Meski telah resmi dikeluarkan dari Gigantio Group, dan semua akses ke kerajaan bisnis ayahnya tak lagi dimilikinya, Arman masih diizinkan ayahnya untuk tetap menempati villa mewah di kawasan elite Kota HK. Villa ini telah ditempati Arman sejak dia kuliah. Dan di sana, bersama teman-temannya, dia kerap mengadakan pesta yang identik dengan obat-obatan terlarang dan aktivitas seksual. Banyak gadis muda dibawa ke pesta-pestanya itu dan dijebak di sana, mau tak mau harus mengikuti apa-apa yang dikatakan oleh Arman dan teman-temannya jika mau dibiarkan pulang. Arman sendiri sudah beratus-ratus kali menjadikan gadis-gadis itu mainan sekaligus pemuas hawa nafsunya. Beberapa dari mereka bahkan pernah hamil dan Arman akan melakukan apa pun supaya bayi-bayi itu tak pernah dilahirkan. Apa yang dilakukan Arman ini sangat menjijikkan. Orang-orang bisa dengan mudah memahaminya. Namun, bukan berarti mereka meresponsnya dengan benar. Selama bertahun-tahun ini hanya sedikit saja orang atau media y
Morgan menepikan mobilnya dan turun. Dia berjalan cepat-cepat menuju mobilnya Arman yang terguling-guling itu. Saat ini, tampak beberapa tentara mencoba mengeluarkan Arman dari mobilnya yang terbalik. Mereka adalah anak-anak buahnya Kris. "Bagaimana dia?" tanya Morgan. "Aman, Dewa Perang. Dia masih hidup. Hanya pingsan dan kehilangan banyak darah," jawab salah satu tentara. "Bawa dia ke mobil dan obati dia. Kita meluncur ke lokasi sekarang.""Siap, Dewa Perang!"Normalnya, orang yang kondisinya seperti Arman akan dibawa ke markas militer dan diobati di sana. Tapi bukan itu yang ada di rencana Morgan. Dia telah menyiapkan mobil dan tim khusus untuk mengobati Arman di perjalanan menuju lokasi. Lokasi yang dimaksud itu sendiri adalah sebuah titik jauh di dalam hutan. Tentara-tentara itu membawa Arman ke mobil yang telah disiapkan. Morgan sempat mengamati mobilnya Arman beberapa lama, lalu dia copot plat nomornya. Setelah itu dia kembali ke mobilnya. Perjalanan bermobil memakan wa
Agnes menatap wanita itu dengan bingung. Dari penampilannya, wanita itu sepertinya tentara. Tapi dia tidak terlihat kaki; justrunya sikapnya santai dan pembawaannya ruang. Dan apa yang baru saja dikatakannya? Agnes istrinya Sang Dewa Perang? "Pantas saja Dewa Perang begitu mencintaimu. Kau memang cantik secantik putri," kata wanita itu, sambil berjalan ke arah Agnes. "Kau... siapa? Di mana aku?" tanya Agnes. "Kau di markas militer Kota HK. Tidak ingat apa yang semala menimpamu?" wanita itu bertanya balik. "Semalam aku... diculik. Orang-orang itu membawaku dengan helikopter.""Betul. Dan sekarang kau di sini. Kau sudah aman. Tak perlu lagi ada yang kau khawatirkan."Wanita itu berhenti melangkah. Dia telah berdiri tepat di sisi kasur yang ditempati Agnes. "Bagaimana aku bisa... berada di sini? Bagian itu aku tidak ingat," kata Agnes kemudian. "Ah, mungkin semalam kau terlalu syok dengan penculikan itu, sehingga kau tak menyadari kalau tentara-tentara kiriman Dewa Perang menyela
"Apa yang sedang kau lakukan di sini, Joseph? Aku baru tahu kalau seorang polisi sepertimu punya banyak waktu untuk berleha-leha," sindir Morgan. "Keparat! Justru aku yang harusnya bertanya. Apa yang kau lakukan di sini? Ada urusan apa mantan napi sepertimu di sini?" serang Joseph. Kris, yang terprovokasi oleh sikap dan kata-kata kasar Joseph kepada Morgan, sempat akan mengambil tindakan, tetapi Morgan dengan cepat memberi isyarat agar dia tetap diam di tempatnya. "Aku ke sini untuk menemui Agnes. Apa yang salah dengan itu? Dia istriku," celetuk Morgan. Saat Joseph tampak akan membalasnya, Morgan memotongnya dengan gerakan tangan, lalu berkata, "Jangan bilang kau pun di sini untuk menemui Agnes. Kalian sudah mengusirnya sampai-sampai dia harus menginap di hotel seperti ini!"Joseph terdiam. Morgan menyerangnya tepat di titik yang kritis. Dia tak tahu harus membalasnya seperti apa. "Lebih baik kau kembali ke kantormu sana, Joseph. Tak ada gunanya juga kau di sini," cibir Morgan,
Dalam perjalanan kembali ke kantor polisi, Joseph tak henti-hentinya mengumpat. Apa yang dialaminya di depan hotel tadi sungguh membuatnya kesal. Dendamnya kepada Morgan semakin besar. "Anjing! Bangsat! Dia pikir dia itu siapa! Hanya karena dia berteman dengan Dewa Perang, dipikirnya statusnya sekarang lebih tinggi dariku? Omong kosong!"Joseph mengumpat sambil memukul-mukul dasbor. Anak buahnya, yang memegang setir, tampak tak nyaman tapi tak berani menegurnya. "Awas saja kau, Morgan! Aku bersumpah akan membalas semua perlakuanmu padaku! Aku tak akan mati sebelum melihatmu menderita!" Kembali, Joseph memukul-mukul dasbor. Kulit mukanya sudah memerah karena amarah. Tiba-tiba, mobil berhenti. Hampir saja kepala Joseph terantuk ke dasbor. "Ada apa? Kenapa berhenti tiba-tiba?!" tanya Joseph, geram. "Itu... ada orang yang tiba-tiba ke tengah jalan..." kata anak buahnya, menunjuk ke depan. Benar saja. Di depan sana ada seorang pria yang berdiri di tengah jalan. Joseph kesal. Dia
Rentetan tembakan dan teriakan itu membuat para pelanggan restoran ketakutan. Mereka yang sedang menyantap hidangan langsung berhenti. Mereka yang sedang asyik berbincang langsung terdiam. Adapun karyawan-karyawan restoran sendiri bergeming di tempatnya, seperti manekin. Mereka bingung harus melakukan apa. "Ayo tunjukkan dirimu, Dewa Perang! Jangan jadi pengecut!" teriak orang itu lagi. Morgan, sebagai satu-satunya orang di restoran yang tetap duduk tenang, hanya memandangi dua orang itu tanpa mengatakan apa pun. Dia tak mengenal mereka, dan agaknya tak pernah juga melihat mereka. Lantas kenapa mereka mengincarnya? Dan kenapa juga mereka berani menantangnya terang-terangan begini? Satu nama lantas melintas di benaknya: Rudolf. Morgan curiga orang-orang ini ada kaitannya dengan kembalinya Rudolf. Di luar, tampak dua orang satpam mendekat. Mereka pastilah terkejut dengan bunyi tembakan tadi. "Ada apa ini? Siapa kalian?" tanya salah satu satpam yang masuk dari pintu depan. Ta
Allina terkejut dengan pengakuan Morgan. Dia pikir, Morgan akan diam-diam menyerang si orang bersenjata itu lagi seperti tadi. Kalau sudah begini, bukankah Morgan menjadikan dirinya sasaran empuk bagi kedua orang itu? “Kau orangnya? Kau yang membuat tanganku berdarah seperti ini?!” raung si orang bersenjata yang terkena lemparan pisau. “Ya, akulah orangnya. Sekarang apa?” balas Morgan, menantang. Para pelanggan restoran tercengang. Mereka tak habis pikir, ada orang yang masih bisa berdiri dengan tenang dan percaya diri, tak sedikit pun terlihat khawatir dia akan diberondong peluru. “Ke sini kau! Angkat tanganmu ke atas!” teriak si orang bersenjata yang satu lagi. Kini dia menodongkan kedua pistolnya ke arah Morgan. Morgan beranjak dari kursinya, tapi sebelum dia melangkah lebih jauh Allina menggenggam tangannya. “Berhati-hatilah,” ujar Allina, tampak begitu khawatir. “Tenang saja,” kata Morgan. Dia pun maju ke depan, ke arah dua orang bersenjata itu melakukan penyanderaan. Ya,
Segera setelah Morgan mengatakannya, dua orang muncul dari depan, memasuki gang.Dari arah belakang, dua orang lainnya muncul, dan terdengar bunyi benda serupa besi diseret-seret.Orang-orang ini, keempat-empatnya, berbadan besar dengan otot-otot yang menonjol. Dan kepala mereka plontos. Semuanya."Cuma berempat? Kalian yakin tak mau menyerangku secara bersamaan?" tantang Morgan.Dia tahu, setidaknya ada orang-orang yang ditugaskan sebagai sniper. Mereka kini pasti masih bersembunyi di atas.Zasshhh!!Sesuatu tiba-tiba dilemparkan ke arah Morgan dari depan. Morgan menghindar, tapi segera dia menyadari kalau sesuatu yang dilemparkan itu kembali menyasarnya dari arah berlawanan.Trang!!Morgan terpaksa mengeluarkan pisau lipatnya, menahan serangan itu.Rupanya benda yang baru saja melintas cepat itu adalah sebuah sabit yang terpasangi rantai.Kini, si pemilik senjata sedang menariknya kuat-kuat, memaksa Morgan memasang kuda-kuda bertahan yang kokoh.Di saat yang sama, tiga pria plontos