Keesokan harinya seperti hari libur yang sebelumnya, Nara baru terbangun tepat jam sembilan pagi. Akhir-akhir ini ia memang sangat sibuk karena sinetronnya yang kejar tayang, sampai ia tak begitu menyadari keberadaan Dimas yang telah berpakaian sangat rapi dan duduk di ruang tengah apartemennya."Mas?"Perempuan itu hanya refleks memanggil pelan akan tetapi sang pria langsung menepuk ruang kosong di sampingnya seolah memberikan kode pada sang kekasih untuk segera duduk di sisinya."Hoamm!""Hmm, masih mengantuk ya?" tanya Dimas yang kini sudah menaruh ponselnya.Nara mengangguk, sambil berupaya membuka kedua matanya dengan lebar. Semalam ia memang baru bisa tertidur sekitar jam empat pagi, setelah sempat menghabiskan waktu seharian syuting sebelumnya.Sementara Dimas yang mendengar jawaban itu, seketika pun menjadi merasa iba. Ia jadi tak sabar menunggu masa di mana kontrak Nara habis, agar nantinya ia bisa segera menikahi dan menghidupi perempuan itu."Mas, aku belum mandi," elak Nar
"Bella? Untuk apa kamu ke sini?" tanya Nara dengan rasa keterkejutan yang masih menggelayut.Kedua netra kekasih pemilik DMS Hitz tersebut, kini pun langsung beralih pada seorang pria besar yang ada di sisi wanita bermasker hitam itu. Ia mengabaikan tatapan membeku dari sosok yang diyakini sebagai Bella, yang juga sepertinya tak kalah terkejut di kala melihatnya."Dia siapa, Honey? Apa kamu kenal mereka?" tanya pria tersebut dengan suaranya yang sangat berat.Nara semakin mengerenyitkan alisnya, di saat kedua telinganya mendengar sapaan romantis tersebut. Ia menggeleng tak percaya, hingga akhirnya kembali tersadar di saat Dimas berdeham pelan di sampingnya."Ekhemm! Maaf! Gaun ini sudah lebih dulu saya dan kekasih saya pilih, jadi Anda tidak bisa memilihnya begitu saja!" tekan Dimas dengan tatapan sinisnya.Oh, tidak. Di saat Nara cukup terkejut dengan keberadaan Bella bersama seorang pria asing, kekasihnya itu malah masih fokus pada gaun pernikahannya. Sepertinya untuk kali ini, isi
"Mungkin itu benar kekasihnya Bella yang baru," sahut Dimas dengan nadanya yang terdengar sangat enteng."Terus, bagaimana pernikahannya dengan Mas Evan?""Entahlah, mungkin dia selingkuh?" tebak Dimas yang lagi-lagi menyampaikan semuanya dengan nada santai.Bagi Dimas, semuanya memang terlihat biasa saja dan cukup masuk akal. Rasanya tak aneh jika Bella melakukan itu semua, mengingat gaya hidup wanita itu yang terlalu bebas."Cih! Dia seperti ini pasti karena Mas Evan yang sudah jatuh miskin!"Nara menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia benar-benar tak habis pikir, dengan wanita licik yang dengan mudahnya berpindah ke lain hati itu."Sudah, Sayang. Jangan terlalu dipikirkan, Bella memang seperti itu," ucap Dimas berusaha menenangkan.Namun bukannya malah tenang, kini Nara pun semakin mengerenyitkan kedua alisnya. Ia menatap penuh tanda tanya pada sang kekasih. "Memang seperti itu apanya, Mas? Apa sebelumnya dia juga pernah berusaha mendekati kamu?"Jdarrr!Dimas seketika membeku, te
"Tuh 'kan, kamu diam saja!" lanjut Nara dengan semakin merenggut kesal.Perempuan yang baru saja memenangkan dirinya di dalam kamar mandi itu pun beranjak dari tempat duduknya, dan langsung mendorong pelan tubuh Dimas keluar kamar.Nara kesal, bahkan sangat kesal. Ia cemburu, terlebih setelah kemarin sempat mendengar sekilas beberapa omongan para kru tentang beberapa sisi gelap yang kerap kali dilakukan oleh seseorang sebelum menjadi artis terkenal."Nara—""Ssstt! Sudah aku lagi malas berbicara denganmu, Mas," ucap perempuan itu sambil mendengkus kesal.Lagi-lagi Dimas memijat kedua pelipisnya yang kini terasa semakin berdenyut. Ia sungguh sangat heran, dengan perilaku Nara yang tiba-tiba saja seperti ini kepadanya."Aku sungguh tidak pernah mempunyai hubungan apa pun dengan Bella selain pekerjaan, Sayang." Dimas berhenti menahan langkahnya, tepat sebelum Nara berhasil membawanya benar-benar keluar dari kamar.Pandangan sepasang kekasih itu kini kembali bertemu, setelah sempat melewa
"Sudah cukup sampai sini saja," ucap Dimas yang seketika membuat Nara terhenyak tak percaya.Napas perempuan itu masih terlihat naik turun, dengan perasaan yang sungguh tak bisa dijelaskan. Sungguh, ini baru pertama kalinya ia merasa sensasi berdebar luar biasa. Nara sangat terkejut dengan semua yang telah terjadi, akan tetapi ia juga merasakan sedikit perasaan kecewa.Ya, kalian memang tak salah membaca. Nara memang merasa kecewa, karena ia sempat berpikir Dimas tak begitu menginginkan dirinya.Padahal di awal, sentuhan pria itu terasa sangat mendambakan dirinya. Semuanya benar-benar terasa sangat memabukkan dan membuatnya terlena, sampai akhirnya entah kenapa bisa berhenti begitu saja dengan cepat.Apa mungkin ada sesuatu di dirinya, yang Dimas tak suka?Entah, Nara tak tahu. Nara tidak bisa mencari jawabannya sendiri, ia takut kalau memang benar ada yang tak Dimas sukai dari dirinya.Apa kekurangannya? Apa dirinya kurang cantik? Atau kurang menarik?Sungguh, Nara jadi cemas memikir
Tak terasa hanya tinggal beberapa hari lagi hari yang ditunggu-tunggu pun semakin mendekat. Semakin ke sini, Nara dan Dimas semakin sibuk. Mereka mempercepat menyelesaikan segala urusannya terlebih dahulu, hingga tak sempat memiliki banyak waktu untuk berduaan."Permisi, Non. Maaf, tadi bibi menemukan bunga ini di depan pintu," ucap sang bibi sambil memberikan beberapa tangkai bunga mawar merah yang terlihat sangat cantik."Hmm, kira-kira dari siapa ya, Bi?" tanya Nara yang akhirnya mengambil bunga tersebut. Nara memperhatikan lama beberapa tangkai mawar merah itu, dan menghirupnya dalam-dalam. "Apa ini dari Mas Dimas ya?""Mungkin bisa jadi, Non. Karena setahu bibi, sekarang sudah tidak bisa lagi sembarang orang yang memasuki area ini."Semenjak kiriman paket foto pernikahan Nara dan Evan dulu, Dimas memang memperketat penjagaannya. Ia menyuruh beberapa petugas keamanan untuk mengamankan apartemen yang ditinggali oleh calon istrinya, agar tak ada lagi kedatangan paket yang tak diingi
"Menurutku hidup dia tidak ada apa-apanya!" Sosok wanita itu melangkah dengan langkah yang kian mendekat. Senyum sempurna terpatri di wajah, di mana hal tersebut cukup menggambarkan bahwa ia sama sekali tak menyesali perkataannya."Bagaimana tidak ada apa-apanya, Bu? Menurut saya hampir seluruh wanita di negeri ini merasa iri dengan Ibu Nara. Dia artis hebat, dan mempunyai kekasih yang sangat perhatian seperti Pak Dimas," ucap sang perawat kecantikan yang tak setuju.Mungkin perawat itu tak begitu mengenali, bahwa sosok wanita yang kini sudah berdiri tegap di hadapannya adalah mantan seorang artis yang juga pernah terkenal. Ya, memang pernah walau hanya dalam waktu yang cukup singkat. Apa lagi saat ini Nara berhasil mengungguli kesuksesan yang telah dicapai oleh Bella sebelumnya."Hmm, mungkin kau bisa berbicara seperti itu karena tidak terlalu mengenalinya dari awal. Menurutku, dia hanya seperti sampah! Dibuang begitu saja, dan tiba-tiba dipungut oleh orang yang bisa memanfaatkanny
Untuk sesaat, kedua netra tajam Dimas terpaku pada seorang perempuan yang tengah berdiri di hadapannya. Ia memang sudah melihat riasan di wajah Nara sebelumnya melalui pantulan kaca cermin, akan tetapi tetap saja dirinya terpukau di saat netranya bertatapan langsung seperti ini. Bulu mata lentik, bibir merah merona menggoda, sungguh membuat fokusnya teralihkan. Dimas memperhatikan lama penampilan perempuan itu dari atas sampai bawah. Hingga untuk yang sekian kalinya, hatinya pun kembali terasa bergetar hebat."Cantik!" Salah satu sudut bibir Dimas terangkat, hingga memunculkan sebuah lesung pipi kecil di pipi kanannya."Apa, Mas?""Ah, tidak apa-apa," jawab Dimas cepat sembari menggeleng.Nara yang memang tak sempat mendengar jelas perkataan kekasihnya tadi pun akhirnya hanya mengangguk saja. Ia beranjak mengambil tas kecilnya yang seharga puluhan juta itu, hingga tiba-tiba saja langkahnya terpaksa terhenti tepat setelah Dimas menahannya