“Briana!”
Suara panggilan melengking itu membuat Briana buru-buru membuka pintu kamar.
Briana sudah berpenampilan anggun dengan gaun yang indah. Dia baru saja bersiap untuk ikut pesta kebun yang diadakan keluarga, tapi sang mertua memanggilnya dengan lantang.
“Ada apa, Ma? Sebentar lagi aku siap,” ucap Briana.
“Untuk apa kamu berpakaian bagus seperti itu? Kamu beli gaun itu lagi? Pemborosan!”
Briana melihat mertuanya menatap sinis dan dengki ke arahnya. Dia pun mencoba bersikap tenang dengan masih memulas senyum meski sang mertua bicara dengan nada ketus.
“Ini gaun lama, Ma. Memang jarang dipakai. Karena hari ini perayaan naiknya jabatan Farhan, jadi aku memakainya agar berpenampilan cantik,” ujar Briana menjelaskan.
“Kamu tidak usah dandan-dandan, apalagi pakai baju bagus begini. Kalau mau merayakan dan dukung suamimu, lebih baik kamu pantau dapur apakah makanan di sana cukup atau tidak. Lagian yang datang di pesta semuanya orang dari kalangan atas, kamu yang sekarang tak layak ikut pesta itu! Buat apa juga ikutan, kamu juga ga ada gunanya di pesta. Bikin malu saja.”
Wanita itu tersenyum sinis ke Briana, membuat Briana hanya diam.
“Buruan ke dapur dan urus makanan juga minuman di sana! Dasar lelet!” bentak sang mertua lantas meninggalkan Briana.
Tepat saat sang mertua membalikkan badan. Farhan terlihat baru saja sampai di lantai dua dan melihat Briana yang hanya diam.
“Bilangin ke istrimu, miskin ya miskin saja, tidak usah sok pakai gaun bagus untuk ikut pesta, bikin mood orang hilang saja!” Wanita itu mengadu ke Farhan, lantas pergi dari tempat itu.
Farhan menatap Briana yang diam di depan pintu. Pria itu pun berjalan mendekat ke Briana.
“Daripada Mama marah, lebih baik kamu menuruti ucapannya,” ucap Farhan lantas masuk kamar karena harus mengambil sesuatu.
Briana sangat terkejut mendengar ucapan Farhan, kenapa pria itu tak membelanya tapi malah memintanya menuruti keinginan wanita itu.
“Tapi Mama memintaku di dapur, Far. Aku istrimu, masa aku tidak menemanimu di pesta?” Briana mencoba menjelaskan jika perintah sang mertua juga salah.
Farhan mengambil sesuatu dari laci, lantas menoleh ke Briana yang sudah menatapnya.
“Nurut saja kenapa, hah? Lagian pesta itu juga yang datang hanya para pria. Kalau Mama minta kamu di dapur, ya sudah di dapur saja. Pakaian itu juga sayang kalau kamu pakai, tidak ada guna juga.”
Briana terkejut karena Farhan ikut membentaknya. Bahkan sekarang pria itu berjalan meninggalkannya.
“Kalau kamu masih menghormatiku dan keluargaku, ikuti saja apa yang diperintahkan Mama.”
Briana mendengar suara pintu tertutup. Dia benar-benar tak menyangka jika Farhan akan membela ibu daripada istrinya sendiri.
Briana mencoba menarik napas dalam-dalam lantas mengembuskan perlahan. Dengan berat hati Briana pun mengganti pakaiannya dengan baju biasa, lantas turun ke dapur.
“Kenapa Nona di sini?” tanya pelayan terkejut melihat Briana malah ke dapur bukan ke taman tempat pesta diadakan.
Briana tersenyum mendengar pertanyaan pelayan, lantas menjawab, “Mama meminta agar aku mengecek kesediaan makanan dan minuman di dapur, jadi aku harus memastikan apakah semuanya cukup atau tidak.”
Pelayan di sana saling tatap, tentu saja mereka tahu jika sudah beberapa bulan ini Briana memang diperlakukan tak adil oleh anggota keluarga lain.
Briana mengecek ketersediaan kue, minuman, hingga makanan berat di dapur. Dia diam sejenak, lantas menoleh ke jendela yang terhubung dengan halaman samping.
“Apa aku benar-benar sudah tak ada harganya sama sekali sampai di acara suamiku sendiri, aku diperlakukan seperti ini?”
Briana terdiam sejenak, rasanya perih karena sang suami seperti tak membutuhkannya sama sekali padahal dia istri yang seharusnya mendampingi suami.
Briana menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskan perlahan untuk menahan emosinya. Hingga saat Briana akan membantu membuat minum, dia melihat beberapa tamu wanita hadir di pesta itu.
“Farhan membohongiku, dia bilang hanya ada tamu pria?”
Briana benar-benar kesal, kenapa Farhan melarangnya ikut dengan dalih hanya tamu pria yang hadir, tapi ternyata sekarang ada tamu wanita di sana.
Briana berjalan keluar dari dapur untuk mencari Farhan, hingga langkahnya terhenti saat melihat dua manusia berdiri tak jauh dari tempatnya berada sekarang.
“Apa yang dilakukan mereka?”
Briana pun membungkam mulutnya.
“Aku sangat senang melihatmu naik jabatan. Aku tidak sabar bekerjasama denganmu,” ucap seorang wanita sambil merapikan dasi Farhan.“Terima kasih, semua juga karena kamu mau mendukung sampai aku naik jabatan. Aku pasti tidak akan melupakan jasamu,” ucap Farhan ke wanita itu.Briana tertegun di tempatnya, memandang suaminya sedang menatap intens ke wanita lain, bahkan tangan pria itu berada di pinggang wanita itu.Briana mengepalkan kedua telapak tangannya erat, bahkan kuku-kukunya sampai memucat karena dia mengepal erat melihat Farhan menyentuh wanita lain.Briana hendak menghampiri, tapi kembali mendengar ucapan wanita itu.“Aku punya hadiah untukmu, tapi tak bisa kuberikan di sini. Apa setelah pesta kamu bisa menemuiku?”Briana merasa kepalanya mendidih mendengar ucapan centil wanita itu yang sedang menggoda suaminya. Dia yakin Farhan akan menolak, tapi siapa sangka keyakinannya itu kini runtuh.“Tentu saja, kamu mau bertemu di mana, aku pasti akan datang.”Hati Briana hancur berkepi
Briana memandangi ponselnya. Dia menggenggam erat benda pipih itu bersamaan dengan air mata yang jatuh ke pipi.Semalaman Briana tidak bisa tidur karena memikirkan di mana suaminya, hingga pagi ini dia tahu jawabannya.“Setega ini kamu, Far?”Briana menarik napas panjang, lantas mengembuskannya kasar berulang kali untuk melegakan rasa sesak yang menekan dada.“Briana! Kamu tuli, hah! Sedang apa kamu?”Suara sang mertua terdengar melengking di telinga. Hatinya sedang panas, ditambah teriakan sang mertua yang begitu menyakitkan hatinya.Briana berjalan membuka pintu, hingga melihat sang mertua yang sudah berdiri sambil memasang wajah beringas ke arahnya.“Setrika ini! Bukankah semalam sudah kubilang setrika, kenapa masih kumal begini?”Sebuah baju dilempar ke wajah Briana, membuat wanita itu memejamkan mata karena sikap kasar sang mertua.“Aku bukan pelayan di sini, bisakah Mama memperlakukanku layaknya anak?” Briana mencoba melawan sang mertua karena benar-benar sudah lelah dengan sika
“Dia benar-benar tidak kenapa-napa?”“Seperti yang saya katakan tadi. Dia hanya kelelahan dan sepertinya belum makan apa pun. Selebihnya kondisinya baik-baik saja.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Samar-samar Briana mendengar suara pria sedang bicara saat kesadarannya mulai kembali. Dia mendengar suara langkah kaki menjauh, tapi belum bisa membuka mata dengan sempurna untuk mengetahui siapa yang tadi bicara.Briana merasakan tubuhnya tak dingin lagi, pakaiannya pun tak basah. Dia merasa hangat, saat membuka mata melihat selimut tebal membungkus tubuhnya.Briana mencoba menajamkan penglihatan yang masih agak kabur, hingga menyadari jika berada di tempat yang tak dikenalnya.“Di mana aku?”Briana memegangi kepala yang terasa pusing, dia benar-benar tak tahu ada di mana, hingga mendengar suara pria.“Kamu sudah bangun?”Briana menoleh ke sumber suara, hingga begitu syok melihat siapa yang dilihatnya.“Dharu?”Pria berwajah manis itu tersenyum, lantas duduk di kursi yang ada di samping ranjang
Briana makan dengan lahap karena sangat lapar. Dia menghabiskan satu porsi makanan dengan sangat cepat karena sudah lama sekali tak bisa makan dengan tenang seperti itu.Sejak dirinya memberitahu ke suami dan keluarganya kalau perusahaannya bangkrut beberapa bulan lalu dan harus menjual semua aset termasuk saham ke orang lain, sejak itu hidup Briana tidak tenang.Briana mulai diperlakukan buruk, bahkan untuk makan pun dibedakan oleh mertuanya. Tindakan itu pun didukung Farhan yang tak mempermasalahkan sikap sang ibu ke Briana.Namun, ada satu rahasia yang tak diketahui Farhan dan keluarganya, Briana menyembunyikan sesuatu yang akan dijadikan senjata untuk membalas dendam atas segala perlakuan yang didapatnya.Saat Briana baru saja merenung, terdengar suara ketukan pintu kamar, membuat Briana buru-buru menarik selimut untuk menutup setengah tubuhnya.Briana melihat Dharu yang masuk membawa paper bag di tangan.“Aku pikir kamu takkan nyaman memakai pakaian itu, jadi aku memesan pakaian
Briana membuka mata saat pagi hari. Kepalanya masih pusing, tapi dia berusaha untuk bisa bangun karena tak bisa berlama-lama di tempat itu.“Jam berapa sekarang?”Briana menengok ke jam dinding, hampir jam tujuh pagi tapi tak ada yang membangunkannya membuat dia terkejut dan siap turun dari ranjang.Namun, sejenak dia diam karena baru sadar. Dia sudah tak di rumah suaminya yang seperti neraka, membuatnya tersenyum kecut karena trauma dengan perilaku mertua dan keluarga suaminya hingga terbawa sampai di luar rumah.Briana memilih membasuh mukanya, lantas keluar kamar untuk mencari Dharu.Briana melihat Dharu yang ada di depan kompor dengan celemek yang melekat di tubuh pria itu.“Kamu sedang apa?” tanya Briana.Dharu menoleh saat mendengar suara Briana, hingga senyum manis pria itu mengembang di wajah.“Kamu sudah bangun, pas sekali sarapannya juga siap,” ucap Dharu sambil memindah telur dari wajan ke piring.Briana terkejut melihat Dharu bisa masak. Setahunya, Dharu dari keluarga kaya
Briana menangis sesenggukan setelah menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Dia benar-benar menyesali pilihannya dulu.“Itu sudah terjadi, Bri. Mau kamu tangisi pun sekarang tak ada guna. Bukankah bagus karena dengan cara ini, kamu sekarang tahu betapa busuknya suami dan keluarganya? Jika kamu tak menjalankan rencana ini seperti wasiat papamu, mungkin bukan kamu yang dibilang parasit, tapi mereka yang benar-benar parasit.”Medha memberikan tisu ke Briana yang sedang menangis sesenggukan. Dia ikut sedih tapi juga bersyukur karena akhirnya Briana bisa melihat dengan jelas seperti apa keluarga Farhan.“Aku hanya tak menyangka saja. Farhan aku bela mati-matian di depan Papa, tapi ternyata hatinya busuk. Dia menganggapku sampah saat aku tak punya apa-apa,” ujar Briana mengeluarkan keluh kesahnya.Medha mengusap pelan punggung Briana untuk menenangkan. Dia tidak tega melihat temannya itu terus menangis seperti itu.“Sudah, air matamu terlalu berharga untuk pria seperti itu. Kamu tak seharu
“Kenapa kamu berpakaian seperti itu?” tanya Medha saat melihat penampilan Briana.“Aku tidak mau mengubah keputusan bercerai dari Farhan, jadi aku harus berpakaian seperti ini,” jawab Briana sambil memperhatikan penampilannya dari pantulan cermin.Medha tak paham dengan maksud ucapan Briana. Dia menggaruk kepala tidak gatal sambil menatap sahabatnya yang hanya memakai kaus biasa dengan celana kain tak ada modisnya.“Biarkan dia menghinaku untuk saat ini. Tapi aku akan pastikan dia tak bisa menghinaku di kemudian hari,” ucap Briana sambil melirik Medha yang berdiri di sampingnya.Medha langsung paham hingga mengangguk-angguk mendengar ucapan Briana.“Aku akan mengantarmu,” ucap Medha.“Tidak usah. Farhan akan curiga jika melihatmu,” tolak Briana.“Lalu, kamu mau naik mobil sendiri?” tanya Medha lagi.“Tidak, aku akan naik bus,” jawab Briana sambil melebarkan senyum.Medha menaikkan satu sudut alis mendengar jawaban Briana, tapi meski begitu dia pun tak bisa mencegah keinginan sahabatny
Briana berjalan keluar dari kafe setelah menemui Farhan. Setelah bicara dan melihat bagaimana sikap Farhan, Briana semakin yakin untuk bercerai. Tak ada yang bisa menghalanginya dan alasan untuknya tak berpisah.Saat akan mencari taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil mewah tiba-tiba saja berhenti di depannya dan langsung membuka pintu.Briana mencoba melihat siapa yang ada di dalam, hingga alangkah terkejutnya dia saat melihat Dharu.“Masuklah!” perintah Dharu.“Tidak--” Briana ingin menolak, tapi Dharu langsung memotong.“Masuk!” perintah pria itu seolah tak bisa ditolak.Briana pun akhirnya masuk mobil Dharu. Dia bingung kenapa Dharu ada di sana.Mobil itu pun melaju meninggalkan tempat itu. Briana duduk sambil memangku paper bag berisi dokumen penting miliknya.“Kamu diusir suamimu?” tanya Dharu tanpa menoleh Briana.Briana terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia memilih diam tak mau menjawab pertanyaan Dharu.“Kenapa tidak dijawab? Jika kamu diam, itu artinya benar.” Dharu langsung me
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun