"Aku berharap kau akan bahagia untuk Waktu yang cukup lama, sampai kedatanganku kembali pada kehidupanmu lagi. Bersiaplah untuk melihat wajah baruku." ***"Saya terima nikah dan kawinnya Imelda Marcelino dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai lima puluh juta dibayar tunai!" dengan satu kali tarikan nafas, Bagas telah menyelesaikan rangkaian kalimat pengikat janji sucinya pada gadis impiannya."Bagaimana, saksi sah?""SAH!!!"Serempak para saksi pernikahan menjawab dengan begitu lantang. Suasana menjadi haru saat Imelda mencium telapak punggung milik Bagas. Semua orang tersenyum dan mengangguk Bahagia melihat hal tersebut. Saat acara akad pernikahan telah selesai, para tamu undangan dipersilahkan untuk mencicipi makanan dan minuman yang telah disediakan."Kau sangatlah cantik, sayang…" Bagas memuji kecantikan wanita yang saat ini sedang duduk di sampingnya. "Tentu, aku memang cantik dan tidak ada yang menandingi kecantikanku ini. Apalagi mantan istri kuce
Aku mengulurkan tangan, berharap suamiku itu mau menolongku. Perbuatannya kali ini begitu menyayat hati, namun aku masih berusaha untuk meyakinkan diri ini bahwa orang yang sedang dalam keadaan marah itu akan tetap menolongku.Bug!Satu tendangan keras mengenai perutku. Sakit? Jangan tanyakan hal itu. Rasa sakitnya terasa begitu nikmat sampai-sampai aku tidak lagi merasakan rasa sakitnya. Pandanganku tiba-tiba saja menggelap! ***"Nona, kau sudah sadar?" aku dapat melihat dengan jelas wajah Bibi Murti, pelayan di rumah mertuaku ini. Wajahnya terlihat begitu cemas dengan keadaanku yang begitu menyedihkan.Aku segera meraba perutku yang masih datar. Ingin sekali rasanya bertanya pada Bi Murti, tapi aku takut jika harus melakukan hal itu. Di rumah ini,hanya ada Kakek Suamiku dan Bi Murti yang bersikap baik terhadapku, tetap saja aku harus berhati-hati dalam menjaga kehamilanku ini. Tapi, dengan tendangan keras dari suamiku, aku tak tahu apa yang selanjutnya terjadi. Apakah aku sudah
Keadaan rumah semakin sepi saja. Aku berusaha untuk turun dari tempat tidurku. Rasa sakit di bagian perutku sungguh terasa berdenyut nyerinya. Saat melihat ke atas meja, air putih yang disediakan oleh Bibi Murti telah habis. Terpaksa, aku harus turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum di dapur.Walaupun sudah tinggal selama tiga bulan di rumah ini, tapi tetap saja aku tak suka dengan suasana rumah megah ini. Dengan berjalan tertatih-tatih, aku berusaha untuk meyakinkan diri ini bahwa diriku kuat menghadapi ini semua. Saat akan menuruni anak tangga, aku sempat melihat ada bayangan seseorang di ruang tamu. Karena lampu penerangan hanya di nyalakan di lantai atas bagian kamar dan lorong menuju dapur, jadi hal itu tidak terlihat begitu jelas. Kakiku terasa bergetar. Padahal aku belum menuruni tangga rumah. Karena merasa sangat gelisah dan tidak nyaman dengan suasananya, aku memutuskan untuk kembali ke dalam kamar. saat akan membalikkan tubuhku, betapa terkejutnya aku ketika ada or
"Tapi tadi aku sempat melihat pria ini tidak ditabrak…"hampir semua pasang mata menatap wajah orang yang baru saja mengucapkan sederet kalimat tak masuk akal."Apa maksudmu?" tanya salah satu dari mereka."Pria ini dibuang dari mobil!"aku menutup mulutku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar. ***Aku terus menyusuri jalanan kota Balikpapan, berharap agar diriku mampu berpikir kemana arah yang harus aku tempuh. Pulang ke kampung halaman bukanlah pilihan terbaik karena uang yang aku miliki tak cukup untuk membeli tiket pesawat ataupun kapal menuju ke Semarang.Terlebih suasana jalanan kota malam ini begitu terasa menyeramkan. Seharusnya aku minta bantuan pada salah seorang warga tadi, tapi naluriku berkata agar menjauh dari masalah yang nantinya akan berakibat panjang jika saja aku di berondong pertanyaan tentang asal-usul diriku. Dan bisa saja aku tidak dapat menahan untuk berkata soal pria yang telah meninggal itu."Hei kau, Masuk!" aku menoleh dan mendapati sebuah Mob
"Apa maksudmu, Tiara?"Gadis itu nampak menatap wajahku dengan sorot mata penuh tanda tanya."Nona tenang saja, itu bukanlah hal yang perlu dipikirkan.""Apa maksudmu, seseorang sudah kehilangan nyawanya! Dan aku…""Anda adalah saksi kuncinya. Jadi, saya harap anda dapat menahan diri agar tetap diam dan mengubur semua hal mengenai pria itu." ***Keesokan harinya, aku terbangun dari tidur panjang. Saat melihat jam dinding kamar, jam telah menunjukkan pukul lima pagi. Aku bergegas untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu untuk bisa menunaikan shalat subuh.Selesai menunaikan shalat subuh, akupun membereskan ranjang tempat tidurku. Sungguh, tidur di atas spring bed berukuran besar ini membuat tidurku begitu nyaman. Walaupun dulu, di rumah Mas Bagas ada kasur sebesar ini, tapi diriku tak diperbolehkan untuk menikmatinya. Aku harus bertahan tidur diatas lantai putih yang dingin itu. ***"Apakah yang kau katakan benar, Sayang?"Imelda tersenyum penuh arti.Bagas hanya meng
Aku hanya dapat duduk termenung melihat Tiara yang sedang memilah mana baju yang bagus untuk diriku. Gadis itu nampak begitu sibuk dengan tumpukan baju dan hijab yang menggunung di atas kasurku. Belum ada dua jam semenjak Ia menyuruh salah seorang pelayan di rumah ini untuk membelikan baju untukku, seseorang kembali datang dengan membawa banyak sepatu high heels yang pastinya akan aku gunakan."Nona, kira-kira anda lebih suka dominan warna yang seperti kalem atau yang mencolok untuk dilihat? Oh iya, cobalah untuk memakai sepatu high heelsnya. Saya harap anda menyukainya."Aku tidak ingin membuat suasana hati Tiara bersedih, jadi aku memutuskan untuk mencoba sepatu berwarna hitam. Saat akan mencoba memasukkan kakiku pada Sepatu, ingatanku kembali pada saat pertama kalinya diriku memasuki rumah mewah keluarga Kuncoro."Diam di situ!" teriak seorang wanita cantik dengan gaun pesta yang menampilkan belahan dadanya."Lepas sepatumu!" titahnya tanpa memperdulikan ekspresi wajahku yang kebin
"Bukan anda Nona, tapi Tuan Alderad." Jawab Tiara tetap dengan senyuman manisnya.Aku bernafas lega mendengar itu semua. Lagi pula, tak mungkin diriku diajak oleh Alderad untuk kembali ke tempat yang mengerikan itu."Oh iya, anda Suka yang mana Nona?" Tiara menyodorkan gamis berwarna putih dan Navy padaku. Kembali ingatan tentang masa lalu bergelayut di dalam kepalaku."Pakai ini!" Kembali wajahku terkena lemparan, namun kali ini bukan sandal jepit melainkan baju lusuh yang sudah terlihat sangat kotor."Tapi aku memiliki baju sendiri, Bu.""Bu? Aku bukan babumu!"PLAK! Satu tamparan keras mendarat di pipiku. Rasa sakitnya sudah tak perlu ditanyakan, tapi yang lebih pedih lagi saat semua pasang mata yang berada di ruangan ini hanya melihat tanpa mau membelaku."Jangan panggil aku Bu! Panggil aku Nyonya! Kalaupun kakek tua itu memperlakukan dirimu dengan baik, tapi tidak denganku! Aku ingin kau hancur, dan terus menerus tersiksa di rumah ini."Aku hanya bisa tertunduk diam mendengarka
Aku tak pernah sekalipun ingat jika ada seorang dokter yang memeriksa kondisi tubuhku terutama kandunganku. Apakah anak yang berada di rahimku ini masih dalam keadaan baik-baik saja atau tidak."Tenang saja, keadaannya baik-baik saja, Nona. Jadi tak perlu terlalu banyak berpikir." Tiara mencoba menenangkan diriku."Benarkah itu?"Tiara mengangguk mengiyakan sambil tersenyum dan menatapku dengan tatapan yang tak dapat aku artikan."Kenapa menatapku seperti itu?'"Nona, jujur saja. Baru kali ini Tuan Alderad membawa seorang wanita ke dalam rumah ini. Dan, aku begitu bersemangat saat mengetahui andalah orangnya.""Aku hanyalah seorang wanita yang terbuang, dan tidak pantas memiliki sebuah impian lebih."Tiara mengelus lembut lenganku, Seperti memberikan kekuatannya padaku. ***Delapan bulan kemudian…Tidak ada yang berubah. Semenjak kedatanganku ke rumah Adelard, penghuni rumah ini begitu baik padaku. Terlebih setelah usia kehamilanku yang sudah sembilan bulan."Nona, ini sudah jam makan
Aku dapat melihat dengan jelas, saat kedua alis Alderad saling bertautan. Pria itu, nampak meletakkan piring apelnya pada meja. setelah itu, kembali berjalan menuju ke arahku. Tak ingin Alderad membaca pikiranku, bahwa saat ini aku merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Aku memutuskan untuk tetap ditempat, tidak peduli dengan tatapan matanya yang tajam. kembali Alderad meraih daguku, agar pandangan kami kembali bertemu. "Dari awal, kau memang menyedihkan." Jawabnya, singkat tanpa memperdulikan perasaanku. "Jangan merasa menjadi korban. kaulah yang datang dan menyetujui untuk menikah dengan-" "Cukup!" aku menepis tangan Alderad, tidak ambil pusing dengan ekspresi wajah terkejut sekaligus tak suka dengan caraku menyingkirkan tangannya dari wajahku. "Kau sudah mulai berani," Alderad kian mengikis jaraknya dengan tubuhku. Tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk terjadi, aku memutuskan untuk membalikkan badan dan bersiap untuk pergi. Namun, baru selangkah, tanganku sudah ditar
"Apa Nadia masih tidur?" aku menatap wajah Tiara yang sedang terlihat menatap box bayi tempat tidur Nadia.Tiara tersenyum menanggapi pertanyaanku. Gadis itu nampak menatap diriku dengan tatapan yang tak mampu aku artikan."Kenapa menatapku, seperti itu?" tanyaku sambil mendudukkan tubuhku di pinggiran kasur. Jujur saja, aku sedikit lelah dengan semua hal yang aku lakukan, padahal Alderad hanya menyuruhku untuk memilih baju. "Nadia baru saja tidur setelah meminum satu botol ASI yang anda siapkan." Jawab Tiara.Aku mengangguk dan tersenyum penuh rasa syukur atas apa yang dilakukan gadis ini. Sebenarnya, sudah dari dulu aku penasaran. Siapa sosok Tiara sebenarnya. Gadis ini, tidak seperti para pekerja di rumah ini yang memakai baju khusus pelayan. Ia bebas memakai baju yang ia sukai, dan memiliki kamar tersendiri, berbeda dengan para pekerja yang memiliki kamar di paviliun belakang rumah Alderad.Tiara telah menempati posisi kamarnya di dalam rumah utama ini, jauh sebelum Basyira memasu
"Turunlah, apa kau tuli?" kembali Alderad menyadarkan ku untuk segera turun dari mobil. Tak ingin menambah daftar panjang Omelan pria itu, aku bergegas untuk turun dari mobil. Sebuah butik baju yang lumayan besar. Entah apa tujuannya mengajakku datang ke tempat ini, tapi aku rasa Alderad memiliki sebuah rencana.Tanpa mengatakan apa-apa, Alderad melangkahkan kakinya menuju ke dalam butik. Aku pun melakukan hal yang sama tanpa menunggu ucapan Alderad."Pilihlah pakaian yang kau suka. Tapi, kau harus tahu batasannya. Mulai sekarang, kau adalah wanita yang memiliki derajat sama denganku. Jadi, kau harus tahu apa yang sebaiknya kau pilih." Pria itu terlihat tak memperdulikan diriku yang sebenarnya masih sedikit kebingungan atas permintaan yang diucapkannya. Baru saja ingin bertanya, kedua mataku kembali menangkap siluet tubuh wanita yang tadi keluar dari kamar Alderad. Keduanya nampak begitu akrab, duduk berdampingan di Sofa yang telah tersedia di tempat ini. Tak ingin terlihat bodoh, aku
"Tidak bisa, kita harus secepatnya menikah." Ucap Imelda saat berada di rumah Bagas. Wanita itu terus mendesak agar Bagas menikahinya setelah mengetahui pria itu menceraikan dan mengusir Basyira dari rumah.Bagas mengabaikan perkataan Imelda, Ia masih berusaha untuk meyakinkan beberapa investor agar kembali menyuntikkan dana pada perusahaannya."Mas, apa kau tidak mendengarkan ucapanku?" Imelda merasa kesal dengan sikap acuh Bagas. Pria itu tampak begitu serius menatap layar laptopnya."Aku akan menikahimu, setelah aku mendapatkan investor agar kembali-""Jangan khawatir," potong Imelda dengan tatapan liciknya."Aku bisa membantumu untuk bisa mendapatkan Investor baru, asalkan kau menikahi diriku."Bagas menatap wajah sang kekasihnya, memperhatikan gerak-gerik Imelda yang begitu percaya diri dengan ucapannya.***Menjadi partner kerja seorang Alderad bukanlah hal yang mudah. Aku harus memastikan bahwa diriku layak mendapatkan gelar setara dengan dirinya, seorang CEO Hotel berbintang y
Alderad memperhatikan wanita yang saat ini masih berdiri di ruangannya. Alderad sengaja tidak memberikan jawaban atas apa yang baru saja diucapkan wanita yang telah melahirkan anak Bagas itu.Ia tidak ingin langsung menyetujui permintaan Basyira, walaupun dalam hatinya Ia senang dengan keputusan Basyira.Uji"Apa yang kudapatkan dari permintaan yang baru saja kau ucapkan?"Mendapati pertanyaan Alderad, aku tidak bisa menahan Senyum."Kenapa kau tersenyum?""Simbiosis mutualisme. Bukankah begitu?"Alderad bungkam. Pria itu nampak kesal dan membuang pandangannya ke arah lain. Sepertinya ucapanku membuat harga dirinya sedikit tersakiti."Sudahlah, lebih baik kau pergi saja. Besok, kita akan bicara lagi." Aku mengangguk mengiyakan dan segera keluar dari kamar Alderad. Satu ruangan bersama pria itu, membuat suhu ruangan menjadi lebih dingin. Aura yang dipancarkan oleh Alderad sangatlah tidak baik. "Bagaimana?" tanya Tiara saat diriku telah kembali ke kamar."Belum menjawab, tapi sepertiny
Tiara tidak melanjutkan perkataannya. Gadis itu terburu-buru untuk meletakkan nampan tersebut di atas meja kamarku. Kedua matanya menginstruksikan kepada diriku agar memasuki kamar dan segera makan makanan yang telah ia sajikan."Apa anda tidak bisa mengubah keputusan yang anda katakan pada Tuan?""Soal pernikahan itu?" Tiara mengangguk mengiyakan. Tatapannya penuh dengan sebuah harapan."Agamaku melarang untuk melakukan hal tersebut. Terlebih, Tuanmu itu tidak beragama, Seperti yang kau katakan sebelumnya."Tiara menghembuskan nafas panjang, Seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya."Lalu, bagaimana caranya Tuan membalaskan dendam atas kematian saudaranya?"aku mengelus lembut lengan Tiara, menyalurkan rasa nyaman agar Ia merasa sedikit tenang."Ada cara lain." Jawabku sambil tersenyum menatap manik Coklat milik Tiara."Apa itu?""Akan aku ceritakan setelah aku makan. Jujur, aku sangatlah lapar."Tiara tersipu malu karena merasa dirinya terus-menerus mengajakku mengobrol ta
"Kau begitu menjijikkan!"tiga kata itu mampu membuat Alderad semakin besar rasa marah dan kecewanya pada Basyira. ingin rasanya Ia melenyapkan Basyira saat ini juga. Alderad melangkah mundur dan menatap wajah Basyira dengan tatapan mata penuh kebencian."kalau bukan karena kebaikanku, kau pasti sudah mati! baru kali ini, aku mendapatkan seorang wanita yang biasa, namun terlalu banyak membuat masalah." Alderad seperti kesetanan, dengan keadaan Marah, Ia membanting pintu kamar mandi dan membersihkan badannya.Aku bernafas lega saat mengetahui Alderad masuk kedalam kamar mandi. namun, aku baru tersadar bahwa tak bisa langsung meninggalkan Kamar ini. karena tangan dan kakiku yang masih terikat pada Kursi.aku hanya dapat mendesah pasrah, dengan hal yang nantinya akan dilakukan oleh Alderad. pria itu sama sekali tidak dapat aku tebak. terlalu banyak misteri dan rahasia dalam kehidupannya."Wah, tak kusangka. kau masih saja menungguku." Ucap Alderad saat telah keluar dari kamar mandi."Kau
Alderad terus mendekatkan wajahnya pada diriku. Hal itu membuatku semakin merasa terancam dan memilih untuk berusaha bangkit dari tempat dudukku. Namun, hal yang kulakukan semua terasa begitu sia-sia saat Alderad menahan kedua lenganku agar tetap duduk ditempat."Jangan berani-berani meninggalkan tempat ini. Aku dengan mudah, bisa menghancurkan apa yang kau miliki saat ini." Suaranya begitu sangat serak. Bahkan, aku dapat merasakan hembusan nafasnya tepat dihadapanku."Lihat aku!" sentak Alderad.Dengan berat hati, aku memaksakan diri untuk menatap wajah tampannya. "Diam dan nikmati saja," lanjutnya tanpa memberikan celah untukku agar bisa menghindari bibirnya yang dengan cepat menempel pada bibirku.Aku berusaha untuk mendorong dada Alderad, tapi hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Tubuhnya bergerak saja tidak. Kekuatanku sama sekali bukanlah tandingannya."Hmmpphhhhh!" Alderad terus menekan bibirnya. Aku berusaha untuk tidak membuka mulutku agar lidahnya tak masuk kedalam."Kau
Hampir dua jam lamanya Tiara menunggu dokter yang berada di ruang perawatan Basyira keluar. Sebenarnya perutnya sedikit terasa perih,karena pagi tadi ia belum sarapan. Ia merutuki kebodohannya karena begitu teledor dalam menjaga kesehatannya.Saat ingin beranjak dari tempat duduknya, pintu ruangan terbuka dan seorang dokter perempuan keluar bersama dengan dua perawatnya."Bagaimana keadaannya, dokter?"Dokter itu tersenyum, dan berkata " Tidak ada yang perlu anda risaukan. Pasien begitu kuat dan saya sangat kagum dengan perjuangannya. Pasien boleh dijenguk setengah jam lagi, kalau begitu saya permisi dulu."Tiara mengelus dada, lega dengan semua hal baik yang terjadi pada diri Basyira. Karena sudah mendapatkan kabar baik dari perkembangan Basyira, Tiara memutuskan untuk ke kantin Rumah Sakit untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan.***Alderad memandangi wajah wanita yang saat ini sudah berada di dalam kamar rumahnya sambil menyusui bayi yang tiga hari lalu telah dilahirkan."An…