"Tidak, Tuan. Suamiku yang membeli rumah ini."
"Suami?" Sudut alis Sagara terangkat ketika mendengar jika Kayla sudah mempunyai suami. "Suamimu pasti punya jabatan tinggi di tempat pekerjaannya. Kalau begitu, aku permisi dulu. Maaf karena sudah lancang bertanya tentang rumahmu."
Kayla kembali menggeleng dengan senyum tipis. Senyum yang langsung membuat Sagara merasakan dejavu.
"Tidak, Tuan. Saya mengerti. Anda pasti takut saya melakukan pekerjaan yang aka merugikan rumah sakit, bukan?"
Sagara terdiam. Padahal dia tidak berpikir seperti itu. Dia bertanya karena memang benar-benar penasaran.
"Kalau suamimu melihat dan salah paham, kabari saja aku. Aku tidak mau dicap sebagai pria perebut istri orang. Kamu masih menyimpan kartu namaku, kan?"
Kayla mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. Andra tidak akan marah atau berhak untuk melakukan hal itu kepadanya.
Sebab pria itu sudah berbuat hal yang di luar batas.
Tanpa berpamitan lagi, Sagara segera menutup kaca mobilnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Kayla yang masih termenung.
Melihat mobil Sagara yang sudah jauh, akhirnya Kayla bisa menghembuskan napas lega. Dia benar-benar merasa sangat gugup tadi karena duduk dalam satu mobil bersama pria tanpa ekspresi itu.
Namun, saat Kayla berbalik dan melihat rumahnya, wajah wanita itu langsung muram.
Hal yang sesungguhnya baru akan terjadi.
***
"Kamu diantar siapa?"
Kayla menoleh saat mendengar suara Andra yang sedang duduk di sofa, seperti sedang menunggu kedatangannya.
"Apa pedulimu?"
"Oh, jadi dia selingkuhan kamu?" Wajah Andra terlihat berang. Dia langsung berdiri dan menghampiri Kayla. "Kamu selingkuh? Jawab aku!"
Kayla meringis saat merasakan Andra mencengkeram tangannya dengan kuat. Apa Andra bilang barusan?
Dia selingkuh?
"Apa nggak seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepada kamu, Mas?"
"Aku sudah bilang akan menjelaskan semuanya, Kay. Aku nunggu kamu pulang dari tadi, tapi kamu baru pulang saat hari sudah gelap begini?"
Kayla membuang wajahnya. Dia tidak mau melihat Andra karena rasa kecewanya yang teramat dalam. Dia tidak bisa membayangkan jika hari ini benar-benar dinas malam. Kalau saja Kayla dinas malam, maka dia tidak akan mungkin tau kebenarannya.
"Menjelaskan apa lagi? Semuanya sudah jelas. Kamu yang selingkuh, bukan aku!" tunjuk Kayla tepat pada wajah Andra.
Melihat keberanian istrinya, Andra tampak murka. Pria itu langsung saja meraih tangan Kayla yang sudah berani menunjuknya.
"Kamu sudah berani sama suami? Kamu sudah nggak menghargai suami kamu lagi, ha?"
"Apa yang perlu aku hargai lagi dari pria seperti kamu, Mas?" teriak Kayla putus asa. Wanita merunduk, dan air matanya jatuh tanpa bisa ditahan lagi. "Kamu bilang tidak mau punya bayi karena merepotkan, tapi sekarang apa? Kamu punya bayi dengan wanita jalang itu!"
"Kayla, jaga ucapanmu!" bentak Andra tak terima. "Adelia bukan wanita jalang. Dia wanita terhormat."
"Terhormat? Tidak ada wanita terhormat yang merebut pria milik orang lain, Mas!"
"Dia tidak merebut aku dari kamu. Aku yang kembali kepadanya. Aku kembali kepada seseorang yang memang seharusnya hidup bersamaku."
Deg!
Kayla tampak terperangah mendengar ucapan Andra. Kembali kepada orang yang seharusnya?
Apa maksud suaminya itu?
"Dia mantan kekasihku. Kami kembali karena memang masih sama-sama cinta."
Sama-sama cinta? Apa telinga Kayla tidak salah dengar?
"Cinta? Kamu mencintai dia, Mas?"
Andra mengangguk yakin.
"Lalu apa arti kata-kaya cinta yang selama ini kamu ucapkan setiap hari padaku?" Suara Kayla terdengar lirih.
Apa dia hanya pelampiasan semata, saat Andra kehilangan masa lalunya?
"Kamu tidak akan mengerti, Kay. Aku menikah denganmu karena ibu yang terus memaksa dan Adelia waktu itu pergi untuk mengejar kariernya. Lagi pula, kamu juga selalu menempel padaku."
Plak!
Andra menyentuh pipinya yang teras panas karena tamparan Kayla yang tiba-tiba.
"Setelah kita hidup bersama selama dua tahun, kamu dengan mudahnya bilang terpaksa menikah denganku?" teriak Kayla dengan mata memerah. Dia tidak menyangka Andra akan berkata seperti ini. "Aku terus menempel padamu? Semua itu aku lakukan karena kamu yang memberi harapan, Mas."
Andra hanya menundukkan wajahnya mendengar semua perkataan Kayla.
"Kamu jahat, Mas!"
"Terus sekarang mau kamu apa?"
Kayla menatap Andra dengan raut tidak percaya. Pria itu dengan mudahnya bertanya apa yang menjadi keinginan Kayla saat ini.
"Kayla, jawab aku!"
"Tinggalkan dia. Aku istri sahmu!"
"Apa? Kamu gila, ya?" hardik Andra dengan napas naik turun. Dia begitu emosi begitu mendengar Kayla memintanya untuk meninggalkan Adelia. "Adel baru saja melahirkan. Lalu kamu minta aku buat ninggalin dia dan bayi kami? Kamu punya otak nggak, sih, Kay?"Kayla menahan tangannya yang gemetar saat mendengar jawaban Andra.Bukan! Bukan jawaban seperti ini yang dia mau.Apa Kayla salah mengenai permintaannya pada Andra? Biar bagaimana pun Kayla masih berhak untuk Andra. Pria itu masih suami sahnya, dan Kayla berharap mereka bisa memperbaiki hubungan yang sudah rusak ini."Kamu yang lebih nggak punya otak dan perasaan, Mas. Aku ini istri kamu, aku juga bisa kasih kamu anak, tapi kenapa kamu malah berbuat zinah dengan wanita seperti itu?"Plak!Kali ini Andra yang menampar pipi Kayla dengan kuat karena berpikir jika wanita itu sudah melewati batas.Sementara itu, Kayla menyentuh pipinya dengan perasaan bercampur aduk. Ini adalah pertama kalinya Andra melakukan kekerasan seperti ini, dan itu s
Mendengar ucapan Andra yang seperti petir di siang hari, Kayla hanya bisa menggeleng lemah. "Mas, kamu menceraikan aku tanpa berpikir panjang lagi hanya karena wanita murahan seperti itu?" Mata Andra langsung menatap nyalang ke arah Kayla. "Sudah berapa kali kukatakan, jangan menganggap Adelia wanita seperti itu, Kay! Sekarang kita sudah tidak punya hubungan apa pun lagi, dan ingat, Adelia itu istriku." "Istri?" Satu pertanyaan itu lolos dari bibir Kayla dengan hati yang hancur berkeping-keping. "Jadi, kalian sudah menikah di belakangku? Itu sebabnya kamu tidak terima aku mengatai kalian berzina? Kalau seperti itu kenapa kamu masih meminta izinku untuk menjadikan dia seorang madu, Mas?!" teriak Kayla putus asa. Andra sudah mencuranginya sejauh ini, dan Kayla masih berusaha menganggap jika suaminya tidak mungkin sejahat itu. "Silakan kemasi barang-barangmu, Kay. Ini rumahku, tinggalkan tempat ini, dan semua urusan perceraian biar aku yang urus. Aku mau cepat-cepat meresmik
Kayla mendongakkan wajah, merasakan setiap rintik hujan yang membasahi tubuh. Hujan ini terasa begitu damai. Akankah ini menjadi hujan terakhir bagi Kayla? Pikiran Kayla benar-benar buruk. Wanita itu tidak tahu tujuan hidupnya lagi sekarang, setelah dihancurkan oleh Andra menjadi butiran debu. Mata wanita itu menatap--menerawang ke arah lalu lalang lalu lintas yang tampak ramai. Kendaraan banyak yang mengebut karena hujan yang semakin deras. Tanpa banyak berpikir lagi, kaki Kayla melangkah ke depan. Mungkin ini akan benar-benar menjadi hujan terakhirnya. Namun, saat wanita itu berdiri di tengah jalan, tiba-tiba saja sepasang tangan besar menariknya dengan keras, menuju pinggiran. "Kamu gila!" bentak pemilik tangan yang membuat Kayla langsung menengadahkan pandangannya. "Tuan Saga," panggil Kayla dengan mata mendelik. Dia terkejut. "Kamu punya otak itu dipakai, Kayla! Apa kamu nggak berpikir bagaimana perasaan orang yang nggak sengaja nabrak kamu di jalanan n
"Kayla!" panggil Bu Arum terpekik saat melihat Kayla berdiri basah kuyup di depan pintu. Waktu sudah hampir tengah malam, dan wanita paruh baya itu tidak tau alasan apa yang membawa Kayla sampai ke sini. "Rico!" panggil Bu Arum dengan berteriak. Dia segera membawa Kayla masuk. "Kamu kenapa, Nak? Rico, cepat ambil handuk! Kak Kayla kebasahan." Tidak lama setelah itu, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun berlari, diikuti oleh beberapa anak lainnya dengan membawa handuk yang Bu Arum minta. Bu Arum tidak banyak bertanya. Dia segera membantu Kayla dengan cara mengeringkan rambut wanita itu yang sudah basah. Melihat mata Kayla yang sembab, wanita paruh baya itu sudah tahu jika ada yang tidak beres. "Kak Kayla kenapa, Bu?" "Kalian masuk aja, dan tidur lagi. Kak Kayla cuma kecapekan." Tidak ada bantahan. Anak-anak itu segera kembali masuk ke dalam kamar setelah melihat Kayla hanya diam saja. "Kayla--" "Aku boleh menginap di sini, Bu?" tanya Kayla yang pada ak
Sagara bisa lepas dari rencana perjodohan sialan itu berkat kebohongannya. Sekarang masalah lain timbul, dan memaksa Sagara harus memutar otak untuk memenuhi permintaan Sang kakek. "Kamu punya pacar?" Sagara mengangguk cepat. Dia sama sekali tidak gugup seolah sudah terbiasa berbohong. "Kalau begitu, bawa dia kemari. Baru aku percaya kalau kamu sudah punya pacar." "Tapi, Kek," keluh Sagara yang langsung terkejut dengan permintaan Tuan Wisnu. "Kalau kamu menolak, aku anggap berbohong. Bawa dia kemari, dan aku baru akan berhenti merencakan perjodohan ini." Sagara meremas rambutnya dengan gusar. Sekarang dia harus mencari wanita yang mau menjadi pacar bohongan. Sebab pada kenyataannya, Sagara tidak punya seorang kekasih yang bisa dia kenalkan kepada Tuan Wisnu. Bagaimana mau punya kekasih? Sagara baru tiba sehari di sini. "Sialan!" Pria itu memukul kemudi mobilnya dengan kesal. Di saat yang bersamaan, ponselnya bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Daffa
Plak! Suara tamparan itu terdengar nyaring hingga membuat perhatian beberapa orang teralihkan, begitu juga dengan Sagara. Pria itu langsung berbalik dan menatap Andra yang sedang memegang pipi dengan tatapan yang tak bisa dibaca. Hanya tangan pria itu yang tampak mengepal kuat. "Alana, beraninya kamu!" bentak Andra dengan wajah merah menahan malu. "Dasar laki-laki brengsek! Jadi, selama ini kamu selingkuh di belakang Kayla? Apa jangan-jangan Kayla tidak masuk karena sudah tahu semua ini?" sinis Alana dia menatap wanita yang berdiri congkak di samping Andra. "Dan kamu ... dasar wanita nggak tau malu! Pelakor!" "Alana, jaga ucapan kamu. Dia bukan pelakor, dia istriku. Lagipula aku dan Kayla sudah memutuskan untuk berpisah." Lagi-lagi Alana dibuat terkejut dengan ungkapan Andra yang terkesan tak tau malu. "Berpisah? Oh, sialan! Kalian berdua benar-benar brengsek, nggak tau malu." "Alana--" Tangan Andra terangkat ke udara ingin membalas perkataan Alana, tetapi tidak j
"Akhirnya ketemu," ucap Sagara pelan. Dia tidak peduli dengan keterkejutan di wajah Kayla. "Tuan, ba-bagaimana bisa Anda ada di sini?" Kayla mengusap kasar pipinya, dan langsung berdiri hendak membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat, tetapi Sagara mencegah dengan duduk langsung di samping Kayla. "Kamu tidak masuk kerja seminggu ini. Apa kamu tidak tau ada pemeriksaan di rumah sakit?" Sagara menoleh, dan dia terdiam sesaat saat melihat mata Kayla yang masih tampak terkejut. "Saya ... ingin mengajukan pengunduran diri. Bagaimana Tuan tau saya ada di sini?" Kening Kayla masih tampak berkerut, kebingungan. Kenapa Sagara tiba-tiba saja ada di depan matanya? Lantas, dari mana pria itu tahu dia ada di sini? Sagara kembali menatap lurus ke depan. Melihat anak-anak yang sedang bermain dengan riang gembira. Selama beberapa hari ini, dia sudah berusaha mencari Kayla ke mana-mana, dan akhirnya Sagara berhasil menemukan keberadaan wanita itu. "Tuan, saya butuh penjelasan agar
Kayla tertawa begitu mendengar syarat yang diajukan oleh Sagara. Menikah? Terdengar mustahil. Bagaimana dia bisa menikah dengan orang yang baru dikenal? "Kamu butuh kekuasaan untuk membalaskan rasa sakit hatimu, Kayla. Menjadi Nyonya Dewanta bukan pilihan yang buruk." Seketika tawa Kayla terhenti. Dia menatap Sagara dengan saksama. Perkataan pria itu benar. Sagara kembali menatap wajah sendu Kayla dengan lekat. Mata besar dengan bulu mata lentik itu benar-benar tidak pernah bisa pergi dari bayangan Sagara sejak mereka bertemu. "Pernikahan kontrak. Ini adalah perjanjian yang saling menguntungkan, Kayla. Setelah mendapatkan gelar Nyonya Dewanta, kamu bisa membalaskan rasa sakitmu kepada pria itu." "Lalu apa yang akan Tuan dapatkan?" Sagara terdiam sejenak. "Aku akan terbebas dari perjodohan." "Perjodohan?" "Ya, aku tidak suka dengan hal seperti itu," jawab Sagara tenang. "Kamu tau aku tinggal di negara bebas, dan aku tidak suka dengan ikatan seperti itu." "Kal
Kayla memasukkan semua belanjaan yang dia mau ke dalam troli. Wanita itu tampak serius ketika memilih bahan-bahan makanan. Sampai dia merasa terkejut ketika pundaknya disentuh seseorang.“Kay!”Kayla menoleh begitu mendengar seseorang memanggil namanya. Dia tampak terkejut begitu melihat siapa orang tersebut. “Maaf, aku lagi buru-buru.”“Tunggu dulu, Kay. Ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama kamu.” Adelia memegang tangan Kayla, serta menatap wanita itu dengan tatapan penuh arti. “Ini soal Mas Andra.”“Aku nggak punya urusan lagi sama suami kamu.”“Ini juga tentang aku dan anak kami, Kay.”Kayla menatap bayi yang ada dalam gendongan Adelia. Wajah bayi itu benar-benar tampak teduh dan tenang dalam keadaan tidur. Kayla memang tak mau berurusan lagi dengan Andra, tetapi dia juga seorang wanita.Bagaimana hatinya bisa tetap keras ketika sudah melihat wajah polos itu?Akhirnya terdengar helaan napas panjang dari wanita berambut panjang itu. “Ada apa?”“Ah, syukurlah. Aku yakin banget ka
Langit ibu kota menjelang senja menyisakan semburat senja di ruangan pribadi Sagara di D&W Company.Hari ini Sagara terlihat lebih banyak diam. Dia duduk dengan wajah serius di depan layar laptop yang menampakkan hasil laporan yang Daffa berikan.Semua laporan yang terpampang di depan matanya sekarang terlihat tidak masuk akal. Bagaimana bisa hotel mereka mengalami penurunan pendapatan yang signifikan dalam tiga bulan terakhir?“Penurunan keuntungan? Di saat hunian naik 20%?” gumam Sagara dengan wajah dingin.Dia sudah mencurigai ini kemarin, semenjak melihat laporan keuangan hotel yang diberikan oleh Hendra dan Andra. Semuanya terlihat benar-benar tidak beres, sampai akhirnya Sagara memerintahkan beberapa tim untuk turun ke hotel sekarang juga.Di saat yang bersamaan di hotel terjadi kegaduhan ketika tim audit dari perusahaan pusat datang secara tiba-tiba, tanpa pemberitahuan apa pun.Semua orang panik, tak terkecuali Hendra dan Andra. Mereka berdua tidak bisa bertindak apa pun lagi.
Setelah semua orang keluar, Daffa segera duduk di samping Sagara dan mengambil laporan keuangan yang diberikan oleh Hendra tadi.Pria itu tampak mengerutkan keningnya dan langsung menatap Sagara dengan penuh arti.“Jadi, apa ini menurut lo ada yang nggak beres, Ga?”Sagara mengangguk dengan terus melihat ke arah pintu. “Dari laporan dua tahun lalu saja gue sudah bisa mencium ada yang nggak beres. Sekarang coba lo cari laporan dalam tiga bulan terakhir.” Ucapan Sagara terhenti sebentar, kemudian pria itu berdiri dan menatap Daffa dengan ekspresi serius. “Kemudian hubungi semua supplier yang memasok semua kebutuhan hotel. Gue mau hasilnya dalam 24 jam ke depan.”Mendengar perintah Sagara yang seperti tak bisa dibantah, Daffa mengangguk cepat. Dia tahu ini bukan waktunya untuk mengajak pria itu bergurau seperfti biasa. Sagara benar-benar serius kali ini.Sagara mengibaskan ujung jasnya sebelum dia meninggalkan ruang rapat yang menyisakan Daf
Andra berjalan tergesa-gesa begitu mendapatkan telepon dari atasannya tadi. Pria itu bahkan sampai mengabaikan sapaan-sapaan yang diberikan beberapa karyawan hotel kepadanya.Bahkan keringatnya sampai mengalir deras membasahi pelipisnya.“Pak Hendra!” panggil Andra setelah membuka ruangan atasannya itu dengan napas terengah-engah.“Andra, cepetan masuk dan tutup pintunya!”Andra mengangguk dan hendak menutup pintu setelah masuk, tetapi terlambat begitu Ami datang dan memberitahu jika Sagara sudah datang.“Pak Hendra, Tuan Sagara sudah datang. Kita diminta berkumpul sama Pak Daffa.” Ami tersenyum hangat dan langsung mengerutkan kening begitu melihat wajah Andra yang tampak pucat pasi. “Kamu juga, Ndra. Pak Daffa bilang semua dewan direksi hotel diminta berkumpul.”Hendra tampak berdeham untuk membuang rasa gugup yang dia rasakan. Mungkin, Ami juga bisa melihatnya, tetapi dia memilih untuk tidak mengindahkan tatapan wanita itu yang
“Aku nggak tau kalau kamu ada kamu tadi kedatangan tamu. Seharusnya kamu bilang kalau ada Daffa.” Setelah mendengar suara pintu tertutup dan Daffa sudah pergi, Kayla memberanikan diri menegur Sagara.Dia takut Daffa akan berpikir buruk tentang dirinya. Apalagi Kayla sadar jika keluarga besar Sagara sepertinya belum sepenuhnya setuju pernikahan mereka.“Dia cuma mampir sebentar. Aku pikir kamu sudah tidur.”Kayla hendak menyangkal, tetapi saat dia melihat ruang kerja Sagara yang terbuka, Kayla memutuskan untuk tidak melanjutkan kembali pembicaraannya.“Aku haus,” tutur Kayla yang langsung berjalan menuju dapur dan mengambil air minum. "Makanya aku keluar, dan terus lihat kamu sama Daffa."Wanita itu meneguk air dari botol langsung. Dia merasa cukup panas setelah mendengar apa yang Daffa katakan sebelum pulang tadi. Keponakan? Bayi? Ingatannya kembali melayang ke kehidupan pernikahan sebelum bersama Sagara. Dulu, dia sampai tidak berani menyinggung apa pun yang berkaitan dengan bayi
“Kayla, aku ... maksudku kenapa kita harus membahas tentang perpisahan sekarang?" Sagara membuang wajahnya begitu mendengar apa yang Kayla bicarakan. Perpisahan? Bahkan sedetik pun Sagara tidak pernah memikirkan tentang hal itu. "Bukankah itu sudah pasti?""Tapi, Kayla--"Kayla menggeleng yang langsung membuat ucapan Sagara terhenti. Wanita itu menepuk bahu Sagara berulang kali, kemudian bangkit dan pergi meninggalkan pria itu begitu saja. Dia tidak mau mendengar apa pun dari Sagara sekarang. Bukan tanpa alasan, Kayla hanya tidak ingin Sagara melihat sisi lemah dari dalam hidupnya. Melihat sang istri yang meninggalkannya begitu saja, membuat Sagara berdiri dan menyusul wanita itu. Pria itu tampak kebingungan, dan ingin memanggil, sebelum suara pintu tertutup membuat gerakan tangannya terhenti.Bruk!Tangan Sagara melayang di udara. Dia ingin mengetuk dan bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya, atau yang Kayla rasakan sekarang, tetapi dia kembali ingat. Sikap dingin wanita
Brak!Suara jas yang dilempar di atas kursi itu terdengar jelas. Andra menarik dasi yang dia kenakan dengan terus mendengus, marah.Sementara itu, Adelia hanya diam melihat suaminya pulang dalam keadaan marah. Dia tidak berniat untuk bertanya mengenai apa pun, sebelum Andra menceritakan masalahnya sendiri.“Sialan! Brengsek!” maki Andra dengan melemparkan dasinya. Egonya tidak terima melihat bagaimana hidup Kayla sekarang.Wanita itu menikah dengan orang yang punya status sosial jauh di atasnya?Tidak!Bukan ini yang dia mau. Sejak pertama kenal dengan Kayla, dia tidak pernah melihat wanita itu memiliki posisi yang kebih tinggi darinya. sekarang apa?“Brengsek!”“Kamu kenapa, sih, Ndra?” tanya Adelia tak tahan mendengar suaminya terus mengumpat. “Kamu nggak lihat ada anak kita di sini. Nggak bagus mengumpat di depan anak kecil begitu.”“Diam kamu!” bentak Andra dengan mata melotot. Pernikahan mereka memang sedang panas, sejak dia bertemu dengan Kayla terakhir kali. “Kamu kalau nggak b
“Kamu gila, ya?” bentak Kayla begitu orang yang membungkam mulutnya itu melepaskannya, dan darahnya semakin mendidih setelah tahu siapa pelakunya. “Kamu yang gila, Kay.” Wajah Andra tampak memerah karena amarah. Napas pria itu juga terllihat naik turun. Sejak tadi, dia ingin bicara secara langsung dengan Kayla, dan siapa sangka keberuntungan berpihak kepadanya. Saat dia melihat Kayla berjalan di depannya tadi, Andra tidak berpikir panjang lagi. “Jadi, ini alasan kamu mau bercerai dengan aku. Kamu menargetkan laki-laki itu dari awal?”Mata Kayla membelalak mendengar apa yang Andra katakan. Apa pria itu lupa ingatan? “Kamu yang ngajak aku cerai. Lagi pula kamu juga sudah menikah sama wanita itu. Jadi, kenapa aku nggak boleh menikah sama Sagara?” tanya Kayla, menantang.Semakin lama, dia semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Andra. Mengapa setelah tahu ada pria lain bersamanya, pria itu semakin kesetanan?“Tapi, bukan harus dia juga—
Melihat bahwa Kayla lah yang benar-benar naik, dan menyambut uluran tangan Sagara dengan senyum lebar, Andra langsung merasa gelisah. Pria itu mengusap keringatnya dengan tangan gemetar. Tidak hanya dirinya yang terkejut dengan kemunculan Kayla sebagai istri dari pemimpin baru mereka, beberapa teman kerjanya yang juga tahu bagaimana hubungan wanita itu dengan Andra dulu, tampak cukup terkejut. Beberapa suara pelan mulai terdengar, membuat Andra semakin tidak nyaman. Pria itu berdiri, berniat untuk meninggalkan tempat ini, tetapi Hendra mencengkeram tangannya. “Itu Kayla, kan?” Semua teman-teman Andra memang belum ada yang tahu tentang perceraiannya dengan Kayla. Pria itu memang tidak pernah menceritakan apa pun karena tidak ingin reputasinya menjadi buruk. “Andra, itu Kayla istri kamu, kan?” tanya Hendra sekali lagi dengan kening berkerut. “Ka-kami sudah berc