“Apa-apaan kau?! Keluar dari sini!” bentak John murka.John sudah dibuat marah pada Sasha yang bicara tentang masa lalunya sesuka hati pada Lyra, seolah-olah Sasha tahu yang sesungguhnya terjadi. Ditambah lagi, wanita itu sembarangan masuk area pribadinya bersama sang istri, serta seenak hati ingin menginap di sana.“Tolong aku ….”Sasha terisak-isak sambil memeluk diri sendiri yang gemetaran. Masih terlihat bekas tamparan yang kemerahan di pipi kirinya.Namun, penampilan Sasha tak membuat Lyra ataupun John kasihan. Bukan karena mereka tak punya hati, tetapi pasangan suami istri itu sama-sama memiliki kewaspadaan tinggi.Bisa jadi, Sasha hanya bersandiwara untuk bisa merayu John lagi, pikir Lyra. Sedangkan John berprasangka jika Sasha ingin memengaruhi Lyra dan membuat hubungan mereka merenggang.“John, panggilkan taksi atau apa pun untuk mengantarkan Nona Parker kembali ke tempat tinggalnya.”“Temanku mengantarku sampai di tempat ini. Tidak ada taksi maupun angkutan lainnya yang menu
Max tercenung melihat senyum indah si adik ipar. Pipi Max yang merona tersamarkan oleh gelapnya malam.“Tidak masalah,” balas Max datar.Saat Max berbalik, dadanya terasa bergemuruh seperti waktu itu, ketika Lyra tersenyum dan menyentuh dirinya di kantor Bell dan di depan banyak orang.‘Apa ini? Kenapa rasanya jadi aneh hanya karena melihat wanita kaku itu tersenyum?’ batin Max tak yakin.Max juga merenungkan kata-kata yang spontan terucapkan saat berdebat dengan Sasha. Bagaimana mungkin mulutnya mengatakan bahwa dirinya menyukai Lyra?“Kau benar-benar jatuh cinta padanya,” gumam Sasha.Max menunjuk wajahnya sendiri tak percaya. “Pergilah dari sini dan jangan ganggu hidupku lagi. Dan … jangan mendekati Lyra dengan motif apa pun,” kecamnya.Max mengangguk pada pria di sampingnya. Pria itu lantas menyeret Sasha ke dalam mobil secara paksa.“Kau tidak bisa melakukan ini padaku, Max! Kau pernah berjanji akan menikahiku!” teriak Sasha. “Setidaknya, beritahu aku dulu, apa kesalahan yang sud
Liburan singkat Lyra dan John telah berakhir. Setelah peristiwa di vila Max, tak ada lagi gangguan lain yang datang menghampiri.Sesuai kata Max, sang kakak ipar dan rombongannya pulang pagi hari setelah malam itu. Lyra dan John bisa tenang menghabiskan hari-hari mereka selama dua hari ke depan.“Kau masih ingin tinggal di sini?” tawar John sambil memeluk Lyra yang sedang memasukkan pakaian mereka ke dalam koper.John Foster tak lagi canggung ketika dirinya sedang ingin memeluk Lyra. Dengan hubungan yang kian memanas, John ingin terus menempel pada sang istri.“Lepaskan aku, John ….” Lyra menggeliat dalam pelukan John agar sang suami melepaskan dirinya. “Kau tidak bisa terus-terusan cuti dan meninggalkan kewajibanmu di perusahaan.”Lyra benar. John pun menyadari itu. Akan tetapi, raganya masih enggan jauh-jauh dari Lyra.“Satu hari lagi tidak akan menjadi masalah besar,” bujuk John sambil meniup telinga Lyra.Lyra menggeliat geli sambil mengusap daun telinganya. “Hentikan … aku sudah
‘Apakah ada orang yang mengikuti kami?’ Sekelebat bayangan berlari dan bersembunyi di balik pohon besar. Namun, Lyra tak yakin apakah dia melihat seseorang, ataukah dirinya yang kelelahan hingga berimajinasi?Sejak meninggalkan vila, Lyra sebenarnya merasakan kehadiran aneh di sekitar mereka. Akan tetapi, suasana yang John ciptakan membuat Lyra tenang sehingga dia menurunkan kewaspadaan.Sekarang, Lyra kembali merasakan kejanggalan yang mengusik hati dan pikiran. Lyra melihat di sekeliling area luar restoran. Mencari orang yang mungkin mengikuti mereka sejak tadi.Nihil. Lyra tak melihat orang lain yang ada di sekitar luar restoran. Di luar pagar restoran hanya ada pepohonan besar dan rimbun. Pun, tak ada tanda-tanda kehadiran manusia.“Ada apa? Apa kau tidak menyukai tempat ini?” John tampak mencemaskan penilaiannya yang mungkin tak sesuai dengan selera sang istri.Pertanyaan John itu berhasil menyadarkan Lyra. Sentuhan tangan John di pinggangnya sontak membuat Lyra berpaling pada s
Orang yang membuat kegaduhan di ruang sebelah tak lain adalah Max Foster. Max sedang berdebat dan beradu argumen tentang kontrak yang tak menguntungkan bagi Foster Corp.“Kupikir, dia sudah pulang kemarin-kemarin,” gerutu Lyra.Max memang memberi tahu John dan Lyra jika dia sedang dalam perjalanan bisnis di wilayah itu. Namun, Lyra tak menyangka jika Max akan menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat terpencil.“Mereka akan membangun pabrik baru di wilayah ini,” terang John seraya mengusap kasar wajah, lalu bangkit duduk sambil merenggangkan badan. “Kita sebaiknya cepat pulang saja. Tidak usah menunggu para pengawal datang.” John belum tahu jika para pengawal sudah menanti mereka di luar.“Para pengawal sudah ada di luar. Ayo, kita segera pergi dari sini sebelum Max melihat kita,” ajak Lyra terburu-buru.Lyra dan John berdiri hampir bersamaan. Tatkala pandangan mereka bertemu, keduanya mentertawakan ucapan Lyra barusan.“Kau sangat jahat, Lyra. Kau tidak boleh menghindar dari keluar
Mata Lyra yang membeliak lebar langsung tertutup rapat begitu melihat pemandangan mengerikan. Pengawal yang duduk di kursi penumpang depan berlumuran darah dan tak sadarkan diri.Lyra bergerak-gerak gelisah tanpa melihat. Mencari kenop pintu mobil di balik punggung untuk segera berlari keluar.Rasanya begitu menyesakkan berada di ruangan sempit dan dengan pengawal yang mungkin telah menjadi mayat itu. Pemandangan di dalam mobil yang setengah penyok juga sangat mengerikan.“Ough … Jangan bergerak, Lyra. Aku akan membuka pintu di belakangmu dulu.”Lyra tak sanggup lagi berkata-kata. Kejadian itu begitu cepat dan membuatnya takut setengah mati. Namun, dia lega karena mendengar suara John. Dia pikir, John pingsan karena setelah mengerang tadi sempat terdiam cukup lama.Di sela keterkejutan sang istri yang belum reda, John bersusah payah menyelipkan tangan di balik punggung Lyra untuk meraih gagang pintu mobil.KLAK KLAK!Pintu itu tak bisa terbuka meski John berusaha dengan segenap tenaga
Max melihat Beth seolah meminta persetujuan untuk menjawab pertanyaan Lyra. Namun, Beth segera menggeleng pelan mencegah Max bicara sekarang.Lyra menyadari gerakan kepala Beth. Dia lantas turun dari ranjang, yang segera dicegah Max dan Beth bersamaan.“Kau masih perlu istirahat, Lyra …. John juga—” Beth tak bisa melanjutkan kalimatnya karena air matanya kian tumpah ruah. Dia menunduk sambil menghindari tatapan Lyra.Lyra memberontak tatkala Max masih memegang lengannya. Dia ingin berlari mencari John dan memastikan keadaan sang suami.“Apa yang terjadi dengan suamiku?!” tanya Lyra dengan suara gemetar.“Tenang dulu, Lyra!” bentak Max sambil berdiri memeluk Lyra agar tak banyak bergerak.“Lepaskan aku, Max! Kau tidak berhak menyentuhku!” Max segera mundur sambil mengangkat kedua tangan seperti orang yang ditodong senjata api. “Baiklah. Tapi, kau harus tenang dulu. Kau masih butuh perawatan, Lyra.”“Aku tidak sakit apa pun dan hanya ingin bertemu dengan John!”“Baik, Mama akan memangg
Setelah Lyra tenang, Max menuntun Lyra ke ruangan John yang cukup jauh dari kamar rawat inap. Max membawakan kursi roda di tengah perjalanan untuk Lyra.Kaki Lyra masih terasa lemah dan kesulitan berjalan. Kursi roda itu cukup membantu dirinya walau tak meredakan rasa cemas yang kian menguat.“Tenanglah. John akan baik-baik saja. Keluarga Foster tidak semudah itu terluka,” ujar Max menenangkan Lyra.Itulah kata sang kakak ipar sebelum mereka sampai di depan ruangan John. Akan tetapi, kenyataan yang disaksikan Lyra saat ini berbeda dari kata-kata Max Foster.John terbaring tak sadarkan diri dengan berbagai alat medis yang menempel di tubuhnya. Mulutnya tertutup masker oksigen sehingga Lyra tak bisa melihat dengan jelas wajah tampan sang suami dari kaca kecil di pintu.“John … John …,” gumam Lyra sambil mencoba bangkit dari kursi roda.“Jika kau tidak bisa tenang dan mengganggu istirahat John, aku akan menyeretmu dan menguncimu di kamar, Lyra,” ancam Max.Lyra mengangguk sambil mengusap
“Kak, aku ingin menyusul mama. Tapi, aku nanti akan menunggu sendirian di kantor.” Justin Foster merengek pada Jolie dengan mata berkaca-kaca akan menangis. Dia tiba-tiba merindukan ibunya dan ingin pergi ke alun-alun bersama orang tuanya dan Jolie. Seperti yang sudah-sudah, Jolie selalu memilih untuk menuruti keinginan sepupunya. Dia tak lagi bimbang dengan banyaknya pilihan yang menggiurkan. Justin akan selalu menjadi prioritas utama. “Aku akan menemanimu ke tempat kerja Bibi Selene, tapi kita harus minta izin dulu kepada mama dan papaku.” Jolie lantas memperhatikan ketiga lelaki yang lebih tua darinya. “Kalian bermain bertiga dulu, ya … aku akan pergi dengan adikku.” Setiap kali menemani Justin, Jolie tak mau mengajak mereka. Pernah satu kali, ketiga lelaki yang ingin lebih dekat dengan Jolie itu ikut mengantar Justin, namun mereka berakhir dimarahi Max Foster tanpa sebab yang jelas. Max tampaknya masih tak suka pada semua yang berhubungan dengan Asher dan Billy. Dia pun sel
Suara anak perempuan berusia lima tahun terdengar di halaman belakang kediaman John Foster. Mata Jolie tertutup kain hitam, kedua tangannya bergerak tak tentu arah seperti sedang mencari pegangan, mulutnya tak bisa menutup saat memamerkan tawa yang tak kunjung menghilang. “Di mana kalian?!” seru Jolie. Saat ini, Jolie yang telah berusia lima tahun itu sedang berusaha menangkap teman-temannya. Dua anak kembar lelaki Asher Smith, putra angkat Billy Volker, serta bocah lelaki yang berumur satu tahun lebih muda darinya dan tak lain adalah sepupunya, putra pertama Max Foster. Jolie terlihat sangat bahagia. Sejak satu minggu yang lalu, keempat temannya menginap di kediaman. Dia jadi tidak kesepian dengan hadirnya bocah-bocah lelaki itu. Namun, kesenangan Jolie tak sejalan dari gerutuan ibunya. Lyra pusing melihat anak-anak itu tak mau berhenti bermain, bahkan Jolie pernah membantahnya hanya agar bisa terus bermain. “Rumah kita jadi seperti penampungan anak, Sayang. Maksudku, aku tidak
John telah berada di kota lain untuk melakukan operasi. Lyra tak bisa ikut menemani John karena tak bisa meninggalkan Jolie, serta ikut membantu persiapan pernikahan kakak iparnya.Penggabungan perusahaan Bell dan Foster pun sudah terlaksana atas bantuan Peter dan Thomas. Mereka akan menggantikan tugas John selama John masih memulihkan diri. Max masih ikut membantu di perusahaan, tetapi lebih sering meliburkan diri untuk menemani calon istrinya membeli perlengkapan hidup baru mereka. Perusahaan di gedung tingkat empat milik Max pun telah resmi dibuka, sehingga waktu berkumpul keluarga sangat sulit dilakukan dengan semua anggota keluarga yang lengkap.“Mama, John akan pulang hari ini. Di mana Dom? Dia harus menjemput suamiku.”Tanpa terasa, satu setengah bulan berlalu. John telah mengabari jika proses pemulihan luka bakarnya hampir berakhir, meski belum kembali sempurna seperti sediakala. Namun, John harus pulang hari ini, karena akan ada hari spesial keesokan paginya.“Dom sedang mem
“Kau tidak perlu melihat istriku waktu mengatakan rencanamu itu. Lyra tidak akan sedih mendengar kau akan menikah.” John menangkap gelagat aneh kakaknya, namun sebenarnya hanya pikirannya sendiri.“Aku melihat semua orang dan kau menatapku waktu bola mataku berhenti searah dengan Lyra!” sanggah Max, tak mau dituduh karena memang itulah kenyataannya. Dia bukan sengaja ingin memandangi Lyra.Lyra menegur John dengan tepukan halus di lengan suaminya itu. Namun, tampaknya John masih teringat kejadian di taman yang membuatnya cemburu buta.“Apa kau mengharapkan pelukan istriku untuk memberimu selamat?”Max berdiri dengan mulut sedikit terbuka. Amarahnya terpancing karena John membahas masalah yang sama berulang kali.Benar, tak hanya sekali John mengungkit masalah itu. Max hanya diam mendengar kata-kata sinis adiknya, namun tidak untuk sekarang, di saat dia ingin membahas rencana pernikahannya.“Kau masih membicarakan itu, hah? Lalu kenapa kalau aku memeluk istrimu? Dia adik iparku! Pikira
Jasad Ivanna baru berhasil diidentifikasi seluruhnya tiga hari lalu. Namun, karena masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Alaric Parker tak bisa menguburkan jasad putrinya begitu saja.Satu minggu berlalu setelah kebakaran yang diakibatkan oleh Ivanna Parker. Saat ini, kediaman Parker sangat ramai oleh orang-orang yang hadir untuk berkabung.Selain para pengusaha, rekan-rekan bisnis Alaric maupun Ivanna, banyak pula wartawan yang meliput proses pemakaman Ivanna Parker. Namun, hanya sedikit awak media yang datang untuk berduka, sebab telah ditemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Ivanna adalah pelaku kebakaran tersebut.Dari layar televisi berukuran besar, Lyra dan keluarganya sedang menyaksikan proses pemakaman Ivanna. Kamera lebih sering menyorot Sasha Parker yang saat ini sedang naik daun di dunia bisnis.“Wanita sialan itu pasti sedang berakting, aku sangat yakin itu!” geram Max saat melihat Sasha Parker sedang bicara di depan para wartawan sambil berlinang air mata, m
Lyra merasakan hangat di punggungnya. Udara dingin dari penyejuk ruangan mendadak tertutup oleh sesuatu. Namun, dia tetap terlelap dan tak menyadari keberadaan orang di belakangnya yang menghangatkan tubuhnya dengan dekapan penuh kerinduan.Pada dini hari, John baru sampai di kediaman. Dia langsung masuk ke kamar tanpa menimbulkan suara agar Lyra tak terbangun. Setelah membersihkan diri dengan cepat, dia ikut berbaring di dekat Lyra yang tidur meringkuk, tanpa melepaskan masker yang menutup sebagian wajahnya. Dari informasi para pengawal di kediaman, John akhirnya tahu jika Lyra tak pergi ke mana pun. Dia lega karena pikiran buruknya tak pernah terjadi. Awalnya John ingin langsung kembali ke rumah sakit, tetapi dia begitu merindukan pelukan hangat istrinya dan berniat mampir sebentar selagi Lyra tidur.“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” bisik John.John terlalu nyaman mendekap Lyra hingga jatuh ketiduran dan lupa harus segera pergi sebelum Lyra bangun ….“Ugh …,” erang Lyra, merasak
John mondar-mandir di ruang pemeriksaan. Bukan gelisah menunggu dokter, tetapi resah membayangkan Lyra masih berduaan bersama Max.‘Apa saja yang mereka lakukan setelah aku meninggalkan mereka?’Sebelumnya saat masih di taman, John masih ingin mengikuti Lyra sampai kediaman. Namun, Peter menyeret John untuk segera ke rumah sakit.“John Foster! Berhentilah mondar-mandir!” sergah Peter, lelah melihat tingkah kekanakan anaknya. “Aku perlu mendapatkan riasan penuh seperti kekasih Max itu, dan segera bertemu Lyra. Max bisa saja menculik dan menyekap Lyra seperti dulu.”Saat mengamati Lyra, John melihat sosok mencurigakan Selene. Setelah menyuruh Dom mencari informasi sosok mencurigakan itu, dia akhirnya tahu identitas Selene yang menyamar sebagai perempuan tua.“Tsk! Hentikan, John! Kau sudah mendengar sendiri kalau mereka sudah berbaikan dan melupakan masa lalu! Lagi pula, lukamu masih baru dan tidak bisa ditutupi dengan riasan!”Peter yang menunggu John di mobil saat di taman tadi juga
Lyra mengangguk setuju. Hanya pelukan biasa bukan suatu hal yang besar. Orang-orang juga terbiasa menyapa dengan pelukan. Lagi pula, mereka masih keluarga.“Terima kasih, Lyra.” Max Foster tanpa ragu memeluk Lyra dengan erat, memejamkan mata selagi merasakan debaran dalam dadanya.Dengan pelukan itu, Max ingin mengembalikan perasaan yang telah berlalu. Kemudian, pelan-pelan melupakan Lyra sebagai wanita pertama yang pernah mengisi hatinya. Tidak, Max tidak mungkin bisa melupakan Lyra. Dia akan menyimpan perasaan itu, mengunci rapat-rapat cintanya, dan melihat Lyra dengan cara yang berbeda, yaitu sebagai keluarga, istri dari adiknya.“Maaf kalau aku banyak berbuat salah padamu, Max. Banyak hal buruk yang sudah kulakukan untuk membalasmu, termasuk kejadian malam di pesta waktu itu. Aku yakin kau juga sudah mengetahuinya.”Lyra pun ingin membuang dendam yang dulu pernah bersarang di hatinya kepada kakak iparnya itu. Berharap setelah waktu berlalu, mereka bisa bicara dan tertawa seperti k
“Maafkan aku, Max. Waktu itu aku tidak bisa menahan diri untuk terus bersamamu atau membuka hati untukmu, sehingga mengambil pilihan lain.”Max mengusap air matanya. Meski bisa menahan tangisan kesedihan, hatinya menangis dan terluka mendengar ucapan Lyra yang sudah pasti.“Aku tahu, aku tidak menyalahkanmu, Lyra. Semua memang salahku dan aku sangat menyesali perbuatanku sendiri,” ujar Max dengan suara serak.Max memutar badan ke arah Lyra. Melihat adik iparnya ikut merasa buruk karena pengakuannya.“Aku hanya ingin mengungkap perasaanku dengan benar, di mana dulu aku hanya menipumu. Aku tidak berniat merebutmu dari adikku … sungguh ….”“Terima kasih telah mencintaiku, Max. Mulai hari ini, aku berharap kau bisa melupakan cinta itu sepenuhnya ….”“Aku sedang mencobanya, tapi kalau malah mengajakku bertemu dan memaksaku menyatakan cintaku.”Mereka diam sejenak saling menatap secara intens. Mendadak, tawa lebar dan lepas menghiasi wajah keduanya.“John akan menghajarku kalau dia sampai t