"Cepat angkatlah!" geram Dimas tertahan, di saat panggilan teleponnya tak kunjung dijawab oleh seseorang di seberang sana.Brukk!"Sial! Kenapa sulit sekali untuk mengungkap semuanya dengan cepat! Aku sungguh tidak bisa sabar menghadapi hal ini!" teriak Dimas yang sekali lagi menendang sebuah meja yang ada di hadapannya.Saat ini, Dimas memang sudah tak berada di kamar lagi. Pria itu kini sedang berada di ruang kerjanya, meninggalkan Nara yang sudah tertidur pulas di kamar untuk menghubungi seseorang. Akan tetapi sayangnya, orang yang sangat dibutuhkannya itu malah tak kunjung menjawab panggilannya sedari tadi.Kesal! Dimas sungguh sangat kesal, karena ia sudah tak sabar lagi!Rahangnya mengeras, di saat setiap kali benaknya mengingat tangisan Nara. Hatinya terasa tersayat, di setiap kali ia mengingat ekspresi ketakutan istrinya itu. Ia takut dengan apa yang telah dikhawatirkan oleh istrinya tersebut, terlebih segala pemeriksaan dokter ta
"Ah, tidak! Aku tidak apa-apa, Sayang. Lebih baik sekarang kamu bersiap-siap saja dulu, sebelum nanti kita berkeliling di tempat ini," ucap Dimas dengan langsung meredupkan layar ponselnya, dan segera memasukkannya kembali ke dalam saku.Dimas mengecup dahi istrinya sesaat, untuk menenangkan hatinya yang sempat panas. Hingga akhirnya setelahnya, ia pun menjauhkan diri dari Nara terlebih dahulu ke toilet untuk menghubungi seseorang."Halo, Marvori! Tolong cari orang yang bisa melacak nomor yang sudah aku kirimkan itu! Aku butuh mengetahuinya segera, dalam hari ini juga!" perintah pria kaya raya itu dengan tegas, hingga langsung kembali mematikan sambungan teleponnya.Bughh!Terdengar suara pukulan kencang setelahnya, sampai akhirnya pukulan itu terus berlanjut seiring dengan amarah Dimas yang kian meletup-letup. Darahnya memang sudah benar-benar mendidih saat ini!"Kenapa semakin lama masalahnya semakin runyam seperti ini sih? Bagaimana jika nanti pengirim pesan misterius ini benar-ben
"Katakan padaku, Mas! Kenapa nomor ini bisa mengirimkan pesan seperti ini padamu? Siapa dia, Mas! Kenapa dia tega sekali mengancammu dan diriku?" lirih Nara sambil memegang erat ponsel suaminya.Untung saja, tadi Nara belum sempat mengunci kamar mandi. Sehingga Dimas bisa langsung masuk ke dalam sana tanpa mengalami kesulitan, dan juga bisa langsung melihat keadaan istrinya yang nampak sangat syok dengan beberapa pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya.Ceroboh! Dimas benar-benar merasa sangat ceroboh!Bisa-bisanya ia tidak mengingat keberadaan ponselnya, sehingga Nara bisa dengan mudah melihatnya dan membaca segala pesan ancaman yang telah berupaya ia tutupi sedemikian mungkin sebelumnya."Nara, aku harap kamu—""Tadi pemilik nomor telepon ini menghubungimu, Mas. Dia memintamu untuk segera membawaku pulang sekarang juga!" potong Nara dengan air mata ketakutan yang tak terbendung lagi.Terlihat jelas kini kedua tangannya sedang bergetar hebat. Sehingga Dimas yang melihatnya pun
"Tapi, Mas. Aku ....""Ssttt! Sudah aku bilang aku tidak peduli dengan apa pun, Sayang!" potong Dimas dengan cepat sebelum istrinya itu kembali menyambungkan ucapannya yang terhenti.Saat ini Dimas telah berhasil membaringkan tubuh Nara ke atas sebuah ranjang besar yang tersedia di dalam kamar yang kaca jendelanya terhubung langsung dengan pemandangan indahnya lautan luas.Di sana, di kamar itu, adalah tempat yang akan menjadi saksi bisu penyatuan cinta Dimas dan Nara.Kedua pasangan suami istri itu kini mulai hendak melanjutkan apa yang telah terjadi di dalam kamar mandi, dengan terus saling memancarkan pandangan yang penuh akan cinta dan kasih sayang pada satu sama lain."Aku tahu, pasti segala masalah yang terjadi beberapa hari kebelakang ini sangatlah berat untukmu. Akan tetapi tolong izinkanlah aku untuk menghapus semua kesedihanmu saat ini, Nara. Aku ingin menciptakan kenangan manis di tempat yang indah ini bersamamu, Sayang," ucap Dimas lebih dulu, sebelum benar-benar melanjutk
"Mas? Kamu kenapa?" tanya Nara setelah berhasil menahan rasa sakit dan perih yang sempat dialaminya.Setelah tadi Nara sempat berteriak kencang merintih kesakitan, Dimas memang sempat terlihat sangat khawatir hingga langsung memberikan sedikit jarak pada istrinya tersebut. Akan tetapi setelahnya, pria itu malah terdiam seolah sedang terkejut akan sesuatu."Mas? Apa ada yang sal—""Apa ini adalah pertama kalinya untukmu?" potong Dimas yang akhirnya tersadar dari sikap terkejutnya.Nara yang ditanya seperti itu pun seketika mengerjap. Awalnya ia tak begitu mengerti dengan pertanyaan suaminya, hingga akhirnya baru bisa paham di saat Dimas memberikan sedikit kode melalui gerakan matanya."A—ku ... Aku tidak tahu, Mas. Mungkin bisa saja waktu itu orang yang menculiku waktu itu melakukan suatu hal padaku, sehingga waktu itu aku terbangun dalam keadaan yang—""Tidak! Sebelum itu! Apa kamu pernah melakukannya dengan pria lain?" tanya Dimas dengan sangat serius, hingga membuat Nara sedikit ket
"Nara?"Perempuan itu terkejut, hingga langsung membalikkan badannya di saat merasakan ada lilitan tangan kekar yang berada di pinggang rampingnya. Tadi, Nara memang sempat memandangi indahnya pemandangan laut dari balik jendela kamarnya. Ia sedang menikmati indahnya pemandangan yang ada di sana, setelah sempat seharian penuh menghabiskan waktunya berdua dengan sang suami di atas ranjang dengan perasaan yang penuh akan cinta.Sepasang pengantin yang masih sangat baru itu, memang sangat menikmati momen bulan madunya kali ini. Meski sempat terdapat beberapa halangan sebelumnya, akan tetapi pada akhirnya mereka bisa merasa lebih santai di saat telah berhasil menemukan sebuah bukti yang dapat menampik semua dugaan buruk yang sempat mereka berdua pikirkan sebelumnya.Sehingga sekarang, Nara dan Dimas pun nampak selalu tak bisa berhenti memadu kasih di sepanjang waktu, bahkan sampai melupakan beberapa agenda yang sebenarnya sudah direncanakan mereka berdua sebelumnya."Apa masih ada lagi y
"Hmm, Sayang. Kamu ...."Ting! Tong!Tepat sebelum Dimas menyelesaikan, tiba-tiba saja terdengar suara bel yang berbunyi kencang. Sepertinya itu adalah dari pelayan kamar, yang akan mengantarkan segala pesanan yang tadi telah Dimas minta sebelumnya."Nara, lebih baik kita makan dulu. Duduklah di sini, Sayang. Biar nanti aku yang akan menyuapimu," ucap Dimas yang langsung menarik lembut tangan mulus istrinya itu ke atas kasur.Sekarang pelayan kamar sudah keluar, sehingga kini yang tersisa di dalam sana hanyalah Dimas dan Nara. Seperti yang tadi sudah dibilang, Dimas benar-benar menyuapi istrinya itu dengan sangat romantis, akan tetapi tentu kali ini Nara tak hanya diam saja. Sesekali perempuan itu juga menyuapi suaminya, sebagai bentuk balasan atas semua kebaikan dan perlakuan lembut sang suami kepadanya."Terima kasih, Mas," ucap Nara sambil membersihkan sisa-sisa makanan yang masih menempel di sekitar bibir suaminya dengan sebuah tisu yang ada di genggaman tangannya.Dimas tersenyum
"Apakah ada saksi mata yang melihat kejadian penculikan waktu itu?"Degh!Jantung Nara seketika terhenti, ketika ia kembali mengingat kejadian penculikan waktu itu. Di mana dirinya sempat bertemu atau yang lebih tepatnya lagi ditolong oleh seseorang yang sebenarnya sangat tak asing di hidupnya.Sebelumnya, Nara memang sengaja menutupi cerita itu. Dan itu semua tentu bukan tanpa alasan, karena sebenarnya dirinya hanya mau mencegah keributan yang mungkin saja bisa terjadi di antara Dimas dan Evan nanti.Akan tetapi sekarang, sepertinya Nara tak bisa menutupinya lagi. Seperti yang telah pengacaranya di itu telah katakan sebelumnya, karena dengan adanya saksi mata semua proses pengurusan laporannya ke polisi bisa semakin diproses dengan cepat."Kalau kamu tidak bisa mengingatnya, kamu—""Ada, Pak!" aku Nara akhirnya, yang seketika membuat perhatian kedua pria yang ada di sekitarnya tertuju penuh ke arahnya."Ada? Apa maksudmu, Nara?" tanya Dimas yang tentunya sangat terkejut dengan pengak