Briana membuka mata saat pagi hari. Kepalanya masih pusing, tapi dia berusaha untuk bisa bangun karena tak bisa berlama-lama di tempat itu.
“Jam berapa sekarang?”
Briana menengok ke jam dinding, hampir jam tujuh pagi tapi tak ada yang membangunkannya membuat dia terkejut dan siap turun dari ranjang.
Namun, sejenak dia diam karena baru sadar. Dia sudah tak di rumah suaminya yang seperti neraka, membuatnya tersenyum kecut karena trauma dengan perilaku mertua dan keluarga suaminya hingga terbawa sampai di luar rumah.
Briana memilih membasuh mukanya, lantas keluar kamar untuk mencari Dharu.
Briana melihat Dharu yang ada di depan kompor dengan celemek yang melekat di tubuh pria itu.
“Kamu sedang apa?” tanya Briana.
Dharu menoleh saat mendengar suara Briana, hingga senyum manis pria itu mengembang di wajah.
“Kamu sudah bangun, pas sekali sarapannya juga siap,” ucap Dharu sambil memindah telur dari wajan ke piring.
Briana terkejut melihat Dharu bisa masak. Setahunya, Dharu dari keluarga kaya yang bisa dibilang sangat terkenal di kota itu, yang segala kebutuhannya pasti dicukupi pelayan, tapi siapa sangka Dharu pandai memasak.
“Sejak kapan kamu bisa masak?” tanya Briana penasaran. Dia berdiri memperhatikan lantas menyelipkan rambut ke belakang telinga.
“Empat atau lima tahun lalu,” jawab Dharu lantas melepas celemek.
Dharu membawa dua piring nasi goreng ke meja makan, lantas meminta Briana untuk duduk.
“Makanlah, ini tidak pedas seperti kesukaanmu,” ucap Dharu sambil memulas senyum ke Briana.
Briana terkejut karena pria itu masih mengingat apa yang disukanya, tapi meski begitu Briana tak langsung menunjukkan hal yang bisa membuat pria itu salah paham.
“Terima kasih,” ucap Briana.
Briana memandang Dharu yang duduk dan siap sarapan. Dia berdeham pelan untuk mempersiapkan diri bicara.
“Aku berterima kasih karena semalam kamu menolongk. Siang ini aku akan pergi, kuharap kamu tidak merasa kalau aku hanya jadi beban saja,” ucap Briana bicara dengan hati-hati.
Dharu sudah siap makan, tapi mendengar ucapan Briana membuatnya langsung berhenti menyendok, lantas menatap ke wanita itu.
“Aku menolongmu hanya kebetulan saja,” ucap Dharu, “kenapa buru-buru, apa kamu tidak nyaman di sini? Apa kamu takut suamimu tahu?” tanya Dharu dengan tatapan menyelidik.
Briana langsung mengulum bibir mendengar pertanyaan Dharu.
Pria itu meletakkan alat makan, lantas menggunakan kedua siku bertumpu di meja, jemarinya saling bertautan lantas punggung tangan digunakan untuk menyangga dagu.
“Semalaman kamu tidak pulang, ditemukan di jalan dalam kondisi memprihatinkan, lalu tanda pengenal bahkan ponsel pun kamu tidak bawa. Apa kamu bisa bilang kalau kondisimu baik-baik saja?” tanya Dharu sambil menatap Briana.
“Mau baik atau tidak, ini bukan urusanmu,” jawab Briana tegas.
Bukan maksud Briana tak tahu terima kasih, tapi dia tak mau Dharu terlibat dalam masalahnya apalagi pria itu bukan siapa-siapa untuknya.
Dharu terkejut mendengar ucapan Briana, lantas akhirnya memilih tak bertanya lagi.
“Baiklah jika kamu ingin pergi. Habiskan sarapanmu, aku akan mengantarmu pulang setelahnya,” ucap Dharu lantas mulai makan.
“Aku akan pergi sendiri, tidak perlu kamu antar,” tolak Briana karena tak ingin Dharu tahu soal permasalahan rumah tangganya.
Dharu membuang napas kasar menggunakan mulut, lantas menatap Briana.
“Kamu punya uang untuk pulang? Kamu mau jalan kaki?” tanya pria itu menohok.
Briana terdiam karena kalau bicara, hingga akhirnya dia pun tak punya pilihan selain menerima tawaran Dharu.
“Baiklah, tapi aku ingin menemui temanku. Antar aku ke tempatnya saja,” ucap Briana pada akhirnya.
Dharu mengangguk mendengar ucapan Briana. Dia pun memilih melanjutkan makan tanpa bertanya lagi.
Setelah sarapan, Dharu benar-benar mengantar Briana ke alamat yang diberikan oleh wanita itu.
“Di sini saja, terima kasih atas bantuanmu. Aku akan mengganti pakaian dan ponsel yang kamu berikan, bisa minta nomor rekeningmu?” tanya Briana.
“Apa kamu pikir aku semiskin itu hingga meminta ganti rugi?”
Briana mengulum bibir mendengar ucapan Dharu, lantas menggelengkan kepala.
“Pergilah,” ucap Dharu lantas mengalihkan pandangan dari Briana seolah kecewa.
Briana mengangguk sambil mengucapkan terima kasih sekali lagi. Dia pun turun dari mobil, lantas berjalan ke arah rumah yang memiliki gerbang tinggi.
Dharu menatap Briana yang baru saja masuk gerbang itu.
“Ini bukan rumah suaminya, kan?” Dharu pun bertanya-tanya sendiri.
Hingga Dharu mendapat pesan dari seseorang. Dia mengecek file yang dikirimkan kepadanya, hingga betapa terkejutnya pria itu saat membaca data yang ada.
“Jadi selama ini ….” Dharu menatap ke rumah yang didatangi Briana, hingga terlihat berpikir dengan keras.
Briana menangis sesenggukan setelah menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Dia benar-benar menyesali pilihannya dulu.“Itu sudah terjadi, Bri. Mau kamu tangisi pun sekarang tak ada guna. Bukankah bagus karena dengan cara ini, kamu sekarang tahu betapa busuknya suami dan keluarganya? Jika kamu tak menjalankan rencana ini seperti wasiat papamu, mungkin bukan kamu yang dibilang parasit, tapi mereka yang benar-benar parasit.”Medha memberikan tisu ke Briana yang sedang menangis sesenggukan. Dia ikut sedih tapi juga bersyukur karena akhirnya Briana bisa melihat dengan jelas seperti apa keluarga Farhan.“Aku hanya tak menyangka saja. Farhan aku bela mati-matian di depan Papa, tapi ternyata hatinya busuk. Dia menganggapku sampah saat aku tak punya apa-apa,” ujar Briana mengeluarkan keluh kesahnya.Medha mengusap pelan punggung Briana untuk menenangkan. Dia tidak tega melihat temannya itu terus menangis seperti itu.“Sudah, air matamu terlalu berharga untuk pria seperti itu. Kamu tak seharu
“Kenapa kamu berpakaian seperti itu?” tanya Medha saat melihat penampilan Briana.“Aku tidak mau mengubah keputusan bercerai dari Farhan, jadi aku harus berpakaian seperti ini,” jawab Briana sambil memperhatikan penampilannya dari pantulan cermin.Medha tak paham dengan maksud ucapan Briana. Dia menggaruk kepala tidak gatal sambil menatap sahabatnya yang hanya memakai kaus biasa dengan celana kain tak ada modisnya.“Biarkan dia menghinaku untuk saat ini. Tapi aku akan pastikan dia tak bisa menghinaku di kemudian hari,” ucap Briana sambil melirik Medha yang berdiri di sampingnya.Medha langsung paham hingga mengangguk-angguk mendengar ucapan Briana.“Aku akan mengantarmu,” ucap Medha.“Tidak usah. Farhan akan curiga jika melihatmu,” tolak Briana.“Lalu, kamu mau naik mobil sendiri?” tanya Medha lagi.“Tidak, aku akan naik bus,” jawab Briana sambil melebarkan senyum.Medha menaikkan satu sudut alis mendengar jawaban Briana, tapi meski begitu dia pun tak bisa mencegah keinginan sahabatny
Briana berjalan keluar dari kafe setelah menemui Farhan. Setelah bicara dan melihat bagaimana sikap Farhan, Briana semakin yakin untuk bercerai. Tak ada yang bisa menghalanginya dan alasan untuknya tak berpisah.Saat akan mencari taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil mewah tiba-tiba saja berhenti di depannya dan langsung membuka pintu.Briana mencoba melihat siapa yang ada di dalam, hingga alangkah terkejutnya dia saat melihat Dharu.“Masuklah!” perintah Dharu.“Tidak--” Briana ingin menolak, tapi Dharu langsung memotong.“Masuk!” perintah pria itu seolah tak bisa ditolak.Briana pun akhirnya masuk mobil Dharu. Dia bingung kenapa Dharu ada di sana.Mobil itu pun melaju meninggalkan tempat itu. Briana duduk sambil memangku paper bag berisi dokumen penting miliknya.“Kamu diusir suamimu?” tanya Dharu tanpa menoleh Briana.Briana terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia memilih diam tak mau menjawab pertanyaan Dharu.“Kenapa tidak dijawab? Jika kamu diam, itu artinya benar.” Dharu langsung me
Briana benar-benar menyembunyikan diri dari dunia luar juga keluarga Farhan. Bahkan dia tak mengaktifkan ponsel yang diberikan Dharu. Dia ingin fokus dengan perceraian, serta menggiring opini keluarga Farhan jika dia memang terpuruk dan benar-benar tak bisa berbuat apa-apa.“Bri, aku mau ke supermarket. Kamu mau ikut?” tanya Medha karena sudah hampir sebulan ini Briana tak keluar rumah.“Tidak usah, aku malas kalau tiba-tiba ketemu keluarga Farhan. Belum waktunya aku bertemu mereka,” jawab Briana menolak ajakan Medha.Medha mengangguk-angguk mendengar jawaban Briana. Dia pun akhirnya pamit pergi sendiri.Medha pergi ke supermarket yang biasa didatanginya. Dia berjalan di antara etalase barang sambil mendorong troli, hingga langkahnya terhenti saat melihat siapa yang berdiri di depannya.“Kamu Dharu, kan?” tanya Medha memastikan karena sudah sangat lama tak melihat pria itu.Dharu tersenyum sambil menganggu
Briana menatap dengan rasa tak percaya siapa yang berjalan ke arahnya. Dia menoleh ke Farhan, mantan suaminya itu juga tampak terkejut.“Sudah selesai?” tanya Dharu saat sudah berdiri di hadapan Briana.Briana gelagapan bingung karena Dharu muncul di sana. Dia tak pernah berhubungan lagi dengan pria itu sejak terakhir bertemu, lalu dari mana Dharu tahu dia di pengadilan hari ini.Briana masih memandang Dharu karena syok, hingga dia melihat pria itu menoleh ke Farhan.“Dia ….” Dharu sudah tahu siapa Farhan, tapi masih berpura seolah meminta dikenalkan.“Farhan, mantan suamiku,” ucap Briana langsung menjawab tanpa berpikir.Dharu menatap Farhan yang diam menatapnya, dia pun tersenyum tipis ke pria itu.“Oh … jadi dia,” ucap Dharu seolah kata itu mengandung suatu arti.“Siapa kamu?” tanya Farhan tampaknya penasaran karena kehadiran Dharu.“Bukan siapa-siapa,” ucap Dharu masih dengan senyumnya, memperlihatkan jika dia sangat tenang.Dharu menatap Briana yang sejak tadi diam, hingga kemudia
“Pakaian lamamu pasti dibuang keluarga jahanam itu. Jadi aku mendatangkan pakaian kerja khusus untukmu agar kamu siap kembali ke perusahaan.”Medha mendatangkan pakaian dari toko ternama beserta pegawai-pegawainya untuk membantu Briana memilih pakaian.Di saat Medha sibuk memperhatikan pakaian kerja yang tergantung, Briana malah terlihat melamun sambil menggigit ujung kuku.“Bri, kenapa malah melamun? Kamu tidak suka dengan model pakaian ini? Ini model terbaru, lho.”Medha keheranan karena Briana hanya melamun, padahal biasanya Briana sangat antusias jika disuruh memilih fashion.Briana terkejut karena Medha memukul lengannya. Dia melamun karena memikirkan pertemuannya dengan Dharu.“Lama aku tidak berbelanja pakaian, jadi sepertinya tidak puas kalau aku hanya melihatnya di sini,” ucap Briana sambil melebarkan senyum.Medha mengerutkan alis mendengar ucapan Briana.“Aku ambil semua pakaian itu, jangan lupa berikan size yang sesuai!” perintah Briana ke pegawai toko yang ada di sana.Me
“Kamu sudah resmi bercerai, kapan mau melamarku sesuai dengan janjimu?” tanya Litta yang siang itu menemui Farhan di kantor.“Aku akan segera melamarmu, hanya saja sekarang aku harus meyakinkan papamu dulu jika aku ini memang terbaik untukmu. Jangan sampai papamu merasa kalau aku ini kurang pantas. Aku harus memantaskan diri dulu sebelum meminangmu,” jawab Farhan sambil menggenggam telapak tangan Litta.“Kalau begitu segera buat dirimu layak, aku akan sangat menantikan kamu menemui dan bicara langsung ke Papa,” ucap Litta.“Tentu saja,” balas Farhan sambil mengusap lembut rambut Litta.“Nanti malam mau menginap di apartemen?” tanya Litta sambil tersenyum manja.Farhan tahu maksud Litta. Dia sekarang sudah berstatus duda, tentu saja bebas melakukan apa pun tanpa beban.“Kalau kamu tidak keberatan,” balas Farhan.Farhan mendekatkan wajah untuk mencium bibir wanita itu, tapi terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya langsung membuat jarak.“Masuk!” perintah Farhan.“Pak, saya hanya in
Dharu menatap pria yang baru saja masuk ke ruangan itu. Ada seringai tipis di wajah pria itu saat melihat keterkejutan di wajah Farhan.Dharu tentunya tahu dan ingat betul siapa Farhan, pria yang sudah mengambil Briana darinya 5 tahun. Saat bertemu di pengadilan, dia sengaja berpura tak mengenali untuk mengetes dan ternyata Farhan lupa siapa dirinya.“Pak, kenapa Anda berhenti?” tanya sekretaris Farhan.Farhan menoleh sekretarisnya. Dia lantas menatap Dharu yang menunggunya. Dia pun menelan ludah susah payah, tidak tahu apakah pria itu akan membatalkan kerjasama jika tahu siapa dirinya karena Farhan menganggap jika Dharu belum ingat siapa dia.Farhan pun mencoba tersenyum lantas berjalan mendekat ke kursi yang sudah disediakan di sana.“Tidak saya sangka kita bertemu lagi,” ucap Dharu langsung berdiri menyapa Farhan.Dharu tetap berpura jika tak ingat kalau Farhan sudah mengambil kekasihnya.“Saya juga tak menyangka akan bertemu lagi dengan Anda,” ucap Farhan agak gugup tapi berusaha
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun