Jika Intan perhatikan area itu seperti layaknya hubungan pria dan wanita. Namun itu berbeda, jejaknya bukan seperti pada umumnya."Hush ...Jangan berisik yaa...! Aku akan berusaha menolong kalian! Temen aku juga sama di siksa sama mereka,"ucap Intan.Mereka mengangguk.Wanita itu masih muda. Dia berkata lagi,"Aku selama di sini dijadikan nafsu birahi manusia setengah genderwo," ucapnya dengan susah payah seraya kedua tangannya menyilangkan tubuhnya seraya menggelengkan kepala, dia tampak jijik pada tubuhnya sendiri.Mendengar pengakuannya itu, Intan mulai faham, dan tentu saja itu masuk akal.Di dalam jeruji penjara, mereka tampak saling menyemangati kepada wanita muda itu yang sedang frustasi bahkan trauma dan sangat sedih mendalam. Melihat hal itu, lalu seorang pria berkata akan bertanggung jawab jika mereka selamat nanti. Dia rela menikahinya. Melihat hal itu, mereka saling berpelukan. Intanpun tampak tersenyum tipis."Hikz..hikz..hikz...!" Wanita muda itu tampak menangis."Aku j
Sebelum prajurit itu berkata. Prajurit itu beranjak duduk lalu diikuti oleh Intan duduk. jpenuh. Baginya itu sungguh aneh.Intan yang mendengarkan tampak menggelengkan kepala seraya berujar," Saya tidak tau siapa yang Anda tunggu? Memang siapa dia? Pasti sangat sakti,""Ohyah....Kita belum sempat berkenalan yah?Perkenalkan nama aku Abbad Husein. Panggil saja aku Abbad. Siapa nama kamu?""Namaku Intan Ardidingrat. Panggil saja aku Intan,"sahut Intan.Selanjutnya, Abbad berkata," Intan. Itu nama yang bagus. Sesuai ciri-ciri, sepertinya Andalah orang yang aku tunggu?"Abbad berkata dengan suara tegas dan lantang. Wujud kera itu menatap Intan seolah untuk meyakinakan Intan.Mendengar penjelasan Abbad kening Intan mengerut."Aku? Wajahnya tampak terkejut tidak percaya?""Apa semua yang dikatakan itu benar?"batin Intan bertanya-tanya.Kemudian Intan mengungkapkan apa yang ada difikirannya."Maksud Anda apa? Aku tidak mengerti? Kenapa Anda menunggu aku? Sepertinya Anda sedang bercanda!"Ab
Setelah kedua penjaga di depan penjara itu terkena anak panah yang, Intan dan Abbad segera menuju Haris dan Haikal.Mereka dengan langkah cepat serta lebar tak terasa sudah berada di hadapannya.Lalu dengan buru-buru Intan dan Abad mencari kunci di saku celana yang terbuat dari daun milik dua penjaga yang sudah tergeletak di tanah. Mereka juga memasang waspada. Sesekali bola matanya melihat ke arah jalan yang menuju ke penjara."Haical, Haris. Kalian baik-baik saja kan?"tanya Intan seraya membuka gembok yang ternyata berada di atas batu besar."Hush... jangan keras-keras Intan,"ucap Abbad yang membuat Haris dan Haical itu tampak terkejut.Haris dan Haical saling berpandangan."Bro. Apa kamu dengar monyet itu berbicara?""I-iya Haical," Kemudian mereka kembali menghadap ke arah Abbad masih juga dengan tatapan bingung, selain bingung raut wajah mereka juga menahan sakit.Hati Intan begitu senang bisa bertemu dwngan Haris dan Haical, namun satu sisi, hatinya berdetak takut tiba-tiba ad
Terlihat Abbad berlari sesekali melompat dengan lihai."Bagaimana Abbad?""Intan. Di sana ada penjaga. Lalu apa rencana kita selanjutnya? Kita akan semakin aman jika segera keluar dari gua ini. Jika kita masih berada di sini, kita akan kesulitan bergerak,"Abbad berbicara menciba mencari solusi."Memang ada berapa penjaga di sana Abbad?""Di sana ada dua penjaga,""Dua? Kalau sedikit aku fikir bisa menanganinya Abbad. Mari kita lanjutkan ke hutan,"tutur Intan dengan yakin seraya melangkahkan kakinya. Dia berjalan tampak terlihat anggun dan menarik. Oleh sebab itu, bola mata Abbad terus saja menatap tubuh Intan yang sedang berjalan di depannya.Melihat hal itu, Haris dan Haical acuh. Mereka membiarkan Abbad yang masih diam saja di sana entah apa yang sedang difikirkan.Hanya saja hati Haical dan Haris yang tidak suka, mencemoh melihat kelakuan Abbad yang mendadak seperti patung."Ngapain itu siluman monyet jelek di sana bengong? Apa dia kagum sama boskyuu? Ahh, dasar siluman monyet je
Saat Abbad mengalihkan bola matanya ke arah Haris dan Haical karena mereka yang menyadarkannya dan meluruskannya."Hai monyet! Yang benar saja kau panggil kami Intan. Aku Haical. Dia Haris!"tuturnya.Haical berkata seraya menjulurkan jari telunjuknya, dia menyentuh kepala monyet dengan takut-takut, tentu saja dia takut dicakar.Setelah Abbad sadar siapa yang di sampingnya dia tampak terkejut dan bergumam di dalam hati,"Abbad. Tadi kamu bicara apa? Kamu panggil mereka Intan? Apa benar itu?"Bukannya Abbad berterimakasih kepada ke dua anak buahnya. Namun dia malah berkata ketus serta berjalan dengan menggoyang-goyangkan ekornya."Kalian lagi? Dengar baik-baik. Panggil aku Abbad. Enak saja kamu panggil aku monyet. Kalau kalian salah lagi. Aku kasih hukuman buat kalian. Dan satu lagi, kalian kalau punya telinga jangan dipasang saja, tapi juga dibersihkan!"seru Abbad dengan bola mata ke depan tanpa sedikitpun menatap dua anak buahnya.Dalam sekejap Abbad menghilang dari pandangan Haris dan
"Raja iblis?"ucap Intan seraya mengulang perkataan Abbad. Kedua alisnya kini tampak mengkerut. Lalu dia bertanya kepada Abbad lagi."Apa kamu tau di mana letak kerajaan iblis itu?""Intan. Aku rasa kamu jangan sampai singgah di sana. Di sana berkali-kali lipat lebih menakutkan dari tempat ini. Untuk bisa ke sana jika ingin kembali, kamu harus memiliki bekal,"tutur Abbad.Kemudian Abbad itu berjalan dan duduk, saat ini ia seolah gurunya Intan. Selain dia tau banyak tentang alam hutan ini, dia juga merupakan jin atau penghuni kerajaan emas. Tentu dia bukan orang sembarang.Abbad duduk berhadap-hadapan dengan Intan dan dua anak buahnya. Melihat hal ini Haris jadi merasa curiga. Dari cara dia berkata, dia seperti sejajar dengan Intan. Dia berwibawa. Bukan sok wibawa, jangan-jangan dia memang bukan monyet sembarangan? Tapi kenapa dia bisa jadi monyet? Dari ceritanya dia seperti berwawasan. Siapa dia sebenarnya?" Haris tidak habis fikir. Begitu juga dengan Haical. Dia juga merasa seperti
Di sini ke arah hutan kegelapan tidak terlalu jauh. Intan sendiri juga tidak terlalu faham, mungkin saja karena mereka melewati jalan lintas. Namun anehnya, setelah melewati sebuah jembatan, di sana secara otomatis malam tanpa ada siangnya. Hanya gelap dan suram, bahkan hawa merinding.Namun di tempat ini berbeda. Intan mampu melihat terangnya siang kembali. Di atas tangga dia mengamati keindahan yang sangat indah. Mungkin saja ini masih masuk wilayah kota gaib.Selain itu, udara sangat sejuk, apa mungkin karena Pohon-pohon di sini tampak terlihat segar dan terawat, bahkan tampak banyak buah beegelantungan, lebih-lebih, untuk bisa memetiknya sangat mudah,"Apa karena monyet-monyet di sini yang merawatnya?" Intan mencoba menebaknya keadaan yang begitu indah seperti berada di surga.Udara segar karena masih berdekatan dengan gunung membuat Intan memejamkan mata sejenak dan menghirup banyak-banyak udara. Dia makin tampak cantik. Haris sesekali mencuri pandang.Tak disangka sesampainya I
Mereka bertanya-tanya dan menunggu jawaban dari Abbad."Ah, maafkan aku. Lusa kemaren aku tidak menolong kalian menggunakan daun kumbara, saat di gua di penjara karena lupa. Penjaga yang keluar secara tiba-tiba membuatku tidak fokus. Lagian daun kumbara ini juga lama tidak aku gunakan,"tutur Addab.Mendengar jawab dari Addab mereka bertiga tampak mengerti.Sekarang ini Haris dan Haical tampak lebih menerima dan menghormati Addab. Karena hal tadi, dan karena Addab sudah menolong banyak hal termasuk obat-obatan dan makanan, membuat dua anak buah Intan itu lebih segan terhadap Addab.Mereka kini tampak berada di hutan kegelapan tepatnya di rumah Abbad, rumah kayu yang berada di atas pohon. "Lah, kenapa kamu bawa kita kemari. Apa tidak sebaiknya kita menolong para tahanan dan ibu di dalam gua?"tutur Intan yang hatinya tampak tidak enak.Bukankah orang yang selalu di tunggui atau disebut-sebut disuatu tempat akan membuat si orang tersebut seolah merasakan dan menjadi tidak tenang dan tamp
"Jika melewati sini tentu kita harus melewati segala rintangan, bukan?""Iya, itu benar,""Mungkin saja kita tidak bisa menghilang karena kita memang diharuskan untuk melewati segala rintangan ini,""Aku rasa juga begitu,"Di depan sana terdapat sebuah jalan. Namun cabangnya sangat banyak."Addab kita lewat mana ini?""Aku sendiri saja tidak tau harus lewat mana," tutur Addab yang tentu saja membuat mereka panik."Addab, katanya kamu tau jalan menuju ke masjid jin muslim?""Intan. Itu benar. Tapi sepertinya rintangan kali ini kita harus mampu memilih jalan. Jika salah aku tidak tau apa yang terjadi. Yang aku dengar begitu, mereka setiap rintangan berbeda,"Mereka semua menyengirkan alisnya. Ada wajah cemas, bingung, takut salah melangkah, dan aneka wajah lainnya.Mereka tampak berdiskusi."Seharusnya kita harus berjalan lurus, namun dalam jalan bercabang itu tidak ada jalan yang lurus. Ini benar-benar membingungkan,""Lah, kalau kayak gini kita ambil jalan yang mana?"Mereka semua mem
"Bukankah pesan Kyai Hasanuddin untuk ke masjid para jin?"Walaupun sang guru memerintahkan untuk menyerang, namun entah kenapa hati Intan masih ada perasaan ragu. Dirinya pun hampir saja lupa bahwa dia harus ke masjid para jin. Bukan tidak bermaksud menentang atau tidak menuruti kemauan guru, tapi ini adalah amanat beliau."Intan, kamu kenapa? Apa ada masalah?"Intan saat ini bersama dengan yang lainnya sedang berkumpul termasuk guru. Mereka sedang membicarakan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan.Haris sendiri yang melihat Intan diam seperti sedang memikirkan sesuatu segera menananyakannya. Pasalnya dia rasa saat ini guru sedang membicarakan hal penting. Dia takut jika bosnya ternyata tidak mendengarkannya.Haris mendekat ke arah Intan."Bos?""Heem. Haris, ada apa?""Apa bos sedang memikirkan sesuatu? Apa bos setuju dengan rencana guru,""Iya Haris. Itu yang sedang saya fikirkan. Kamu ingat kan kita harus kemasjid para jin oesan Kyai Hasanuddin. Sebaiknya kita pergi ke san
Dengan kejadian ini, tentu saja Intan dan yang lainnya menjadi kapok.Arod dan Haris lukanya belum bener pulih. Dia masih lemah tak berdaya."Untuk bisa mengobati luka ini membutuhkan kembang nagaswara. Dan membutuhkan pemulihan beberapa hari,"tuturnya.Guru dan Addab masih tampak kesal. Peraturan yang dibuat demi kebaikan diri masing-masing namun tidak dihiraukan.Oleh sebab itu, mereka semua juga harus menanggung akibat ini."Maafkan aku Addab. Aku tau aku salah,""Karena ulah kalian, rencana kita menyerang mereka harus tertunda. Bagaimana jika keberadaan kita ketahuan oleh mereka? Apalagi jika kita belum memiliki ilmu untuk melindungi diri kita masing-masing? Bukan hanya itu Intan. Gurubdan orang-orang tidak bersalah bisa terkena dampaknya juga. Ini resikonya sangat besar bukan hanya untuk kesenangan pribadi saja!"Addab terus saja mengeluarkan uneg-uneg yang berada di dalam hatinya. Wajahnya semakin muram jika mengingatnya.Intanpun jua terus saja menyesalinya. Apalagi Arod dan Ha
"Terimalah pembalasanku...!"Intan saat itu benar-benar memanfaatkan waktu. Dia kabur. Dia berlari. Dia membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Intan dengan segera pulang untuk meminta bantuan.Jalanan yang gelap hanya diterangi rembulan. Intan berlari. Kini dia melupakan rasa lelahnya. Yang dia rasa saat ini begitu kuat ialah rasa takutnya.Sesekali hampir terjatuh. Dia dengan berpegangan pepohonan dengan nafas ngos ngosan terus mempertahankan tubuhnya."Semoga saja Haris bisa bertahan. Dan semoga Arod bisa melawan Franz!"Intan berjalan dan terus saja berjalan sesekali berlari dan berhenti berjalan karena rasa lelah yang terasa amat yang entah bisakah dia sampai di kediaman guru Addab.Mengingat perintah Addab Intan merasa tidak enak. Namun, saat ini kondisinya benar-benar genting."Maafkan aku harus merepotkan kalian!"batin Intan."Haris. Arod kalian harus bertahan!"Di tengah jalan menuju kediaman sang guru Intan bertemu dengan Addab dan Haical.Intan saat berlari seraya sesekali
Melihat hal itu Haris tetap kekeh."Aku tidak takut kepada siapapun!"tutur Haris."Haris!" batin Intan. Bola matanya tampak melebar,"Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan Haris.Saat Haris dan Franz mulai saling adu jotos, Intan berteriak."Stop! Stop!"Intan berkata seraya melangkah maju dan melerai keduanya. Namun apa yang terjadi?Mereka tidak bisa di lerai.Haris kemudia berteriak,"Intan, sebaiknya kamu pergi saja. Biarkan aku yang mengatasi lelaki ini!"Bagaimana Intan tidak takut. Franz yang berada di depannya ternyata separuh manusia. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Franz yang sudah ingin menguasai Intan tidak segan-segan terus memberi pukulan kepada Haris.Bug bug bug!Haris kalah serang! Dia saat ini malah tampak terjatuh."Haris...!"Kemudian Franz saling menepukan kedua tangannya di depan Intan."Sayang! Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu takut kepadaku?"Franz berjalan melangkah hingga Intan terus melangkah mundur."Franz! Jangan berani-beraninya kamu mendekati aku!""H
"Tunggu. Apa kau tidak lihat sajen ini? Sayanglah kalau tidak dihabiskan!"Di sana ada beberapa tempat sajen. Barusan mereka makan bersama disatu tempat. Namun Arod melihat sajen-sajen yang masih utuh ditempat lain merasa sangat disayangkan.Intan seraya mengelus perutnya ingin pergi dari sana dan meninggalkan Arod. namun saat memutar tubuhnya hingga 180 derajat ada seorang pria di sana."Fffranz...!"Intan berkata dengan susah payah bahkan terbata-bata. Matanya tampak membulat. Dalam hati Intan berkata,"Bagaimana mungkin Franz ada di sini? Apakah aku mimpi?"Intan berkata seperti itu seraya menyubit tangannya."Auuu...Ini bukan mimpi?"Arod di sana masih juga sibuk makan. Sementara itu Haris yang melihat Franz juga tidak jauh terkejut seperti Intan."Bagaimana mungkin pria ini ada di sini? Bos! Astaga. Bosku tidak memiliki pelindung. Kalung dia hilang,"Namun di sisi lain Franz sendiri yang melihat wanita yang dicarinya menghilang ternyata berada di sini kemudian berkata," Intan? Ken
Lagi-lagi di dalam perjalanan Intan mendengar kereta kuda. Dia kemudian menjadi teringat dengan Franz. "Intan, kenapa kamu menghentikan langkahmu?"Bukan hanya itu, Intan juga kemudian menarik tubuh Arod dari tepi jalan dan mengumpat."Hustt. Arod, aku mohon kamu diam dulu sebentar saja,"Arod mengerutkan alisnya. Mereka mengumpat di balik semak-semak tepi jalan.Sebuah kereta kuda yang indah tampak lewat. Di sana Intan mengumpat bersama dengan Arod."Siapa dia? Apa kamu mengenalnya? Astaga, kamu? Padahal aku di sini ingin jalan-jalan melihat indahnya malam, indahnya kereta kuda, mungkin saja ada wanita cantik di sana, tapi kenapa kamu bertingkah aneh seperti ini?"Arod terus saja berbicara yang pada akhirnya membuat Intan menceritakan apa yang terjadi.Mereka berjalan dan melupakan apa yang dikatakan oleh Addab. "Intan, apa kamu ingin tahu dimana para manusia yang menumbalkan akan menyerahkan sajennya?""Untuk apa aku ingin mengetahui hal itu? Arod, asal kamu tau yah, itu semua ga
"Maaf guru. Kami tidak bermaksud lancang!" Addab berkata seraya menundukan punggungnya sebagai penghormatan kepadanya, diikuti pula dengan yang lainnya.Guru tampak berjalan seraya kedua tangannya tampak disimpan dibelakangnya, lalu beliau memutari mereka melihat beberapa ekor burung merpati yang sudah terkena bidikan sehingga tak berdaya di lantai."Addab. Sebaiknya kalian segera mengolah dan memakan burungnya,"tutur sang guru yang membuat mereka semua tampak lega."Jadi maksudnya guru tidak marah karena kami tidak meminta izin pada guru?"Senyuman tampak memancar di wajah Addab dan yang lainnya yang semula tampak tegang.Sang guru menganggukan kepala,"Burung-burung itu bukan milik saya. Jadi tidak seharusnya kalian meminta izin padaku!"tutur guru."Segera bersihkan!"tuturnya guru kembali.Dalam diam guru tersenyum tanpa sepengetahuan mereka. "Semoga kalian mampu memberantas dunia gelap,"ucapnya di dalam hati guru penuh harap.Sebenarnya burung-burung merpati itu adalah undangan gur
"Kenapa tidak boleh? Makanlah, barusan guru bilang seperti itu!"Intan kemudian menengahi,"Kemaren kami dalam peejalanan diberitahu jika kami tidak dapat memakan sembarangan. Jika tidak, sesuatu hal bisa terjadi kepada kami,"Addab kemudian berkata,"Kalau begitu, kalian makan saja buahnya dan air putih. Makanan yang lainnya itu memang milik kami,"tutur Addab."Baiklah,"Di sela-sela sibuk makan, Intan masih juga teringat akan Franz, oleh karena itu dia menanyakan kepada Addab."Addab, aku melihat mantan suamiku lagi. Dia ternyata masih berada dan berkeliaran di kota gaib,""Suami kamu yang suka bermain dan bekerja sama dengan makhluk gaib?" "Iya, benar,"tutur Intan."Lalu apa yang kamu takutkan?""Aku ingin sekali menghabisinya! Apa mungkin itu bisa membuat keluargaku yang menjadi tumbal selamat?""Itu tidak bisa!""Suami kamu juga mendapat perlindungan dari makhluk abstral karena itu kita tetap saja harus melawan genderwo dan raja iblis!""Okeh, baiklah kalau begitu,"tutur Intan.Di