Mendengar ucapan Intan Haical lalu menarik nafas dalam-dalam. Di saat itu, ibu yang kesurupan semakin marah-marah. Piring yang di atas meja jatuh, bahkan mejanya dia gulingkan. Dia juga berkata,"Kalian harus pergi dari sini! Kalian harus pergi...!"Melihat hal itu, penghuni makhluk gaib berkata kepada kami," Hai ...Kalian untuk apa kemari? Bukannya kalian punya alam sendiri. Sebaiknya kalian segera pergi saja dari sini. Jika tidak, saya takut makhluk yang merasuki ibu itu akan menghancurkan tempat ini, apa kalian mau tanggung jawab! Kalian egois. Kalian berbuat tidak memikirkan dampaknya!"Penghuni makhluk gaib itu seorang laki-laki. Dia berbicara seolah benar-benar kesal kepada kami. Dia menekankan beberapa kalimat seolah sudah tidak mau melihat kami kembali. Penyebabnya mereka duga kami akan menyembah iblis di bulan purnama."Gara-gara kami warung ibu itu juga jadi berantakan. Pada akhirnya kami harus pergi. Tapi harus pergi kemana malam-malam seperti ini? Apa di perjalanan ada tem
Kami yang sedang duduk tanpa alas merasa ada yang tidak beres."Haical...!"Intan berteriak, dia terkejut saat tangannya meraih tubuh Haris."Haical! Haical...! Apa yang akan kamu lakukan! Istighfar haical!"Wajah Haical tampak gelap, matanya menyala merah. Tubuhnya yang sejajar tiba-tiba mengepal, dia berdiri dan mendekati Haris.Kemudian, dia mengangkat tubuh Haris."Astaga! Ada apalagi ini?"Jika penghuni makhluk gaib tahu bisa-bisa mereka marah."Lepaskan aku Haical!" Haris berteriak panik melihat kekuatan Haical yang mampu mengangkat tubuhnya. Dia merasa terancam nyawanya. Dia tubuhnya diangkat makin lama makin tinggi."Haical...Tolong lepaskan aku!""Tolong...Aku...!"Haris menjerit-jerit melihat tubuhnya semakin diangkat tinggi. Intan bingung. Dia panik. Dia juga tahu anak buahnya sedang ada yang merasuki. Sebelum terlambat Intan harus berbuat sesuatu.Intan melantunkan doa seperti yang diucapkan untuk ibu tadi yang kesurupan. Dia berdoa seraya menangis.Berkali-kali dibacakan
Haris semakin salah tingkah, tubuhnya kaku seperti robot.Di saat kondisi seperti itu, Haical yang barusan ibu bantu olesi yang katanya minyak herbal ternyata tidak selang lama bangun."Eh kamu sudah bangun Haical, kamu baik-baik saja, kan,"Intan merasa bisa bernafas lega malam ini. Pasalnya kedua bodyguardnya sudah mendapat pengobatan dari ibu.Haical saat itu tidur di ranjang. Dia kini sudah mulai beranjak bangun dan tampak duduk di tepi ranjang."Kamu sebaiknya minum air ini anak muda,"Ibu menyerahkan sebuah cangkir unik tampak berkelas, kemudian Haris menerima dengan tampak heran menatap air yang berwarna hijau,"Ini air apa bu? Kenapa berwarna hijau?"Haical mengerutkan keningnya, dia berkata seraya mencium aroma yang rasanya asing."Apa ini jamu?"batinnya.Melihat Haical Intan lalu menyahut."Haical. Itu adalah minuman yang bisa menjadi obat penenang. Minumlah hingga habis, setelah itu kamu bisa istirahat,"tutur Intan menjelaskan."Penenang? Kenapa aku harus minum obat penenan
Mereka pada akhirnya memutuskan berjalan ke arah kanan setelah difikir mateng-mateng.Namun pria misterius itu tiba-tiba menghilang setelah meninggalkan sebuah suara tawa. Oleh sebab itu mereka menjadi merinding."Hahahahha....Manusia bodoh!""Apa maksudnya itu ibu?"Intan bertanya seraya memeluk lengan ibu layaknya anaknya. Hawa tempat itu seolah sudah bisa ditebak, selain karena sunyi dan gelap, suara seperti gamelan dipagi itu tetap saja terasa horor. Sesekali suara tangisan terdengar samar-samar."Ibu tidak tahu, menurut ibu mereka memang suka mengganggu orang-orang yang berjalan melalui jalur ini,"Intan dan ibu berjalan di depan Haris dan Haical. Mereka masing-masing memegang satu senter. Dan pegangan mereka sangat kuat karena saking takutnya.Rasanya Intan sendiri ingin mundur melihat keadaan yang seolah tidak bersahabat. Alasan mereka memilih jalan arah kanan ini karena pria itu menunjuk dengan jari ke arah jalan ini. Lalu kenapa dia mengatakan bodoh seraya menertawai kami?
"Tolonggggg...!""Bagaimana ini...?""Hahaha...!"Suara itu kembali terdengar menggema dan menakutkan di telinga."Siapa kau?"Intan bertanya dengan berteriak kepada makhluk yang masih belum tampak."Hai keluar kau! Jangan kau jadi pengecut!"Mereka saling memutar bola matanya yang lebar itu mencari di mana keberadaan sosoknya itu.Kemudian makhluk itu berkata kembali!""Hahaha...! Hai manusia yang lemah tidak usah kau berteriak-teriak padaku. Sebentar lagi kalian akan mati hahahah....!""Tuhan. Apa yang harus aku lakukan?"batinnya tampak gusar melihat batu itu terus saja jatuh dari bukit, begitu juga airnya yang akan menenggelamkan mereka."Sepertinya tempat ini akan berubah menjadi danau atau sungai!""Lalu, apa yang harus kita lakukan?""Aku juga tidak tahu?"Ibu menggeleng lemah,Sepertinya ini memang akhir dari riwayat mereka! Itulah yang ada difikirannya. Jika berfikir memakai logika memang tampak mustahil."Hai lepaskan kami! Apa salah kami?""Arg susah sekali! Jika seperti ini
Pada saat ini, mereka mulai sadar mengapa jalan yang dilaluinya disebut jalan yang merenggut nyawa.Tentu saja setelah mereka di bawa oleh sosok hitam dengan mata merah dan bau yang menyengat gosong mirip seperti genderwo itu. Siapapun akan takut melihatnya? Bahkan saja mungkin nyawa mereka hanya tinggal dalam 1 hingga 5 menit lagi.Selain itu, mereka menahan tekanan di dalam hati. Intan yang sangat takut hanya bisa memberi semangat dan berdoa. Kemudian mereka saling berpelukan karena saking takutnya. Menangis bersama.Pakaian mereka yang sudah lusuh dan basah serta kehidupan yang harus dijalani di wilayah raksasa itu langsung saja dimulai detik itu juga mereka bekerja tanpa istirahat."Ibu, apakah di sini memang tidak ada waktu siang?"bisik Intan setelah di turunkan dari telapak tangan raksasa yang sangat bau itu. Tentu saja mereka selama perjalanan menutup hidungnya, bahkan berkali-kali ingin muntah.Tubuh ibu tampak gemetar, kemudian ibu berkata," Ibu tidak tahu persis, Nak. Sepert
Air matanya Intan terus saja keluar karena ketakutan. Bibirnya tampak bergetar. Rasanya begitu lemas. "Tuhan. Apa aku bisa melewati ini?"batin Intan.Ingatannya kembali kepada keluarganya yang juga dijadikan tumbal yang memprihatinkan.Tiba-tiba angin berhembus, terdengar suara Kyai Hasanudin di telinganya Intan."Assalamualaikum Nak Intan,""Kyai..?." batin Intan seraya melihat sekeliling yang penerangannya remang-remang. Intan sangat berharap itu adalah suara Kyai.Bagaimana tidak remang-remang sementara di sana hanya memakai obor di beberapa sudut. Ini benar-benar seperti zaman masa kuno."Di mana Kyai?"ucap Intan lirih."Nak. Intan. Jangan lupa ingat selalu dengan Tuhan jika kamu ingin selamat, Nak. Berdzikirlah jangan pernah sekalipun terputus,"Kemudian, Intan yang mendengar pesan Kyai mengatakan kepada ibu apa yang didengarnya.Sejak saat itu, Intan tidak berhenti berdzikir.Seperti apa yang dikatakan ibu, kemudian, dua wanita purba menghampiri Intan untuk memberikan mewangian
Intan menendang wanita purba dengan kekuatannya. Intan melompat berjalan di dinding serta mendang dada wanita purba masing-masing lalu mendarat dengan mulus."Arggh!"Mengetahui hal itu, Intan segera pergi dari ruangan itu dan menghampiri Ibu. Namun di tengah jalan, Intan melihat wanita purba," aku harus sembunyi?"Netranya melirik mencoba mencari tempat persembunyian.Di rasa mendesak. intan berlari kesembarang arah dan mencoba mencari tempat aman."Huah...huhh!"Setelah di rasa sepi Intan kembali keluar untuk menemui ibu, ia sadar betul ibu sangat membutuhkah pertolonganya karena tidak memeliliki kalung seperti dirinya.Intan menahan nafas dalam setiap langkahnya berusaha selalu berdzikir agar dimudahkan urusannya.Namun tidak sengaja, Intan mendengar suara Haical yang sesekali berteriak."Haical...!"gumam Intan."Aku harus mencari Haical!"Karena merasa ada sesuatu yang berbahaya dengan Haical. Intan tentu saja reflek segera mencarinya."Ibu, semoga ibu baik-baik saja,"batin Intan
"Jika melewati sini tentu kita harus melewati segala rintangan, bukan?""Iya, itu benar,""Mungkin saja kita tidak bisa menghilang karena kita memang diharuskan untuk melewati segala rintangan ini,""Aku rasa juga begitu,"Di depan sana terdapat sebuah jalan. Namun cabangnya sangat banyak."Addab kita lewat mana ini?""Aku sendiri saja tidak tau harus lewat mana," tutur Addab yang tentu saja membuat mereka panik."Addab, katanya kamu tau jalan menuju ke masjid jin muslim?""Intan. Itu benar. Tapi sepertinya rintangan kali ini kita harus mampu memilih jalan. Jika salah aku tidak tau apa yang terjadi. Yang aku dengar begitu, mereka setiap rintangan berbeda,"Mereka semua menyengirkan alisnya. Ada wajah cemas, bingung, takut salah melangkah, dan aneka wajah lainnya.Mereka tampak berdiskusi."Seharusnya kita harus berjalan lurus, namun dalam jalan bercabang itu tidak ada jalan yang lurus. Ini benar-benar membingungkan,""Lah, kalau kayak gini kita ambil jalan yang mana?"Mereka semua mem
"Bukankah pesan Kyai Hasanuddin untuk ke masjid para jin?"Walaupun sang guru memerintahkan untuk menyerang, namun entah kenapa hati Intan masih ada perasaan ragu. Dirinya pun hampir saja lupa bahwa dia harus ke masjid para jin. Bukan tidak bermaksud menentang atau tidak menuruti kemauan guru, tapi ini adalah amanat beliau."Intan, kamu kenapa? Apa ada masalah?"Intan saat ini bersama dengan yang lainnya sedang berkumpul termasuk guru. Mereka sedang membicarakan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan.Haris sendiri yang melihat Intan diam seperti sedang memikirkan sesuatu segera menananyakannya. Pasalnya dia rasa saat ini guru sedang membicarakan hal penting. Dia takut jika bosnya ternyata tidak mendengarkannya.Haris mendekat ke arah Intan."Bos?""Heem. Haris, ada apa?""Apa bos sedang memikirkan sesuatu? Apa bos setuju dengan rencana guru,""Iya Haris. Itu yang sedang saya fikirkan. Kamu ingat kan kita harus kemasjid para jin oesan Kyai Hasanuddin. Sebaiknya kita pergi ke san
Dengan kejadian ini, tentu saja Intan dan yang lainnya menjadi kapok.Arod dan Haris lukanya belum bener pulih. Dia masih lemah tak berdaya."Untuk bisa mengobati luka ini membutuhkan kembang nagaswara. Dan membutuhkan pemulihan beberapa hari,"tuturnya.Guru dan Addab masih tampak kesal. Peraturan yang dibuat demi kebaikan diri masing-masing namun tidak dihiraukan.Oleh sebab itu, mereka semua juga harus menanggung akibat ini."Maafkan aku Addab. Aku tau aku salah,""Karena ulah kalian, rencana kita menyerang mereka harus tertunda. Bagaimana jika keberadaan kita ketahuan oleh mereka? Apalagi jika kita belum memiliki ilmu untuk melindungi diri kita masing-masing? Bukan hanya itu Intan. Gurubdan orang-orang tidak bersalah bisa terkena dampaknya juga. Ini resikonya sangat besar bukan hanya untuk kesenangan pribadi saja!"Addab terus saja mengeluarkan uneg-uneg yang berada di dalam hatinya. Wajahnya semakin muram jika mengingatnya.Intanpun jua terus saja menyesalinya. Apalagi Arod dan Ha
"Terimalah pembalasanku...!"Intan saat itu benar-benar memanfaatkan waktu. Dia kabur. Dia berlari. Dia membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Intan dengan segera pulang untuk meminta bantuan.Jalanan yang gelap hanya diterangi rembulan. Intan berlari. Kini dia melupakan rasa lelahnya. Yang dia rasa saat ini begitu kuat ialah rasa takutnya.Sesekali hampir terjatuh. Dia dengan berpegangan pepohonan dengan nafas ngos ngosan terus mempertahankan tubuhnya."Semoga saja Haris bisa bertahan. Dan semoga Arod bisa melawan Franz!"Intan berjalan dan terus saja berjalan sesekali berlari dan berhenti berjalan karena rasa lelah yang terasa amat yang entah bisakah dia sampai di kediaman guru Addab.Mengingat perintah Addab Intan merasa tidak enak. Namun, saat ini kondisinya benar-benar genting."Maafkan aku harus merepotkan kalian!"batin Intan."Haris. Arod kalian harus bertahan!"Di tengah jalan menuju kediaman sang guru Intan bertemu dengan Addab dan Haical.Intan saat berlari seraya sesekali
Melihat hal itu Haris tetap kekeh."Aku tidak takut kepada siapapun!"tutur Haris."Haris!" batin Intan. Bola matanya tampak melebar,"Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan Haris.Saat Haris dan Franz mulai saling adu jotos, Intan berteriak."Stop! Stop!"Intan berkata seraya melangkah maju dan melerai keduanya. Namun apa yang terjadi?Mereka tidak bisa di lerai.Haris kemudia berteriak,"Intan, sebaiknya kamu pergi saja. Biarkan aku yang mengatasi lelaki ini!"Bagaimana Intan tidak takut. Franz yang berada di depannya ternyata separuh manusia. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Franz yang sudah ingin menguasai Intan tidak segan-segan terus memberi pukulan kepada Haris.Bug bug bug!Haris kalah serang! Dia saat ini malah tampak terjatuh."Haris...!"Kemudian Franz saling menepukan kedua tangannya di depan Intan."Sayang! Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu takut kepadaku?"Franz berjalan melangkah hingga Intan terus melangkah mundur."Franz! Jangan berani-beraninya kamu mendekati aku!""H
"Tunggu. Apa kau tidak lihat sajen ini? Sayanglah kalau tidak dihabiskan!"Di sana ada beberapa tempat sajen. Barusan mereka makan bersama disatu tempat. Namun Arod melihat sajen-sajen yang masih utuh ditempat lain merasa sangat disayangkan.Intan seraya mengelus perutnya ingin pergi dari sana dan meninggalkan Arod. namun saat memutar tubuhnya hingga 180 derajat ada seorang pria di sana."Fffranz...!"Intan berkata dengan susah payah bahkan terbata-bata. Matanya tampak membulat. Dalam hati Intan berkata,"Bagaimana mungkin Franz ada di sini? Apakah aku mimpi?"Intan berkata seperti itu seraya menyubit tangannya."Auuu...Ini bukan mimpi?"Arod di sana masih juga sibuk makan. Sementara itu Haris yang melihat Franz juga tidak jauh terkejut seperti Intan."Bagaimana mungkin pria ini ada di sini? Bos! Astaga. Bosku tidak memiliki pelindung. Kalung dia hilang,"Namun di sisi lain Franz sendiri yang melihat wanita yang dicarinya menghilang ternyata berada di sini kemudian berkata," Intan? Ken
Lagi-lagi di dalam perjalanan Intan mendengar kereta kuda. Dia kemudian menjadi teringat dengan Franz. "Intan, kenapa kamu menghentikan langkahmu?"Bukan hanya itu, Intan juga kemudian menarik tubuh Arod dari tepi jalan dan mengumpat."Hustt. Arod, aku mohon kamu diam dulu sebentar saja,"Arod mengerutkan alisnya. Mereka mengumpat di balik semak-semak tepi jalan.Sebuah kereta kuda yang indah tampak lewat. Di sana Intan mengumpat bersama dengan Arod."Siapa dia? Apa kamu mengenalnya? Astaga, kamu? Padahal aku di sini ingin jalan-jalan melihat indahnya malam, indahnya kereta kuda, mungkin saja ada wanita cantik di sana, tapi kenapa kamu bertingkah aneh seperti ini?"Arod terus saja berbicara yang pada akhirnya membuat Intan menceritakan apa yang terjadi.Mereka berjalan dan melupakan apa yang dikatakan oleh Addab. "Intan, apa kamu ingin tahu dimana para manusia yang menumbalkan akan menyerahkan sajennya?""Untuk apa aku ingin mengetahui hal itu? Arod, asal kamu tau yah, itu semua ga
"Maaf guru. Kami tidak bermaksud lancang!" Addab berkata seraya menundukan punggungnya sebagai penghormatan kepadanya, diikuti pula dengan yang lainnya.Guru tampak berjalan seraya kedua tangannya tampak disimpan dibelakangnya, lalu beliau memutari mereka melihat beberapa ekor burung merpati yang sudah terkena bidikan sehingga tak berdaya di lantai."Addab. Sebaiknya kalian segera mengolah dan memakan burungnya,"tutur sang guru yang membuat mereka semua tampak lega."Jadi maksudnya guru tidak marah karena kami tidak meminta izin pada guru?"Senyuman tampak memancar di wajah Addab dan yang lainnya yang semula tampak tegang.Sang guru menganggukan kepala,"Burung-burung itu bukan milik saya. Jadi tidak seharusnya kalian meminta izin padaku!"tutur guru."Segera bersihkan!"tuturnya guru kembali.Dalam diam guru tersenyum tanpa sepengetahuan mereka. "Semoga kalian mampu memberantas dunia gelap,"ucapnya di dalam hati guru penuh harap.Sebenarnya burung-burung merpati itu adalah undangan gur
"Kenapa tidak boleh? Makanlah, barusan guru bilang seperti itu!"Intan kemudian menengahi,"Kemaren kami dalam peejalanan diberitahu jika kami tidak dapat memakan sembarangan. Jika tidak, sesuatu hal bisa terjadi kepada kami,"Addab kemudian berkata,"Kalau begitu, kalian makan saja buahnya dan air putih. Makanan yang lainnya itu memang milik kami,"tutur Addab."Baiklah,"Di sela-sela sibuk makan, Intan masih juga teringat akan Franz, oleh karena itu dia menanyakan kepada Addab."Addab, aku melihat mantan suamiku lagi. Dia ternyata masih berada dan berkeliaran di kota gaib,""Suami kamu yang suka bermain dan bekerja sama dengan makhluk gaib?" "Iya, benar,"tutur Intan."Lalu apa yang kamu takutkan?""Aku ingin sekali menghabisinya! Apa mungkin itu bisa membuat keluargaku yang menjadi tumbal selamat?""Itu tidak bisa!""Suami kamu juga mendapat perlindungan dari makhluk abstral karena itu kita tetap saja harus melawan genderwo dan raja iblis!""Okeh, baiklah kalau begitu,"tutur Intan.Di