Tak terasa hanya tinggal beberapa hari lagi hari yang ditunggu-tunggu pun semakin mendekat. Semakin ke sini, Nara dan Dimas semakin sibuk. Mereka mempercepat menyelesaikan segala urusannya terlebih dahulu, hingga tak sempat memiliki banyak waktu untuk berduaan."Permisi, Non. Maaf, tadi bibi menemukan bunga ini di depan pintu," ucap sang bibi sambil memberikan beberapa tangkai bunga mawar merah yang terlihat sangat cantik."Hmm, kira-kira dari siapa ya, Bi?" tanya Nara yang akhirnya mengambil bunga tersebut. Nara memperhatikan lama beberapa tangkai mawar merah itu, dan menghirupnya dalam-dalam. "Apa ini dari Mas Dimas ya?""Mungkin bisa jadi, Non. Karena setahu bibi, sekarang sudah tidak bisa lagi sembarang orang yang memasuki area ini."Semenjak kiriman paket foto pernikahan Nara dan Evan dulu, Dimas memang memperketat penjagaannya. Ia menyuruh beberapa petugas keamanan untuk mengamankan apartemen yang ditinggali oleh calon istrinya, agar tak ada lagi kedatangan paket yang tak diingi
"Menurutku hidup dia tidak ada apa-apanya!" Sosok wanita itu melangkah dengan langkah yang kian mendekat. Senyum sempurna terpatri di wajah, di mana hal tersebut cukup menggambarkan bahwa ia sama sekali tak menyesali perkataannya."Bagaimana tidak ada apa-apanya, Bu? Menurut saya hampir seluruh wanita di negeri ini merasa iri dengan Ibu Nara. Dia artis hebat, dan mempunyai kekasih yang sangat perhatian seperti Pak Dimas," ucap sang perawat kecantikan yang tak setuju.Mungkin perawat itu tak begitu mengenali, bahwa sosok wanita yang kini sudah berdiri tegap di hadapannya adalah mantan seorang artis yang juga pernah terkenal. Ya, memang pernah walau hanya dalam waktu yang cukup singkat. Apa lagi saat ini Nara berhasil mengungguli kesuksesan yang telah dicapai oleh Bella sebelumnya."Hmm, mungkin kau bisa berbicara seperti itu karena tidak terlalu mengenalinya dari awal. Menurutku, dia hanya seperti sampah! Dibuang begitu saja, dan tiba-tiba dipungut oleh orang yang bisa memanfaatkanny
Untuk sesaat, kedua netra tajam Dimas terpaku pada seorang perempuan yang tengah berdiri di hadapannya. Ia memang sudah melihat riasan di wajah Nara sebelumnya melalui pantulan kaca cermin, akan tetapi tetap saja dirinya terpukau di saat netranya bertatapan langsung seperti ini. Bulu mata lentik, bibir merah merona menggoda, sungguh membuat fokusnya teralihkan. Dimas memperhatikan lama penampilan perempuan itu dari atas sampai bawah. Hingga untuk yang sekian kalinya, hatinya pun kembali terasa bergetar hebat."Cantik!" Salah satu sudut bibir Dimas terangkat, hingga memunculkan sebuah lesung pipi kecil di pipi kanannya."Apa, Mas?""Ah, tidak apa-apa," jawab Dimas cepat sembari menggeleng.Nara yang memang tak sempat mendengar jelas perkataan kekasihnya tadi pun akhirnya hanya mengangguk saja. Ia beranjak mengambil tas kecilnya yang seharga puluhan juta itu, hingga tiba-tiba saja langkahnya terpaksa terhenti tepat setelah Dimas menahannya
Berbagai kelap-kelip lampu cahaya, kini mulai terlihat bergerak memenuhi seluruh ruangan. Di sana, terdengar suara dentuman musik yang cukup keras. Pesta yang awal katanya hanya diselenggarakan secara kecil-kecilan untuk merayakan keberhasilan sinetron yang telah berhasil menghibur orang banyak, kini terlihat sebaliknya. Semuanya berlangsung sangat megah dan meriah, bahkan terdapat sebuah karpet merah yang menyambut langkah kaki para artis yang melewatinya."Mbak Nara! Pak Dimas!"Beberapa para fotografer profesional, seolah tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Mereka semua kompak memanggil pasangan yang akhir-akhir ini sedang naik daun tersebut, agar mendapatkan hasil foto terbaik malam ini. Sudah bisa dipastikan, pasti wajah kedua insan itu akan menghiasi berbagai cover majalah dan berita dalam satu Minggu ke depan."Terima kasih, Semuanya," ucap Dimas dan Nara secara bersamaan, yang langsung masuk ke dalam dengan berjalan beriringan.Se
Lama Dimas menunggu, akan tetapi sayangnya entah kenapa Nara tak kunjung kembali ke hadapannya. Padahal sudah sekitar dari seperempat jam yang lalu dirinya menyudahi panggilan bisnisnya, akan tetapi sampai sekarang ia malah tak kunjung melihat batang hidung kekasih yang juga telah menjadi calon istrinya itu."Pak Dimas! Ayo, kita berfoto. Sangat jarang sekali kita bisa berkumpul dan berpesta seperti ini," ucap salah satu artis yang juga bermain dalam satu sinetron bersama Nara.Akhirnya, mau tidak mau Dimas pun berfoto dengan para artis perusahaannya itu. Ia tetap berusaha tersenyum, meski kini pikirannya hanya tengah tertuju pada Nara. Dirinya benar-benar ingin mempercepat waktu, supaya bisa segera mencari keberadaan kekasih pujaan hatinya tersebut."Pak Dimas, selamat atas keberhasilan sinetronnya ya! DMS Hitz memang selalu berhasil menyediakan karya yang disenangi masyarakat! Mudah-mudahan saja setelah ini kita dapat bekerja sama kembali ya?" tutur sala
"Astaga! Ke mana pakaianku saat ini?!" teriak Nara yang tiba-tiba saja terkejut, ketika menyadari dirinya yang sedang tak memakai sehelai kain apa pun di balik selimutnya.Nara berusaha bangkit dari tidurnya, akan tetapi sayang saat ini seluruh tubuhnya benar-benar terasa sakit. Ia tak mampu bergerak lebih jauh, hingga akhirnya pasrah untuk diam ditempat.Deggh!Degup jantungnya tiba-tiba saja terasa terhenti. Seluruh aliran darah yang mengalir di tubuhnya seolah dengan kompak tersendat, hingga membuat wajahnya semakin lama terlihat semakin pucat pasi.Apa yang telah terjadi dengan dirinya semalam? Siapa yang telah membawanya ke tempat asing ini? Siapa yang telah melakukan ini semua? Kenapa sekarang dirinya sama sekali tak memakai pakaian apa pun? Sebenarnya apa yang telah terjadi? Ya Tuhan, sungguh kepala Nara benar-benar hampir pecah memikirkan semuanya!Nara memang baru saja terbangun dari tidur pulasnya yang amat panjang. Ke
"Awh! Lepaskan! Lepaskan aku! Aku tidak mau ikut dengan kalian!" teriak Nara yang lagi-lagi berusaha memberontak. Ia ketahuan sudah sadar, tepat setelah selesai memakai pakaian tadi. Sehingga kini, dirinya diseret-seret paksa oleh seorang pria berbadan besar dan juga seorang wanita bertubuh tinggi ke arah luar."Diam kau! Ikut saja dengan kami!" hentak pria yang sedang menyeretnya itu tak kalah tegas.Pria tersebut semakin mencengkram kuat kedua pergelangan tangan Nara. Ia benar-benar menyeretnya dengan kasar, seolah tak menyadari bahwa yang ada di hadapannya ini adalah seorang artis terkenal yang baru saja menyelesaikan syuting sinetronnya."Mau ke mana kalian membawaku? Hah? Tolong, lepaskan aku! Aku mau kembali pulang!" pekik Nara kembali, dengan berusaha sebisa mungkin menahan langkahnya."Akhh! Diam kau! Kita akan membawamu ke tempat yang lebih jauh lagi! Dan ini semua karena ulah kekasihmu!" hentak pria berbadan besar itu dengan terus menyeret Nara sampai bergerak maju."A–apa?
Bughh!"Ayo, ikut denganku!"Belum sempat selesai keterkejutan Nara, yang baru saja dipergoki oleh penculiknya. Tiba-tiba saja, ada hal lain lagi yang lebih mengejutkan dirinya.Ya! Itu semua karena kedatangan seseorang yang sama sekali tak pernah diduganya. Pria itu telah berhasil memukul penculiknya sampai pingsan tak sadarkan diri, di mana hal tersebut sungguh membuatnya tercengang.Orang itu bukanlah Dimas yang sempat dilihatnya, atau bukanlah Marvori yang selalu ditugaskan untuk menjaganya. Akan tetapi melainkan, sosok yang selama ini cukup jarang ditemuinya."Nara! Ayo! Tunggu apa lagi? Kita harus segera kabur, sebelum para penculikmu ke sini!" ucap sosok yang tak disangka-sangka itu, sambil menarik salah satu lengan Nara dan membawanya pergi menjauh begitu saja.Sungguh, sebenarnya Nara sama sekali belum bisa mencerna semua ini. Posisinya ia masih sangat syok, hingga tak bisa menolak atau pun melawan."Ayo! Cepat, Nara! Kita bersembunyi dulu di sini!" ucap pria itu dengan langs
"Nara? Hey? Bangun, Sayang! Tolong bangun!"Sayup-sayup suara terdengar, membuat Nara perlahan membuka kedua netranya. Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuh, Nara langsung melihat sekeliling. Dahinya mengernyit kala menyadari sekitarnya yang terbalik, hingga setelahnya mendapati seutas senyum tulus dari seseorang yang sama sekali tak disangkanya."Mas? Mas, aku ... Awhh!""Sabar, Sayang! Tolong berikan Melody dulu," ucap Dimas pelan, seraya mengulurkan kedua tangannya.Dengan situasi yang masih terhimpit, Nara pun berusaha menyerahkan Melody yang tengah menangis pada sang suami. Dirinya berusaha tenang, meski saat ini ia melihat Evan yang masih belum tersadar dengan beberapa bercak kemerahan di dahinya.Mobil yang ditumpangi Nara memang sempat terpelanting cukup jauh. Mobil itu rusak berat dalam kondisi yang terbalik, setelah Evan sempat dengan cepat memutar setir kendaraan di saat Bella berusaha menabraknya.Ah, iya. Mengingat Bella, bagaimana keadaan wanita itu sekarang? Nara t
Keesokan harinya berita tentang pembunuhan Haris pun kian tersebar meluas ke seluruh penjuru setiap kota. Beberapa stasiun televisi dan media cetak pun tak luput menyorotinya, terlebih sebuah nama yang ikut terseret dalam kasus pembunuhan pengusaha kaya raya itu adalah seorang mantan artis papan atas yang telah dinikahi oleh pemilik rumah produksi terkenal yang kini sedang berada di ambang kebangkrutan.Anara Aditya, nama itulah yang kini menjadi puncak pembicaraan seluruh orang. Kini wanita itu telah menjadi buronan polisi, terlebih setelah Bella mengungkapkan berbagai keterangan mengejutkan yang sangat menghebohkan publik.Ada yang yang percaya begitu saja dengan mudah, dan ada juga yang sama sekali tak menyangka. Sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Dimas saat ini. Pria itu semakin memijat pelipisnya yang terasa sangat pusing, seraya terus berusaha melacak keberadaan sang istri dengan secepat mungkin."Bagaimana? Apa kau telah mendapatkan kabar tentang keberadaannya?" tanya D
Suara mobil polisi langsung berbunyi setelahnya. Di mana hal tersebut tentu membuat Nara dan Bu Inah menoleh panik. Rasanya percakapan mereka tak bisa diteruskan lagi, sehingga dengan cepat Evan segera memutar dan menyuruh ketiga perempuan berbeda generasi itu untuk masuk ke dalam mobilnya."Baiklah, kita jalan sekarang!"Tak ada lagi perdebatan, Bu Inah dan Nara pun akhirnya duduk terdiam bersisian. Saat ini yang terpenting memang hanyalah kabur sejauh mungkin. Nara tentu tak mungkin menyerah begitu saja, karena pasti Bella akan membuatnya terlihat bersalah di hadapan seluruh orang dengan seluruh upaya yang dilakukannya."Maaf karena telah membuat kalian berdua seperti ini," lirih Nara pelan, tepat setelah menidurkan Melody di dekapannya.Dengan mencoba menahan tangisnya, Nara mengeratkan pelukannya pada sang buah hati. Bibirnya bergetar, menahan semua rasa pening dan sakit. Sehingga membuat Bu Inah yang melihatnya pun tak tega, dan segera langsung memeluk dan menenangkannya."Tidak
Bella tersenyum sekilas sebelum akhirnya berlari dan berteriak seolah mencari pertolongan. Sementara Nara, wanita itu masih terdiam dengan ekspresi syok yang tak dapat ditahannya lagi. Seluruh tubuhnya benar-benar membeku, melihat Haris tergeletak tak berdaya di hadapannya dengan cairan kental kemerahan yang mengalir dengan deras dari belakang tengkuknya."Tidak! Apa yang harus aku lakukan?!"Nara berteriak dengan sekujur tubuh yang bergetar ketakutan. Sungguh, sebenarnya ia ingin segera pergi dari tempat ini. Namun di sisi lain, dirinya juga tak tega meninggalkan Haris begitu saja sebelum benar-benar memastikan pria itu telah ditangani oleh tangan yang tepat."Stop! Jangan sentuh dia! Sebaiknya kau sekarang segera pergi dari tempat ini, Nara!"Nara terperanjat, kala mendengar suara Evan yang tergesa-gesa dan mendapatkan tarikan dari pria itu. Entah sejak kapan mantan suaminya tersebut ada di tempat ini, dirinya tak tahu. Yang jelas saat ini Evan sama sekali tak memberikannya jeda wak
Dengan langkah tergesa-gesa, Nara langsung mengecek satu persatu semua nomor pintu kamar hotel yang telah dilewatinya. Ia sungguh tak sabar ingin segera bertemu dengan sang suami, apalagi tadi di telepon Bella sempat menangis sesenggukan tanpa menjelaskan sebab."Kamar 207! Tidak salah lagi ini pasti tempatnya!" Nara bergumam pelan, sambil melihat ke arah celah pintu yang tak tertutup rapat tersebut. Dirinya merasa sangat penasaran, tetapi ragu ingin masuk begitu saja atau tidak. Biar bagaimanapun Nara bukanlah wanita yang polos, ia tahu hal apa saja yang biasa dilakukan jika seorang wanita dan pria berada di dalam kamar hotel yang sama. Terlebih tadi, Bella sempat mengabarkan bahwa suaminya itu dalam keadaan yang mabuk berat."Tidak! Aku harus percaya dengan Mas Dimas!" gumam wanita itu berusaha membuyarkan pikiran buruknya.Dengan menarik napas terlebih dahulu, Nara pun akhirnya mengetuk pintu. Ia berusaha mempersiapkan mental sebelum mengetahui apa pun yang tengah terjadi di dalam
Sementara itu di sebuah hotel di pusat kota, terdapat seorang pria yang tengah tertidur dengan pulas di atas sebuah ranjang besar dengan pakaiannya yang terlihat sedikit acak-acakan. Seorang wanita yang baru saja membawanya ke tempat ini terlihat tersenyum penuh kemenangan, hingga akhirnya tatapannya pada pria itu teralihkan berkat panggilan masuk dari seseorang."Bagaimana?" tanya seseorang dari sambungan telepon."Semuanya berjalan sesuai rencana! Tapi, aku masih kesal denganmu! Kenapa sangat mendadak seperti ini sih? Karenamu aku jadi tidak mempunyai persiapan yang lebih, sehingga aku hanya memasukkan obat tidur saja dalam minumannya!"Wanita itu berdecak kesal, karena perintah mendadak yang ditujukan padanya. Andai saja lawan bicara teleponnya ini mengutarakan rencananya dari jauh-jauh hari, sudah pasti dirinya memasukkan obat lain yang akan membuat malamnya detik ini menjadi lebih panas dan menyenangkan."Hahaha! Itu semua salahmu yang tidak cekatan!" ejek sosok lelaki itu dari
"Tunggu!"Nara berteriak, mencegah kepergian Bi Inah. Dengan tergesa-gesa, ia langsung menahan salah satu tangan perempuan paruh baya tersebut seraya menatapnya dengan penuh harap."Tidak bisakah semua ini dibicarakan secara baik-baik terlebih dahulu, Mas? Biar bagaimanapun kita harus selesai masalah ini dengan kepala dingin, bukan seperti di saat situasi tegang dan kacau seperti ini!" pintanya dengan pandangan yang mulai berkaca-kaca.Masih dengan adanya Melody di dekapannya, Nara melangkah menghampiri sang suami. Ia berharap agar Dimas bisa merubah keputusannya, atau setidaknya pria itu mau memberikan kelonggaran waktu sebelum benar-benar mengusir Bi Inah dari tempat ini.Walau sebenarnya Nara tahu bahwa sekarang suaminya sedang sangat hancur dan terkejut dengan semua kenyataan ini, akan tetapi tetap saja dirinya tidak mau membiarkan semua masalah ini semakin memburuk. Menurutnya semua itu masih bisa dibicarakan dengan baik-baik, meskipun pastinya sangat sulit sekali mengalahkan ego
"Apa maksudmu? Kenapa Bi Inah bisa akan tahu itu? Jangan sembarang asal tuduh Darren!"Dimas tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan tatapan tajamnya yang penuh menyelidik. Langkahnya yang perlahan pasti mendekat, kian membuat nyali perempuan paruh baya yang sudah lama mengabdikan dirinya pada keluarga besar itu pun semakin menciut. Bi Inah sekarang hanya bisa menunduk dalam, tanpa bisa berkata-kata atau pun membela dirinya sendiri."Aku? Asal tuduh?" ucap Darren tak terima."Ya! Kau jelas mengada-ngada! Mana mungkin orang seperti Bi Inah tahu tentang perusahaan ayahku yang telah direbut oleh orang tuamu!"Darren tersenyum miring setelahnya. Ia mengamati sesaat wajah Bi Inah yang semakin terlihat ketar-ketir, dan kembali memusatkan perhatiannya pada sang saudara sepupu."Lebih baik kau sekarang pulang, Darren! Kedatanganmu sangat mengganggu rumah ini! Apalagi sekarang sudah ada Melody yang sangat sensitif dengan suara keributan!" tegas Dimas tepat di hadapan wajah Darren yang bergemi
"Ada apa, Sayang? Apa yang telah mengganggu pikiranmu?" Dimas akhirnya bertanya seraya mendekap pelan tubuh sang istri dari belakang. Selama di perjalanan pulang tadi, ia memang sempat memperhatikan istrinya yang terus terdiam dan seperti tengah memikirkan sesuatu. Namun sayang yang didapatkannya saat ini hanyalah sebuah gelengan singkat, dan usapan lembut di lengannya.Dalam kepala cantiknya, Nara memang masih terbayang-bayang dengan ucapan Evan dan Bella. Dirinya berpikir, apakah benar ia hanya memanfaatkan suaminya saja? Apakah dirinya memang sejahat itu? Lalu, bagaimana jika suatu saat nanti suaminya yang sangat baik padanya ini akan berpaling pada wanita lain yang jauh lebih baik darinya? Entah kenapa Nara semakin merasa tak percaya diri, seiiring dengan bayang-bayang ucapan Bella dan Evan yang terus menggema di telinganya."Sayang? Apa yang telah aku tidak ketahui?" tanya Dimas sekali lagi, seraya mencuri sebuah kecupan singkat di bibir merah menggo