Seharian berjibaku dengan begitu banyak aktivitas membuat tubuh Anya lelah, tak bisa dipungkiri istirahat adalah hal yang dibutuhkannya saat ini. Namun, baru juga merebah dan memejamkan mata sekelebat ingatan tentang masa lalu terputar jelas dalam benak gadis berpiyama satin merah muda itu. Potongan peristiwa yang pernah dia lalui saat berusia lima belas tahun."Sekarang aku ingat, kenapa wajahnya terlihat familiar," gumam Anya. Ia bangkit dan buru-buru mengambil ponsel dari dalam tas. Gadis itu membaca pesan dari Kaisar, pesan yang beberapa hari ini dia abaikan dan sama sekali tak berniat untuk membalasnya.Ibu jari Anya yang ramping nampak begitu cekatan menari di atas layar.[Om, temui aku besok pagi jam sepuluh di Sudut Hati kafe. Ada yang ingin aku katakan]Sent, terkirim. Dari layar ponsel Anya tahu kalau Kaisar sedang online, tulisan ‘typing’ tertera di bawah nama kontak pria itu, bertanda bahwa Kaisar akan segera membalas pesan darinya.[Baiklah aku akan ke sana]Anya pun kemb
"Ja-di i-tu kamu?" ulang Kaisar setelah bisa mengingat kejadian enam tahun yang lalu.Anya mengangguk lalu mendesah panjang. "Pantas saja aku begitu menyukai Om. Ternyata Om penyelamatku,” ucapnya. “Setelah kejadian itu aku memilih pulang ke rumah. Aku benar-benar kaget karena Papa dan Mama angkatku ternyata sedang menunggu. Mereka mengangkatku sebagai anak di hari Om menyelamatkanku," kata Anya. Kaisar hanya bisa melongo, tak ada kalimat yang bisa dia ucapkan kecuali, "Aku sungguh tidak menduga kita memiliki takdir seperti ini."Anya tersenyum kecut. "Aku juga tidak menyangka.""Tapi kenapa kamu melakukannya? Kenapa kamu berniat mengakhiri hidup seperti itu? Kamu terlalu nekat untuk ukuran remaja seusiamu," cecar Kaisar penasaran."Karena waktu itu aku tidak punya tujuan hidup lagi. Orang yang aku sayangi pergi dalam waktu berdekatan. Aku sebatang kara, tidak punya harapan. Jadi aku pikir menyusul mereka adalah jalan terbaik.""Anya?"Anya menatap muka Kaisar yang menegang, lalu t
"Nya?" Kaisar tak menyangka kalimat seperti itu meluncur dari bibir Anya yang dia pikir masih polos."Om yang sudah dewasa tidak akan bisa mengerti aku. Mungkin Om menganggap aku kekanakan, tapi beginilah aku. Mungkin karena aku masih muda jadi tidak bisa memandang jauh ke depan. Ada satu situasi atau kesalahan yang tidak bisa aku maafkan. Aku tidak seperti Om yang bisa tenang walau situasi makin rumit sekalipun. Saat dihina sekali pun Om bisa tidak akan berontak. Tapi tidak denganku. Aku tidak bisa memaafkan wanita itu padahal kami tidak punya masalah. Itu aneh kan? Tapi rasa benciku padanya nyata.""Nya?" Mata Kaisar sendu. Dia tidak pernah berpikir demikian tentang Anya. Pria itu malah berpikir Anya terlalu dewasa untuk gadis seusianya. Hanya saja, lagi-lagi bibirnya susah terbuka untuk berbicara.Anya pun tersenyum hambar. "Om, sepertinya kita akhiri saja hubungan ini."Kaisar terbelalak tapi lagi-lagi dia seperti laki-laki pengecut yang tidak bisa berkata apa-apa."Kita menyerah
"Aku berharap Om bahagia. Aku juga berharap Om bisa bertemu wanita baik yang lebih segalanya dari aku. Wanita yang tidak mempermasalahkan masa lalu atau pilih kasih antara Mauri dan anak Om yang lain. Jujur saja, aku sepertinya memiliki penyakit hati dan tentu itu akan sulit untuk disembuhkan. Carilah perempuan yang bisa menerima Mauri dan anak itu. Carilah dia yang bisa berlaku adil. Jangan yang pilih kasih."Setelah mengatakan itu Anya pun memutar tumit. Dia pergi membawa kekecewaan. Kecewa pada diri sendiri lebih tepatnya. Tidak terlintas di benakknya akan berakhir seperti ini, tapi berpisah memang keputusan terbaik.Anya membuang napas kasar, dia melangkah untuk keluar dari kafe itu. Namun, saat dia sedang melawan gejolak di dalam dada, tiba-tiba seorang pria berjaket hitam dan bertopi warna senada menghadang langkahnya. Pria itu berdiri di ambang pintu menatap tajam padanya.Anya terbeku dan firasatnya berkata hal yang tidak baik akan terjadi. "Permisi, bisa beri saya jalan?" tan
Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. Begitulah kira-kira ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi saat ini. Ternyata darah yang menetes segar di lantai benar-benar darah yang keluar dari tangan Kaisar. Laki-laki yang belum satu jam menjadi mantan Anya itu terdiam, dahinya berlipat menahan sakit akibat luka sayatan.Sementara itu, pria fans berat Anya diringkus dengan cepat oleh dua karyawan laki-laki yang sejak tadi sudah mendekat tapi bingung harus berbuat apa. Hingga akhirnya mereka memberanikan diri melumpuhkan si pria gila itu, dengan cara memelintir tangannya, lalu membenturkan tubuhnya ke dinding. Cutter yang dia pegang pun terlepas. Anya tentu saja tidak melewatkan kesempatan. Di saat yang bersamaan dia dengan cepat menendang cutter itu menjauh. Suara umpatan si pelaku dan teriakan histeris para karyawati pun membuat suasana semakin gaduh dan mencekam.Dari arah samping datanglah karyawan kafe yang dengan sigap membalut tangan Kaisar yang terluka di ba
"Papa sedang apa?"Hantoro yang sedang duduk di gazebo sembari menatap laptop menoleh dan melihat Anya mendekat. Anak gadisnya itu datang membawa segelas kopi untuknya."Itu buat Papa?" tanya Hantoro."Ya iyalah, di rumah ini ‘kan cuma Papa yang ngopi. Aku dan mama tidak ngopi." Anya merebah. Duduk bersila di depan papanya setelah memberikan cangkir kopi ke sang papa."Ini kamu yang buat sendiri?" selidik Hantoro. Anya pun mengiakan. Kedua sudut bibirnya tertarik sedikit.Tanpa berpikir macam-macam, Hantoro pun menyeruput kopi yang dibawa Anya dan mukanya langsung berubah drastis. Decak sinis terdengar dari bibirnya yang terkadang suka bawel ke Anya."Kamu ini pagi-pagi sudah membuat orang tua emosi. Ini bukan kamu yang buat, tapi Mama kamu."Anya nyengir kuda dan menepuk pahanya sendiri untuk menghilangkan rasa bersalah. "Papa hebat, aku pikir semua kopi sama. Tapi Papa bisa membedakan mana yang buatan Mama dan mana yang bukan."Hantoro berdecak, menyerahkan cangkir itu ke Anya lalu
"Anya, ada Martha di depan," ujar Hantari setelah mengetuk pintu kamar sang putri."Iya, Ma, sebentar lagi aku turun."Anya diam, tatapannya fokus ke cermin yang memantulkan wajahnya sendiri. Tatapannya begitu sendu sedangkan tangannya menggenggam sesuatu.Perlahan Anya membuka telapak tangan dan sebuah gelang sukses membuat pandangannya terpecah. Segera dia menggelengkan kepala dan berusaha menata hati lagi."Aku akan memulai hidup baru, aku akan melupakannya mulai dari ini."Anya meletakkan gelang pemberian Kaisar ke dalam sebuah kotak kecil, lantas memasukkannya ke dalam laci. Tidak hanya itu, Anya juga menumpuk dan menimpanya dengan beberapa kotak kecil lain. Setelah dirasa tidak terlihat, barulah dia menarik napas normal dan menutup laci itu.Sekarang tangannya meraih ponsel dan melihat nomor Kaisar. "Haruskah aku menghapus nomornya?"Soal yang satu ini Anya bimbang. Ibu jarinya bahkan mengambang beberapa saat. Ingin menghapus tapi terasa berat. Alhasil dia putuskan membiarkan sa
Pagi itu, sebelum berangkat bekerja Kaisar menyempatkan diri datang ke rumah Anisa untuk memberikan pemanggang kue listrik yang dia janjikan. Beberapa minggu belakangan ini, wanita yang melahirkannya itu sedang antusias mengikuti kelas baking. Kaisar tahu sang mama pasti kesepian dan butuh hiburan. Maka dari itu dia mendukung kegiatan dan melakukan apa pun permintaan Anisa karena merasa tidak memiliki banyak waktu untuk sering datang ke rumah. Termasuk saat wanita itu meminta dibelikan sebuah pemanggang kue listrik."Wah, ini alatnya, Kai?" tanya Anisa. Dia mendekat dan melihat dengan jarak dekat alat pemanggang listrik yang berada di tangan pembantunya, lantas mengambil alih benda itu dan membawanya ke meja makan. Matanya berbinar seakan tengah melihat sekarung permata. Kaisar sampai geleng-geleng kepala karena membuat Anisa senang ternyata tak sesulit yang dia bayangkan."Iya, aku pilih yang paling bagus dan kata pelayan toko model ini yang paling populer di kalangan ibu-ibu. Bagai
Rumah Hantoro yang biasanya sepi kini tampak ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan semuanya memakai pakaian yang nyaris seragam. Yang lebih mengesankan lagi halaman rumah pria itu juga sudah di sulap sedemikian rupa oleh sang empunya hingga siapa saja yang melihat sudah bisa menerka apa yang terjadi di sana. Pernikahan? Ya, itu benar. Anya dan Kaisar menikah. Akad nikah digelar tepat sebulan setelah Kaisar mengutarakan niat hendak menikahi Anya. Mereka memakai halaman sebagai tempat mengucap janji suci. Kursi, meja prasmanan serta ornamen lainnya semua bernuansa putih, memberi kesan sakral untuk acara yang akan di laksanakan sebentar lagi. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Bahkan media tidak mengetahui soal pernikahan ini. Mengenai alasannya, itu semua karena Anya masih terikat kontrak, dia juga masih sibuk dengan beberapa proyek yang akan digarap. Jika mengadakan resepsi besar-besaran takutnya selain membuat khalayak gaduh, juga akan membuat kesehatan Anya tergang
"Memangnya kenapa?" tanya Anya. Dia turunkan jari tangan Kaisar dan menarik kemeja pria itu agar merebah kembali.Kaisar menurut meski debaran di dadanya sudah menggila. Dia emosi melihat adegan itu. Ingin rasanya dia layangkan tinju ke wajah pria yang menjadi lawan main Anya."Itu, kenapa kamu mau melakukan adegan ciuman? Apa harus berciuman? Berapa kali adegan itu diambil saat proses syuting?" lanjut Kaisar masih bernada sama. Dadanya bahkan naik turun karena emosi.Namun, bukannya menjawab Anya justru terbahak, dia terpingkal-pingkal melihat ekspresi lucu Kaisar yang sedang cemburu. Ya, Anya yakin sekarang Kaisar tengah cemburu."Tidak perlu marah-marah. Itu hanya akting. Tidak ada rasa, bukan sungguhan.""Tapi tetap saja dia sudah menciummu." Kaisar masih saja kesal. Dan saat seperti itu tiba-tiba saja ada satu ide gila yang Anya pikirkan. Gadis itu pun menutup mata sambil berkata- "Kalau begitu hilangkan jejaknya dari bibirku!"Kaisar pun kaget mendengar permintaan Anya, terlebi
"Kenapa tidak ada pegunjung lain?" tanya Kaisar. Kepalanya menoleh ke kanan kiri. Ia heran karena studio bioskop kelas premier yang dimasukinya bersama Anya sangat sepi. Padahal di luar sana banyak orang, mana mungkin tidak ada satu orang pun yang ikut menonton di kelas itu."Sepi karena aku menyewa satu studio ini hanya untuk kita," balas Anya. Ia sunggingkan tawa jenaka dan berhasil membuat Kaisar menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.Namun, pria itu tetap mengikuti langkah Anya. Kekasihnya itu sudah mengalungkan tangan di lengan dan menariknya masuk lebih jauh. Keduanya pun memilih duduk di barisan tengah."Kenapa harus disewa?" tanya Kaisar sesaat setelah pantatnya menempel ke kursi."Karena aku ingin berduaan denganmu menikmati film ini. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kita," seloroh Anya lagi. Matanya bahkan mengedip genit dan kembali membuat Kaisar geleng-geleng kepala dan tertawa.Kaisar pun tak banyak bicara lagi, terlebih mengingat sifat Anya yang memang
"Anya, maukah kamu menikah denganku?"Pemintaan Kaisar itu bagai nyanyian merdu nan syahdu yang merasuk ke dalam telinga Anya. Kalimat itu tak ayal membuatnya menitikkan air mata karena tak sanggup menahan haru."Om?" Anya menutup mulut dengan dua tangan, sedang matanya bergerak liar ke sana kemari menatap takjub pada Kaisar. Sungguh dia tak menyangka Kaisar melamarnya di bawah terbitnya sang mentari."Maukah kamu menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu dengan mantan laki-laki brengsek dan punya banyak kekurangan seperti aku?"Tak mampu lagi menahan perasaan di hatinya, Anya pun membiarkan air matanya meluruh. Dan sebagai jawaban atas pertanyaan Kaisar, gadis itu mengangguk mantap dan menghambur ke dalam pelukan pria itu. Lisannya benar-benar terkunci, dia bahagia sampai tak bisa berkata-kata.Disela isak tangis yang mengharu biru, Anya pun mengulurkan tangan kirinya. Ia membuat Kaisar tersenyum lebar lantas menyematkan cincin itu ke jari manis lalu menciumnya. "Aku berjanji akan
Pertanyaan Kaisar soal wanita mantan selingkuhannya itu pun mau tak mau harus Anya jawab."Alasannya karena aku sadar kalau aku salah. Aku terlalu cemburu waktu itu. Aku takut kalau kamu akan terpengaruh dengan adanya Rey. Tapi sekarang tidak lagi, aku yakin anak-anakmu tidak akan mengganggu keharmonisan hubungan kita. Selama beberapa bulan ini aku terus menerus berpikir dan menyayangkan, kenapa sampai harus putus denganmu hanya karena alasan ini. Dan setelah aku pikirkan lagi, aku menyesal melepaskanmu. Aku terlalu menyukaimu," jelas Anya yang diakhiri dengan senyuman manis."Benarkah?"Anya mengangguk sambil membetulkan jaket milik Kaisar yang kini membalut tubuhnya. “Mauri dan Rey adalah buah dari masa lalu yang merupakan bagian dari hidupmu yang tidak akan pernah bisa dipungkiri sampai kapan pun, Jadi aku harus berdamai dengan itu.""Apa kamu akan menyayangi mereka? apa kamu tidak akan pilih kasih? Sedangkan kamu bilang tidak menyukai Rey karena dia anak seorang pelakor."Anya men
Setelah aksi peluk-pelukannya dan Kaisar tadi. Anya pun akhirnya tetap datang ke acara makan malam itu. Dia hadir di pesta dengan pikiran yang tidak fokus. Sepanjang acara, Anya lebih sering menatap ponsel di tangan. Sesekali senyumnya mengembang, matanya juga berbinar saat menatap layar benda pipih itu.[Bersabarlah, sebentar lagi aku akan pergi dari pesta]Pesan itu Anya kirim ke Kaisar dan tidak lama kemudian ponselnya bergetar.[Tenang saja, aku akan menunggu. Nikmatilah acaranya.]Anya langsung merengut. Kembali dia mengirim pesan untuk membalas pria itu.[Bagaimana bisa aku fokus ke acara sedang hati dan pikiranku ke kamu? Harusnya kamu ikut masuk]Kejujuran Anya hanya dibalas Kaisar dengan emoji tawa dan lambang cinta. Ajaibnya itu membuat Anya tersenyum lagi. Gadis itu memilih menyesap soda yang ada di tangan dan mengedarkan pandangan mencari keberadaan Martha.Namun, bisik-bisik aneh terdengar sampai ke telinga Anya. Ia jelas sudah tahu topik apa yang dibahas. Mereka membicar
Sementara itu di waktu bersamaan Kemal dan Anisa benar-benar datang ke rumah Hantoro membawa beberapa hantaran. Keduanya datang bermodal nekat demi masa depan sang putra. Mereka sadar kalau Kaisar memiliki masa lalu kelam dan hal ini bisa dijadikan alasan Hantoro untuk menghina. Akan tetapi, demi Kaisar mereka akan berusaha lebih dulu. Berhasil atau tidak, diterima atau tidak, yang terpenting mereka sudah memiliki niat baik.Kedatangan mereka yang tiba-tiba seperti itu tentu saja membuat Hantari kaget. Dia spontan berjengket dan berusaha bersembunyi di belakang pilar. Matanya menyipit mencoba memastikan kalau yang dia lihat memang benar."Astaga, dia benar Anisa. Tapi kenapa ke sini?" gumam Hantari, wajahnya kebingungan dan dia semakin kaget saat melihat penampilannya sendiri. Ia masih memakai daster dan mukanya juga masih belepotan masker. Tak ingin membuang-buang waktu, Hantari pun ngacir ke dalam. Wanita itu membiarkan dua orang yang datang ke rumahnya disambut pembantu."Mbok, kal
"Ka-kamu, apa kamu marah?" tanya Kaisar tergagap."Tentu saja!" sahut Anya nyaring.Namun, beberapa detik kemudian isak tangis Anya terdengar dan membuat Kaisar merasa bersalah. Dia tidak menyangka Anya akan semarah itu sampai menangis. Padahal niatnya hanya ingin menunjukkan kesungguhan cintanya. Kaisar Ingin memperlihatkan ke Anya bahwa dirinya serius menyukainya dan hampir gila menahan rindu selama tiga bulan ini."Maaf," lirih Kaisar. Dia yang tengah berada di belakang kemudi mengusap wajahnya gusar. Hampir saja stir mobilnya berbelok sendiri."Untuk apa minta maaf?" sembur Anya lagi. Gadis itu menghapus air mata membuat sebagian make up luntur."Maaf karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuk memperlihatkan kesungguhan. Aku serius, Nya. Jika kamu memberi aku kesempatan maka aku akan melakukan segala upaya agar bisa meyakinkanmu. Akan aku tunjukkan kalau aku bersungguh-sungguh. Akan aku buktikan kalau aku bisa menjadi pria yang baik, pria yang bisa melindungimu dan bisa membaha
Sementara itu, Kaisar diam-diam masih memantau keadaan Anya. Pria itu menggunakan orang dalam agensi tempat Anya bernaung untuk mencari informasi. Kaisar memang sudah berusaha menepis perasaan yang ada di hati, tapi nyatanya tidak mudah. Ia pun memutuskan untuk mencoba sekali lagi.Kaisar yang tahu Anya kembali hari itu diam-diam mengikuti mobil Martha dan langsung mencegat wanita itu di jalan yang sepi. Martha yang mengendarai mobil sambil berbincang via telepon pun kaget, dia menginjak pedal rem dan melotot saat melihat Kaisar turun."Kamu gila? Bagaimana kalau remku blong, kita pasti sudah tabrakan," sembur Martha geram sesaat setelah menurunkan kaca jendela mobil."Tapi nyatanya tidak ‘kan? Aku pikir kamu tidak gila sampai nekat membawa mobil yang remnya blong," balas Kaisar.Martha yang masih emosi pun bersedekap, matanya memincing menatap sengit Kaisar. Dia kesal, bukannya meminta maaf pria itu malah seolah menantang.“Ada apa? apa yang kamu inginkan sampai hampir membuat kita k