Agni sepakat untuk bertemu dengan orangtua Dewa hari itu. Dewa sendiri sudah memesan meja di sebuah restoran untuk mereka. Agni sudah bersiap untuk pergi. Ia mengenakan gaun berwarna gelap dengan model peplum untuk menyamarkan perutnya yang sedikit besar. Saat akan keluar dari unit apartemennya, Agni begitu terkejut melihat siapa yang berada di depan pintu."Mau apa ke sini? Aku mau pergi!" ketus Agni yang memilih keluar dan langsung mengunci pintu."Kamu mau ke mana? Biar aku antar," tawar Kaisar."Tidak usah, aku mau pergi sendiri." Agni mencoba mengabaikan, dia hendak pergi tapi lengannya dicekal oleh Kaisar."Aku sebenarnya ingin tahu keputusanmu, Apa kamu sudah memikirkan ulang?" tanya Kaisar yang sepertinya takkan berhenti meski Agni menolak. "Aku sedang tak ingin membahas masalah itu." Agni mencoba melepas tangan Kaisar dari lengannya, tapi masih ditahan pria itu."Agni, aku mohon. Demi bayi kita, apa kamu tidak bisa mengesampingkan egomu?" tanya Kaisar."Ego? Siapa sebenarn
Dewa bergegas membawa Agni ke rumah sakit, sepanjang perjalanan wanita itu terus menggenggam erat tangan kiri Dewa yang menyetir. Agni merintih dan terus meracau jika tak ingin kehilangan bayinya. Dewa sungguh tak tega melihat Agni kesakitan seperti itu, ia terus menenangkan dan membiarkan Agni meremas tangannya.Begitu sampai di rumah sakit, Agni langsung dibawa ke ruang pemeriksaan oleh perawat. Saat perawat mendata kondisi dan juga berapa umur kehamilan Agni, Dewa menjawabnya tanpa sedikit pun kesalahan, bahkan tentang Agni yang memiliki riwayat lemah kandungan pun tak luput dia sebutkan.Dokter yang memeriksa kondisi Agni pun memberikan obat penenang untuk wanita itu, membuatnya tertidur. Beberapa menit kemudiab, Dewa mengekor perawat yang mendorong brankar di mana tubuh Agni terbaring menuju ruang perawatan. Dewa hendak menghubungi keluarga Agni, tapi bingung karena wanita itu ternyata memberi password pada ponselnya, hingga akhirnya Dewa memilih tetap di sana dan menunggu.Dewa
Mendengar jawaban Dewa, Agni merasa sesuatu yang aneh menggelitiki rongga dadanya. Namun, dia juga sedang memikirkan sesuatu. Agni tidak ingin gegabah. Agni takut jika Dewa akan sakit hati nantinya."Untuk saat ini, aku hanya ingin memikirkan bayiku," ucap Agni sambil menyentuh perutnya. Seolah memberi jawaban halus ke Dewa bahwa dia tidak ingin menjalani hubungan yang serius dulu."Mungkin aku akan berbicara dengan Kaisar, tentang hubungan kami. Aku hanya ingin hidup tenang sampai bayi ini lahir," imbuhnya.Dewa mencoba memahami keinginan Agni, karena bagaimanapun dia tahu Agni tertekan dengan masalahnya dengan Kaisar."Tentu, bayimu tetap membutuhkan ayah kandungnya. Tapi, berjanjilah untuk tetap menjaga komunikasi denganku.”Agni mengangguk, dia merasa senang karena Dewa bukanlah tipe pria yang senang memaksakan kehendaknya sendiri.🌸🌸🌸Setelah kelaur dari rumah sakit, Agni kembali ke apartemen dan ingin beristirahat dengan tenang. Namun, sepertinya tidak bisa karena kedua orang
Waktu berlalu begitu cepat. Semua pun berjalan seperti yang Agni inginkan. Kaisar masih terus datang hanya saat Agni mengizinkan, pria itu benar-benar memberikan semua perhatiannya kepada sang mantan istri, berharap Agni berubah pikiran dan kelak bisa menerimanya kembali.Usia kandungan Agni pun sudah memasuki sembilan bulan, yang mengharuskannya mulai membatasi aktivitas dan mulai mempersiapkan cuti melahirkan. Agni bahkan sudah meminta tolong Bara untuk membantu mengurus K Sport sementara waktuHari itu Agni pulang ke rumah orangtuanya. Kebetulan Bara beserta istri dan anaknya juga sedang berada di sana, melihat anak-anak sang abang membuat Agni gembira. Ia dan Bara duduk di samping kolam renang sambil mengawasi kedua keponakannya bermain air."Bagaimana kandunganmu?" tanya Bara sambil mengusap perut bulat Agni."Baik, kata dokter dia sangat sehat," jawab Agni seraya mengusap perutnya."Baguslah.” Bara menatap jauh ke kolam, meneriaki kedua anaknya lantas menoleh kembali kepada sang
Kaisar terlihat terburu-buru, dia berlari menyusuri koridor rumah sakit dengan napas tersengal. Pagi itu dia dihubugi Ami, wanita itu mengabari jika Agni akan melahirkan.Begitu sampai di depan ruang bersalin, Kaisar melihat Ami dan Abimana duduk di kursi selasar dengan wajah cemas. "Bagaimana Agni?" tanya Kaisar. "Masih di dalam," jawab Ami seraya menunjuk pintu besar ruang bersalin."Dia bilang sudah merasakan kontraksi sejak semalam, tapi baru menghubungi kami subuh tadi. Ternyata saat dicek dokter sudah pembukaan delapan," ucap Ami menjelaskan.Kaisar mengangguk, hingga kemudian ikut duduk dan berdoa agar persalinan Agni lancar dan bayinya sehat. Wanita itu memang keras kepala, meski semua orang sudah memaksanya untuk tinggal di rumah orangtuanya, tapi dia bersikeras untuk tetap berada di apartemen.Di dalam ruang bersalin, Agni terus meremas bantal hingga menggigit ujungnya karena menahan rasa sakit akibat kontraksi. Keringat membasahi pelipisnya, meskipun kontraksi sudah terja
Agni sudah dipindah ke ruang perawatan, tentu saja semua anggota keluarganya juga mengikuti ke sana. Namun, Agni nampak gusar, wanita itu terus melirik ke arah pintu, menunggu Dewa masuk tapi pria itu tak kunjung datang begitu juga dengan Kaisar. Agni berpikir, apakah Dewa marah karena melihat sikap pria itu kepadanya tadi.Ternyata Dewa ikut Kaisar pergi ke ruang perawatan bayi, untuk melihat sang putri yang baru saja lahir. Keduanya berdiri di depan kaca yang membatasi ruang bayi dengan bagian luar, menatap bayi Agni yang sedang tidur. Dewa menoleh Kaisar yang berdiri di sampingnya, hingga sangat terkejut ketika melihat Kaisar meneteskan air mata. Ia tak menyangka kalau pria itu bisa sampai menangis. "Aku sadar jika kami tidak bisa bersama lagi," ucap Kaisar yang membuat Dewa langsung menoleh. "Jika memang kalian akhirnya bersama, aku mohon anggaplah anakku sebagai anak kandungmu, sayangilah dia dan jangan benci dia, karena dia tidak bersalah sama sekali."Dewa mengangguk mendenga
Setelah Mauri lahir hanya kebahagiaan lah yang menyelimuti hati Agni. Selama masa pemulihan paska melahirkan, dia memilih tinggal di rumah orangtuanya, agar ada yang membantunya mengurus sang putri. Dan hari itu tak terasa sudah seminggu Mauri lahir. Suara ketukan pintu terdengar saat Agni baru saja memberi susu bayinya, dia pun mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam. Agni menoleh sekilas dan kembali menatap Mauri, ternyata yang datang adalah pembantu rumah Ami. Wanita paruh baya itu masuk dan langsung menghampiri Agni yang berada di atas ranjang menimang bayinya. "Ada pak Kaisar di bawah, katanya mau ketemu mbak Agni," ucap pembantu rumah tangga itu. Agni mengernyitkan dahi, bukankah biasanya Kaisar akan meminta izin masuk ke kamar, kenapa sekarang malah menunggu di bawah. Tak ingin berpikir macam-macam, Agni meminta pembantu menjaga putrinya, sementara dia menemui Kaisar. Saat turun ke ruang tamu, ternyata sudah ada Mama dan papanya. Agni merasa heran kare
Dewa semakin kesal mendengar pertanyaan Agni, bahkan sampai mencebik lagi sebelum akhirnya menoleh untuk bisa menatap wanita itu."Siapa yang bilang tidak pantas? Aku, kamu, atau siapa? Aku yang mau menikahimu, karena itu hanya aku yang bisa menilai pantas atau tidaknya dirimu, bukan orang lain." Dewa bicara dengan begitu tegas, membuat Agni sampai terbengong, sedangkan niat awal hanya ingin menggoda saja. "Jika kamu ragu, aku akan sesegera mungkin membawa kedua orangtuaku ke sini, agar kamu yakin jika aku benar-benar serius ingin menikah dan hidup bersamamu," ujar Dewa penuh keyakinan.Agni menahan tawa, hingga akhirnya memilih mengangguk untuk membalas ucapan Dewa yang sedang kesal. Jauh di lubuk hatinya, Agni begitu bahagia karena Dewa ternyata begitu serius dan tidak pernah memandang statusnya.🌸🌸🌸 Tepat setelah Mauri berumur enam bulan, Dewa membawa orangtuanya untuk melamar Agni secara resmi. Bahkan ibu-ibu satu komplek perumahan orangtua Dewa, ikut datang untuk menjadi saks
Rumah Hantoro yang biasanya sepi kini tampak ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan semuanya memakai pakaian yang nyaris seragam. Yang lebih mengesankan lagi halaman rumah pria itu juga sudah di sulap sedemikian rupa oleh sang empunya hingga siapa saja yang melihat sudah bisa menerka apa yang terjadi di sana. Pernikahan? Ya, itu benar. Anya dan Kaisar menikah. Akad nikah digelar tepat sebulan setelah Kaisar mengutarakan niat hendak menikahi Anya. Mereka memakai halaman sebagai tempat mengucap janji suci. Kursi, meja prasmanan serta ornamen lainnya semua bernuansa putih, memberi kesan sakral untuk acara yang akan di laksanakan sebentar lagi. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Bahkan media tidak mengetahui soal pernikahan ini. Mengenai alasannya, itu semua karena Anya masih terikat kontrak, dia juga masih sibuk dengan beberapa proyek yang akan digarap. Jika mengadakan resepsi besar-besaran takutnya selain membuat khalayak gaduh, juga akan membuat kesehatan Anya tergang
"Memangnya kenapa?" tanya Anya. Dia turunkan jari tangan Kaisar dan menarik kemeja pria itu agar merebah kembali.Kaisar menurut meski debaran di dadanya sudah menggila. Dia emosi melihat adegan itu. Ingin rasanya dia layangkan tinju ke wajah pria yang menjadi lawan main Anya."Itu, kenapa kamu mau melakukan adegan ciuman? Apa harus berciuman? Berapa kali adegan itu diambil saat proses syuting?" lanjut Kaisar masih bernada sama. Dadanya bahkan naik turun karena emosi.Namun, bukannya menjawab Anya justru terbahak, dia terpingkal-pingkal melihat ekspresi lucu Kaisar yang sedang cemburu. Ya, Anya yakin sekarang Kaisar tengah cemburu."Tidak perlu marah-marah. Itu hanya akting. Tidak ada rasa, bukan sungguhan.""Tapi tetap saja dia sudah menciummu." Kaisar masih saja kesal. Dan saat seperti itu tiba-tiba saja ada satu ide gila yang Anya pikirkan. Gadis itu pun menutup mata sambil berkata- "Kalau begitu hilangkan jejaknya dari bibirku!"Kaisar pun kaget mendengar permintaan Anya, terlebi
"Kenapa tidak ada pegunjung lain?" tanya Kaisar. Kepalanya menoleh ke kanan kiri. Ia heran karena studio bioskop kelas premier yang dimasukinya bersama Anya sangat sepi. Padahal di luar sana banyak orang, mana mungkin tidak ada satu orang pun yang ikut menonton di kelas itu."Sepi karena aku menyewa satu studio ini hanya untuk kita," balas Anya. Ia sunggingkan tawa jenaka dan berhasil membuat Kaisar menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.Namun, pria itu tetap mengikuti langkah Anya. Kekasihnya itu sudah mengalungkan tangan di lengan dan menariknya masuk lebih jauh. Keduanya pun memilih duduk di barisan tengah."Kenapa harus disewa?" tanya Kaisar sesaat setelah pantatnya menempel ke kursi."Karena aku ingin berduaan denganmu menikmati film ini. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kita," seloroh Anya lagi. Matanya bahkan mengedip genit dan kembali membuat Kaisar geleng-geleng kepala dan tertawa.Kaisar pun tak banyak bicara lagi, terlebih mengingat sifat Anya yang memang
"Anya, maukah kamu menikah denganku?"Pemintaan Kaisar itu bagai nyanyian merdu nan syahdu yang merasuk ke dalam telinga Anya. Kalimat itu tak ayal membuatnya menitikkan air mata karena tak sanggup menahan haru."Om?" Anya menutup mulut dengan dua tangan, sedang matanya bergerak liar ke sana kemari menatap takjub pada Kaisar. Sungguh dia tak menyangka Kaisar melamarnya di bawah terbitnya sang mentari."Maukah kamu menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu dengan mantan laki-laki brengsek dan punya banyak kekurangan seperti aku?"Tak mampu lagi menahan perasaan di hatinya, Anya pun membiarkan air matanya meluruh. Dan sebagai jawaban atas pertanyaan Kaisar, gadis itu mengangguk mantap dan menghambur ke dalam pelukan pria itu. Lisannya benar-benar terkunci, dia bahagia sampai tak bisa berkata-kata.Disela isak tangis yang mengharu biru, Anya pun mengulurkan tangan kirinya. Ia membuat Kaisar tersenyum lebar lantas menyematkan cincin itu ke jari manis lalu menciumnya. "Aku berjanji akan
Pertanyaan Kaisar soal wanita mantan selingkuhannya itu pun mau tak mau harus Anya jawab."Alasannya karena aku sadar kalau aku salah. Aku terlalu cemburu waktu itu. Aku takut kalau kamu akan terpengaruh dengan adanya Rey. Tapi sekarang tidak lagi, aku yakin anak-anakmu tidak akan mengganggu keharmonisan hubungan kita. Selama beberapa bulan ini aku terus menerus berpikir dan menyayangkan, kenapa sampai harus putus denganmu hanya karena alasan ini. Dan setelah aku pikirkan lagi, aku menyesal melepaskanmu. Aku terlalu menyukaimu," jelas Anya yang diakhiri dengan senyuman manis."Benarkah?"Anya mengangguk sambil membetulkan jaket milik Kaisar yang kini membalut tubuhnya. “Mauri dan Rey adalah buah dari masa lalu yang merupakan bagian dari hidupmu yang tidak akan pernah bisa dipungkiri sampai kapan pun, Jadi aku harus berdamai dengan itu.""Apa kamu akan menyayangi mereka? apa kamu tidak akan pilih kasih? Sedangkan kamu bilang tidak menyukai Rey karena dia anak seorang pelakor."Anya men
Setelah aksi peluk-pelukannya dan Kaisar tadi. Anya pun akhirnya tetap datang ke acara makan malam itu. Dia hadir di pesta dengan pikiran yang tidak fokus. Sepanjang acara, Anya lebih sering menatap ponsel di tangan. Sesekali senyumnya mengembang, matanya juga berbinar saat menatap layar benda pipih itu.[Bersabarlah, sebentar lagi aku akan pergi dari pesta]Pesan itu Anya kirim ke Kaisar dan tidak lama kemudian ponselnya bergetar.[Tenang saja, aku akan menunggu. Nikmatilah acaranya.]Anya langsung merengut. Kembali dia mengirim pesan untuk membalas pria itu.[Bagaimana bisa aku fokus ke acara sedang hati dan pikiranku ke kamu? Harusnya kamu ikut masuk]Kejujuran Anya hanya dibalas Kaisar dengan emoji tawa dan lambang cinta. Ajaibnya itu membuat Anya tersenyum lagi. Gadis itu memilih menyesap soda yang ada di tangan dan mengedarkan pandangan mencari keberadaan Martha.Namun, bisik-bisik aneh terdengar sampai ke telinga Anya. Ia jelas sudah tahu topik apa yang dibahas. Mereka membicar
Sementara itu di waktu bersamaan Kemal dan Anisa benar-benar datang ke rumah Hantoro membawa beberapa hantaran. Keduanya datang bermodal nekat demi masa depan sang putra. Mereka sadar kalau Kaisar memiliki masa lalu kelam dan hal ini bisa dijadikan alasan Hantoro untuk menghina. Akan tetapi, demi Kaisar mereka akan berusaha lebih dulu. Berhasil atau tidak, diterima atau tidak, yang terpenting mereka sudah memiliki niat baik.Kedatangan mereka yang tiba-tiba seperti itu tentu saja membuat Hantari kaget. Dia spontan berjengket dan berusaha bersembunyi di belakang pilar. Matanya menyipit mencoba memastikan kalau yang dia lihat memang benar."Astaga, dia benar Anisa. Tapi kenapa ke sini?" gumam Hantari, wajahnya kebingungan dan dia semakin kaget saat melihat penampilannya sendiri. Ia masih memakai daster dan mukanya juga masih belepotan masker. Tak ingin membuang-buang waktu, Hantari pun ngacir ke dalam. Wanita itu membiarkan dua orang yang datang ke rumahnya disambut pembantu."Mbok, kal
"Ka-kamu, apa kamu marah?" tanya Kaisar tergagap."Tentu saja!" sahut Anya nyaring.Namun, beberapa detik kemudian isak tangis Anya terdengar dan membuat Kaisar merasa bersalah. Dia tidak menyangka Anya akan semarah itu sampai menangis. Padahal niatnya hanya ingin menunjukkan kesungguhan cintanya. Kaisar Ingin memperlihatkan ke Anya bahwa dirinya serius menyukainya dan hampir gila menahan rindu selama tiga bulan ini."Maaf," lirih Kaisar. Dia yang tengah berada di belakang kemudi mengusap wajahnya gusar. Hampir saja stir mobilnya berbelok sendiri."Untuk apa minta maaf?" sembur Anya lagi. Gadis itu menghapus air mata membuat sebagian make up luntur."Maaf karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuk memperlihatkan kesungguhan. Aku serius, Nya. Jika kamu memberi aku kesempatan maka aku akan melakukan segala upaya agar bisa meyakinkanmu. Akan aku tunjukkan kalau aku bersungguh-sungguh. Akan aku buktikan kalau aku bisa menjadi pria yang baik, pria yang bisa melindungimu dan bisa membaha
Sementara itu, Kaisar diam-diam masih memantau keadaan Anya. Pria itu menggunakan orang dalam agensi tempat Anya bernaung untuk mencari informasi. Kaisar memang sudah berusaha menepis perasaan yang ada di hati, tapi nyatanya tidak mudah. Ia pun memutuskan untuk mencoba sekali lagi.Kaisar yang tahu Anya kembali hari itu diam-diam mengikuti mobil Martha dan langsung mencegat wanita itu di jalan yang sepi. Martha yang mengendarai mobil sambil berbincang via telepon pun kaget, dia menginjak pedal rem dan melotot saat melihat Kaisar turun."Kamu gila? Bagaimana kalau remku blong, kita pasti sudah tabrakan," sembur Martha geram sesaat setelah menurunkan kaca jendela mobil."Tapi nyatanya tidak ‘kan? Aku pikir kamu tidak gila sampai nekat membawa mobil yang remnya blong," balas Kaisar.Martha yang masih emosi pun bersedekap, matanya memincing menatap sengit Kaisar. Dia kesal, bukannya meminta maaf pria itu malah seolah menantang.“Ada apa? apa yang kamu inginkan sampai hampir membuat kita k