Di Restoran D, setengah jam kemudian…Restoran ini adalah salah satu restoran bintang lima di Kota HK. Ethan selalu memilih restoran ini jika dia ingin bertemu seseorang dan membahas sesuatu dengannya.Kali ini, dia berjalan memasuki restoran diikuti Wayne. Di dalam restoran, di sebuah meja, telah menunggu adiknya, Bram Weiss.“Bagaimana kabarmu, Kak Ethan? Kapan kau pulang? Kenapa tak mengabariku?”Bram memberondong Ethan dengan pertanyaan-pertanyaan itu sambil berdiri.Ethan mengangkat tangan, menunjukkan telapak tangannya kepada Bram.Paham dengan apa yang dimaksud Ethan, Bram kembali duduk di kursinya, menunggu kakaknya itu duduk di kursi di seberangnya.Wayne, sementara itu, berdiri di belakang Ethan, agak ke samping kirinya.“Aku berangkat dari Hamburg kemarin lusa. Setibanya di sini aku langsung mengecek kondisi Jonathan. Kau tahu, kini jalannya pincang seolah-olah dia orang cacat!”Ethan mengatakannya dengan kemarahan yang terasa sekali di setiap katanya.Dua hari yang lalu di
Morgan tak mengenali orang yang mengancam akan menggorok lehernya ini.Dan entah kenapa, pria itu bicara dalam bahasa Inggris yang aneh, seperti memaksakan diri.Tapi soal satu hal agaknya Morgan cukup yakin: orang ini pasti dikirim oleh Ethan Weiss.“Apa maumu?” tanya Morgan, juga dalam bahasa Inggris.“Nyawamu, tentu saja. Tapi tak akan seru kalau aku langsung membunuhmu begitu saja,” jawab pria itu.Lagi-lagi Morgan terganggu dengan logat bahasa Inggrisnya yang aneh.Tapi, terlepas dari hal itu, Morgan menyadari: orang ini kuat.Sedetik kemudian, pria itu menjauhkan mata pedang katananya dari leher Morgan. Dia sendiri mundur beberapa langkah.Morgan perlahan menoleh dan balik badan. Dilihatnya, seseorang dengan setelan ninja seperti di film-film.Orang ini bahkan menutupi wajahnya juga sehingga yang terlihat tinggal matanya saja.Dan matanya itu pipih dan meruncing di ujung luarnya. Morgan semakin bertanya-tanya lawannya kali ini siapa.“Kau dikirim oleh Ethan Weiss?” tanya Morgan,
Pukulan Morgan yang penuh tenaga membuat si ninja kedua terlempar menghantam pintu depan rumah, nyaris mendobraknya.Si ninja kedua ambruk, jatuh menelungkup di lantai teras. Tak ada tanda-tanda dia akan bergerak dalam waktu cepat.“Ukh…”Morgan sendiri muntah darah. Meski sempat menggeser tubuhnya sedikit, katana si ninja kedua tetap menancap di perutnya dan tembus ke punggung.Sambil menyeringai menahan nyeri Morgan menarik katana itu ke depan dan bersiap mengayunkannya sambil balik badan, menghalau serangan yang dilancarkan si ninja pertama.Trang!Slash!Semua itu terjadi dalam waktu yang sangat cepat.Morgan dan si ninja pertama sempat terdiam mematung saling memunggungi dalam jarak tiga meter.Lalu, si ninja pertama pun ambruk, jatuh menelungkup. Darah terlihat menggenang di sekitar perutnya.“Ukh…”Morgan kembali muntah darah. Dia mulai sempoyonan, sulit menjaga keseimbangannya.Pandangannya pun mulai kabur seiring makin kuatnya denyutan mengganggu di kepalanya.Dia curiga, kat
Lenguhan Agnes membuat hasrat liar Morgan semakin kuat. Dia pun mengeluarkan buah dada Agnes yang satunya lagi, meremas-remasnya dengan kuat.Agnes menggelinjang, mengeluh dan mengerang. Ini adalah pertama kalinya tubuhnya dijamah oleh pria dalam keadaan dia sadar.Dan, rupanya, lambat-laun dia mulai menikmatinya.Sebenarnya aktivitas ranjang yang sedang mereka lakukan ini mestinya hal biasa. Mereka toh pasangan suami-istri.Tapi, seperti pernah dijelaskan dulu-dulu, Agnes dan Morgan belum pernah berhubungan badan sekali pun. Bahkan melakukan kontak fisik yang intens seperti ini pun mereka belum pernah.Ini benar-benar kali pertama bagi mereka. Dan, sejauh ini, Morgan tak terlihat akan berhenti. Dia justru mendorong tubuh Agnes sehingga istrinya itu kini terbaring menelentang, di hadapannya.Mata mereka bertemu, bergerak-gerak seperti tengah saling membaca isi kepala masing-masing.Lalu Morgan menciumi Agnes lagi, melumat bibirnya yang merekah itu sambil memainkan lidah.Di saat yang
Morgan mengerutkan kening. Di luar dugaan? Apa maksudnya itu?“Ya sudah kirimkan videonya. Bisa, kan? Atau aku harus ke sana sekarang?”[Tak perlu, Dewa Perang. Akan saya kirimkan potongan videonya sebentar lagi. Mohon ditunggu.]“Oke.”Panggilan diakhiri. Sambil menunggu kiriman video dari Kris, Morgan berjalan menghampiri Agnes yang masih berdiri di dekat pintu.“Agnes, tunggulah dulu. Jangan pulang sekarang. Atau kalaupun kau mau pulang sekarang, aku akan mengantarmu,” kata Morgan.“Tak usah. Aku bisa pulang sendiri. Toh aku bawa mobil. Kalau kau mengantarku, lantas nanti kau pulang naik apa? Taksi online?” balas Agnes.Itu ada benarnya juga. Morgan lupa kalau Agnes dan Allina datang ke sini dengan mobil istrinya.“Kau benar-benar harus pulang sekarang jua?” tanya Morgan, mukanya memelas.“Iya. Lebih cepat aku pulang, lebih baik,” jawab Agnes.Tanpa menunggu Morgan mengatakan apa pun lagi, Agnes melangkah keluar.Dan, seperti yang bisa ditebak, dia tak mengajak Allina untuk pulang
Hening sesaat. Morgan dan Allina saling menatap dalam diam.“Allina, kau jangan—”“Jangan mengingkari hasrat liarmu itu, Morgan. Kau pria dewasa. Kau tentu memiliki itu. Dan saat ini, dikarenakan permainan kalian yang tak tuntas tadi, hasrat liarmu itu pasti masih hidup, kan? Saat ini dia mungkin berdenyut-denyut seperti jantungmu,” potong Allina.Sementara dia mengatakannya, dia dekatkan lagi tubuhnya ke tubuh Morgan, hingga Morgan bisa mencium aroma memabukkan yang menguar dari leher Allina.Dan, seperti baru saja dikatakan wanita itu, Morgan memang mendapati hasrat liarnya masih hidup, bahkan kini meletup-letup.Menyadari ini, Allina meraih tangan kiri Morgan dan menempelkannya di buah dadanya yang kanan.“Remaslah, seperti kau meremas milik istrimu tadi,” kata Allina, dengan nada bicara yang nakal.Morgan merasakan betapa kencangnya buah dada wanita di hadapannya ini, berbeda dengan buah dada istrinya yang lebih ke empuk.Mungkin itu karena Allina rutin melakukan latihan fisik. Da
Morgan tak pernah menyangka Allina bisa seagresif ini.Hubungan mereka selama ini sebatas pertemanan saja. Di antara mereka pun tak pernah ada kontak fisik yang bagaimana-bagaimana.Tapi sekarang, di hadapan Morgan, buah dada Allina yang bulat dan kenyal itu terpampang, dan Morgan bisa melihat putingnya yang sudah berdiri.“Ayo, Morgan, hisaplah! Aku tahu kau menginginkannya” desak Allina.Morgan menelan ludah. Allina benar. Kalau mau jujur sebenarnya dia memang menginginkannya. Batangnya sudah benar-benar keras dia sudah ingin menikmati hidangan lezat di hadapannya itu.Satu-satunya hal yang menahannya adalah sikapnya yang telah dia tunjukkan kepada Allina sejak tadi.Morgan dan Allina hanya berteman. Dan dia bukan tipe pria yang bisa berhubungan badan dengan wanita mana pun lantas menganggap hal itu tak pernah terjadi.Morgan orang yang setia. Dan jika soal berhubungan badan atau kontak fisik yang intens dalam bentuk lainnya, dia hanya ingin melakukannya dengan istrinya.Tapi di sis
Si pria yang tengah membekap dan mendorong si pegawai minimarket itu langkahnya terhenti. Dia menoleh menatap Morgan.Dari caranya menatap Morgan, terlihat bahwa dia tak menyangka akan ada pelanggan di pagi buta seperti ini.“Cepat lepaskan dia!” desak Morgan lagi.Apa pun yang akan dilakukan si pria dengan penutup kepala itu pada si wanita pegawai minimarket, pastilah itu sesuatu yang buruk. Morgan yakin itu.Zashhh!Insting Morgan bekerja, memberitahunya kalau ada serangan yang datang dari belakang.Dengan cepat dia memutar badannya sembilan puluh derajat, mengangkat tangannya yang kanan untuk menangkis serangan itu.Rupanya ada pria lain yang juga mengenakan penutup kepala, dan sia pria lain ini mencoba menghantamkan linggis ke kepala Morgan.Trang!Klontang! Klontang!Kalau saja Morgan tak refleks mengaktifkan perisai tak kasat matanya, bukan si linggis yang patah melainkan tulang lengannya.Si pria yang memegang linggis itu tercengang.Bagaimana bisa linggis itu patah saat dihant