Linar memberikan senyum dua jarinya,"Sorry, biasa tadi habis ngurus suami dulu. Tapi lo belum lama nunggu kan, yah?""Udah dari jam enam pagi sih sampainya, tapi tadi gue keliling olahraga bersepeda sih,jadi santai aja" Linar mengangguk sungkan."Itu kameranya, ya?"Andaru mengikuti lirikan mata Linar yang mengarah ke tas warna hitam yang digendongnya di belakang punggung, lalu ia mengangguk dan memindahkan posisi tas ke depan dadanya untuk dibuka resletingnya," Ini kamera digital Ricoh yang lo mau dan polaroid mini warna biru pastel? Masih bagus nih dua-duanya belum lama gue beli""Iya, akhirnya punya juga udah lama pingin punya ini tapi harganya lumayan mahal hampir enam belas juta jadi nunda beli nya, deh." seru Linar menggigil mengatakan nominal harganya. Andaru menaikkan alisnya sebelas."Tita sempat cerita sama gue, katanya suami lo seorang arsitek di salah satu firma terkenal di Jakarta? Maksud gue kalau lo mau" tanya Ndaru sungkan seakan menyadari perkataannya.Linar mengangguk
Linar merengut amat tipis setelah selesai memperhatikan demo masak berikut selembar resep yang akan dibuatnya hari ini. 'Ah masih bukan tiramisu cake seperti yang ia inginkan tapi tak apa, menu Pavlova berries dan Pie Red Velvet frosting ice juga terlihat menggoda, dan yang pasti terkesan mudah."Ok class, persis yang tadi Saya demokan pertama yang dibuat adalah Pavlovanya dulu karena membutuhkan pemanggangan kurang lebih delapan puluh menit di suhu seratus derajat. Selama nunggu kalian bisa buat Pie Red Velvet frosting ice dengan beberapa bahan yang tadi digunakan di Pavlova. Saya kasih waktu satu setengah jam untuk menyelesaikan dua menu tadi plus dengan sudah dibersihkan nya area dapur, Yes class?!" sentaknya tegas."Yes, Chef!"Linar yang sudah mengingat bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan langsung memilih bahan yang ada di laci bawah island kitchen kemudian Linar mulai membuat Pavlova Berries.Langkah pertama mixer dua putih telur dengan kekuatan sedang lalu masukkan seratus gra
POV Linar "Parah banget sih, lo! Mempekerjakan gue tanpa upah minimal ada gue juga dapat lah, hak gue tuh!" rengek Listya sembari berjalan masuk ke kamarnya lebih dulu dan membiarkan aku menutup pintu kamarnya. "Ngga! Gaji lo udah cukup lagian lo cuma perlu jadi admin di satu lapak online di samping pekerjaan utama lo jadi gue usahain ngga banyak menyita waktu lo." Linar langsung selonjoran di atas ranjangnya Tya, memastikan berada di posisi ternyaman nya, "Lagian bagi hasilnya sama orangtua, lo sama aja kan." kilahku. "Terserah dan kenapa lo sampai kepikiran jualan sekarang. Ada apa gerangan?" Linar mencebikkan bibirnya, "Membahas hidup gue nggak menyenangkan, ganti topik lah!" "Lebih baik lo ceritain balada kerja di kantor yang atasannya orang Jepang asli, segila apa etos kerja disana dan gimana gaji lo udah naik belum? Tanyaku antusias. "Oh tidak bisa! Yang nanya duluan itu gue lagian gue serius penasaran apa pencetus sampai lo jadi se-visioner ini?" Aku memutar bola mataku
***"Dan kamu pikir aku akan percaya? Dengan alasan kamu itu! Semuanya udah jelas, kemarin pagi itu kan kejadiannya? Bahkan pagi itu kamu ngotot tetap olahraga keluar disaat aku larang kamu, ah... waktu itu juga kamu nantangin aku, iya kan?!"Aku mendesah frustasi pada tuduhan yang ia karang. "Dengar! Aku akan anggap ini semua ngga pernah terjadi asalkan kamu janji sama aku untuk berhenti berhubungan sama lelaki itu! Dan kamu terima Dera dan anaknya, kalian akan tinggal terpisah kamu hanya perlu nggak mempermasalahkan hal ini lagi kedepannya, ok!"Aku tersenyum getir, aku mendongak untuk balas menatapnya "Lucu! Kamu merangkai cerita cuma berdasarkan asumsi kamu dari sekedar foto untuk menekan aku? Dan memutar balikkan fakta? Aku ngga mau. Kesabaran aku nggak semurah itu, Mas!""Ah, satu lagi, kamu masih punya bukti lagi selain itu? Bahkan di foto itu kamu duduk berjarak, Mas tanpa ada saling sentuh semua orang tahu itu bukti lemah, paham kamu!"'Kami saling terpaku memandang satu sam
"Aaw, Mas!""Tahan aja, Linar! Aku sedang nggak mau ditolak!"***End Linar POVDengan sesak di dada Linar masih terjaga berbaring diatas ranjang sendiri cukup satu ronde membuat dia puas sekaligus tersinggung hingga akhirnya pergi entah kemana mungkin ke ruang kerja atau kemanapun Linar memilih tak peduli.Linar yakin belum mengantuk karena rasa ingin menangis lebih besar, aku bangkit dan menggapai bajuku di bawah ranjang memakainya cepat dan berjalan ke kamar mandi membersihkan diri secepat mungkin.Dalam kehanyutan lukanya, ia mengingat potongan adegan yang pemeran utamanya mengemudi dalam keadaan menangis karena tak fokus tak lama mobilnya menabrak sesuatu dan kecelakaan pun tak terhindari. Linar bergidik ngeri membayangkannya maka Linar mengurangi laju mobilnya dan berhenti di samping taman yang cukup ramai tak jauh di seberangnya terlihat minimarket buka 24 jam.Ia termenung duduk di dalam mobil memandangi suasana malam yang dihiasi lampu taman dengan beberapa orang yang dudu
Deg! Dean mengangguk. Ia berdiri dari kursinya berhenti di depan Linar, tertegun sesaat, seperti hendak mengatakan sesuatu tapi terlihat ragu. Dan akhirnya pria itu pergi, tanpa mengatakan apa-apa. "Kamu apa kabar, Lin?" tekanan suaranya terdengar datar dan begitu pula wajahnya, seperti yang tak butuh tahu. "Baik, Mi." jawab Linar tersenyum tipis, "Mami gimana sehat juga, kan?" "Ya, seperti yang kamu lihat. Walaupun ada aja yang mami pikirkan, salah satunya ya, itu..." Beliau menoleh dan menatap Linar datar dan dalam. "Soal kamu yang kemarin hampir kabur ke rumah mamahmu larut malam, Dean kalut mencari kamu yang pergi tanpa pamit selarut itu, dan ternyata kamu malah hampir kabur memangnya apa yang bisa dapatkan dengan kabur dari rumah, hah? Apa itu solusi dari mamah kamu, karena nggak mau di poligami jadi berontak dengan cara kabur dari rumah begitu ajaran mamah kamu, hah?!" Linar menundukkan pandangannya, kedua tangannya menggenggam erat dress bagian bawahnya, ia mengalami trem
"Kamu tuh! ... Ya ampun kenapa harus menambah persulit keadaan, hah?!"Linar yang sejak tadi merasa sekujur tubuhnya menggigil gemetaran, bersusah payah bertahan namun sekarang setelah mendengar kalimat tak simpati padanya, nada egois yang menyalahkannya membuat ia menyerah.Ia memutuskan bangkit dari tempat duduknya, hendak keluar sebelum ada satu air mata yang lolos ke pipinya, karena ia tak ingin dituduh kata- kata miring lainnya karena jika itu terjadi akan terasa menyakitkan terlebih ia tak akan sampai hati membalas menuduh."Aku pamit, Mi."Linar pergi dari ruangan itu tanpa menunggu izin apalagi kedatangan suami serta simpanannya, tentu dengan membawa rasa sakit mendekam di dada.Di perjalanan pulang, sopir taksi yang berada di balik kemudi beberapa kali melirik melirik cermin kecil yang menggantung di atas dashboard, seolah memastikan keadaannya. Karena kini tangisnya pecah. Ia meledak sendirian dalam sedihnya dan tidak mengerti bagaimana cara mengatasinya.Linar memang membek
Linar tengah mengambil baju kotor dari wadah pakaian kotor, ini hari Minggu jadi ia berniat mencuci baju pakaian kotor yang menumpuk namun saat ia meraba kantong dalam tuxedo milik Dean untuk memastikan tak ada barang yang tertinggal betapa terkejutnya ia mendapatkan nota pembelian tas mahal wanita dari branded lokal ternama, dadanya mencelus, ia meremas nota ditangan kanannya. Tidak diragukan lagi pasti tas mahal tersebut dibeli Dean untuk Dera.Ia kesal bukan main pasalnya Dean sudah tega menghamburkan uang untuk membeli tas mahal pada selingkuhannya sedangkan ia tak berani meminta lebih karena tahu suaminya sedang dibebankan cicilan barang ditambah perhiasan yang beberapa waktu lalu atas permintaannya."Linar,""Sore ini kamu jangan kemana-mana, ya?""Kenapa?" tanya Linar jutek sembari menurunkan tangan yang masih mengepalkan nota."Aku mau ajak kamu ke rumah mamah, barusan kami telponan dan mamah minta kita ke rumahnya, dan aku udah mengiyakan, kamu mau kan?"Linar terkesiap mende
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar