Adit menelan ludah karena bingung harus menjawab apa, sedangkan dia sendiri tahu bagaimana perangai orangtuanya. Mereka pasti syok jika tahu sebenarnya Anya adalah anak angkat.Anya menghapus air matanya yang terus berderai. Ia berusaha menenangkan diri, tapi tetap saja air mata itu keluar lagi dan lagi, hingga gadis itu kuwalahan dan memilih membiarkan hingga air mata itu kering dengan sendirinya"Apa kamu tahu? orangtua kandungku sebenarnya hanyalah karyawan biasa. Aku dari keluarga biasa. ayahku meninggal karena kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan perusahaan milik pria yang kamu panggil Om Hantoro itu. Tapi perusahaannya seperti tidak mau tahu, seperti tidak mau mengakui kalau kesalahan memang berasal dari sistem mereka.”Mata Adit makin terbuka lebar. "Ja-ja-jadi?"Anya mengangguk, lalu terkekeh ironi. "Kepergian ayah kandungku merupakan pukulan terbesar untuk ibuku, dia yang sudah sakit keras semakin sakit dan setelah itu menyusul ayahku." Anya makin sesenggukan. Kepalanya
Airin yang baru saja keluar dari kamar dan kebetulan hendak jalan-jalan dengan Rey pun menghentikan langkah. Mulanya dia ingin menghindar, tapi matanya dan Kaisar terlanjur bersitatap hingga akhirnya Airin terpaksa mendekat dan menghadapi Kaisar yang nampak bersitegang dengan sang mama."Airin." Kaisar terbeku saat melihat Airin melangkah sambil menggendong bayi seumuran Mauri."Ma, tolong jaga sebentar! Ada yang harus aku dan Kai bahas," tutur Airin. Ia melempar senyum ke Kartika untuk membuat mamanya itu tenang dan setelahnya menyerahkan Rey ke gendongan.Kartika yang awalnya meradang pun akhirnya memilih menerima sang cucu, dia menatap Kaisar sedikit sengit setelah itu melunak dan mengembuskan napas panjang. Ia pikir Airin benar, baik putrinya maupun Kaisar memang harus tetap menyelesaikan masalah mereka. Terlebih dia juga berpikir Kaisar memang harus mengetahui keberadaan Rey."Duduk lah, Kai!" tawar Airin sembari menuju kursi teras. Keduanya duduk bersebelahan dengan tenang meski
Sementara itu di kediaman Hantoro, keadaan sungguh sangat ribut karena para tukang sudah mulai bekerja untuk memperbaiki bagian belakang rumah yang beberapa saat yang lalu dilahap si jago merah.Anya yang merasa tidurnya terganggu pun mulai mengerjapkan mata. Saat matanya terbuka dia disambut dengan pemandangan putih langit-langit kamar. Setelah beberapa kali mengerjap, Anya baru sadar tentang banyak hal. Terutama tentang kejadian semalam. Semuanya terputar jelas di dalam otaknya Dia juga mengingat telah mengoceh tentang banyak hal pada AditSpontan Anya memukul kepala. "Gila, aku gila. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Adit pasti menceritakan semuanya pada Mama dan Papa. Hais, sial!" umpatnya yang terus memukul kepala. Semakin dipukul, semakin resah hatinya."Aku gila, aku pasti gila. Bagaimana caranya aku keluar dari situasi ini? Mereka pasti marah padaku. Lalu bagaimana aku menjelaskan semua ini? Astaga Anya ...."Anya menjambak rambutnya sendiri. Rambut yang sudah acak-acakan m
Suasana hati yang tidak menentu membuat Anya cemberut. Ia seperti tidak semangat dengan apa pun hingga membuat Hantoro dan Hantari yang sedang makan bersamanya menjadi heran. Bukannya makan, Anya hanya mengaduk-aduk nasi goreng yang sudah ada di piring, setelah itu mendesah panjang berkali-kali dan itu mengganggu Hantoro."Nya, kamu kenapa mukanya cemberut begitu?" tegur Hantoro."Iya, Nya, kenapa? Apa nasi gorengnya tidak enak? Tidak sesuai selera kamu?" timpal Hantari dengan nada lembut penuh perhatian.Alih-alih menjawab Anya justru meletakkan sendok dengan malas, lantas menenggak air putih hingga tandas. Setelah itu dia tatap Hantari dan Hantoro begitu lekat."Nya, ngomong aja. Kamu ini sebenarnya kenapa? Papa lihat dari kemarin seperti ayam yang galau takut disembelih. Padahal sudah direstui. Papa juga tidak melakukan apa-apa. Terus apa yang membuatmu seperti ini? Kalau soal kemarin malam kamu mabuk-mabukan Mama sama Papa tidak mempermasalahkan dan akan melupakannya," jelas Hanto
Seharian berjibaku dengan begitu banyak aktivitas membuat tubuh Anya lelah, tak bisa dipungkiri istirahat adalah hal yang dibutuhkannya saat ini. Namun, baru juga merebah dan memejamkan mata sekelebat ingatan tentang masa lalu terputar jelas dalam benak gadis berpiyama satin merah muda itu. Potongan peristiwa yang pernah dia lalui saat berusia lima belas tahun."Sekarang aku ingat, kenapa wajahnya terlihat familiar," gumam Anya. Ia bangkit dan buru-buru mengambil ponsel dari dalam tas. Gadis itu membaca pesan dari Kaisar, pesan yang beberapa hari ini dia abaikan dan sama sekali tak berniat untuk membalasnya.Ibu jari Anya yang ramping nampak begitu cekatan menari di atas layar.[Om, temui aku besok pagi jam sepuluh di Sudut Hati kafe. Ada yang ingin aku katakan]Sent, terkirim. Dari layar ponsel Anya tahu kalau Kaisar sedang online, tulisan ‘typing’ tertera di bawah nama kontak pria itu, bertanda bahwa Kaisar akan segera membalas pesan darinya.[Baiklah aku akan ke sana]Anya pun kemb
"Ja-di i-tu kamu?" ulang Kaisar setelah bisa mengingat kejadian enam tahun yang lalu.Anya mengangguk lalu mendesah panjang. "Pantas saja aku begitu menyukai Om. Ternyata Om penyelamatku,” ucapnya. “Setelah kejadian itu aku memilih pulang ke rumah. Aku benar-benar kaget karena Papa dan Mama angkatku ternyata sedang menunggu. Mereka mengangkatku sebagai anak di hari Om menyelamatkanku," kata Anya. Kaisar hanya bisa melongo, tak ada kalimat yang bisa dia ucapkan kecuali, "Aku sungguh tidak menduga kita memiliki takdir seperti ini."Anya tersenyum kecut. "Aku juga tidak menyangka.""Tapi kenapa kamu melakukannya? Kenapa kamu berniat mengakhiri hidup seperti itu? Kamu terlalu nekat untuk ukuran remaja seusiamu," cecar Kaisar penasaran."Karena waktu itu aku tidak punya tujuan hidup lagi. Orang yang aku sayangi pergi dalam waktu berdekatan. Aku sebatang kara, tidak punya harapan. Jadi aku pikir menyusul mereka adalah jalan terbaik.""Anya?"Anya menatap muka Kaisar yang menegang, lalu t
"Nya?" Kaisar tak menyangka kalimat seperti itu meluncur dari bibir Anya yang dia pikir masih polos."Om yang sudah dewasa tidak akan bisa mengerti aku. Mungkin Om menganggap aku kekanakan, tapi beginilah aku. Mungkin karena aku masih muda jadi tidak bisa memandang jauh ke depan. Ada satu situasi atau kesalahan yang tidak bisa aku maafkan. Aku tidak seperti Om yang bisa tenang walau situasi makin rumit sekalipun. Saat dihina sekali pun Om bisa tidak akan berontak. Tapi tidak denganku. Aku tidak bisa memaafkan wanita itu padahal kami tidak punya masalah. Itu aneh kan? Tapi rasa benciku padanya nyata.""Nya?" Mata Kaisar sendu. Dia tidak pernah berpikir demikian tentang Anya. Pria itu malah berpikir Anya terlalu dewasa untuk gadis seusianya. Hanya saja, lagi-lagi bibirnya susah terbuka untuk berbicara.Anya pun tersenyum hambar. "Om, sepertinya kita akhiri saja hubungan ini."Kaisar terbelalak tapi lagi-lagi dia seperti laki-laki pengecut yang tidak bisa berkata apa-apa."Kita menyerah
"Aku berharap Om bahagia. Aku juga berharap Om bisa bertemu wanita baik yang lebih segalanya dari aku. Wanita yang tidak mempermasalahkan masa lalu atau pilih kasih antara Mauri dan anak Om yang lain. Jujur saja, aku sepertinya memiliki penyakit hati dan tentu itu akan sulit untuk disembuhkan. Carilah perempuan yang bisa menerima Mauri dan anak itu. Carilah dia yang bisa berlaku adil. Jangan yang pilih kasih."Setelah mengatakan itu Anya pun memutar tumit. Dia pergi membawa kekecewaan. Kecewa pada diri sendiri lebih tepatnya. Tidak terlintas di benakknya akan berakhir seperti ini, tapi berpisah memang keputusan terbaik.Anya membuang napas kasar, dia melangkah untuk keluar dari kafe itu. Namun, saat dia sedang melawan gejolak di dalam dada, tiba-tiba seorang pria berjaket hitam dan bertopi warna senada menghadang langkahnya. Pria itu berdiri di ambang pintu menatap tajam padanya.Anya terbeku dan firasatnya berkata hal yang tidak baik akan terjadi. "Permisi, bisa beri saya jalan?" tan
Rumah Hantoro yang biasanya sepi kini tampak ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan semuanya memakai pakaian yang nyaris seragam. Yang lebih mengesankan lagi halaman rumah pria itu juga sudah di sulap sedemikian rupa oleh sang empunya hingga siapa saja yang melihat sudah bisa menerka apa yang terjadi di sana. Pernikahan? Ya, itu benar. Anya dan Kaisar menikah. Akad nikah digelar tepat sebulan setelah Kaisar mengutarakan niat hendak menikahi Anya. Mereka memakai halaman sebagai tempat mengucap janji suci. Kursi, meja prasmanan serta ornamen lainnya semua bernuansa putih, memberi kesan sakral untuk acara yang akan di laksanakan sebentar lagi. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Bahkan media tidak mengetahui soal pernikahan ini. Mengenai alasannya, itu semua karena Anya masih terikat kontrak, dia juga masih sibuk dengan beberapa proyek yang akan digarap. Jika mengadakan resepsi besar-besaran takutnya selain membuat khalayak gaduh, juga akan membuat kesehatan Anya tergang
"Memangnya kenapa?" tanya Anya. Dia turunkan jari tangan Kaisar dan menarik kemeja pria itu agar merebah kembali.Kaisar menurut meski debaran di dadanya sudah menggila. Dia emosi melihat adegan itu. Ingin rasanya dia layangkan tinju ke wajah pria yang menjadi lawan main Anya."Itu, kenapa kamu mau melakukan adegan ciuman? Apa harus berciuman? Berapa kali adegan itu diambil saat proses syuting?" lanjut Kaisar masih bernada sama. Dadanya bahkan naik turun karena emosi.Namun, bukannya menjawab Anya justru terbahak, dia terpingkal-pingkal melihat ekspresi lucu Kaisar yang sedang cemburu. Ya, Anya yakin sekarang Kaisar tengah cemburu."Tidak perlu marah-marah. Itu hanya akting. Tidak ada rasa, bukan sungguhan.""Tapi tetap saja dia sudah menciummu." Kaisar masih saja kesal. Dan saat seperti itu tiba-tiba saja ada satu ide gila yang Anya pikirkan. Gadis itu pun menutup mata sambil berkata- "Kalau begitu hilangkan jejaknya dari bibirku!"Kaisar pun kaget mendengar permintaan Anya, terlebi
"Kenapa tidak ada pegunjung lain?" tanya Kaisar. Kepalanya menoleh ke kanan kiri. Ia heran karena studio bioskop kelas premier yang dimasukinya bersama Anya sangat sepi. Padahal di luar sana banyak orang, mana mungkin tidak ada satu orang pun yang ikut menonton di kelas itu."Sepi karena aku menyewa satu studio ini hanya untuk kita," balas Anya. Ia sunggingkan tawa jenaka dan berhasil membuat Kaisar menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.Namun, pria itu tetap mengikuti langkah Anya. Kekasihnya itu sudah mengalungkan tangan di lengan dan menariknya masuk lebih jauh. Keduanya pun memilih duduk di barisan tengah."Kenapa harus disewa?" tanya Kaisar sesaat setelah pantatnya menempel ke kursi."Karena aku ingin berduaan denganmu menikmati film ini. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kita," seloroh Anya lagi. Matanya bahkan mengedip genit dan kembali membuat Kaisar geleng-geleng kepala dan tertawa.Kaisar pun tak banyak bicara lagi, terlebih mengingat sifat Anya yang memang
"Anya, maukah kamu menikah denganku?"Pemintaan Kaisar itu bagai nyanyian merdu nan syahdu yang merasuk ke dalam telinga Anya. Kalimat itu tak ayal membuatnya menitikkan air mata karena tak sanggup menahan haru."Om?" Anya menutup mulut dengan dua tangan, sedang matanya bergerak liar ke sana kemari menatap takjub pada Kaisar. Sungguh dia tak menyangka Kaisar melamarnya di bawah terbitnya sang mentari."Maukah kamu menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu dengan mantan laki-laki brengsek dan punya banyak kekurangan seperti aku?"Tak mampu lagi menahan perasaan di hatinya, Anya pun membiarkan air matanya meluruh. Dan sebagai jawaban atas pertanyaan Kaisar, gadis itu mengangguk mantap dan menghambur ke dalam pelukan pria itu. Lisannya benar-benar terkunci, dia bahagia sampai tak bisa berkata-kata.Disela isak tangis yang mengharu biru, Anya pun mengulurkan tangan kirinya. Ia membuat Kaisar tersenyum lebar lantas menyematkan cincin itu ke jari manis lalu menciumnya. "Aku berjanji akan
Pertanyaan Kaisar soal wanita mantan selingkuhannya itu pun mau tak mau harus Anya jawab."Alasannya karena aku sadar kalau aku salah. Aku terlalu cemburu waktu itu. Aku takut kalau kamu akan terpengaruh dengan adanya Rey. Tapi sekarang tidak lagi, aku yakin anak-anakmu tidak akan mengganggu keharmonisan hubungan kita. Selama beberapa bulan ini aku terus menerus berpikir dan menyayangkan, kenapa sampai harus putus denganmu hanya karena alasan ini. Dan setelah aku pikirkan lagi, aku menyesal melepaskanmu. Aku terlalu menyukaimu," jelas Anya yang diakhiri dengan senyuman manis."Benarkah?"Anya mengangguk sambil membetulkan jaket milik Kaisar yang kini membalut tubuhnya. “Mauri dan Rey adalah buah dari masa lalu yang merupakan bagian dari hidupmu yang tidak akan pernah bisa dipungkiri sampai kapan pun, Jadi aku harus berdamai dengan itu.""Apa kamu akan menyayangi mereka? apa kamu tidak akan pilih kasih? Sedangkan kamu bilang tidak menyukai Rey karena dia anak seorang pelakor."Anya men
Setelah aksi peluk-pelukannya dan Kaisar tadi. Anya pun akhirnya tetap datang ke acara makan malam itu. Dia hadir di pesta dengan pikiran yang tidak fokus. Sepanjang acara, Anya lebih sering menatap ponsel di tangan. Sesekali senyumnya mengembang, matanya juga berbinar saat menatap layar benda pipih itu.[Bersabarlah, sebentar lagi aku akan pergi dari pesta]Pesan itu Anya kirim ke Kaisar dan tidak lama kemudian ponselnya bergetar.[Tenang saja, aku akan menunggu. Nikmatilah acaranya.]Anya langsung merengut. Kembali dia mengirim pesan untuk membalas pria itu.[Bagaimana bisa aku fokus ke acara sedang hati dan pikiranku ke kamu? Harusnya kamu ikut masuk]Kejujuran Anya hanya dibalas Kaisar dengan emoji tawa dan lambang cinta. Ajaibnya itu membuat Anya tersenyum lagi. Gadis itu memilih menyesap soda yang ada di tangan dan mengedarkan pandangan mencari keberadaan Martha.Namun, bisik-bisik aneh terdengar sampai ke telinga Anya. Ia jelas sudah tahu topik apa yang dibahas. Mereka membicar
Sementara itu di waktu bersamaan Kemal dan Anisa benar-benar datang ke rumah Hantoro membawa beberapa hantaran. Keduanya datang bermodal nekat demi masa depan sang putra. Mereka sadar kalau Kaisar memiliki masa lalu kelam dan hal ini bisa dijadikan alasan Hantoro untuk menghina. Akan tetapi, demi Kaisar mereka akan berusaha lebih dulu. Berhasil atau tidak, diterima atau tidak, yang terpenting mereka sudah memiliki niat baik.Kedatangan mereka yang tiba-tiba seperti itu tentu saja membuat Hantari kaget. Dia spontan berjengket dan berusaha bersembunyi di belakang pilar. Matanya menyipit mencoba memastikan kalau yang dia lihat memang benar."Astaga, dia benar Anisa. Tapi kenapa ke sini?" gumam Hantari, wajahnya kebingungan dan dia semakin kaget saat melihat penampilannya sendiri. Ia masih memakai daster dan mukanya juga masih belepotan masker. Tak ingin membuang-buang waktu, Hantari pun ngacir ke dalam. Wanita itu membiarkan dua orang yang datang ke rumahnya disambut pembantu."Mbok, kal
"Ka-kamu, apa kamu marah?" tanya Kaisar tergagap."Tentu saja!" sahut Anya nyaring.Namun, beberapa detik kemudian isak tangis Anya terdengar dan membuat Kaisar merasa bersalah. Dia tidak menyangka Anya akan semarah itu sampai menangis. Padahal niatnya hanya ingin menunjukkan kesungguhan cintanya. Kaisar Ingin memperlihatkan ke Anya bahwa dirinya serius menyukainya dan hampir gila menahan rindu selama tiga bulan ini."Maaf," lirih Kaisar. Dia yang tengah berada di belakang kemudi mengusap wajahnya gusar. Hampir saja stir mobilnya berbelok sendiri."Untuk apa minta maaf?" sembur Anya lagi. Gadis itu menghapus air mata membuat sebagian make up luntur."Maaf karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuk memperlihatkan kesungguhan. Aku serius, Nya. Jika kamu memberi aku kesempatan maka aku akan melakukan segala upaya agar bisa meyakinkanmu. Akan aku tunjukkan kalau aku bersungguh-sungguh. Akan aku buktikan kalau aku bisa menjadi pria yang baik, pria yang bisa melindungimu dan bisa membaha
Sementara itu, Kaisar diam-diam masih memantau keadaan Anya. Pria itu menggunakan orang dalam agensi tempat Anya bernaung untuk mencari informasi. Kaisar memang sudah berusaha menepis perasaan yang ada di hati, tapi nyatanya tidak mudah. Ia pun memutuskan untuk mencoba sekali lagi.Kaisar yang tahu Anya kembali hari itu diam-diam mengikuti mobil Martha dan langsung mencegat wanita itu di jalan yang sepi. Martha yang mengendarai mobil sambil berbincang via telepon pun kaget, dia menginjak pedal rem dan melotot saat melihat Kaisar turun."Kamu gila? Bagaimana kalau remku blong, kita pasti sudah tabrakan," sembur Martha geram sesaat setelah menurunkan kaca jendela mobil."Tapi nyatanya tidak ‘kan? Aku pikir kamu tidak gila sampai nekat membawa mobil yang remnya blong," balas Kaisar.Martha yang masih emosi pun bersedekap, matanya memincing menatap sengit Kaisar. Dia kesal, bukannya meminta maaf pria itu malah seolah menantang.“Ada apa? apa yang kamu inginkan sampai hampir membuat kita k