Brak!!Linar menoleh cepat melihat kepalan tangan kanan Dean di atas kemudi dan sebelah tangannya lagi menggenggam erat kemudi dengan tatapan Dean menatap lurus ke arah jalanan, rahangnya terkatup tegang.Linar memilih kembali menatap jalanan di balik jendela mobil yang mulai berembun menandakan gerimis di luar sana.'Pantes hawanya ngantuk, sebentar lagi mau hujan ya?' pikir Linar."...""...""Dari kemarin aku menunggu telepon dari kamu, tapi kata Tita kamu terlalu ngantuk untuk pulang jadi aku biarin dan kamu malah nggak pulang dan non aktifkan gawai kamu tanpa membalas sekalipun, kamu itu istri aku dan aku mengkhawatirkan kamu, Linar" seru Dean dalam dan lembut.Linar tersenyum sinis. "Dan sebentar lagi jadi istri pertama yang bukan satu- satunya ya...? Ya ampun dunia itu cepat berubah yah." serunya jutek.Dia kembali diam.Linar ikut diam, kembali melempar pandang ke luar jendela. "Jadi .. kamu udah setuju?"Linar menghela napas lelah. "Do whatever you wanna do. I don't fucking c
Linar kembali sesak tepat di ulu hatinya seperti ada yang meremas dari dalam. Beruntung Ia segera ingat untuk melakukan teknik pernafasan untuk menenangkan diri. Yah ... Ia tengah sendirian sekarang sudah mulai terbiasa dan harus membiasakan diri lebih dari ini pikirnya sedih.Linar berhasil menormalkan deru napasnya, pun ia sudah mengusap air matanya, menghapus jejak tangisnya saat mendengar deru mesin mobil memasuki area carport yang posisinya masuk kedalam hampir bersebelahan dari area dapur. Suara derap langkah kaki pria itu terdengar. Bahkan Linar lupa mengunci pintu bagian samping. Linar menatap kembali pada jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam, Dean baru tiba di rumah.Pria itu sempat mematung kala menangkap siluetnya yang tengah duduk dengan mata menatapnya dalam. Dean mendekat menaruh tas kerjanya di atas meja makan, melewati Linar begitu saja untuk mengambil gelas di rak gantung dan mengisinya dengan air putih. Lalu ia menempati stool kosong tepat di samping Lina
****"Akan apa, hah?!" bentak Dean geram."Aku akan terus ingat semua perlakuan kamu sama aku, tentang kamu yang lebih milih pergi temui dia selarut ini daripada memilih aku, istri kamu sendiri!""Cukup, Linar! Aku nggak mau ribut, terserah kamu, yang jelas aku harus pergi dan kamu nggak perlu tunggu aku pulang malam ini," ucap Dean sebelum menutup pintu kamar meninggalkan Linar yang luluh lantak di buatnya.Dean's SideDean berdiri menatap ke luar jendela. Tangannya sedang menggenggam sebuah gelas berisi brendi. Ia menatap jauh cakrawala hitam tanpa bintang di dalam ruang pribadi Dera di kamar apartemennya. Namun setiba di sana Dean langsung merasa kecewa karena Dera yang sempat tertidur, berpikir bahwa tak apa jika sebenarnya jika ia tak memaksa datang selarut ini.Dan menimbulkan rasa bersalah dan kecewa yang sulit ia kurangi rasanya.Sebuah lengan terulur memeluk tubuh Dean dari belakang. Membuat tubuhnya menegang seketika, apalagi saat dia merasakan wajah Dera tersandar pada pung
"Maaf, jangan malam ini, aku nggak bisa." "Kenapa? Apa karena Linar yang udah mengultimatum kamu, untuk nggak bercinta sama aku lagi, hah?" "Bukan, dia nggak pernah mengultimatum atau apapun itu, walaupun iya, dia berhak melarang itu, Dera. Harusnya kamu mengerti itu," "Nggak, aku nggak mau ngerti! Dan kalau kamu sepengertian itu, lantas kenapa kamu tetap datang hah?" "Itu karena pesan kamu yang isinya kram perut kamu kambuh, aku pikir keadaan kamu udah urgent, tapi ternyata, nggak. Harusnya aku nggak perlu datang," jawab Dean yang mengecilkan suaranya di ujung kalimat. Dera kesal, dia sangat kesal hingga yang bisa dilakukan Dera hanya melepaskan diri dari Dean kemudian meninggalkan Dean sendiri di dalam kamarnya disusul bedebum suara pintu yang dibanting. Dean hanya bisa menatap kepergian Dera, dia tak bisa melarang perempuan itu untuk selalu mengerti apa maksudnya, sedangkan dirinya sendiri masih tak mengerti tentang keputusan yang telah ia ambil. Rasa menyesal itu ada! Kenapa
"Gimana apanya, Nak?" "Gimana kalau memang benar ada masalah di dalam keluarga aku dan pada akhirnya aku ngga kuat dan memutuskan berhenti bertahan, gimana, Mah?" Terdengar helaan napas berat di ujung telepon, "Kenapa nanya mamah? Yang tahu dan mengerti akar dan rentetan masalah keluarga kamu 'kan kamu dan Dean yang tahu jadi jangan tanya Mamah. Kamu udah dewasa untuk tahu sikap apa yang harus kamu lakuin dan keputusan apa yang harus kamu ambil asal kamu tanggung apapun proses dan resikonya, Ok!" Linar sesenggukan mendengarnya, ia menunduk dalam sesekali mengusap kasar air matanya, kesal karena masih mudah mengeluh dan menangis di umurnya yang sudah dewasa. "Tapi mamah gimana? Linar takut mamah bakalan kecewa sama Linar, karena mengulang kejadian yang dulu. Padahal mamah selalu ngasih nasehat pernikahan tapi Linar malah nyerah di tengah jalan." sesal Linar pelan. "Nggak apa-apa, namanya juga orang tua wajar kalau selalu bawel dan mendoakan kebahagiaan ke semua anak - anaknya? Tapi
Dean menarik napasnya dalam, merangkai kembali keberaniannya untuk mengungkap semua, mengabaikan cubitan di hati tentang reaksi Linar yang cenderung tenang."Di saat itu juga kami jadi sering ketemu dan tanpa sadar aku melupakan garis yang sebelumnya aku buat, aku tahu aku akan menyesali ini tapi awal aku tidur sama dia itu karena aku mabuk sama client dan dia yang bawa aku ke hotel terdekat dan aku besoknya aku terbangun kami udah dalam satu ranjang tanpa pakaian," Resah Dean di ujung kalimat, dan ia mencari tahu reaksi istrinya.Dean mendesah kecewa karena Linar masih tak bergeming, bersikap tuk kuat memberi pengakuan yang tadinya akan ia simpan sampai mati."Dan Dera berhasil meyakinkan aku kalau kamu ngga akan pernah tahu dan dia ngga masalah kalau dijadikan sebagai pelarian karena dia mengaku masih cinta sama aku dan nerima aku apa adanya"Dean menghela napasnya kasar, "Aku tahu aku terlalu egois dan khilaf untuk nerima itu sampai pada akhirnya dia mengaku hamil dan memaksa aku b
"Apa, Mas! Kali ini kamu akan maksa aku, apa lagi, hah?!" "Setelah semua yang udah kita lalui bersama dan selama itu pula aku memilih bersabar, dan bertahan itu semua karena aku selalu percaya sama kamu! Aku percaya kamu mencintai aku dan nggak akan mengkhianati aku seperti apa yang udah kamu lakukan sama aku," seru Linar terengah-engah. "Linar-" lirih Dean yang langsung berhenti lantaran tangan Linar yang menahannya tanpa kata. Linar memandang Dean penuh kecewa, lagi-lagi ia merasa telah dikhianati semesta, tambah satu orang lagi yang mengkhianatinya oleh seseorang yang ia kira semestanya. Dean masih melancarkan aksinya mendekap erat tubuh istrinya yang kepalanya ia eratkan tepat di dadanya seolah menunjukkan bahwa jantungnya masih berdetak cepat untuk Linar, Dean tak dapat menampik rasa takut ditinggalkan oleh istrinya karena membalas kesalahan yang sama. Tidak! Tidak seharusnya seorang istri mampu melakukannya dan ia tak bisa menerima ketimpangan itu. Dengan mata yang penuh De
Linar memberikan senyum dua jarinya,"Sorry, biasa tadi habis ngurus suami dulu. Tapi lo belum lama nunggu kan, yah?""Udah dari jam enam pagi sih sampainya, tapi tadi gue keliling olahraga bersepeda sih,jadi santai aja" Linar mengangguk sungkan."Itu kameranya, ya?"Andaru mengikuti lirikan mata Linar yang mengarah ke tas warna hitam yang digendongnya di belakang punggung, lalu ia mengangguk dan memindahkan posisi tas ke depan dadanya untuk dibuka resletingnya," Ini kamera digital Ricoh yang lo mau dan polaroid mini warna biru pastel? Masih bagus nih dua-duanya belum lama gue beli""Iya, akhirnya punya juga udah lama pingin punya ini tapi harganya lumayan mahal hampir enam belas juta jadi nunda beli nya, deh." seru Linar menggigil mengatakan nominal harganya. Andaru menaikkan alisnya sebelas."Tita sempat cerita sama gue, katanya suami lo seorang arsitek di salah satu firma terkenal di Jakarta? Maksud gue kalau lo mau" tanya Ndaru sungkan seakan menyadari perkataannya.Linar mengangguk
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar