Saka menghela nafasnya lebih dulu. Raut wajahnya terlihat penuh penyesalan. Tapi, Mutia tidak mau percaya begitu saja pada Bapak dari anaknya itu. Apalagi kalau pembahasannya sudah terkait dengan harta.“Aku benar-benar minta maaf padamu dan Tiara. Aku bisa maklum kalau kamu tidak mengajak Tiara untuk datang menjengukku.”“Baguslah kalau kamu sudah sadar mas. Aku tidak tahu kapan Tiara bisa siap untuk bertemu dengan kamu. Karena saat in Tiara sudah menjalani proses terapi untuk trauma yang kalian berikan untuk anak kita.” Saka menundukan kepalanya. Suara Mutia terdengar sangat datar, tapi menusuk.“Kamu tenang aja. Aku nggak akan menghalangi kamu untuk bertemu dengan Tiara. Asal dengan syarat jika kamu sudah benar-benar berubah dan kejiwaan Tiara juga sudah membaik. Sejahat apapun perlakuan kalian pada anakku dulu, aku tidak mau Tiara hidup dalam dendam. Biarlah hatinya beku saat bertemu denganmu. Asal bukan dendam yang ada dalam hatinya.”“Terima kasih Tia. Aku benar-benar sangat ber
Breeeett…Suara kencang itu kembali terdengar. Mutia yang baru saja mencuci tangannya di wastafel kembali masuk ke dalam kamar Nyonya Honda. Majikannya itu justru tertawa cekikikan. Bau tak sedap segera memenuhi ruangan ini.“Cepat belsihkan lagi. Kamu cih gak mau nyunggu aku celecai BAB.” Ujar Nyonya Honda sinis dengan kalimat yang tidak jelas. Lima bulan pasca Mutia bekerja di sini, kondisi kesehatan Nyonya Honda semakin membaik. Majikan Mutia itu sudah bisa bicara dan menggerakan tubuh bagian atas. Terapi yang di jalani juga dengan biaya yang sangat mahal. Meskipun kadang ucapan Nyonya Honda tidak terdengar jelas.“Iya Nyonya.” Mutia kembali membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Ponselnya yang bergetar membuat Mutia mengambil hp yang ia masukan ke dalam saku itu. Layar hp memperlihatkan peringatan jika lima belas menit lagi waktunya menunaikan sholat isya'.“Maaf Nyonya. Apakah saya boleh menunaikan sholat maghrib dulu. Sebentar lagi waktunya habis.” Nyonya Honda hanya mengang
Pagi harinya, Nyonya Honda menanyakan kenapa wajah Mutia terlihat berantakan. Mutia menceritakan semuanya pada sang majikan tanpa ada yang di tutupi. Sedangkan tangannya sibuk menyeka tubuh Nyonya Honda dengan air hangat. “Saya sudah coba hubungi agensi tadi pagi. Tapi, mereka bilang saya tidak mungkin membatalkan kontrak. Walaupun Nyonya mengijinkan saya untuk pulang. Saya sendiri jadi serba salah karena di satu sisi saya tidak ingin anak saya terus di aniaya Bapaknya. Tapi, di sisi lain saya tidak mungkin bisa membayar denda dari agensi.”“Oh begitu.” Nyonya Honda yang baru saja mandi dan berganti baju sudah di dudukan Mutia di atas kursi rodanya.“Apa tidak ada orang yang bisa kalian percaya untuk membawa anakmu pergi?” Mutia menggelengkan kepala dengan lemah.“Tetangga tidak bisa banyak membantu. Mereka takut suami saya bisa berbuat lebih nekat lagi.”“Lalu apa yang akan kamu lakukan?” “Saya tidak akan mengirimkan uang lagi Nyonya. Untuk memberikan mereka pelajaran.” Wajah Nyony
Jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh malam saat motor yang di kendarai oleh Ana berhenti di depan rumah. Bu Jarmi turun dari motor lalu membuka pintu. Ibu dan anak itu masuk ke dalam rumah bersama. Bu Jarmi meletakan kantung plastik berisi sembako di dapur.“Apa uang Ibu udah cukup untuk bayar kuliahku?” Tanya Ana yang sudah duduk di depan sang Ibu. Bu Jarmi menggelengkan kepalanya.“Belum ada Na. Boro-boro bayar kuliah kamu, buat makan aja udah syukur. Kita masih bisa dapat bahan sembako juga karena Ibu kerja di toko sembako. Sisa uang dari kerja jadi buruh sawah juga udah habis buat bayar listrik dan makan.” Ana menghela nafasnya lelah.“Besok kita jadi menjenguk Mas Saka, Bu?” Tanya Ana mengalihkan percakapan.“Jadi. Sekalian kamu tanya apakah Mutia mengijinkan kamu kerja sama dia. Kan lumayan kalau kamu bisa dekat lagi sama Mutia, Na.” Wajah Ana seketika berubah menjadi cemberut. Karena Mutia beberapa waktu lalu ia sampai di hujat oleh netizen di sosial medianya.“Malas Bu. Mbak
“Loh ada Rani juga. Mau jahit baju ya?” Tanya Bu Jarmi ramah. Mutia dan Rani saling bertatapan karena sikap Ibu mertua Mutia itu yang sangat tidak biasa.“Bukan Bude. Saya sekarang bekerja membantu Mbak Mutia menjahit. Kalau ada pesanan untuk jasa make up, nanti saya juga ikut bantu.” Wajah Bu Jarmi dan Ana berubah menjadi sebal mendengar penjelasan Rani. Sedetik kemudian, wajah Bu Jarmi sudah kembali tenang. Senyum manisnya tersungging untuk menantu pertamanya itu.“Oh gitu. Kerja yang rajin ya Ran.”“Iya Bude.” Mutia hanya menyimak dalam diam obrolan Rani dan Bu Jarmi. Wanita itu belum mempersilahkan Bu Jarmi untuk duduk karena masih trauma dengan kejadian beberapa waktu lalu.“Apa Ibu tidak di persilahkan duduk Tia?” Tanya Bu Jarmi melihat Mutia hanya diam saja sejak tadi. Mutia menganggukan kepala lalu berdiri. Di susul dengan Rani.“Silahkan duduk Ibu, Ana. Aku mau ke belakang untuk membuatkan minuman dulu.” Pandangan Mutia kini beralih pada Rani.“Kamu lanjut potong kain dulu ya
Mutia turun dari motornya dengan membawa kantung plastik berisi belanjaan. Ia menatap bangunan toko yang akan di gunakan untuk usaha jasa make up dan sewa gaun pengantin yang sudah jadi. Ada tiga tukang yang sedang mengecat tembok bangunan itu. Sedangkan tukang lain sedang merobohkan bagian teras rumah Bu Surti.Langkahnya menuju ke samping rumah untuk menyiapkan hidangan bagi para tukang. Ia juga membuat teh manis hangat lalu meletakan semua jajanan yang sudah di belinya di atas piring panjang. Mutia membawa nampan berisi teh manis dan makanan itu ke depan.Kegiatan Mutia selanjutnya adalah memasak bersama sang Ibu. “Alhamdulillah usaha kamu semakin lancar ya nduk. Ibu senang karena kamu juga tetap bisa nabung di celengan. Walaupun kita lagi renovasi rumah ini.”“Iya Bu. Alhamdulillah. Sebenarnya banyak orang yang mandang rendah pekerjaan aku saat ini. Tapi, aku justru bersyukur. Biar mereka nggak bisa pinjam uang seenaknya.”“Hush. Kamu ini.” Bu Surti tentu saja paham siapa yang sed
“Jadi, sekarang Mas Andi yang mengelola toko emas ini?” Tanya Mutia pada tetangganya itu. Andi menganggukan kepala dengan senyum yang terukir di bibirnya.“Iya Tia. Ibu udah ingin istirahat di rumah aja. Kontrak kerjaku di perusahaan juga sudah habis.” Tetangga Mutia yang bernama Andi itu, memang bekerja di perusahaan multinasional di Jakarta dengan sistem kontrak. Tingginya gaji sama dengan tingginya biaya hidup di Ibukota. Membuat Andi harus hidup hemat di Ibukota.“Ibu bilang kamu buka jasa make up dan sewa gaun pengantin ya?” Mutia menganggukan kepala.“Iya mas. Waktu bekerja di Jepang, aku juga membantu anak majikanku menjahit dan belajar cara make up langsung dari ahlinya. Hasilnya lumayan buat kebutuhan sehari-hari.” Andi dan Mutia dulu sekolah di SMA yang sama. Andi dua tahun lebih tua dari Mutia. Pria itu pernah menikah di Jakarta. Lalu bercerai karena istrinya ketahuan selingkuh.Untung saja dari pernikahan seumur jagung itu Andi dan mantan istrinya tidak di karuniai anak. S
“Ana, tolong ambilkan Ibu minum.” Ana yang tengah bermain ponsel di ruang keluarga menghela nafas sebal. Gadis itu bangkit dari sofa lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Badan Bu Jarmi sedang tidak enak badan. Jadi, Ibu Saka itu hari ini tidak bekerja di toko.Tok… tok… tok…Suara ketukan di pintu membuat langkah Ana yang akan masuk ke dalam kamar sang Ibu menjadi terhenti. Ana meletakan gelas air di atas meja lalu melangkah ke depan. Saat ia membuka pintu, sudah ada dua pria berbadan tegap yang berdiri di teras rumahnya. “Maaf. Apakah ini benar rumah Bu Sekar?”“Benar. Tapi, itu dulu, Karena kakak ipar saya sudah pergi dari rumah ini.” Perasaan Ana jadi tidak enak. Apalagi yang sudah di perbuat oleh istri kedua kakaknya itu. Jika mereka adalah tukang kredit, maka ini sudah kedua kalinya Sekar membawa tukang kredit ke rumah ini.“Kami dari koperasi simpan pinjam ingin menyita motor yang telah di jadikan jaminan oleh Bu Sekar. Motornya atas nama suami Bu Sekar yaitu Pak Sa
"Bagaimana kabar kamu Bude?" Tanya Mutia ramah. Meskipun dalam hatinya sedang menyimpan bara kemarahan akibat rencana Bu Win yang ingin mencelakai sang putri. "Baik. Kamu kok bisa sampai kesini Ia? Terus kenapa saya harus bertemu dengan kamu?" Ika yang duduk di samping Bu Win hanya bisa menghela nafasnya. "Tolong jelaskan maksud kedatangan anda ke rumah ini Bu Mutia. Apapun keputusannnya akan saya katakan setelah anda menjelaskan semuanya." Mutia menganggukan kepala lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya menggulir layar ponsel lalu memperlihatkan isi pesan Tiara yang di kirim Tiara padanya. Termasuk foto milik Pak Yanto yang sedang berada di kantor polisi. "Sa, saya sama sekali tidak terlibat dengan rencana ini Nyonya Besar. Tolong percaya pada saya." Bukannya memberikan klarifikasi pada Mutia, Bu Win justru menjatuhkan tubuhnya ke lutut sang majikan. Derai air mata Bu Win berjatuhan di wajah tuanya. Ia tidak menyangka jika rencananya bisa ketahuan secepat ini. Dalam hatinya Bu Win
Karena teriakan si penguntit, Yani keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung saja Tiara sudah mencopot mukena yang baru saja dia pakai. Jadi, Yani tidak akan ikut pingsan saat melihat Tiara masih memakai mukenanya.“Ada apa Ra? Siapa yang teriak tadi?” Tiara menunjuk si penguntit yang sudah jatuh dari motor.Taira berjongkok di samping orang yang memakai seragam ojol itu. Untunglah tidak ada luka serius. Bahkan orang itu masih bisa berdiri dengan tegak. Yani segera mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Sedangkan Tiara memegang tali yang tadi mengikat tubuhnya dengan erat.“Beraninya kamu?” Pria itu melepaskan helm yang di pakainya. Helm itu sudah di banting ke tanah hingga menimbulkan bunyi yang keras.“Sekarang Yan.” Teriak Tiara berusaha memukul pria paruh baya yang sudah menguntitnya. Sedangkan Yani memukul pria itu sambil berteriak meminta pertolongan dari warga sekitar.“Tolong ada orang jahat. Tolong kamiiii.” Teriak Yani berulang kali.Pria itu berusaha untuk meraih tubuh Ti
Jarum jam baru menunjukkan pukul dua dini hari saat Mutia masuk ke dalam mobil. Zaki ikut dengannya untuk emngantarkan Mutia menuju bandara. Sementara itu, ada saudara dekat yang menginap di rumah Zaki untuk menjaga Bu Surti. Mutia hanya membawa satu buah koper kecil. Ia menyusul ke Jakarta bukan hanya untuk mengunjungi sang putri. Tapi, juga menangkap Bu Win yang merupakan dalang dari rencana penculikan Tiara.Drttt… Suara dering ponsel dari dalam tasnya membuat Mutia mengambil hp yang ia simpan. Ada pesan masuk dari Saka. Jarinya menggeser layar ponsel untuk membuka aplikasi pesan.[Aku sudah bertanya pada Rudi. Rupanya Bu Win bekerja di rumah adik ipar majikan tempat dulu Rudi bekerja. Entah bagaimana caranya Rudi tahu. Saka juga mengirimkan foto-foto Bu Win yang tengah memasak di dapur mewah.[Datanglah ke alamat ini. Majikan Bu Win sudah tahu apa yang terjadi. Beliau hanya perlu memeriksanya. Mereka yang akan menangkap orang suruhan Bu Win.] Mutia menghela nafas lega karena suda
Pagi harinya, Tiara bangun seperti biasa. Hari ini dia ada jadwal kuliah jam sepuluh pagi. Tapi, karena kejadian kemarin, Tiara lebih memilih untuk menutup pintunya. Seakan-akan ia sudah berangkat kuliah. Pagi ini juga dia terpaksa tidak menerima pesanan jahit dari para tetangga di rumah kontrakannya. Tiara fokus menyelesaikan pesanan jahit dari dua hari sebelumnya.Setelah selesai menjahit, Tiara mengirim pesan pada Yani untuk datang ke rumahnya sebelum merkea berangkat bersama menuju kampus. Yani menyanggupi hal itu walaupun Tiara belum menjelaskan tentang kejadian tadi malam dan permintaan Mutia untuk menginap di rumah kos milik Yani.Saat ini, Tiara sedang berada di depan jendela. Memperhatikan jalan besar di depan rumah kontrakannya. Lalu lalang orang yang berjalan ataupun naik kendaraan seperti motor dan mobil. Ada banyak juga pengendara ojol yang lewat. Sayangnya Tiara tidak dapat melihat wajah mereka karena tertutup helm.“Aku sudah hafal motor dan wajahnya kemarin. Apa hari i
Kesibukan Tiara yang memulai ospek membuatnya baru pulang saat malam hari. Untunglah ospek saat ini sama sekali tidak menggunakan sistem perploncoan. Sehingga para mahasiswa baru tidak perlu membawa barang-barang aneh.Sistem ospek saat ini hanya memperkenalkan tentang lingkungan kampus, semua jenis ekskul dan mata kuliah yang di ambil. Ospek masih di laksanakan selama tiga hari.Pada malam harinya, Tiara sibuk menjahit baju dari tetangga kontrakannya. Di hari kedua ospek ini Tiara bahkan belum menggunakan uang dari sang Ibu lagi. Karena uang dari hasil menjahi sudah cukup untuk membeli bahan makanan.Pukul sembilan malam, Tiara sudag menutup rumah kontrakannya. Ia mencuci tangan dan kaki lalu masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengirim pesan pada sang Ibu tenyang kegiatannya hari ini.(Jahitanku cukup ramai Bu. Jadi bisa buat beli bahan makanan dan jajan. Besok hari terakhir ospek di laksanakan di fakultas masing-masing.)Drrtr...Tidak membutuhkan waktu lama bagi Mutia untuk membalas p
Hari ini Mutia akhirnya pulang ke Semarang. Dua hari sebelum kegiatan ospek di mulai. Tiara mengantarkan sang Ibu ke bandara.Mutia memeluk tubuh sang putri saat pengumuman tentang keberangkatan pesawat yang akan di tumpangi Mutia menuju Semarang."Hati-hati ya nduk. Jangan lupa kirim pesan setiap hari ya. Mungkin Ibu memang sangat posesif." Tiara menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan."Nggak kok Bu. Aku tahu Ibu dan Uti pasti akan khawatir karena aku tinggal sendirian. Tidak seperti saat berada di pondok pesantren. Ibu sudah mengijinkan aku untuk tinggal sendirian di rumah kontrakan saja sudah membuatku senang.""Kamu memang anak Ibu sangat baik Ra. Ya sudah Ibu pergi dulu. Assalamulaikum.""Waalaikumsalam." Mutia berjalan dengan tangan kanan yang menarik koper besar berisi pakaian kotor dan oleh-oleh untuk Bu Surti, Zaki dan yang lain di kampung halaman.Tiara menatap kepergian sang Ibu sambil tersenyum. Ia harus kembali berjauhan dengan keluarganya. Tapi, itu semua dilakuka
Di rumah kontrakan yang di sewa Tiara sudah ada banyak kantung belanja. Mutia sedang sibuk sibuk memasukan oleh-oleh untuk keluarga dan anak-anak panti ke dalam koper. Sementara itu, Tiara sudah pergi ke kampus untuk melakukan pendaftaran ulang.Tiara yang memajai kemeja panjang berwarna krem dengan paduan kerudung dengan warna serupa dan celana kain panjang berwarna hitam melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung admisi.Di dalam ruang tunggu, ia duduk sendiri. Berbeda dengan beberapa mahasiswa lain yang datang bersama dengan teman mereka. Selain Tiara yang datang sendiri, ada juga seorang gadis berambut ikal pendek yang memakai kacamata duduk baris kursi depan.Saat namanya dan nama mahasiswi lain di panggil, Tiara maju ke depan. Ternyata ia maju bersama dengan gadis berambut pendek itu."Boleh kenalan nggak?" Tanya gadis itu lebih dulu dengan sengum ramah. Karena mereka masih harus menunggu proses pendaftarab ualng uang di lakukan oleh petugas. Tiara menggukan kepalanya sambil balas
Tiara di terima di fakultas seni di salah satu universitas ternama. Biaya yang tidak sedikit membuat Mutia tidak mundur. Walaupun tabungan pendidikan milik Tiara yang di kumpulkan oleh Mutia tidak cukup untuk kuliah dan bayar kontrakan selama empat tahun.Tapi, rejeki memang tidak akan kemana. Mutia yang punya dua usaha sekaligus bisa membiayai kuliah Tiara selama empat tahun.Saka juga mengatakan tiap bulan akan mengirim uang pada Tiara lewat Mutia. Walaupun jumlah uang yang di titipkan mungkin sangat sedikit. "Rumahnya bagus kan Bu?" Tanya Tiara saat mereka melihat rumah kontrakan pertama."Bagus. Tapi kita lihat bangunan dalamnya dulu. Temboknya harus kokoh, jendela dan pintunya gampang di buka. Aliran airnya harus lancar." Masih banyak hal lagi yang di jelaskan oleh Mutia pada sang putri.Mutia meneriksa bagian rumah satu per satu. Termasuk dengan ruang tamu yang akan si gunakan Tiara untuk membuka usaha jahit.Selain itu, akses jalan yang berada di pinggir jalan raya, dekat deng
Hari ini adalah hari keberangkatan Tiara ke Jakarta. Mutia sudah mengajak Saka dan Rasya untuk ikut. Sayangnya Saka menolak karena ia butuh uang untuk membayar hutang dari mantan majikan Rudi. Begitu juga dengan Rasya yang sedang menjalani ujian akhir semester. Jadi, Saka dan Rasya hanya bisa mengantarkan Tiara ke bandara. Sama seperti Saka dan Rasya, Bu Surti dan Zaki juga tidak bisa ikut. Kondisi tubuh Bu Surti yang mudah drop membuat wanita paruh baya itu tidak boleh kelelahan. Zaki yang mengambil cuti kerja bisa menemani Bu Surti di rumah selama Mutia pergi menemani Tiara.Gadis itu lalu memeluk satu per satu keluarga yang sudah mengantarkannya. Dada Saka berdegup kencang saat Tiara sudah berjongkok di depan Rasya. Itu berarti setelah ini Tiara akan berpamitan dengannya.“Rasya yang pintar ya di rumah. Jadi anak baik dan membanggakan untuk Bapak. Mbak pergi ke Jakarta buat belajar. Kapamn-kapan kalau Rasya liburan kita ke Jakarta bareng.”“Rasya janji mbak.” Kakak beradik itu lal