Tokk! Tokk! Tokkk!Belum selesai keterkejutan Nara dan Marvori, tiba-tiba saja ada seseorang yang telah mengetuk kaca mobilnya terlebih dahulu. Nara merasa ragu untuk membukanya, terlebih saat ini pandangan seseorang yang telah ia pantau tengah tertuju pada mobilnya."Bagaimana ini, Nyonya? Apa saya keluar saja untuk berbicara pada orang itu?" tawar Marvori memberikan solusi.Nara mengangguk, dengan mengibaskan salah satu tangannya. Ia menyuruh Marvori keluar, hingga kini dirinya bisa kembali mengamati Evan dari kejauhan.Bagaimana bisa pria itu terlihat sangat menyedihkan seperti ini? Padahal setahu Nara kurang lebih tepat tiga Minggu yang lalu, pria itu telah berhasil menebus rumahnya kembali.Ya, Nara tahu informasi itu dari Dimas. Kekasihnya itu bilang, bahwa ada seseorang yang cukup kaya yang mampu membantu Evan keluar dari permasalahannya. Tadinya, Dimas mau mempersulit itu. Akan tetapi, dengan cepat Nara mencegahnya.Namun sekarang, kenapa nampaknya pria itu malah terlihat sema
Setelah mendapatkan persetujuan, Evan pun langsung berlutut di hadapan perempuan itu. Nara begitu terkejut, hingga ia langsung mundur selangkah untuk menghindar."Apa-apaan ini, Mas? Kenapa harus berlutut seperti ini? Ayo, cepat bangun! Aku tidak mau menjadi pusat perhatian orang lain!" ucap Nara sambil berusaha membuat pria itu beranjak dari hadapannya."Enggak, Nara! Mas mau begini, karena mas mau minta maaf ke kamu! Mas, baru menyadari semua kesalahan mas yang dulu ke kamu. Mas sangat menyesal, dan merasa sangat bersalah dengan kamu," tutur Evan yang tak mau beranjak dari tempatnya.Nara menggeleng tak mengerti, tentang kenapa mantan suaminya itu bisa menyesal dengan begitu cepat seperti ini. Biar bagaimanapun, ia tak boleh gegabah memaafkannya begitu saja. Karena sebenarnya dirinya juga takut, kalau nanti ternyata ada maksud jahat lain dibalik ini semua. Tentu Nara tidak mau terjatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya."Tolong maafkan mas ya, Nara? Mas benar-benar sanga
Keesokan harinya seperti hari libur yang sebelumnya, Nara baru terbangun tepat jam sembilan pagi. Akhir-akhir ini ia memang sangat sibuk karena sinetronnya yang kejar tayang, sampai ia tak begitu menyadari keberadaan Dimas yang telah berpakaian sangat rapi dan duduk di ruang tengah apartemennya."Mas?"Perempuan itu hanya refleks memanggil pelan akan tetapi sang pria langsung menepuk ruang kosong di sampingnya seolah memberikan kode pada sang kekasih untuk segera duduk di sisinya."Hoamm!""Hmm, masih mengantuk ya?" tanya Dimas yang kini sudah menaruh ponselnya.Nara mengangguk, sambil berupaya membuka kedua matanya dengan lebar. Semalam ia memang baru bisa tertidur sekitar jam empat pagi, setelah sempat menghabiskan waktu seharian syuting sebelumnya.Sementara Dimas yang mendengar jawaban itu, seketika pun menjadi merasa iba. Ia jadi tak sabar menunggu masa di mana kontrak Nara habis, agar nantinya ia bisa segera menikahi dan menghidupi perempuan itu."Mas, aku belum mandi," elak Nar
"Bella? Untuk apa kamu ke sini?" tanya Nara dengan rasa keterkejutan yang masih menggelayut.Kedua netra kekasih pemilik DMS Hitz tersebut, kini pun langsung beralih pada seorang pria besar yang ada di sisi wanita bermasker hitam itu. Ia mengabaikan tatapan membeku dari sosok yang diyakini sebagai Bella, yang juga sepertinya tak kalah terkejut di kala melihatnya."Dia siapa, Honey? Apa kamu kenal mereka?" tanya pria tersebut dengan suaranya yang sangat berat.Nara semakin mengerenyitkan alisnya, di saat kedua telinganya mendengar sapaan romantis tersebut. Ia menggeleng tak percaya, hingga akhirnya kembali tersadar di saat Dimas berdeham pelan di sampingnya."Ekhemm! Maaf! Gaun ini sudah lebih dulu saya dan kekasih saya pilih, jadi Anda tidak bisa memilihnya begitu saja!" tekan Dimas dengan tatapan sinisnya.Oh, tidak. Di saat Nara cukup terkejut dengan keberadaan Bella bersama seorang pria asing, kekasihnya itu malah masih fokus pada gaun pernikahannya. Sepertinya untuk kali ini, isi
"Mungkin itu benar kekasihnya Bella yang baru," sahut Dimas dengan nadanya yang terdengar sangat enteng."Terus, bagaimana pernikahannya dengan Mas Evan?""Entahlah, mungkin dia selingkuh?" tebak Dimas yang lagi-lagi menyampaikan semuanya dengan nada santai.Bagi Dimas, semuanya memang terlihat biasa saja dan cukup masuk akal. Rasanya tak aneh jika Bella melakukan itu semua, mengingat gaya hidup wanita itu yang terlalu bebas."Cih! Dia seperti ini pasti karena Mas Evan yang sudah jatuh miskin!"Nara menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia benar-benar tak habis pikir, dengan wanita licik yang dengan mudahnya berpindah ke lain hati itu."Sudah, Sayang. Jangan terlalu dipikirkan, Bella memang seperti itu," ucap Dimas berusaha menenangkan.Namun bukannya malah tenang, kini Nara pun semakin mengerenyitkan kedua alisnya. Ia menatap penuh tanda tanya pada sang kekasih. "Memang seperti itu apanya, Mas? Apa sebelumnya dia juga pernah berusaha mendekati kamu?"Jdarrr!Dimas seketika membeku, te
"Tuh 'kan, kamu diam saja!" lanjut Nara dengan semakin merenggut kesal.Perempuan yang baru saja memenangkan dirinya di dalam kamar mandi itu pun beranjak dari tempat duduknya, dan langsung mendorong pelan tubuh Dimas keluar kamar.Nara kesal, bahkan sangat kesal. Ia cemburu, terlebih setelah kemarin sempat mendengar sekilas beberapa omongan para kru tentang beberapa sisi gelap yang kerap kali dilakukan oleh seseorang sebelum menjadi artis terkenal."Nara—""Ssstt! Sudah aku lagi malas berbicara denganmu, Mas," ucap perempuan itu sambil mendengkus kesal.Lagi-lagi Dimas memijat kedua pelipisnya yang kini terasa semakin berdenyut. Ia sungguh sangat heran, dengan perilaku Nara yang tiba-tiba saja seperti ini kepadanya."Aku sungguh tidak pernah mempunyai hubungan apa pun dengan Bella selain pekerjaan, Sayang." Dimas berhenti menahan langkahnya, tepat sebelum Nara berhasil membawanya benar-benar keluar dari kamar.Pandangan sepasang kekasih itu kini kembali bertemu, setelah sempat melewa
"Sudah cukup sampai sini saja," ucap Dimas yang seketika membuat Nara terhenyak tak percaya.Napas perempuan itu masih terlihat naik turun, dengan perasaan yang sungguh tak bisa dijelaskan. Sungguh, ini baru pertama kalinya ia merasa sensasi berdebar luar biasa. Nara sangat terkejut dengan semua yang telah terjadi, akan tetapi ia juga merasakan sedikit perasaan kecewa.Ya, kalian memang tak salah membaca. Nara memang merasa kecewa, karena ia sempat berpikir Dimas tak begitu menginginkan dirinya.Padahal di awal, sentuhan pria itu terasa sangat mendambakan dirinya. Semuanya benar-benar terasa sangat memabukkan dan membuatnya terlena, sampai akhirnya entah kenapa bisa berhenti begitu saja dengan cepat.Apa mungkin ada sesuatu di dirinya, yang Dimas tak suka?Entah, Nara tak tahu. Nara tidak bisa mencari jawabannya sendiri, ia takut kalau memang benar ada yang tak Dimas sukai dari dirinya.Apa kekurangannya? Apa dirinya kurang cantik? Atau kurang menarik?Sungguh, Nara jadi cemas memikir
Tak terasa hanya tinggal beberapa hari lagi hari yang ditunggu-tunggu pun semakin mendekat. Semakin ke sini, Nara dan Dimas semakin sibuk. Mereka mempercepat menyelesaikan segala urusannya terlebih dahulu, hingga tak sempat memiliki banyak waktu untuk berduaan."Permisi, Non. Maaf, tadi bibi menemukan bunga ini di depan pintu," ucap sang bibi sambil memberikan beberapa tangkai bunga mawar merah yang terlihat sangat cantik."Hmm, kira-kira dari siapa ya, Bi?" tanya Nara yang akhirnya mengambil bunga tersebut. Nara memperhatikan lama beberapa tangkai mawar merah itu, dan menghirupnya dalam-dalam. "Apa ini dari Mas Dimas ya?""Mungkin bisa jadi, Non. Karena setahu bibi, sekarang sudah tidak bisa lagi sembarang orang yang memasuki area ini."Semenjak kiriman paket foto pernikahan Nara dan Evan dulu, Dimas memang memperketat penjagaannya. Ia menyuruh beberapa petugas keamanan untuk mengamankan apartemen yang ditinggali oleh calon istrinya, agar tak ada lagi kedatangan paket yang tak diingi