Share

Bab 146

Penulis: Lilia
Melihat Anggi terpaku, Luis mengangguk dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya. "Urusan dalam rumah memang seharusnya kamu yang atur."

"Jadi, apakah saya boleh tetap membiarkannya berada di sini?" tanya Anggi dengan ragu.

Luis tersenyum tipis. Dia bisa sekejam itu terhadap Keluarga Suharjo, tetapi begitu baik hati pada seorang pelayan.

Untuk sesaat, Luis merasa bingung sendiri. Dia hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi.

Mina masuk membawa air bersama para pelayan. Luis menuju kamar mandi dan mandi sebentar. Saat keluar, dia hanya mengenakan pakaian santai.

Anggi melirik dan merasa hari ini ekspresi Luis tampak agak dingin, tetapi garis wajahnya justru terlihat lebih menarik dari biasanya.

"Gigi?" Luis duduk di kursi roda, menyentuh wajahnya sendiri dengan canggung. "Apa aku makin jelek?"

Anggi tersadar dan segera menjawab, "Bagaimana bisa Pangeran berpikir seperti itu? Apakah Pangeran meragukan kemampuan pengobatan saya?"

Sambil bicara, dia mengambil cermin perunggu dan berkat
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 147

    Ini benar-benar pencapaian besar!Pangeran selalu memakai topeng. Padahal, Dika sudah penasaran, apakah wajah Pangeran juga sudah menunjukkan hasil?"Wajah Pangeran .... "Luis hanya mengeluarkan gumaman dingin. Dika langsung tidak berani berbicara lagi, langsung memberi salam dengan patuh dan mundur keluar.Anggi berkata, "Dika sangat takut pada Pangeran."Luis menjawab, "Kalau dia sampai nggak takut padaku, bukankah dunia akan terbalik?""Oh ..." Suara gadis itu terdengar lirih. Luis menoleh, baru sadar Anggi sedang menunduk dan tampak sangat berhati-hati.Mungkin teringat sesuatu, Luis bertanya, "Gigi, kamu takut padaku?" Pertanyaan itu sebenarnya sudah lama ingin dia tanyakan.Anggi tidak menyangka Luis akan mengucapkannya secara langsung. Bagaimana bisa tidak takut?Luis adalah tokoh antagonis utama dalam cerita ini! Membunuh dengan brutal, wataknya kejam. Setelah wajahnya hancur dan menjadi cacat, dia bahkan menjadi orang yang sangat pendendam."Sa ... saya nggak takut." Anggi bu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 148

    Seluruh wajah Anggi memerah. Dia menunduk dalam-dalam, suaranya pelan dan penuh keraguan, "Saya ... saya ...."Sebenarnya dia tidak menolak, tetapi kondisi kaki Luis sedang dalam masa pemulihan. Rasanya tidak cocok untuk melakukan hal seperti itu sekarang.Lagi pula, Anggi sendiri belum begitu paham tentang hal semacam itu. Harus bagaimana kalau ingin memulai?Melihat wajahnya yang serbasalah, Luis tertawa pelan, "Sebelumnya suaramu itu sangat merdu kok."Begitu mendengar itu, Anggi langsung mengerti. Maksudnya adalah ingin dia berpura-pura?Meskipun hanya berpura-pura, tetap saja rasanya sangat malu. Anggi segera membereskan jarum perak dan menaruhnya kembali ke kotak di atas meja rias.Saat kembali ke tempat tidur, dia sekaligus mematikan lilin di kamar. Ketika sudah berbaring, Anggi masih berusaha mengumpulkan keberanian untuk bicara.Tiba-tiba, tangannya digenggam seseorang. Di tengah keterkejutannya, dia melihat pria itu perlahan mendekat padanya dan berucap, "Kalau kamu nggak mau

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 149

    Satu jam kemudian, Luis meminta air hangat. Torus membawa para pelayan menuju kamar mandi untuk menyiapkan air, sementara Mina bersama para pelayan mengganti seprai dan selimut.Wajah Anggi semerah apel, rasanya dia ingin menutupi seluruh wajahnya dengan selimut.Setelah para pelayan mundur, Luis berkata dengan lembut, "Tubuhmu penuh keringat, mandi dulu ya."Anggi hanya menjawab pelan, "Hm." Dengan wajah masih merah, dia menuju kamar mandi. Tiba-tiba, Luis menyusul masuk dengan kursi rodanya."Pangeran ...." Suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena terlalu banyak bersuara tadi."Aku bantu kamu.""Nggak, nggak usah ...."Sebelum dia selesai berbicara, pria itu sudah tiba di samping bak mandi. Dengan santai, Luis mengambil sabun, membasahkannya dengan air, lalu menggosokkannya ke kain mandi.Di bawah cahaya lilin yang berkedip, satu orang berada di dalam bak, satu lagi di luar bak. Pada saat yang sama, keduanya berpelukan dan berciuman.Suara air bergemericik, seolah-olah mengul

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 150

    Keesokan harinya.Sebelum berangkat ke istana untuk sidang pagi, Luis sempat berpesan kepada Mina agar tidak membangunkan Anggi. Namun, baru saja Luis pergi, Anggi sudah terbangun."Putri sudah bangun?" Mina buru-buru mengatur perlengkapan untuk Anggi mencuci muka dan bersiap.Anggi mengangguk pelan.Saat menyisir rambutnya, Mina beberapa kali melihat Anggi melamun. Dia tersenyum sambil berucap, "Selamat ya, Putri.""Hah?" Anggi baru sadar dan wajahnya langsung memerah.Semalam, dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan menahan suara. Mina berjaga di luar pintu, mana mungkin tidak mendengarnya?Anggi masih ingat saat malam pertama dulu, Mina juga sempat mengucapkan selamat. Namun, waktu itu Mina sangat serius. Sekarang, dia malah menahan senyuman.Anggi tidak menyangkal, tetapi juga tidak menjelaskan. Bagaimanapun, semalam dirinya dan Luis memang sudah tidak bisa disebut "bersih" lagi. Mereka memang belum benar-benar melangkah ke tahap terakhir, tetapi apa bedanya?Bar

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 151

    "Meskipun Pangeran sakit selama beberapa tahun ini, dia selalu memikirkan para prajurit. Karena Pangeran tahu betul jutaan prajurit ini yang telah mempertahankan negeri dari serangan musuh.""Para prajurit adalah pelindung Negeri Cakrabirawa, juga pelindung rakyat. Sudah seharusnya mereka mendapatkan perlakuan khusus.""Mulai hari ini, baik itu prajurit, veteran, atau keluarga mereka yang datang berobat atau membeli obat, semuanya hanya perlu membayar setengah harga.""Eh .... " Salah satu murid Faisal terkejut."Berkat para prajurit yang bertarung di medan perang, kita baru bisa menikmati kemakmuran dan ketenangan di ibu kota seperti sekarang. Tanpa mereka, bagaimana mungkin kita bisa hidup damai seperti ini?"Faisal menyeka air matanya. Meskipun hanya setetes, air mata itu sangat tulus. "Saya benar-benar nggak menyangka Putri sebijak ini. Pangeran juga benar-benar memikirkan rakyat."Faisal teringat pada putranya yang sedang ikut ke medan tempur melawan para perampok. Dia juga tering

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 152

    "Menurutku itu cuma rumor. Sejak masih menjadi putra mahkota, Pangeran Luis sudah dikenal sebagai orang yang penuh belas kasih.""Betul, Pangeran Luis benar-benar memikirkan rakyat. Di usia belasan tahun saja sudah turun ke medan perang dan hampir selalu menang dalam setiap pertempuran. Sayangnya, takdir mempermainkannya."Beberapa orang masih tertarik dan ingin terus membicarakannya, tetapi seseorang dari tengah kerumunan tiba-tiba berteriak, "Kalian sudah bosan hidup ya? Berani-beraninya membicarakan keluarga kekaisaran di jalan umum!"Kerumunan langsung bubar.Namun, tindakan penuh kebaikan dan rasa kemanusiaan dari Luis dan Anggi telah terukur di hati rakyat.Di sudut jalan, kereta Kediaman Bangsawan Aneksasi perlahan melaju mendekat. Pandi berlari mendekat, menempel pada sisi kereta dan berseru, "Tuan, hamba sudah menyelidikinya. Hari ini Putri Anggi membuka praktik dan menetapkan aturan baru.""Mulai sekarang, prajurit, veteran, serta keluarga mereka bisa berobat di Balai Pengoba

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 153

    Sejak awal, Satya memang tidak terlalu memperhatikan Anggi.Jadi, waktu itu kucing ini juga hanya diserahkan begitu saja kepada para pelayan untuk dipelihara.Makanan para pelayan sendiri selalu seadanya. Dengan makanan seperti itu, tentu saja bulunya tidak bisa tumbuh indah.Pir sepertinya mengalami perlakuan buruk di kediaman ini, sampai ada tali yang terikat di lehernya.Pandi melihat pandangan Satya tertuju pada tali itu. Dia buru-buru menjelaskan, "Ini kucing milik Tuan, jadi para pelayan takut kucingnya kabur kalau dilepas."Satya menghela napas. "Mulai sekarang, beri dia makan tiga kali sehari. Nggak boleh sampai kelaparan.""Baik.""Selain itu, dalam sebulan, aku ingin melihat Pir tumbuh sehat dan cantik.""Baik, hamba akan ingat."Pandi pun membawa kucing mujair itu keluar dari ruang kerja, menyeka keringat di dahinya. Dia menunduk memandang kucing dalam pelukannya sambil bergumam, "Pir, nasibmu bakal berubah mulai sekarang."Melihat sikap Satya terhadap kucing mujair ini, Pan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 154

    "Saya akan mengoleskan salep untuk Pangeran."Anggi memandangi wajah pria di hadapannya, wajah yang kini tanpa topeng. Meskipun masih ada bekas luka, dia bisa melihat ketampanan yang pernah dimiliki Luis.Seiring berjalannya waktu, dia yakin Luis akan kembali pada wajah tampan lamanya.Lagi pula, kepercayaan Anggi padanya sejak awal bukan karena status atau rupa, tetapi karena di kehidupan sebelumnya pria ini yang menguburkan jasadnya.Luis melepaskan genggamannya. "Baik."Anggi mengambil salep, lalu perlahan-lahan dan dengan sangat hati-hati mengoleskannya di wajah Luis.Saat Anggi mendekat sedikit, Luis langsung mencuri ciuman singkat. Baginya, sejak kemarin malam hingga saat ini, dia tak melihat sedikit pun kekesalan atau penolakan dari Anggi. Itu memberinya keberanian besar.Anggi tertegun sesaat, lalu lanjut mengoleskan salep dengan wajah merah padam. Saat proses akupunktur, Luis tak lagi menghindar saat harus membuka pakaiannya. Bagaimanapun, semalam mereka sudah saling membuka d

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 154

    "Saya akan mengoleskan salep untuk Pangeran."Anggi memandangi wajah pria di hadapannya, wajah yang kini tanpa topeng. Meskipun masih ada bekas luka, dia bisa melihat ketampanan yang pernah dimiliki Luis.Seiring berjalannya waktu, dia yakin Luis akan kembali pada wajah tampan lamanya.Lagi pula, kepercayaan Anggi padanya sejak awal bukan karena status atau rupa, tetapi karena di kehidupan sebelumnya pria ini yang menguburkan jasadnya.Luis melepaskan genggamannya. "Baik."Anggi mengambil salep, lalu perlahan-lahan dan dengan sangat hati-hati mengoleskannya di wajah Luis.Saat Anggi mendekat sedikit, Luis langsung mencuri ciuman singkat. Baginya, sejak kemarin malam hingga saat ini, dia tak melihat sedikit pun kekesalan atau penolakan dari Anggi. Itu memberinya keberanian besar.Anggi tertegun sesaat, lalu lanjut mengoleskan salep dengan wajah merah padam. Saat proses akupunktur, Luis tak lagi menghindar saat harus membuka pakaiannya. Bagaimanapun, semalam mereka sudah saling membuka d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 153

    Sejak awal, Satya memang tidak terlalu memperhatikan Anggi.Jadi, waktu itu kucing ini juga hanya diserahkan begitu saja kepada para pelayan untuk dipelihara.Makanan para pelayan sendiri selalu seadanya. Dengan makanan seperti itu, tentu saja bulunya tidak bisa tumbuh indah.Pir sepertinya mengalami perlakuan buruk di kediaman ini, sampai ada tali yang terikat di lehernya.Pandi melihat pandangan Satya tertuju pada tali itu. Dia buru-buru menjelaskan, "Ini kucing milik Tuan, jadi para pelayan takut kucingnya kabur kalau dilepas."Satya menghela napas. "Mulai sekarang, beri dia makan tiga kali sehari. Nggak boleh sampai kelaparan.""Baik.""Selain itu, dalam sebulan, aku ingin melihat Pir tumbuh sehat dan cantik.""Baik, hamba akan ingat."Pandi pun membawa kucing mujair itu keluar dari ruang kerja, menyeka keringat di dahinya. Dia menunduk memandang kucing dalam pelukannya sambil bergumam, "Pir, nasibmu bakal berubah mulai sekarang."Melihat sikap Satya terhadap kucing mujair ini, Pan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 152

    "Menurutku itu cuma rumor. Sejak masih menjadi putra mahkota, Pangeran Luis sudah dikenal sebagai orang yang penuh belas kasih.""Betul, Pangeran Luis benar-benar memikirkan rakyat. Di usia belasan tahun saja sudah turun ke medan perang dan hampir selalu menang dalam setiap pertempuran. Sayangnya, takdir mempermainkannya."Beberapa orang masih tertarik dan ingin terus membicarakannya, tetapi seseorang dari tengah kerumunan tiba-tiba berteriak, "Kalian sudah bosan hidup ya? Berani-beraninya membicarakan keluarga kekaisaran di jalan umum!"Kerumunan langsung bubar.Namun, tindakan penuh kebaikan dan rasa kemanusiaan dari Luis dan Anggi telah terukur di hati rakyat.Di sudut jalan, kereta Kediaman Bangsawan Aneksasi perlahan melaju mendekat. Pandi berlari mendekat, menempel pada sisi kereta dan berseru, "Tuan, hamba sudah menyelidikinya. Hari ini Putri Anggi membuka praktik dan menetapkan aturan baru.""Mulai sekarang, prajurit, veteran, serta keluarga mereka bisa berobat di Balai Pengoba

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 151

    "Meskipun Pangeran sakit selama beberapa tahun ini, dia selalu memikirkan para prajurit. Karena Pangeran tahu betul jutaan prajurit ini yang telah mempertahankan negeri dari serangan musuh.""Para prajurit adalah pelindung Negeri Cakrabirawa, juga pelindung rakyat. Sudah seharusnya mereka mendapatkan perlakuan khusus.""Mulai hari ini, baik itu prajurit, veteran, atau keluarga mereka yang datang berobat atau membeli obat, semuanya hanya perlu membayar setengah harga.""Eh .... " Salah satu murid Faisal terkejut."Berkat para prajurit yang bertarung di medan perang, kita baru bisa menikmati kemakmuran dan ketenangan di ibu kota seperti sekarang. Tanpa mereka, bagaimana mungkin kita bisa hidup damai seperti ini?"Faisal menyeka air matanya. Meskipun hanya setetes, air mata itu sangat tulus. "Saya benar-benar nggak menyangka Putri sebijak ini. Pangeran juga benar-benar memikirkan rakyat."Faisal teringat pada putranya yang sedang ikut ke medan tempur melawan para perampok. Dia juga tering

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 150

    Keesokan harinya.Sebelum berangkat ke istana untuk sidang pagi, Luis sempat berpesan kepada Mina agar tidak membangunkan Anggi. Namun, baru saja Luis pergi, Anggi sudah terbangun."Putri sudah bangun?" Mina buru-buru mengatur perlengkapan untuk Anggi mencuci muka dan bersiap.Anggi mengangguk pelan.Saat menyisir rambutnya, Mina beberapa kali melihat Anggi melamun. Dia tersenyum sambil berucap, "Selamat ya, Putri.""Hah?" Anggi baru sadar dan wajahnya langsung memerah.Semalam, dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan menahan suara. Mina berjaga di luar pintu, mana mungkin tidak mendengarnya?Anggi masih ingat saat malam pertama dulu, Mina juga sempat mengucapkan selamat. Namun, waktu itu Mina sangat serius. Sekarang, dia malah menahan senyuman.Anggi tidak menyangkal, tetapi juga tidak menjelaskan. Bagaimanapun, semalam dirinya dan Luis memang sudah tidak bisa disebut "bersih" lagi. Mereka memang belum benar-benar melangkah ke tahap terakhir, tetapi apa bedanya?Bar

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 149

    Satu jam kemudian, Luis meminta air hangat. Torus membawa para pelayan menuju kamar mandi untuk menyiapkan air, sementara Mina bersama para pelayan mengganti seprai dan selimut.Wajah Anggi semerah apel, rasanya dia ingin menutupi seluruh wajahnya dengan selimut.Setelah para pelayan mundur, Luis berkata dengan lembut, "Tubuhmu penuh keringat, mandi dulu ya."Anggi hanya menjawab pelan, "Hm." Dengan wajah masih merah, dia menuju kamar mandi. Tiba-tiba, Luis menyusul masuk dengan kursi rodanya."Pangeran ...." Suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena terlalu banyak bersuara tadi."Aku bantu kamu.""Nggak, nggak usah ...."Sebelum dia selesai berbicara, pria itu sudah tiba di samping bak mandi. Dengan santai, Luis mengambil sabun, membasahkannya dengan air, lalu menggosokkannya ke kain mandi.Di bawah cahaya lilin yang berkedip, satu orang berada di dalam bak, satu lagi di luar bak. Pada saat yang sama, keduanya berpelukan dan berciuman.Suara air bergemericik, seolah-olah mengul

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 148

    Seluruh wajah Anggi memerah. Dia menunduk dalam-dalam, suaranya pelan dan penuh keraguan, "Saya ... saya ...."Sebenarnya dia tidak menolak, tetapi kondisi kaki Luis sedang dalam masa pemulihan. Rasanya tidak cocok untuk melakukan hal seperti itu sekarang.Lagi pula, Anggi sendiri belum begitu paham tentang hal semacam itu. Harus bagaimana kalau ingin memulai?Melihat wajahnya yang serbasalah, Luis tertawa pelan, "Sebelumnya suaramu itu sangat merdu kok."Begitu mendengar itu, Anggi langsung mengerti. Maksudnya adalah ingin dia berpura-pura?Meskipun hanya berpura-pura, tetap saja rasanya sangat malu. Anggi segera membereskan jarum perak dan menaruhnya kembali ke kotak di atas meja rias.Saat kembali ke tempat tidur, dia sekaligus mematikan lilin di kamar. Ketika sudah berbaring, Anggi masih berusaha mengumpulkan keberanian untuk bicara.Tiba-tiba, tangannya digenggam seseorang. Di tengah keterkejutannya, dia melihat pria itu perlahan mendekat padanya dan berucap, "Kalau kamu nggak mau

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 147

    Ini benar-benar pencapaian besar!Pangeran selalu memakai topeng. Padahal, Dika sudah penasaran, apakah wajah Pangeran juga sudah menunjukkan hasil?"Wajah Pangeran .... "Luis hanya mengeluarkan gumaman dingin. Dika langsung tidak berani berbicara lagi, langsung memberi salam dengan patuh dan mundur keluar.Anggi berkata, "Dika sangat takut pada Pangeran."Luis menjawab, "Kalau dia sampai nggak takut padaku, bukankah dunia akan terbalik?""Oh ..." Suara gadis itu terdengar lirih. Luis menoleh, baru sadar Anggi sedang menunduk dan tampak sangat berhati-hati.Mungkin teringat sesuatu, Luis bertanya, "Gigi, kamu takut padaku?" Pertanyaan itu sebenarnya sudah lama ingin dia tanyakan.Anggi tidak menyangka Luis akan mengucapkannya secara langsung. Bagaimana bisa tidak takut?Luis adalah tokoh antagonis utama dalam cerita ini! Membunuh dengan brutal, wataknya kejam. Setelah wajahnya hancur dan menjadi cacat, dia bahkan menjadi orang yang sangat pendendam."Sa ... saya nggak takut." Anggi bu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 146

    Melihat Anggi terpaku, Luis mengangguk dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya. "Urusan dalam rumah memang seharusnya kamu yang atur.""Jadi, apakah saya boleh tetap membiarkannya berada di sini?" tanya Anggi dengan ragu.Luis tersenyum tipis. Dia bisa sekejam itu terhadap Keluarga Suharjo, tetapi begitu baik hati pada seorang pelayan.Untuk sesaat, Luis merasa bingung sendiri. Dia hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi.Mina masuk membawa air bersama para pelayan. Luis menuju kamar mandi dan mandi sebentar. Saat keluar, dia hanya mengenakan pakaian santai.Anggi melirik dan merasa hari ini ekspresi Luis tampak agak dingin, tetapi garis wajahnya justru terlihat lebih menarik dari biasanya."Gigi?" Luis duduk di kursi roda, menyentuh wajahnya sendiri dengan canggung. "Apa aku makin jelek?"Anggi tersadar dan segera menjawab, "Bagaimana bisa Pangeran berpikir seperti itu? Apakah Pangeran meragukan kemampuan pengobatan saya?"Sambil bicara, dia mengambil cermin perunggu dan berkat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status