan gadis itu sungguh sangat berbanding terbalik dengan yang dulu. Hal itu juga yang membuat Bintang kini tercengang tak percaya.Dwita yang dulu ia kenal sebagai seorang gadis ceria yang cantik dan berbadan berisi, kini terlihat tinggal tulang yang dibalut kulit. Badannya pun tak lagi cerah bercahaya seperti dulu. Rambutnya apalagi, entah sudah berapa lama rambut panjang itu tak disisir.“Bintang, bisakah kau membantu Oma mendiamkannya? Tolonglah, mungkin kalau mendengar suaramu dia bisa sedikit tenang. Sejak pindah ke rumah ini malam itu, Dwita selalu menyebut namamu.” Suara Bu Narti mengejutkan Bintang yang sejak tadi seakan terhipnotis.Spontan ia mengangguk dan mendekati Dw

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 94

    “Sudah, jangan menangis lagi, Misty. Om pasti akan datang ke sini sesekali untuk menjengukmu.”Reinhart masih berusaha membujuk Misty yang menangis sejak tadi dalam pelukannya. Gadis itu seakan tak mau melepaskan tubuhnya.“Om tidak pernah bilang kalau akan pergi keluar negeri.” Suara Misty nyaris tak tertangkap dengan jelas, namun Reinhart masih bisa mendengarnya.“Maafkan Om, Misty. Om harus menemui anak istri di Amerika. Mereka tak mau pulang ke Indonesia karena tak ingin berurusan lagi dengan Riska. Meski dia sudah dipenjara, tak ada yang bisa menjamin kalau dia tak membalas dendam dan berbuat ulah. Om akan tetap menjagamu meski kita berjauhan, Misty. Setiap bulan Om akan mengirimi kamu uang, bukankah kamu bilang ingin lanjut kuliah?”Misty menggeleng. “Misty Cuma ingin Om tetap di sini. Kalau Om pergi, tidak ada yang menjaga Misty lagi.” Rengeknya.Reinhart hanya tersenyum sambil mengelus pucuk kepala Misty.“Siapa bilang? Masih ada Bintang dan jug

DMCA.com Protection Status