Share

BAB 5

Author: Desy Cichika Harish
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Azzalyn menata rapi nasi dan lauk pauk di meja makan. Sebentar lagi mereka akan makan malam bersama.

“Bu, udah siap semua,” katanya pada sang ibu yang sedang memijit kaki Abidin, kakeknya.

“Iya. Bantu Ibu gandeng Mbah ke dapur ya.”

Azzalyn hanya mengangguk dan langsung mengambil posisi di sebelah kiri sang Kakek. Bersama dengan ibunya ia memapah Abidin yang tampak kesulitan berjalan. Usianya yang sudah terlampau tua, ditambah lagi kesehatannya yang semakin menurun sejak kepergian istrinya 2 tahun lalu membuatnya sering sakit-sakitan.

“Udah masukkan lamaran kerja ke mana aja kamu?” tanya Renita sambil menyuapi Abidin.

“Azzalyn udah coba masukkan di tempat Meta sekarang kerja. Katanya lagi ada lowongan Sales Marketing.”

“Udah ada panggilan interview ?”

“Belum Bu. Baru juga dua hari yang lalu.”

“Ibu kasihan lihat kamu yang sekarang jadi kerja sama Bi Ina,” suara Renita terdengar sedih.

“Emangnya kenapa Bu?” Azzalyn menghentikan suapannya.

“Ya kamu jadi jualan sayur di pasar. Padahal kamu masih muda dan cantik,” kata Renita.

“Yah, kok gitu? Apa karena aku cantik, apa lebih baik kerja jadi penyanyi di kafe aja ya?” Azzalyn menggoda ibunya.

“Azzalyn, nggak lucu!!” Renita yang awalnya sedih jadi merengut.

Azzalyn tertawa. “ Habis... Mesti gimana lagi coba. Masih syukur ada pekerjaan. Lagian kan cuma sementara. Jualan sayur di pasar juga nggak masalah. Itu bukan sesuatu yang memalukan Bu,” Azzalyn mencoba menghibur ibunya.

“Beneran, kamu nggak masalah?”

“Ya nggaklah! Malah jualan sayur di pasar itu penghasilannya lebih gede dari kerja kantoran loh Bu.”

“Iya memang. Kerja di kantor cuma menang gengsi, tapi dompet tebelan orang jualan sayur. Jadi, apa kamu berminat alih profesi? Jualan sayur aja?” Renita berbinar. Mengharap anak gadisnya itu tak lagi terobsesi kerja di kantor.

“Nggak ah! Apaan??! Ibu ngelunjak, mentang-mentang Azzalyn memuji orang jualan sayur, trus di suruh jadi tukang sayur juga,” Azzalyn mengakak. Renita hanya bisa tersenyum kecut.

***

Abidin mencolek lengan Azzalyn yang kini sedang asyik melihat acara di TV. Azzalyn mendekatkan telinganya pada mulut sang kakek. Karena Abidin tak lagi bisa bicara dengan jelas, membuat Azzalyn maupun Renita harus bersusah payah menajamkan telinga dan mengartikan setiap kalimat Abidin.

“Adi... Iang... Ada... Yang... Atang ... Ini...”suara Abidin terdengar kecil dan serak.

Azzalyn tertegun. Ia menoleh pada ibunya. “Tadi siang ada yang datang ke sini Bu? Siapa?”

Renita menghentikan kegiatannya yang sedang melipat pakaian. Dia memang suka melipat pakaian sambil menonton acara TV kesayangannya.

“Siapa Bu?” Azzalyn mengulang pertanyaannya. Dia berpikir, apa mungkin Abyl?

“Krisna yang datang ke sini.”

“Mau apa dia ke sini?”

“Dia datang meminta maaf.”

“Dia lagi ngelawak? Setelah 25 tahun baru meminta maaf? Apa dia pantas dimaafkan?” suara Azzalyn terdengar penuh emosi.

Renita diam. Ia melirik ke arah ayahnya. Renita bingung, dari mana ayahnya tahu kalau tadi siang ada Krisna datang? Bukankah ayahnya itu kesulitan kalau berjalan sendiri?

“Kita harus pindah dari sini Bu!” ujar Azzalyn.

Renita tersentak. “Ke-kenapa?” tanyanya.

“Hari ini Om Kris yang datang. Besok-besok bisa aja Tante Riska yang akan ke sini. Azzalyn nggak mau berurusan dengan mereka. Jangan sampai hidup kita yang selama ini damai, jadi nggak tenang karena mereka. Kita secepatnya pergi, cari tempat tinggal baru. Sejauh mungkin, kalau perlu kita merantau ke luar pulau.”

“Nggak semudah itu Azzalyn. Untuk pindah kita perlu banyak biaya. Trus gimana dengan kerjaan kamu? Gimana dengan rumah ini?” Renita keberatan.

“Rumah ini kita jual. Soal yang lain itu bisa kita pikirkan nanti Bu. Sekarang yang penting kita menjauh dulu dari mereka. Kan Ibu sendiri yang bilang, kalau Tante Riska itu orang yang menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan orang yang nggak disukainya. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama Ibu ataupun Mbah.”

“Tapi, sepertinya nggak akan apa-apa kalau kita tetap di sini Azzalyn. Krisna nggak akan membiarkan terjadi apa-apa pada kita.”

“Ibu nggak salah ngomong nih? Kenapa tiba-tiba Ibu jadi nggak mau menjauh dari mereka? Apa hubungannya lagi dengan Om Kris? Jangan bilang tadi siang Om Kris datang minta maaf, trus Ibu luluh. Atau yang lebih parah, Ibu jatuh cinta lagi sama dia? Orang yang udah menyakiti dan mencampakkan Ibu seenaknya. Jangan jadi orang bodoh Bu! Nggak semudah itu seharusnya Ibu memaafkan dia. Tante Riska dan Oma Narti emang jahat, tapi lebih jahat dia. Ibu tahu kenapa? Karena Tante Riska dan Oma Narti itu orang lain, yang memang bisa saja berbuat jahat sama Ibu. Tapi Om Kris, dia adalah orang yang bilang akan mencintai dan menjaga Ibu, tapi kenyataannya, justru dia yang tanpa hati membuang istrinya, hanya karena nggak mau bersabar. Hanya karena hasutan murah!” geram Azzalyn. Matanya memerah menahan marah.

“Azzalyn...”

“Apa yang dia janjikan untuk Ibu? Apa dia bilang akan datang ke sini lagi? Apa dia minta Ibu untuk kembali sama dia? Apa Bu?!” Azzalyn tak bisa menahan amarahnya. Dadanya sesak.

Renita tak berani menjawab, takut salah bicara.

“Dia nggak boleh dimaafkan! Azzalyn nggak akan pernah memaafkan dia! Kalau Ibu lebih memilih mengikuti perasaan Ibu daripada logika dan akal sehat, silakan! Azzalyn yang akan pergi dari sini dengan Mbah!” ancamnya. Tangisnya pecah.

Renita pun sudah berurai air mata. Apa yang dikatakan Azzalyn memang benar. Tak seharusnya ia semudah itu luluh. Seharusnya ia lebih memikirkan masa depan Azzalyn daripada perasaannya yang bisa saja membawa bahaya pada mereka di kemudian hari.

“Maafkan Ibu Azzalyn. Kita akan pergi. Berkemaslah! Beri Ibu waktu beberapa hari, untuk menawarkan rumah ini. Besok Ibu akan ke rumah Paman Bandi, mau bilang berhenti kerja sekalian mengambil uang gaji Ibu yang sebagian ditabung padanya.” Renita memeluk sambil mengelus kepala Azzalyn. Abidin hanya bisa menitikkan air mata melihat adegan sedih di depannya.

***

“Kamu yakin mau pergi dari kampung ini Reni?” tanya Bandi dengan nada sedih. Sudah hampir 25 tahun Renita bekerja padanya. Saat Azzalyn baru berumur 2 bulan, Renita datang memohon pekerjaan. Karena iba, Bandi memberi kesempatan pada Renita, dengan tugas mengurus ikan-ikan di kapalnya yang baru datang dari melaut. Renita juga diberi kepercayaan untuk mengatur penjualan ikan kepada para tengkulak.

“Iya Bang. Saya harus cari tempat tinggal baru. Saya juga sebenarnya berat mau pergi. Tapi Azzalyn ingin cari suasana baru katanya,” ujar Renita tak kalah sedih. Bagaimanapun, Bandi adalah orang yang selama ini banyak membantunya. Sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.

“Jadi kamu mau ambil gaji dan tabunganmu?”

“Iya Bang, untuk tambah-tambah uang penjualan rumah.”

“Rumahmu udah ada yang mau beli?”

”Udah Bang, Pak RT yang mau beli, beliau memang sudah lama berminat sama rumah kami.”

“Trus, udah tahu mau pindah ke mana?”

Renita menggeleng. “Azzalyn sedang mencari informasi tentang tempat tinggal yang baru. Dia belum memutuskan.”

Bandi mengangguk. Kemudian ia membuka dompet tebal di tangannya. “Ini uang yang kau sisihkan selama beberapa tahun ini, Reni. Totalnya ada hampir 13 juta,” kata Bandi.

Renita melotot, hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia memang menyisihkan uang gajinya setiap bulan, sejak Azzalyn lulus SMA. Meski tiap bulan yang disimpan kecil, tapi ternyata setelah bertahun-tahun terkumpul cukup banyak.

“Ini 13 juta uang tabunganmu. Dan ini 5 juta dariku untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena selama ini kau telah membantuku,” kata Bandi.

“Ini... Jangan Bang. Aku tak pantas menerima ini. Seharusnya aku yang berterima kasih. Jangan membuatku sedih,” Renita menangis terharu.

“Tak apa Reni. Anggap ini kuberikan untuk Azzalyn. Dia sudah kuanggap anakku sendiri. Ini kuberikan untuk dia menikah nanti, karena aku tidak mungkin untuk menghadiri pernikahannya.”

Renita tersedu. Sungguh terasa sangat berat perpisahan ini. Bandi menyerahkan uang dan menggenggamkannya di tangan Renita. Terasa tangan Bandi pun bergetar, matanya merah berkaca-kaca menahan tangis.

“Berhati-hatilah di tempat yang baru, Reni. Sebelum kalian berangkat, singgahlah dulu ke sini.” Suara Bandi bergetar. Renita hanya bisa mengangguk dengan lelehan air mata di pipinya.

“Aku akan ke kapal Bang. Hari ini hari terakhirku kerja,” kata Renita di sela isak tangisnya. Bandi hanya mengangguk.

Renita pamit dan langsung menuju pelabuhan. Sesampainya di sana ia melihat Karyo, karyawan Bandi yang masih muda sedang merapikan kapal.

“Kebetulan Mbak datang. Aku izin sebentar ya Mbak, mau beli nasi bungkus.”

Renita mengangguk dan segera menggantikan pekerjaan Karyo. Karyo melesat pergi dengan menaiki motor bebeknya.

Saat sedang menggeser box ikan, pandangannya tertuju pada seorang wanita yang rupanya sedari tadi sudah memperhatikannya. Seorang wanita berpenampilan layaknya orang kaya. Terlihat elegan dan cantik. Wanita itu membuka kacamata hitamnya.

“Halo Reni....”

“Riska??!!”

Related chapters

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 6

    “Kacau sekali penampilanmu Reni. Aku heran kenapa Mas Kris bisa sangat menyukaimu, bahkan tak pernah bisa melupakanmu. Padahal kau nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan denganku.” Riska berkata dengan nada yang begitu merendahkan. “Bagaimana kau bisa ada di sini?” “Kenapa? Kau pikir kalau Mas Kris bisa datang ke sini diam-diam di belakangku, aku tak bisa melakukan hal yang sama?” “Mau apa kamu?!” Riska berjalan mendekati Renita. “Aku mau bertemu dengan sahabat lamaku. Nggak boleh?” tanya Riska sambil mendekatkan wajahnya, menatap tepat ke manik mata Renita. Renita mundur beberapa langkah. Hatinya ciut. Bola matanya bergerak ke sana kemari, memindai keadaan sekitar, berharap ada orang lain selain mereka berdua. Namun tak ada siapa pun. Mungkin karena jam makan siang membuat para Anak Buah Kapal tak berada di tempat. “Pulanglah Riska. Aku nggak mau ada hubungan apa-apa lagi denganmu dan keluargamu!” Riska mendengus. “Oh ya? Tapi sepertinya kau masih ingin punya hubungan dengan M

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 7

    Azzalyn berkali-kali melihat layar HP. Ia sangat gelisah menunggu perkembangan kabar ibunya yang masih belum ditemukan hingga sekarang. Sudah lebih dari 16 jam ibunya hilang, sejak jam 1 siang kemarin. Dan sekarang sudah hampir jam 6 pagi. Paman Bandi memaksanya untuk pulang ke rumah karena tidak ada yang menjaga Abidin. Meski berat Azzalyn terpaksa menuruti. Kepalanya terasa sakit sekali karena menangis semalam-malaman dan tak sedetik pun ia bisa tidur memejamkan mata. Ia begitu cemas, takut terjadi apa-apa pada ibunya. Dengan malas ia beranjak dari tempat tidur dan keluar menuju kamar Abidin. “Mbah udah bangun? Mau sarapan dulu Mbah?” tanya Azzalyn saat melihat Abidin yang terbaring dengan mata terbuka menatap langit-langit kamar. Terdengar suara kecil dan serak Abidin yang mengiyakan. Azzalyn membetulkan selimut Abidin dan mengecup kening kakeknya itu dengan perasaan sedih. Gegas ia menuju dapur, hendak membuat bubur untuk sarapan. “Makan di sini aja ya Mbah, Azzalyn nggak bisa

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 8

    “Azzalyn, apa yang telah terjadi pada ibumu?” tanya Krisna dengan nada suara yang lemah. “Apa urusannya denganmu? Kehadiranmu di sini tak diharapkan. Aku bilang pergi dari sini!” pekik Azzalyn. Krisna diam, dia mengerti mengapa Azzalyn begitu sangat marah padanya. Azzalyn pasti sudah tahu hubungan mereka. “Azzalyn, tolong jangan seperti ini. Bagaimanapun aku adalah Papamu.” Azzalyn mengangkat bibir atasnya. “Cih, Papa? Apa kau pikir kau pantas disebut Papaku?” “Aku Papa kandungmu, entah kau suka atau tidak.” Tangan kiri Azzalyn kini menunjuk ke arah jasad Renita yang tertutup kain. “Lihatlah ke sana. Orang yang terbaring itu adalah Ibu sekaligus Papaku. Yang selama ini selalu ada di sampingku, berkorban dan memberikan yang terbaik untuk kehidupanku. Tapi sekarang sayangnya ia tak akan lagi bisa bersamaku.” Air mata Azzalyn mengalir deras. Hatinya kembali terluka. “Reni....” Krisna menjatuhkan kedua lututnya yang tiba-tiba terasa lemas. Berlutut di depan Azzalyn. Air matanya kini

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 9

    “Ini dari CCTV di salah satu rumah warga di sekitar pelabuhan. Di video ini sekitar jam setengah 12 siang. Kamu lihat kan, itu Karyo yang baru aja pergi naik motornya mau cari makan siang. Nggak lama setelah Karyo pergi, ada mobil berwarna hitam yang berhenti. Coba kamu perhatikan, Azzalyn. Apa kamu kenal sama perempuan yang ada dalam video ini?” Bandi menjelaskan panjang lebar. Azzalyn mengamati dengan serius. Matanya membulat saat melihat sesosok wanita dalam video yang turun dari kendaraan roda empat tersebut.“Bintang, coba lihat. Itu bukannya Tante Riska?” Azzalyn memanggil Bintang yang berada di belakangnya. Pemuda itu memang meminta izin untuk ikut saat Karyo tadi menjemput Azzalyn di rumahnya.Bintang mendekat dan melihat wanita dalam video yang ditunjuk Azzalyn.“Eh, iya bener. Itu Tante Riska. Buat apa Tante Riska ke sini?”“Buka cuma itu aja,” Bandi mempercepat video. “Kalian lihat, nggak lama setelah dia berjalan ke arah pelabuhan, dia kembali lagi dengan langkah yan

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 10

    “Bukankah Paman Bandi tadi bilang kalau kita nggak usah gegabah? Untuk apa kamu mau ketemu Tante Riska?”“Kamu tenang aja, aku nggak akan melakukan hal bodoh. Aku hanya ingin bicara berdua dengannya.”“Buat apa, Azzalyn? Lebih baik kita tunggu perkembangan kasus ini. Kalau kau bertemu dengannya, aku takut dia akan lebih waspada dan berusaha untuk memanipulasi barang bukti. Maaf, aku mengenal Tante Riska. Dia bukan orang yang mudah untuk dijatuhkan. Dia punya orang-orang bayaran yang tak segan untuk menyakiti musuh yang tak disukai.”Azzalyn tampak terkejut dengan pernyataan Bintang. “Apa dia punya banyak musuh sampai-sampai harus punya orang bayaran?”Bintang tertawa kecil. “Kamu pikir orang seperti mereka bisa hidup normal kayak kita? Keluarga Abyl memiliki perusahaan besar yang punya banyak saingan bisnis. Bahaya bisa mengintai mereka setiap saat. Dan selama ini yang aku tahu, Tante Riska itu yang berperan penting dalam menjaga keamanan keluarganya, terutama Abyl dan Dwita. Mere

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 11

    “Katakan padaku, Riska! Jawab dengan jujur. Apa benar kau yang menjadi penyebab kematian Reni?!” tanya Krisna dengan gigi gemeretuk menahan marah.“Kalau iya kenapa? Mas mau marah? Mas mau melaporkan aku ke polisi dan memenjarakan aku? Atau Mas mau membalas dendam dengan membunuhku? Jawab Mas! Apa aku begitu tak ada artinya dibandingkan dia? Mas marah karena aku melakukan hal jahat padanya. Tapi gimana dengan Mas yang juga udah berbuat jahat padaku?! Jawab Mas!!” Riska memekik dengan penuh emosi.“Apa maksudmu? Kapan aku berbuat jahat padamu, Riska? Kapan?!” emosi Krisna makin tersulut.“Selama lebih dari 20 tahun Mas masih mencintai Reni, memikirkannya, dan saat bertemu, Mas memeluknya, mengajaknya untuk kembali. Padahal ada aku yang selama ini berada di sampingmu, menjagamu, mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Apa itu menurut Mas nggak jahat?! Itu nggak kejam buatku?! Jawab aku Mas?! Apa aku memang nggak bisa dibandingkan dengan Reni? Kau anggap aku apa selama ini?!”Riska menang

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 12

    “Aku udah bilang, untuk sementara aku akan tetap di sini, Bintang. Aku nggak bisa kerja jauh-jauh, Mbahku nggak ada yang jaga. Apalagi harus kerja di kota. Aku... Nggak mau ke sana lagi,” kata Azzalyn sambil meletakkan gelas jus yang baru saja ia teguk airnya. Kini mereka sedang duduk berdua di sebuah kafe kecil di tepi air, menikmati semilir angin sore, setelah Azzalyn menyelesaikan pekerjaannya di pasar tadi. “Tapi ini kesempatan bagus, Azzalyn. Sedang ada lowongan di salah satu hotel milik kenalanku. Aku bisa merekomendasikanmu untuk kerja di Departemen Sales & Marketing. Mereka sedang mencari pengganti Sales Executive mereka yang nggak lama lagi mau resign.” Azzalyn diam. “Tapi aku nggak enak kalau harus masuk kerja karena rekomendasi darimu lagi. Bisa-bisa orang bilang kalau aku mendapat kerja karena punya orang dalam.” “Aku cuma memberi rekomendasi Azzalyn. Sementara yang melamar kerja, sampai interview dan segala macam itu murni karena kemampuanmu sendiri. Kau dulu diterima b

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 13

    “Angkat telfonnya, bilang kalau ada bukti baru dan kau sedang berusaha untuk mendapatkannya,” titah Azzalyn.Lelaki itu tak merespon. Sementara dering HP terus terdengar. Azzalyn gusar. Kalau dibiarkan bisa-bisa Riska akan curiga dan melarikan diri sebelum ia sempat tertangkap.Clakk!!!Bandi mengeluarkan pisau lipat dan mengarahkannya ke leher lelaki itu. “Angkat, kalau tidak pisau ini akan menancap di lehermu,” ancam Bandi, membuat tawanannya itu menelan ludah karena takut.Lelaki itu mengambil HP nya.“Bicaralah dengan suara senormal mungkin. Awas kalau kau membuat dia curiga,” Azzalyn menghidupkan pengeras suara dan menempelkan telepon genggam itu ke telinga orang suruhan Riska.“Ya Nyonya.” “Kamu ke mana aja? Lama sekali angkat telfonku. Mau cari mati?!” suara Riska terdengar mengomel.“Maaf Nyonya. Saya tadi sedang berada di dekat kapal Bosnya Renita. Ada barang bukti baru yang saya rasa bisa memberatkan Nyonya. Karena itu saya sedang mengintai, menunggu kesempatan un

Latest chapter

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 102

    Tiga tahun kemudian “Sayang, kau sudah siap?”Bintang membuka pintu kamar dan melihat Azzalyn yang sedang sibuk mengganti popok bayi lelaki mereka yang baru berumur 5 bulan.“Tunggu sebentar lagi. Ezra agak rewel hari ini.” Azzalyn tampak mengantuk, bisa dilihat dari kantung matanya yang menghitam.Merawat seorang bayi memang sungguh sangat tidak mudah.“Ezra mau dibawa juga? Bukannya dia sedang pilek?” Bintang kini duduk di samping ranjang, memperhatikan istrinya yang sedang memakaikan celana baru untuk Ezra.“Dia tetap di rumah. Batuknya bisa semakin menjadi karena kalau sudah sesiang ini banyak debu jalanan. Oma kan di rumah, jadi ada yang menjaga Ezra.”Azzalyn membersihkan tangannya yang terkena sedikit bedak bayi saat tadi memakaikan pada sang anak.“Harum sekali,” Azzalyn menghirup bau tangannya. “Coba kamu cium,” ia mendekatkan telapak tangan pada Bintang.“Biasa saja. Lebih harum aku.” Bintang tersenyum dengan penuh percaya diri.“Jangan terlalu tinggi menilai dirimu,” ejek

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 101

    Dwita kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela. Azzalyn bernafas lega karena apa yang ia khawatirkan tak terjadi.“Dwita, sungguh aku tak pernah berniat untuk menyakitimu ataupun Abyl. Kepergian Abyl, juga merupakan pukulan berat buatku.” Azzalyn menyeka air mata yang sempat jatuh setitik. “Hatiku juga hancur saat melihat orang yang aku sayangi meninggal dengan tragis di depan mataku sendiri.” Sambungnya.Kini Azzalyn juga ikut menatap keluar jendela.“Apa kau tahu, saat awal-awal menjalin hubungan dengan Abyl, aku ingin sekali mendekatimu? Sejak dulu aku ingin sekali punya adik perempuan, karena aku adalah anak tunggal. Tapi sikapmu yang tak pernah menampakkan rasa bersahabat membuatku tak berani berharap banyak. Ketika tahu kalau aku dan Abyl bersaudara, hatiku menjerit karena merasa hidup ini sungguh tak adil. Saat itu, aku benar-benar sangat mencintainya. Bahkan sampai kini pun, bagiku Abyl memiliki tempat khusus di dalam hati ini. Posisinya tak bisa dijelaskan dengan ka

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 100

    Bu Narti berjalan perlahan dengan secangkir teh manis hangat di tangannya. “Minum teh dulu.” Ia menyerahkan cangkir itu pada Azzalyn yang sedang termenung di depan jendela terbuka yang menghadap langsung ke pekarangan di samping rumah.“Terima kasih.” Azzalyn langsung meminum sedikit teh yang diberikan padanya. Sesaat terjadi kecanggungan antara nenek dan cucu itu. Mereka sama-sama ingin memulai percakapan, hanya tak tahu harus memulai dari mana.“Apa kamu mau duduk?” Bu Narti menawarkan. Azzalyn hanya mengangguk dan langsung mengekor di belakang Bu Narti.“Akhirnya kau datang juga ke sini menjengukku. Terima kasih.” Bu Narti seakan tak kuasa menahan rasa harunya. Ia sibuk menyeka air mata yang jatuh tanpa henti.Azzalyn menunduk sambil menggigit bibir. Ia sendiri pun sedang berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Hidungnya sudah terasa perih dan kelopak matanya mulai panas.“Apa selama ini Oma sendirian?” Azzalyn bertanya, meski ia sendiri sudah tahu jawabannya.Bu Nart

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 99

    “Aku tidak tahu, Bintang. Seharusnya aku merasa senang dan bahagia dengan pernikahan ini. Tapi kenapa, hatiku seakan terasa kosong? Seharusnya, saat aku bersanding di pelaminan nanti, ada Ibu atau Mbahku. Atau Ayah. Atau mungkin Paman Bandi. Tapi--- di hari bahagiaku nanti, tak ada siapa-siapa yang akan menjadi saksi kebahagiaan kita. Bukankah, nasibku begitu malang dan kasihan?”Air mata Azzalyn tumpah tak tertahankan. Berulang kali ia menelan saliva, agar tangisnya tak pecah. Namun hal itu justru membuat tenggorokannya sakit. Hidungnya perih dan kelopak matanya memanas. Bintang meraih Azzalyn ke dalam pelukannya. Hatinya juga ikut sakit mendengar kalimat yang keluar dari mulut gadis yang ia cintai itu.“Jangan terlalu bersedih, Azzalyn. Jangan merasa kalau hanya hidupmu yang begitu menyedihkan. Meski tak ada satu pun dari mereka yang hadir, tapi ada Om Reinhart, ada Om Rudi, Misty dan Koma. Kita saling memiliki, Azzalyn. Kita bahagia meski anggota keluarga kita tak lengkap. Buka

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 98

    “Azzalyn....”Bintang memeluk Azzalyn yang kini sedang duduk dengan sebuah selimut tebal membungkus tubuhnya. Hati pemuda itu senang sekali karena melihat Azzalyn dalam keadaan baik-baik saja.“Bintang...” Azzalyn membalas pelukan pria yang sedang dekat dengannya itu.“Syukurlah kau tak apa-apa Azzalyn. Aku senang sekali begitu mendapat telepon dari kantor polisi. Aku dan Misty langsung kemari.”“Misty juga ke sini?”“Iya, tapi dia masih ada di mobil, menunggu Koma yang menyusul di belakang bersama Om Rudi. Kami semua mengkhawatirkanmu.” Bintang kembali memeluk Azzalyn. Seakan tak ingin kehilangan gadis itu lagi.“Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja.” Azzalyn tersenyum.“Apa kau terluka?” Bintang memindai tubuh Azzalyn, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Memastikan kalau tak ada luka sedikit pun di sana.“Tidak. Mungkin hanya luka kecil atau tergores. Tapi aku sungguh tidak apa-apa.”“Tapi kudengar Tante Riska sempat berusaha untuk menembakmu.”“Mema

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 97

    “Di mana ini?” Azzalyn berjalan terhuyung-huyung sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tempat ia berdiri sekarang terasa asing. Ia baru saja siuman dari tidur panjang akibat pengaruh sesuatu yang disuntikkan oleh Riska, setiap kali ia tersadar.Azzalyn tahu, kalau Riska telah membawanya ke suatu tempat yang sangat jauh. Namun ia tak tahu pasti di mana keberadaannya kini.Sementara Riska, sejak ia terbangun dan keluar dari mobil, tak terlihat sama sekali. Entah apa maksud wanita itu membawanya sampai sejauh ini. Bukankah kalau memang Riska berniat untuk membunuh, sekarang ia sudah pasti berada di alam yang berbeda?Tapi Azzalyn dapat memastikan kalau dia masih hidup. Hanya saja ia sekarang berada di daerah antah berantah yang sepi dan hanya dikelilingi oleh pepohonan. Apa mungkin ini adalah sebuah hutan?Kepala Azzalyn pusing, namun ia tetap harus melangkahkan kaki untuk mencari pertolongan. Mobilnya tak bisa hidup sama sekali, seakan sengaja dirusak. Sementara hari seben

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 96

    “Apa yang terjadi? Bagaimana bisa Azzalyn menghilang?” Bintang terlihat panik, padahal ia baru saja turun dari mobilnya dan menemui Misty yang menunggu di teras rumah mewah Azzalyn. “Misty sendiri tidak yakin, Kak Bintang. Semalam Mbak Azzalyn pergi keluar sebentar, mau beli makanan buat kami. Tapi Misty tunggu sampai malam dia tak pulang-pulang.” Misty menangis, karena takut terjadi apa-apa dengan Azzalyn. Andai saja semalam dia tak menolak untuk ikut, pasti Azzalyn tak akan menghilang. Sementara itu, Bintang yang bingung hanya bisa mondar-mandir. “Aku khawatir hilangnya Azzalyn ada hubungan dengan Tante Riska yang kabur dari penjara.” Bintang berkata pelan, seolah sedang berbicara sendiri. “Apa sebaiknya kita tanya dengan Om Rudi?” Misty memberikan ide. “Mungkin saja sebagai orang yang pernah dekat dengan keluarga Tante Riska, dia tahu di mana biasanya Tante Riska menyembunyikan musuh-musuh yang diculik.” “Benar juga. Kenapa aku tak bisa berpikir samp

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 95

    Dwita mengamuk dan melempar apa pun yang berada di dekatnya. Suara tangisannya bercampur jerit histeris, cukup memekakkan telinga.“Dwita, Oma mohon jangan seperti ini. Sadarlah! Berhentilah berteriak.” Bu Narti menangis sambil berusaha memeluk tubuh Dwita yang terlihat kurus.Penampilan gadis itu sungguh sangat berbanding terbalik dengan yang dulu. Hal itu juga yang membuat Bintang kini tercengang tak percaya.Dwita yang dulu ia kenal sebagai seorang gadis ceria yang cantik dan berbadan berisi, kini terlihat tinggal tulang yang dibalut kulit. Badannya pun tak lagi cerah bercahaya seperti dulu. Rambutnya apalagi, entah sudah berapa lama rambut panjang itu tak disisir.“Bintang, bisakah kau membantu Oma mendiamkannya? Tolonglah, mungkin kalau mendengar suaramu dia bisa sedikit tenang. Sejak pindah ke rumah ini malam itu, Dwita selalu menyebut namamu.” Suara Bu Narti mengejutkan Bintang yang sejak tadi seakan terhipnotis.Spontan ia mengangguk dan mendekati Dw

  • Pembalasan Pada Keluarga Mantan Calon Suamiku    BAB 94

    “Sudah, jangan menangis lagi, Misty. Om pasti akan datang ke sini sesekali untuk menjengukmu.”Reinhart masih berusaha membujuk Misty yang menangis sejak tadi dalam pelukannya. Gadis itu seakan tak mau melepaskan tubuhnya.“Om tidak pernah bilang kalau akan pergi keluar negeri.” Suara Misty nyaris tak tertangkap dengan jelas, namun Reinhart masih bisa mendengarnya.“Maafkan Om, Misty. Om harus menemui anak istri di Amerika. Mereka tak mau pulang ke Indonesia karena tak ingin berurusan lagi dengan Riska. Meski dia sudah dipenjara, tak ada yang bisa menjamin kalau dia tak membalas dendam dan berbuat ulah. Om akan tetap menjagamu meski kita berjauhan, Misty. Setiap bulan Om akan mengirimi kamu uang, bukankah kamu bilang ingin lanjut kuliah?”Misty menggeleng. “Misty Cuma ingin Om tetap di sini. Kalau Om pergi, tidak ada yang menjaga Misty lagi.” Rengeknya.Reinhart hanya tersenyum sambil mengelus pucuk kepala Misty.“Siapa bilang? Masih ada Bintang dan jug

DMCA.com Protection Status