Barusan Intan mendengar obrolan seorang wanita dan Ki Saleh mengenai Jenderal. Dirasa Intan penasaran. Dia dengan takut-takut mencoba menanyakan kepada pengawal.Sebenarnya pengawal itu sama sekali tidak menakutkan. Hanya saja, bagaimanapun dia warga kota gaib atau jin. Jadi perlu waspada bukan?Saat ini mereka sedang sedang diajak menaiki sebuah kuda milik Ki Saleh.Kereta kuda itu masih sangat mirip dengan zaman peperangan lampau. Namun bedanya, ini jauh lebih modern dan tampak mewah." Silahkan Naiklah!" serunya.Pengawal itu tampak serius dan sopan. Wajahnya tampan walau hanya pengawal, kulitnya putih, namun seperti penduduk kota gaib lainnya, mereka tidak memiliki garis bibir. Itulah yang membedakan dengan manusia. Sebelum naik, Intan bertanya mengenai hal yang membuatnya penasaran tadi.Bola matanya seolah sedang memperhatikan pengawal itu dengan ragu."Hai. Apa aku boleh bertanya sesuatu padamu?"tanya Intan."Apa yang ingin kamu tanyakan, bertanya saja, kalau aku bisa, pasti
Godaannya sangat kuat. Seolah berbisik di telinga mereka berkata," Mampir sebentar saja. Nanti kalau tidak nyesel. Belum lagi perjalann jauh. Ini rezeki. Belum lagi nanti di depan bisa makan dan istirahat di tempat yang enak kayak gini,"Namun di sisi itu sebuah bisikan mengingatkan,"Jangan! Ingat pesan Ki Saleh! Kalau tidak kalian busa celaka! Apa kalian mau celaka!"Perut menjadi terasa begitu keroncongan, mata sangat sulit teralih apalagi seorang gadis menatap kepada netra milik Haris dan Haical. Jika bisa diumpamakan ini bisa dikatakan seperti menghipnotis atau memiliki sesuatu kelebihan yang membuat Haris dan Haical merasa begitu berat.Beruntung Intan yang pernah mengalami dipelet teringat. Dia saat itu tajam mencium aroma tidak beres di sana. "Tatapannya sungguh memikat wanita itu!"batin Intan."Ini tidak bisa dibiarkan," ucapnya kembali."Bos. Aku sebentar saja ke sana!"tutur Haical kesal dan memaksa."Iya. Gimanapun kita butuh istirahat," kekeh Haris pula sama dengan Haical
"Melanggar pantangan?"batin Haris mengulang ucapan Intan seraya menatap mata indah milik bosnya yang bisa dia tatap sepuas mungkin.Mereka bertiga duduk di sana saling menatap pohon buah. Ada rasa ragu untuk mengambil namun qda fikiran mungkin ini rezeki.Kebingungan menghinggapi mereka."Oh. Jadi bos sengaja menarikku karena takut buah ini hanya jebakan?"batin Haris dan Haical dengan raut wajah yang sudah tampak amat pucat.Lagi-lagi mereka harus menelan salivanya."Tenggorokan sangat haus. Perut sangat lapar. Kita harus jalan lagi tanpa mengambil buah sedikitpun atau hanya sekedar menghilangkan dahaga?"Haical dan Haris berkata di dalam hati. Mereka berfikiran sama."Ayo sebaiknya kita jalan lagi," seru intan."Apa aku masih bisa hidup hari besok?" batin Haical.Berbeda dengan Haris."Wanita ini benar-benar tangguh. Andai saja dia bukan bosku, aku pasti akan memperjuangkan apapun rintangannya! Tapi sayang, wanita tanggu yang sempurna seperti dia harus menjadi korban lelaki yang bren
"Huh capeknya,"keluh Intan di hati seraya menghapus keringatnya lagi dan lagi. "Haikal juga berat, kalau kayak gini terus kapan sampainya?"Beberapa kali langkah mereka yang memapah Haikal harus berhenti selain mereka karena kecapean juga berat, oleh karena itu Haris yang menyadari memutuskan menggendong Haikal. Setelah duduk kembali di atas kerikil yang sudah tidak terhitung berapa kali mereka berhenti karena seringnya."Kamu nggak usah bercanda Haris!"ucap Intan mendengar keputusan Haris."Sudah enggak apa-apa, percayalah sama aku, ayo kita jalan lagi, kita nggak akan sampai kalau kita nggak jalan-jalan,"tutur Haris.Pada akhirnya Intan nurut sama bodyguardnya apalagi perkataan Haris itu benar walaupun dia sendiri sebenarnya tidak tega."Jika tidak jalan, apalagi bolak balik berhenti tidak akan mungkin ada hasil?""Semoga Haris kuat deh!"ucap Intan yang hanya bisa mendoakan saja.Haical dari tadi di cubit pipinya di tepuk masih belum sadar, wajahnya tampak sangat pucat pula. Mau ti
Intan merasa tidak enak apalagi dia tidak kenal dengan ibunya, oleh sebab itu, dia merasa gusar. Haris dan Haikal pun jadi nggak enak juga mendengar keluh Intan, oleh sebab itu sekarang mereka berbisik-bisik untuk mencari jalan keluar. Di sela-sela itu, Ibu tadi keluar."Bagaimana? makannya sudah selesai apa belum?"Mendengar pertanyaan ibu mereka menyahut jujur. Ada penyesalanan karena merasa tidak sopan seluruh buah dan makanan habis tanpa sisa. Mereka berbicara dengan sungkan tampak senyum namun senyuman itu penuh arti, melihat hal itu Ibu tadi yang berada di ambang pintu mendekat ke meja makan. Mereka lantas berkata;"Maaf Bu, kami kelaparan jadi makanannya habis,"sahut Intan.Kemudian Intan melanjutkan lagi dan berkata,"Tapi saya janji nanti kalau sudah sampai rumah saya akan mengganti dengan mengirim uang untuk membayar makanan ini," tutur Intan.Gubuk Itu tampak berjejer. Setiap gubuk ada yang menjual aneka minuman seperti kopi ada juga yang menjual makanan buah-buahan dan
Haical sebenarnya kan berharap ingin bertemu adiknya juga. Oleh sebab itu, dia juga tidak mau tujuannya berantakan gara-gara makhluk itu.Ibu yang kesurupan terus saja berbicara seolah memfitnah mereka. Dia marah-marah tidak karuan."Hai kalian manusia! Untuk apa masih di sini. Pergi sekarang juga. Jika kalian tetap di sini sebentar lagi pasti terjadi malapetaka!""Aku tidak akan membiarkan kalian di sini!"Suara ibu itu dalam, sekarang malah matanya tambah menakutkan, bahkan seperti akan copot. Dia maju mulai menyerang Intan dan dua bodyguardnya.Melihat hal itu, tentu saja Intan spontan mundur, begitu juga dengan Haris. Berbeda dengan Haical."Haical...!" Intan dan Haris spontan berteriak melihat malah Haical maju."Apa yang akan Haical lakukan?" Intqn berkata di dalam hati, dia tidak mengerti dengan Haical.Haaris mengerutkan keningnya, dia mencegah Haical yang entah akan bertindak apa, dia tidak mengerti."Apa sih bro! Please jangan halangi aku! Aku akan mendoakan beberapa ayat a
Mendengar ucapan Intan Haical lalu menarik nafas dalam-dalam. Di saat itu, ibu yang kesurupan semakin marah-marah. Piring yang di atas meja jatuh, bahkan mejanya dia gulingkan. Dia juga berkata,"Kalian harus pergi dari sini! Kalian harus pergi...!"Melihat hal itu, penghuni makhluk gaib berkata kepada kami," Hai ...Kalian untuk apa kemari? Bukannya kalian punya alam sendiri. Sebaiknya kalian segera pergi saja dari sini. Jika tidak, saya takut makhluk yang merasuki ibu itu akan menghancurkan tempat ini, apa kalian mau tanggung jawab! Kalian egois. Kalian berbuat tidak memikirkan dampaknya!"Penghuni makhluk gaib itu seorang laki-laki. Dia berbicara seolah benar-benar kesal kepada kami. Dia menekankan beberapa kalimat seolah sudah tidak mau melihat kami kembali. Penyebabnya mereka duga kami akan menyembah iblis di bulan purnama."Gara-gara kami warung ibu itu juga jadi berantakan. Pada akhirnya kami harus pergi. Tapi harus pergi kemana malam-malam seperti ini? Apa di perjalanan ada tem
Kami yang sedang duduk tanpa alas merasa ada yang tidak beres."Haical...!"Intan berteriak, dia terkejut saat tangannya meraih tubuh Haris."Haical! Haical...! Apa yang akan kamu lakukan! Istighfar haical!"Wajah Haical tampak gelap, matanya menyala merah. Tubuhnya yang sejajar tiba-tiba mengepal, dia berdiri dan mendekati Haris.Kemudian, dia mengangkat tubuh Haris."Astaga! Ada apalagi ini?"Jika penghuni makhluk gaib tahu bisa-bisa mereka marah."Lepaskan aku Haical!" Haris berteriak panik melihat kekuatan Haical yang mampu mengangkat tubuhnya. Dia merasa terancam nyawanya. Dia tubuhnya diangkat makin lama makin tinggi."Haical...Tolong lepaskan aku!""Tolong...Aku...!"Haris menjerit-jerit melihat tubuhnya semakin diangkat tinggi. Intan bingung. Dia panik. Dia juga tahu anak buahnya sedang ada yang merasuki. Sebelum terlambat Intan harus berbuat sesuatu.Intan melantunkan doa seperti yang diucapkan untuk ibu tadi yang kesurupan. Dia berdoa seraya menangis.Berkali-kali dibacakan
"Jika melewati sini tentu kita harus melewati segala rintangan, bukan?""Iya, itu benar,""Mungkin saja kita tidak bisa menghilang karena kita memang diharuskan untuk melewati segala rintangan ini,""Aku rasa juga begitu,"Di depan sana terdapat sebuah jalan. Namun cabangnya sangat banyak."Addab kita lewat mana ini?""Aku sendiri saja tidak tau harus lewat mana," tutur Addab yang tentu saja membuat mereka panik."Addab, katanya kamu tau jalan menuju ke masjid jin muslim?""Intan. Itu benar. Tapi sepertinya rintangan kali ini kita harus mampu memilih jalan. Jika salah aku tidak tau apa yang terjadi. Yang aku dengar begitu, mereka setiap rintangan berbeda,"Mereka semua menyengirkan alisnya. Ada wajah cemas, bingung, takut salah melangkah, dan aneka wajah lainnya.Mereka tampak berdiskusi."Seharusnya kita harus berjalan lurus, namun dalam jalan bercabang itu tidak ada jalan yang lurus. Ini benar-benar membingungkan,""Lah, kalau kayak gini kita ambil jalan yang mana?"Mereka semua mem
"Bukankah pesan Kyai Hasanuddin untuk ke masjid para jin?"Walaupun sang guru memerintahkan untuk menyerang, namun entah kenapa hati Intan masih ada perasaan ragu. Dirinya pun hampir saja lupa bahwa dia harus ke masjid para jin. Bukan tidak bermaksud menentang atau tidak menuruti kemauan guru, tapi ini adalah amanat beliau."Intan, kamu kenapa? Apa ada masalah?"Intan saat ini bersama dengan yang lainnya sedang berkumpul termasuk guru. Mereka sedang membicarakan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan.Haris sendiri yang melihat Intan diam seperti sedang memikirkan sesuatu segera menananyakannya. Pasalnya dia rasa saat ini guru sedang membicarakan hal penting. Dia takut jika bosnya ternyata tidak mendengarkannya.Haris mendekat ke arah Intan."Bos?""Heem. Haris, ada apa?""Apa bos sedang memikirkan sesuatu? Apa bos setuju dengan rencana guru,""Iya Haris. Itu yang sedang saya fikirkan. Kamu ingat kan kita harus kemasjid para jin oesan Kyai Hasanuddin. Sebaiknya kita pergi ke san
Dengan kejadian ini, tentu saja Intan dan yang lainnya menjadi kapok.Arod dan Haris lukanya belum bener pulih. Dia masih lemah tak berdaya."Untuk bisa mengobati luka ini membutuhkan kembang nagaswara. Dan membutuhkan pemulihan beberapa hari,"tuturnya.Guru dan Addab masih tampak kesal. Peraturan yang dibuat demi kebaikan diri masing-masing namun tidak dihiraukan.Oleh sebab itu, mereka semua juga harus menanggung akibat ini."Maafkan aku Addab. Aku tau aku salah,""Karena ulah kalian, rencana kita menyerang mereka harus tertunda. Bagaimana jika keberadaan kita ketahuan oleh mereka? Apalagi jika kita belum memiliki ilmu untuk melindungi diri kita masing-masing? Bukan hanya itu Intan. Gurubdan orang-orang tidak bersalah bisa terkena dampaknya juga. Ini resikonya sangat besar bukan hanya untuk kesenangan pribadi saja!"Addab terus saja mengeluarkan uneg-uneg yang berada di dalam hatinya. Wajahnya semakin muram jika mengingatnya.Intanpun jua terus saja menyesalinya. Apalagi Arod dan Ha
"Terimalah pembalasanku...!"Intan saat itu benar-benar memanfaatkan waktu. Dia kabur. Dia berlari. Dia membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Intan dengan segera pulang untuk meminta bantuan.Jalanan yang gelap hanya diterangi rembulan. Intan berlari. Kini dia melupakan rasa lelahnya. Yang dia rasa saat ini begitu kuat ialah rasa takutnya.Sesekali hampir terjatuh. Dia dengan berpegangan pepohonan dengan nafas ngos ngosan terus mempertahankan tubuhnya."Semoga saja Haris bisa bertahan. Dan semoga Arod bisa melawan Franz!"Intan berjalan dan terus saja berjalan sesekali berlari dan berhenti berjalan karena rasa lelah yang terasa amat yang entah bisakah dia sampai di kediaman guru Addab.Mengingat perintah Addab Intan merasa tidak enak. Namun, saat ini kondisinya benar-benar genting."Maafkan aku harus merepotkan kalian!"batin Intan."Haris. Arod kalian harus bertahan!"Di tengah jalan menuju kediaman sang guru Intan bertemu dengan Addab dan Haical.Intan saat berlari seraya sesekali
Melihat hal itu Haris tetap kekeh."Aku tidak takut kepada siapapun!"tutur Haris."Haris!" batin Intan. Bola matanya tampak melebar,"Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan Haris.Saat Haris dan Franz mulai saling adu jotos, Intan berteriak."Stop! Stop!"Intan berkata seraya melangkah maju dan melerai keduanya. Namun apa yang terjadi?Mereka tidak bisa di lerai.Haris kemudia berteriak,"Intan, sebaiknya kamu pergi saja. Biarkan aku yang mengatasi lelaki ini!"Bagaimana Intan tidak takut. Franz yang berada di depannya ternyata separuh manusia. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Franz yang sudah ingin menguasai Intan tidak segan-segan terus memberi pukulan kepada Haris.Bug bug bug!Haris kalah serang! Dia saat ini malah tampak terjatuh."Haris...!"Kemudian Franz saling menepukan kedua tangannya di depan Intan."Sayang! Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu takut kepadaku?"Franz berjalan melangkah hingga Intan terus melangkah mundur."Franz! Jangan berani-beraninya kamu mendekati aku!""H
"Tunggu. Apa kau tidak lihat sajen ini? Sayanglah kalau tidak dihabiskan!"Di sana ada beberapa tempat sajen. Barusan mereka makan bersama disatu tempat. Namun Arod melihat sajen-sajen yang masih utuh ditempat lain merasa sangat disayangkan.Intan seraya mengelus perutnya ingin pergi dari sana dan meninggalkan Arod. namun saat memutar tubuhnya hingga 180 derajat ada seorang pria di sana."Fffranz...!"Intan berkata dengan susah payah bahkan terbata-bata. Matanya tampak membulat. Dalam hati Intan berkata,"Bagaimana mungkin Franz ada di sini? Apakah aku mimpi?"Intan berkata seperti itu seraya menyubit tangannya."Auuu...Ini bukan mimpi?"Arod di sana masih juga sibuk makan. Sementara itu Haris yang melihat Franz juga tidak jauh terkejut seperti Intan."Bagaimana mungkin pria ini ada di sini? Bos! Astaga. Bosku tidak memiliki pelindung. Kalung dia hilang,"Namun di sisi lain Franz sendiri yang melihat wanita yang dicarinya menghilang ternyata berada di sini kemudian berkata," Intan? Ken
Lagi-lagi di dalam perjalanan Intan mendengar kereta kuda. Dia kemudian menjadi teringat dengan Franz. "Intan, kenapa kamu menghentikan langkahmu?"Bukan hanya itu, Intan juga kemudian menarik tubuh Arod dari tepi jalan dan mengumpat."Hustt. Arod, aku mohon kamu diam dulu sebentar saja,"Arod mengerutkan alisnya. Mereka mengumpat di balik semak-semak tepi jalan.Sebuah kereta kuda yang indah tampak lewat. Di sana Intan mengumpat bersama dengan Arod."Siapa dia? Apa kamu mengenalnya? Astaga, kamu? Padahal aku di sini ingin jalan-jalan melihat indahnya malam, indahnya kereta kuda, mungkin saja ada wanita cantik di sana, tapi kenapa kamu bertingkah aneh seperti ini?"Arod terus saja berbicara yang pada akhirnya membuat Intan menceritakan apa yang terjadi.Mereka berjalan dan melupakan apa yang dikatakan oleh Addab. "Intan, apa kamu ingin tahu dimana para manusia yang menumbalkan akan menyerahkan sajennya?""Untuk apa aku ingin mengetahui hal itu? Arod, asal kamu tau yah, itu semua ga
"Maaf guru. Kami tidak bermaksud lancang!" Addab berkata seraya menundukan punggungnya sebagai penghormatan kepadanya, diikuti pula dengan yang lainnya.Guru tampak berjalan seraya kedua tangannya tampak disimpan dibelakangnya, lalu beliau memutari mereka melihat beberapa ekor burung merpati yang sudah terkena bidikan sehingga tak berdaya di lantai."Addab. Sebaiknya kalian segera mengolah dan memakan burungnya,"tutur sang guru yang membuat mereka semua tampak lega."Jadi maksudnya guru tidak marah karena kami tidak meminta izin pada guru?"Senyuman tampak memancar di wajah Addab dan yang lainnya yang semula tampak tegang.Sang guru menganggukan kepala,"Burung-burung itu bukan milik saya. Jadi tidak seharusnya kalian meminta izin padaku!"tutur guru."Segera bersihkan!"tuturnya guru kembali.Dalam diam guru tersenyum tanpa sepengetahuan mereka. "Semoga kalian mampu memberantas dunia gelap,"ucapnya di dalam hati guru penuh harap.Sebenarnya burung-burung merpati itu adalah undangan gur
"Kenapa tidak boleh? Makanlah, barusan guru bilang seperti itu!"Intan kemudian menengahi,"Kemaren kami dalam peejalanan diberitahu jika kami tidak dapat memakan sembarangan. Jika tidak, sesuatu hal bisa terjadi kepada kami,"Addab kemudian berkata,"Kalau begitu, kalian makan saja buahnya dan air putih. Makanan yang lainnya itu memang milik kami,"tutur Addab."Baiklah,"Di sela-sela sibuk makan, Intan masih juga teringat akan Franz, oleh karena itu dia menanyakan kepada Addab."Addab, aku melihat mantan suamiku lagi. Dia ternyata masih berada dan berkeliaran di kota gaib,""Suami kamu yang suka bermain dan bekerja sama dengan makhluk gaib?" "Iya, benar,"tutur Intan."Lalu apa yang kamu takutkan?""Aku ingin sekali menghabisinya! Apa mungkin itu bisa membuat keluargaku yang menjadi tumbal selamat?""Itu tidak bisa!""Suami kamu juga mendapat perlindungan dari makhluk abstral karena itu kita tetap saja harus melawan genderwo dan raja iblis!""Okeh, baiklah kalau begitu,"tutur Intan.Di