Nafas Saka terengah-engah setelah ia berhasil kabur menuju bagian dalam kebun yang luas. Ia mengintip dari balik pohon jati yang tinggi. Para warga terus berlari menyusuri jalan setapak. Mereka tidak melihat keberadaan Saka. Pria itu menghembuskan nafas lega lalu berjalan melewati kebun salah satu warga.Saka kembali memakai hoodie dan maskernya untuk menutup wajah. Ia berlari menuju rumah Ibunya. Bu Jarmi yang sedang berada di dapur terlonjak kaget saat Saka menutup pintu dengan keras.“Kamu kenapa ketakutan seperti itu Ka?”“Ssstt….” Saka menempelkan jarinya ke bibir Bu Jarmi. Matanya melihat keluar dari balik jendela dapur. Lengang. Tidak ada orang yang mengejarnya.“Kenapa kamu di kejar warga sampai ngos-ngosan seperti itu?”Saka masih diam karena ia kini tengah menghabiskan satu gelas air untuk melepaskan dahaganya. Bu Jarmi ikut duduk di hadapan Saka.“Aku ketahuan Bu. Waktu aku datang ke rumah Bu Lasmi, Mutia lagi nggak ada di rumah. Ya udah aku sandra aja Ibunya biar Mutia mem
“Anak saya sudah menikah. Jadi, anda bisa pergi ke rumah Ibu mertuanya untuk menagih hutang. Karena dia dan suami tinggal bersama Ibu mertuanya itu.”Kedua pria itu saling berpandangan. Mereka menganggukan kepala pada Ibu Sekar. “Baik. Kami pergi ke rumah ini karena dalam KTP Bu Sekar, alamat rumah yang tertera adalah alamat rumah ini. Kalau boleh tahu, dimana alamat rumah suami Bu Sekar?”Ibu Sekar yang bernama Bu Win, menunjukkan jalan yang harus di lalui kedua pria itu. Wanita paruh baya itu menghela nafas lega saat ia menutup pintu rumah. Setidaknya dia bisa melemparkan tanggung jawab pada Bu Jarmi.“Aku sudah repot mengurus Dini dan Rasya. Tidak perlu lagi di repotkan dengan hutang Sekar.” Ujar Bu Win menatap kesal pada kedua cucunya yang berada di dalam kamar. Dini tampak sibuk bermain hp. Gadis kecil itu bahkan mengabaikan adiknya yang tengah menangis. “Kalau Rasya nangis, di tenangin dong Din.” Ujar Bu Win sebal. Dini hanya melirik sekilas pada Neneknya lalu kembali fokus pad
Hari ini sidang kedua perceraian Saka dan Mutia berjalan dengan lancar. Karena Saka kemarin berhasil untuk kabur dari penjara, pria itu di masukan ke dalam sel isolasi. Jadi, Saka tidak menghadiri sidang kedua perceraian ini.Setelah sidang berakhir, Mutia menjabat tangan Pak Dito. “Terima kasih telah mendampingi saya Pak. Saya sudah memutuskan untuk mengikhlaskan uang yang di gunakan oleh Mas Saka dan keluarganya.”“Tidak masalah Mbak Mutia. Saya juga minta maaf tidak bisa memperjuangkan uang hasil kerja keras Mbak Mutia. Sebenarnya jika Mbak Mutia pakai cara di luar hukum, bisa lo dapat uang itu lagi.” Bisik Pak Dito sambil mengajaknya berjalan dari ruang sidang.Mutia hanya tertawa mendengar saran Pak Dito. Ia jadi bingung bagaimana seorang pengacara bisa menyarankan hal seperti itu padanya. “Kok Pak Dito punya ide seperti itu sih?” Tanya Mutia penasaran.“Bukan saya yang punya ide. Tapi, beberapa klien saya yang melakukan cara di luar hukum untuk mendapatkan harta mereka kembali.
Bu Jarmi yang merasa kesal dengan Mutia diam-diam menguntit aktiivitas menantu pertamanya itu. Setelah bekerja sebagai buruh tani, maka Bu Jarmi akan mengikuti Mutia dengan menggunakan sepeda motor butut peninggalan mendiang suaminya.“Huh, palingan juga kerjaan rendahan. Makanya dia sampai kerja ke luar negeri." Umpat Bu Jarmi dengan pekerjaan Mutia. Meskipun ia sudah tahu dari para tetangga jika Mutia membuka usaha jasa make up pengantin dan wisuda serta jasa sewa gaun pengantin, tapi Bu Jarmi yakin penghasilan Mutia tidaklah banyak.Sepeda motor yang ia kendarai berhenti di depan sebuah rumah dengan tenda hajatan yang terpasang indah. Tanda jika rumah itu mengadakan acara pernikahan. Jarak rumah itu tidak terlalu jauh dari rumah Bu Jarmi. Tampak Mutia yang memarkirkan motornya. Di susul dengan mobil berwarna putih yang berhenti di samping motor Mutia.“Bu Sundari.” Gumam Bu Jarmi melihat wanita paruh baya yang secara usia lebih tua darinya.Mutia bersalaman dengan Bu Sundari dan du
Bu Surti punya tanah yang cukup luas peninggalan Bapak Mutia. Tapi, hanya di bangun rumah sederhana di atas tanah itu. Selain rumah dan tanah yang di tempati, Bu Surti juga punya sawah dan kebun yang cukup luas. Tapi, akhirnya di jual sedikit demi sedikit untuk menambah biaya hidup yang semakin mahal. Orang tua Mutia juga ingin anak-anaknya minimal lulus SMA. Akhirnya hanya tinggal sawah sepetak yang di miliki oleh keluarga Mutia.“Ibu dan Zaki sudah bicara jika rumah ini akan di berikan padamu nduk?” Gerakan tangan Mutia yang sedang menjahit baju seketika terhenti.“Loh, bukannya kebalik ya Bu? Zaki itu kan anak laki-laki. Dia harus dapat bagian yang lebih banyak.” Mutia menggelengkan kepalanya tidak setuju.“Nggak masalah mbak. Lagipula aku sudah beli tanah kita dulu dengan nama Ibu. Bahkan luas tanahnya jadi semakin besar.” Mata Mutia membulat kaget. Zaki yang baru saja keluar dari kamarnya duduk di sofa baru berwarna abu-abu.“Yang benar?” “Iya lah. Masa aku bohong.” Zaki dan Bu
“Ada apa mbak?” Tanya Zaki yang saat ini sedang ada di rumah. Mutia menunjuk benda yang keluar dari dalam kotak tadi. Mata Zaki membulat saat melihat bangkai tikus yang tertutup dengan sebuah foto. Zaki berlari ke belakang untuk mengambil plastik. Mutia yang sudah lebih tenang, turun dari kursi lalu mengambil kotak yang di gunakan sebagai tempat bangkai tikus itu. Ada logo sebuah toko di kotak itu.“Ini fotonya Mbak Mutia. Bukannya foto ini yang kemarin di unggah di face*** ya?” Zaki menunjukkan foto yang sudah berlumuran dengan darah bangkai tikus itu. Sebuah foto yang Mutia upload saat memakai gaun pengantin jahitannya sendiri. Untuk mempromosikan usaha jasa rias dan sewa gaun pengantin miliknya.Meskipun masih takut, tapi Mutia mengambil foto yang di pegang oleh Zaki. Kotak kado yang di pegangnya juga sudah berpindah ke tangan adik laki-laki Mutia itu. “Ini memang fotoku. Aku nggak bisa melacak siapa yang menerorku cuma dari facebook aja.” Ujar Mutia lesu.“Aku tahu kotak kado ini
Saka menghela nafasnya lebih dulu. Raut wajahnya terlihat penuh penyesalan. Tapi, Mutia tidak mau percaya begitu saja pada Bapak dari anaknya itu. Apalagi kalau pembahasannya sudah terkait dengan harta.“Aku benar-benar minta maaf padamu dan Tiara. Aku bisa maklum kalau kamu tidak mengajak Tiara untuk datang menjengukku.”“Baguslah kalau kamu sudah sadar mas. Aku tidak tahu kapan Tiara bisa siap untuk bertemu dengan kamu. Karena saat in Tiara sudah menjalani proses terapi untuk trauma yang kalian berikan untuk anak kita.” Saka menundukan kepalanya. Suara Mutia terdengar sangat datar, tapi menusuk.“Kamu tenang aja. Aku nggak akan menghalangi kamu untuk bertemu dengan Tiara. Asal dengan syarat jika kamu sudah benar-benar berubah dan kejiwaan Tiara juga sudah membaik. Sejahat apapun perlakuan kalian pada anakku dulu, aku tidak mau Tiara hidup dalam dendam. Biarlah hatinya beku saat bertemu denganmu. Asal bukan dendam yang ada dalam hatinya.”“Terima kasih Tia. Aku benar-benar sangat ber
Breeeett…Suara kencang itu kembali terdengar. Mutia yang baru saja mencuci tangannya di wastafel kembali masuk ke dalam kamar Nyonya Honda. Majikannya itu justru tertawa cekikikan. Bau tak sedap segera memenuhi ruangan ini.“Cepat belsihkan lagi. Kamu cih gak mau nyunggu aku celecai BAB.” Ujar Nyonya Honda sinis dengan kalimat yang tidak jelas. Lima bulan pasca Mutia bekerja di sini, kondisi kesehatan Nyonya Honda semakin membaik. Majikan Mutia itu sudah bisa bicara dan menggerakan tubuh bagian atas. Terapi yang di jalani juga dengan biaya yang sangat mahal. Meskipun kadang ucapan Nyonya Honda tidak terdengar jelas.“Iya Nyonya.” Mutia kembali membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Ponselnya yang bergetar membuat Mutia mengambil hp yang ia masukan ke dalam saku itu. Layar hp memperlihatkan peringatan jika lima belas menit lagi waktunya menunaikan sholat isya'.“Maaf Nyonya. Apakah saya boleh menunaikan sholat maghrib dulu. Sebentar lagi waktunya habis.” Nyonya Honda hanya mengang
"Bagaimana kabar kamu Bude?" Tanya Mutia ramah. Meskipun dalam hatinya sedang menyimpan bara kemarahan akibat rencana Bu Win yang ingin mencelakai sang putri. "Baik. Kamu kok bisa sampai kesini Ia? Terus kenapa saya harus bertemu dengan kamu?" Ika yang duduk di samping Bu Win hanya bisa menghela nafasnya. "Tolong jelaskan maksud kedatangan anda ke rumah ini Bu Mutia. Apapun keputusannnya akan saya katakan setelah anda menjelaskan semuanya." Mutia menganggukan kepala lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya menggulir layar ponsel lalu memperlihatkan isi pesan Tiara yang di kirim Tiara padanya. Termasuk foto milik Pak Yanto yang sedang berada di kantor polisi. "Sa, saya sama sekali tidak terlibat dengan rencana ini Nyonya Besar. Tolong percaya pada saya." Bukannya memberikan klarifikasi pada Mutia, Bu Win justru menjatuhkan tubuhnya ke lutut sang majikan. Derai air mata Bu Win berjatuhan di wajah tuanya. Ia tidak menyangka jika rencananya bisa ketahuan secepat ini. Dalam hatinya Bu Win
Karena teriakan si penguntit, Yani keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung saja Tiara sudah mencopot mukena yang baru saja dia pakai. Jadi, Yani tidak akan ikut pingsan saat melihat Tiara masih memakai mukenanya.“Ada apa Ra? Siapa yang teriak tadi?” Tiara menunjuk si penguntit yang sudah jatuh dari motor.Taira berjongkok di samping orang yang memakai seragam ojol itu. Untunglah tidak ada luka serius. Bahkan orang itu masih bisa berdiri dengan tegak. Yani segera mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Sedangkan Tiara memegang tali yang tadi mengikat tubuhnya dengan erat.“Beraninya kamu?” Pria itu melepaskan helm yang di pakainya. Helm itu sudah di banting ke tanah hingga menimbulkan bunyi yang keras.“Sekarang Yan.” Teriak Tiara berusaha memukul pria paruh baya yang sudah menguntitnya. Sedangkan Yani memukul pria itu sambil berteriak meminta pertolongan dari warga sekitar.“Tolong ada orang jahat. Tolong kamiiii.” Teriak Yani berulang kali.Pria itu berusaha untuk meraih tubuh Ti
Jarum jam baru menunjukkan pukul dua dini hari saat Mutia masuk ke dalam mobil. Zaki ikut dengannya untuk emngantarkan Mutia menuju bandara. Sementara itu, ada saudara dekat yang menginap di rumah Zaki untuk menjaga Bu Surti. Mutia hanya membawa satu buah koper kecil. Ia menyusul ke Jakarta bukan hanya untuk mengunjungi sang putri. Tapi, juga menangkap Bu Win yang merupakan dalang dari rencana penculikan Tiara.Drttt… Suara dering ponsel dari dalam tasnya membuat Mutia mengambil hp yang ia simpan. Ada pesan masuk dari Saka. Jarinya menggeser layar ponsel untuk membuka aplikasi pesan.[Aku sudah bertanya pada Rudi. Rupanya Bu Win bekerja di rumah adik ipar majikan tempat dulu Rudi bekerja. Entah bagaimana caranya Rudi tahu. Saka juga mengirimkan foto-foto Bu Win yang tengah memasak di dapur mewah.[Datanglah ke alamat ini. Majikan Bu Win sudah tahu apa yang terjadi. Beliau hanya perlu memeriksanya. Mereka yang akan menangkap orang suruhan Bu Win.] Mutia menghela nafas lega karena suda
Pagi harinya, Tiara bangun seperti biasa. Hari ini dia ada jadwal kuliah jam sepuluh pagi. Tapi, karena kejadian kemarin, Tiara lebih memilih untuk menutup pintunya. Seakan-akan ia sudah berangkat kuliah. Pagi ini juga dia terpaksa tidak menerima pesanan jahit dari para tetangga di rumah kontrakannya. Tiara fokus menyelesaikan pesanan jahit dari dua hari sebelumnya.Setelah selesai menjahit, Tiara mengirim pesan pada Yani untuk datang ke rumahnya sebelum merkea berangkat bersama menuju kampus. Yani menyanggupi hal itu walaupun Tiara belum menjelaskan tentang kejadian tadi malam dan permintaan Mutia untuk menginap di rumah kos milik Yani.Saat ini, Tiara sedang berada di depan jendela. Memperhatikan jalan besar di depan rumah kontrakannya. Lalu lalang orang yang berjalan ataupun naik kendaraan seperti motor dan mobil. Ada banyak juga pengendara ojol yang lewat. Sayangnya Tiara tidak dapat melihat wajah mereka karena tertutup helm.“Aku sudah hafal motor dan wajahnya kemarin. Apa hari i
Kesibukan Tiara yang memulai ospek membuatnya baru pulang saat malam hari. Untunglah ospek saat ini sama sekali tidak menggunakan sistem perploncoan. Sehingga para mahasiswa baru tidak perlu membawa barang-barang aneh.Sistem ospek saat ini hanya memperkenalkan tentang lingkungan kampus, semua jenis ekskul dan mata kuliah yang di ambil. Ospek masih di laksanakan selama tiga hari.Pada malam harinya, Tiara sibuk menjahit baju dari tetangga kontrakannya. Di hari kedua ospek ini Tiara bahkan belum menggunakan uang dari sang Ibu lagi. Karena uang dari hasil menjahi sudah cukup untuk membeli bahan makanan.Pukul sembilan malam, Tiara sudag menutup rumah kontrakannya. Ia mencuci tangan dan kaki lalu masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengirim pesan pada sang Ibu tenyang kegiatannya hari ini.(Jahitanku cukup ramai Bu. Jadi bisa buat beli bahan makanan dan jajan. Besok hari terakhir ospek di laksanakan di fakultas masing-masing.)Drrtr...Tidak membutuhkan waktu lama bagi Mutia untuk membalas p
Hari ini Mutia akhirnya pulang ke Semarang. Dua hari sebelum kegiatan ospek di mulai. Tiara mengantarkan sang Ibu ke bandara.Mutia memeluk tubuh sang putri saat pengumuman tentang keberangkatan pesawat yang akan di tumpangi Mutia menuju Semarang."Hati-hati ya nduk. Jangan lupa kirim pesan setiap hari ya. Mungkin Ibu memang sangat posesif." Tiara menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan."Nggak kok Bu. Aku tahu Ibu dan Uti pasti akan khawatir karena aku tinggal sendirian. Tidak seperti saat berada di pondok pesantren. Ibu sudah mengijinkan aku untuk tinggal sendirian di rumah kontrakan saja sudah membuatku senang.""Kamu memang anak Ibu sangat baik Ra. Ya sudah Ibu pergi dulu. Assalamulaikum.""Waalaikumsalam." Mutia berjalan dengan tangan kanan yang menarik koper besar berisi pakaian kotor dan oleh-oleh untuk Bu Surti, Zaki dan yang lain di kampung halaman.Tiara menatap kepergian sang Ibu sambil tersenyum. Ia harus kembali berjauhan dengan keluarganya. Tapi, itu semua dilakuka
Di rumah kontrakan yang di sewa Tiara sudah ada banyak kantung belanja. Mutia sedang sibuk sibuk memasukan oleh-oleh untuk keluarga dan anak-anak panti ke dalam koper. Sementara itu, Tiara sudah pergi ke kampus untuk melakukan pendaftaran ulang.Tiara yang memajai kemeja panjang berwarna krem dengan paduan kerudung dengan warna serupa dan celana kain panjang berwarna hitam melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung admisi.Di dalam ruang tunggu, ia duduk sendiri. Berbeda dengan beberapa mahasiswa lain yang datang bersama dengan teman mereka. Selain Tiara yang datang sendiri, ada juga seorang gadis berambut ikal pendek yang memakai kacamata duduk baris kursi depan.Saat namanya dan nama mahasiswi lain di panggil, Tiara maju ke depan. Ternyata ia maju bersama dengan gadis berambut pendek itu."Boleh kenalan nggak?" Tanya gadis itu lebih dulu dengan sengum ramah. Karena mereka masih harus menunggu proses pendaftarab ualng uang di lakukan oleh petugas. Tiara menggukan kepalanya sambil balas
Tiara di terima di fakultas seni di salah satu universitas ternama. Biaya yang tidak sedikit membuat Mutia tidak mundur. Walaupun tabungan pendidikan milik Tiara yang di kumpulkan oleh Mutia tidak cukup untuk kuliah dan bayar kontrakan selama empat tahun.Tapi, rejeki memang tidak akan kemana. Mutia yang punya dua usaha sekaligus bisa membiayai kuliah Tiara selama empat tahun.Saka juga mengatakan tiap bulan akan mengirim uang pada Tiara lewat Mutia. Walaupun jumlah uang yang di titipkan mungkin sangat sedikit. "Rumahnya bagus kan Bu?" Tanya Tiara saat mereka melihat rumah kontrakan pertama."Bagus. Tapi kita lihat bangunan dalamnya dulu. Temboknya harus kokoh, jendela dan pintunya gampang di buka. Aliran airnya harus lancar." Masih banyak hal lagi yang di jelaskan oleh Mutia pada sang putri.Mutia meneriksa bagian rumah satu per satu. Termasuk dengan ruang tamu yang akan si gunakan Tiara untuk membuka usaha jahit.Selain itu, akses jalan yang berada di pinggir jalan raya, dekat deng
Hari ini adalah hari keberangkatan Tiara ke Jakarta. Mutia sudah mengajak Saka dan Rasya untuk ikut. Sayangnya Saka menolak karena ia butuh uang untuk membayar hutang dari mantan majikan Rudi. Begitu juga dengan Rasya yang sedang menjalani ujian akhir semester. Jadi, Saka dan Rasya hanya bisa mengantarkan Tiara ke bandara. Sama seperti Saka dan Rasya, Bu Surti dan Zaki juga tidak bisa ikut. Kondisi tubuh Bu Surti yang mudah drop membuat wanita paruh baya itu tidak boleh kelelahan. Zaki yang mengambil cuti kerja bisa menemani Bu Surti di rumah selama Mutia pergi menemani Tiara.Gadis itu lalu memeluk satu per satu keluarga yang sudah mengantarkannya. Dada Saka berdegup kencang saat Tiara sudah berjongkok di depan Rasya. Itu berarti setelah ini Tiara akan berpamitan dengannya.“Rasya yang pintar ya di rumah. Jadi anak baik dan membanggakan untuk Bapak. Mbak pergi ke Jakarta buat belajar. Kapamn-kapan kalau Rasya liburan kita ke Jakarta bareng.”“Rasya janji mbak.” Kakak beradik itu lal