"Dari mana kamu dapat foto in—""Jadi itu benar, Mas?" potong Nara langsung seraya menatap serius ke arah manik mata coklat sang suami.Dimas nampak tergagap setelahnya. Pria itu terlihat banyak kehilangan kosakata, apalagi saat ini Nara terus menatapnya dengan intens meski kedua matanya masih sedikit memerah dan basah.Istri siapa yang bisa tenang atau tidak cemburu, jika tiba-tiba saja melihat sebuah foto yang menggambarkan kedekatan suaminya dengan wanita lain? Jika di dalam foto itu mereka hanya berpose sewajarnya, mungkin Nara masih bisa menerimanya. Namun yang telah dilihat Nara ini? Tentu saja ia tak bisa dengan mudah mengabaikannya, karena di sana terlihat dengan jelas bahwa tangan kekar suaminya sedang memegangi pinggang ramping wanita berpakaian minim dengan posisi wajah yang benar-benar sangat berdekatan.Ah, atau mungkin mereka berdua memang sedang saling mengecup mesra? Entah Nara tak bisa melihatnya dengan jelas, karena posisi foto itu diambil dari belakang."Sayang, ak
"Sayang, kenapa pintunya harus dikunci?" tanya seorang pria yang baru saja masuk, setelah sekian lama dirinya mengetuk pintu kamarnya sendiri dan memanggil nama sang istri.Pagi ini, Nara memang masih belum bisa terlihat ceria dari yang sebelumnya. Walau kemarin Dimas sudah menjelaskan semua kepadanya, akan tetapi entah kenapa tetap saja rasanya ia tak bisa percaya begitu saja. Dirinya belum begitu yakin apa yang telah diucapkan oleh suaminya tersebut benar atau tidak, sehingga kini benaknya masih terus memikirkannya tanpa henti."Aku sedang memberikan asi untuk Melody, Mas," kilah Nara singkat seraya menatap sang buah hati."Memberikan asi? Kenapa harus dikunci, Sayang? Aku 'kan suamimu sendiri, bahkan aku sudah lebih dulu merasakan apa yang telah dirasakan oleh anak kita."Nara diam tak mau meneruskan percakapan yang semakin ke mana-mana ini, dirinya hanya memilih menatap sang anak yang telah tertidur dengan tenang. Tanpa mempedulikan sang suami yang tengah mengembuskan napasnya den
Seperti apa yang telah Dimas katakan tadi pada Nara, kini pria yang sudah mempunyai anak satu itu berjalan menyusuri sebuah gedung besar bertingkat yang terletak di pusat kota. Dengan sepatu hitamnya, ia terus melangkah mengikuti arahan resepsionis yang sempat ditemuinya tadi. Sampai akhirnya dirinya menemukan sebuah ruangan, dan bertemu dengan seorang karyawan yang memperkenankan dirinya sebagai sekretaris rekan bisnisnya."Ini beberapa dokumennya, Pak. Semuanya bisa Bapak lihat dan baca terlebih dahulu, sebelum nanti bertemu dengan Pak Evan yang sedang berada di perjalanan," ucap wanita itu dengan sopan, seraya mundur beberapa langkah setelahnya.Dimas mengangguk, dan tak lupa juga mengucapkan terima kasih. Sesaat ia membaca semua lembar kertas itu secara sekilas, sambil sesekali memperhatikan ruangan sekitar yang nampak sangat asing baginya ini.Dulu dirinya memang selalu dinomor satukan oleh para rekan-rekan bisnisnya, akan tetapi sekarang? Tentu ia ta
Di sepanjang perjalanan, Dimas tak berhenti mengurut keningnya. Saat ini dirinya benar-benar pening. Ia tak tahu keputusan apa yang harus diambilnya, karena terlalu banyak pertimbangan yang tengah dipikirkannya.Lanjut atau tidak?Pertanyaan itu terus-menerus berputar di benaknya saat ini.Kalau lanjut, mungkin dirinya dan perusahaannya bisa dengan mudah dijebak oleh Evan. Akan tetapi kalau tidak, sudah pasti kondisi keuangannya dan juga perusahaannya akan lebih cepat hancur dari perkiraannya.Sungguh, ini benar-benar bagai buah simalakama!Rasanya tak ada pilihan yang lebih baik menurut Dimas, karena biar bagaimanapun dirinya masih belum bisa percaya dengan Evan yang sudah menorehkan kenangan buruk pada adik perempuan dan juga istrinya.Bughhh!"Akhh! Apa yang harus aku putuskan?!"Dimas berteriak kencang melampiaskan emosi, tepat setelah memukul setir mobilnya yang tak bersalah. Saat ini dirinya masih berada d
"Apa? Jadi seperti itu? Bagaimana bisa, Mas? Setahu aku ...."Nara kehilangan kata-kata, tepat setelah mendengar semua keluh kesah sang suami. Di sepanjang Dimas bercerita, kedua netranya benar-benar tak berhenti membulat terkejut. Bahkan kedua tangannya sampai saat ini masih berada di depan bibirnya untuk menutupi mulutnya yang terbuka lebar."Aku juga tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi, Sayang. Awalnya aku menganggap salah dugaanku, akan tetapi nyatanya memang dia orangnya. Dia yang benar-benar menjalankan perusahaan itu sekarang, bahkan aku sudah menanyakannya langsung melalui sambungan telepon dengan rekan bisnisku yang mempunyai perusahaan itu tadi," jelas Dimas yang semakin terlihat lesu tak bersemangat.Meski juga tak bisa percaya, Nara tetap mengangguk. Otaknya masih mencoba berpikir, kenapa orang seperti mantan suaminya bisa bekerja di salah satu perusahaan yang sedang sangat dibutuhkan oleh suaminya. Ini benar-benar tak pernah diduganya sebel
Cupp!"Iya, Sayang. Kalau begitu aku pulang dulu," ucap Bella yang kembali mengambil kesempatan, bergelayut manja di lengan sang suami.Untung saja kali ini Dimas sudah bisa menduganya, sehingga dengan cepat dirinya mengalihkan pandangan ke arah lain agar tak menyaksikan kemesraan yang sangat menggangu konsentrasinya pagi ini.Seperti apa yang telah dikatakan oleh Nara kemarin, kali ini Dimas benar-benar mengesampingkan masalah pribadinya terlebih dahulu demi perusahaannya. Ia membahas dengan serius proyek barunya bersama Evan. Dan untungnya, selama pembahasan itu pria yang ada di hadapannya tersebut juga tak melakukan hal-hal atau pun mengeluarkan celotehan yang membuat kesabarannya menghilang."Baiklah, menurut saya ini sudah cukup! Anda sudah merencanakan semuanya dengan baik, sehingga nanti kita tinggal tunggu saja hasilnya. Mudah-mudahan program acara yang kita buat nanti bisa menarik banyak perhatian dari orang-orang, terutama kalangan muda!
Tak terasa sudah tiga bulan berlalu dengan begitu cepat. Melody yang tadinya terlihat sangat mungil di mata Nara, kini sudah menjadi anak bayi gembul yang terlihat semakin menggemaskan. Media sosial Nara yang tadinya sempat lama vakum pun, kini sudah mulai kembali ramai dengan beberapa konten review yang dibuatnya dan juga konten kesehariannya yang merawat sang anak. Begitu pula dengan proyek acara baru kerja sama Dimas dan Evan, sejauh ini semuanya berjalan dengan lancar. Walau di tengah jalan mantan suami Nara itu sempat berduka karena katanya Bella sempat mengalami keguguran. Namun ternyata sama sekali tak berpengaruh apa pun, perlahan-lahan semua kecurigaan buruk Nara dan Dimas teredam begitu saja. Bahkan rencananya, malam ini akan diadakan sebuah acara kecil-kecilan untuk menyambut peluncuran yang akan dilakukan hari esok setelah lamanya persiapan yang telah dilakukan di balik layar."Bagaimana, Bi? Apa bisa? Maaf aku jadi merepotkan Bibi ya, karena tadi aku harus mengurus Melod
"Nara! Tunggu, Sayang! Kamu mau ke mana?!"Teriakan Dimas seolah tak berarti bagi Nara, karena wanita itu sudah lebih dulu berlari mengejar kepergian Evan yang sudah berbuat kasar pada istrinya sendiri. Nara yang melihat kejadian itu di depan matanya, benar-benar merasa tak bisa diam begitu saja. Ia ingin memperingati pria tersebut, karena sifatnya yang selalu saja kasar pada perempuan tak kunjung berubah.Dulu dirinya, sekarang Bella. Esok, siapa lagi?Walau Bella telah berbuat jahat padanya, akan tetapi Nara tentu tak tega juga dengan wanita itu. Apalagi belum ada dua bulan ke belakang ini wanita itu baru saja keguguran. Sehingga ia tahu seperti apa rasa sakit hati dan fisiknya, ketika diperlakukan kasar oleh pria yang masih berstatus sebagai suaminya sendiri."Evan! Tunggu!" teriak Nara menghentikan langkah kaki pria itu.Dengan langsung menoleh ke belakang, kedua alis Evan pun mengerenyit. Ia cukup merasa terkejut, karena baru kali in