Keesokan harinya, dua pria dari kantor koperasi simpan pinjam yang sama datang ke rumah Bu Jarmi. Kali ini mereka berdua datang dengan pria lain yang memiliki perawakan tinggi dan kurus. Kemeja dan celana yang di pakai untuk pergi ke kantor tampak lebih bagus dari dua pria lainnya.“Mau apa lagi kalian kesini?” Tanya Bu Jarmi ketus. Ia kira urusan mereka sudah selesai kemarin. Bu Jarmi sama sekali tidak ingin berurusan dengan orang-orang dari koperasi lagi.“Kami hanya ingin membicarakan jaminan motor milik Pak Saka. Apakah kami boleh masuk dulu Bu? Malu jika percakapan kita di lihat oleh tetangga sekitar.” Dengan terpaksa Bu Jarmi mengijinkan ketiga pria itu untuk masuk. Pria yang tampaknya punya jabatan lebih tinggi itu lihai sekali mengendalikan situasi.“Perkenalkan nama saya Heri. Saya adalah Manajer Marketing di Koperasi Simpan Pinjam.” Ujar pria yang memakai pakaian lebih bagus itu. Heri lalu menyebutkan nama koperasi simpan pinjam tempatnya bekerja.“Saya ikut datang kesini un
“Saya sama sekali tidak tahu menahu tentang hutang yang di ambil anak saya di koperasi anda.” Ujar Bu Win keras kepala pada Heri. Di samping Heri, duduk Bu Jarmi dan Ana yang menyimak perdebatan mereka.“Dalam kartu keluarga yang asli, anda adalah orang yang harus di mintai tanggung jawab perihal hutang Bu Sekar. Bukan suaminya. Karena Bu Sekar dan Pak Saka tidak mengesahkan pernikahan mereka secara negara.” Jawab Heri dengan tenang. Bu Jarmi menganggukan kepalanya setuju. Enak saja jika Sekar mau membuat motor peninggalan Saka sebagai jaminan hutangnya. Bu Jarmi saja tidak menikmati uang itu.“Tidak bisa begitu. Saya sama sekali tidak menandatangani surat kontrak sebagai penjamin Sekar. Jika anda tidak punya surat kontrak itu, maka anda semua tidak bisa memaksa saya.” Bu Win yang sedikit tahu tentang tata cara pinjam uang di koperasi tetap menolak memberikan barang jaminan untuk membayar hutang Sekar.Pasalnya sudah sejak dulu Bu Win memang sering meminjam uang. Baik di koperasi, ban
Sekar membaca pesan dari Ibunya dengan hati bimbang. Ia ingin pulang untuk bertemu dengan kedua buah hatinya. Tapi, sang Ibu hanya meminta Sekar untuk mengirimkan uang. Dengan alasan kalau tukang kredit dari koperasi simpan pinjam sudah mendatangi rumah Bu Win. Apalagi Sekar menggunakan motor pribadi Saka sebagai barang jaminan.‘Sudah cukup kamu membawa dua tukang kredit ke rumah ini. Jika tidak ingin tertangkap jangan pulang dulu ke rumah. Hasilkan uang yang banyak lalu bawa kedua anak kamu pergi dari rumah Ibu.’ Bunyi pesan Bu Win pada Sekar kemarin.Hati Sekar menjadi tidak tenang karena dia tidak bisa menghubungi Dini sejak tadi pagi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Seharusnya sekarang Dini sudah pulang sekolah. Tapi, panggilan telponnya tidak kunjung di angkat oleh sang putri.“Kamu nggak tidur Bunga?” Sekar menolehkan kepala pada teman satu kamarnya. Wanita itu saat ini sedang berada di dalam kamar hotel yang mewah. Nama samaran yang ia gunakan di tempat kerj
Salah satu tetangga Bu Win yang menggendong Rasya adalah klien Mutia. Tetangga itu menceritakan jika ia melihat luka lebam, di tubuh Rasya kemarin. Saat ini Mutia sedang berada di rumah orang itu bersama dengan Rani. Acara yang di hadiri Mutia kali ini bukan acara pernikahan. Tapi, acara sunatan anak laki-laki yang di gelar secara meriah.Pihak keluarga ingin di rias karena acara ini juga menghadirkan hiburan musik dangdut. Si anak akan di sunat jam sepuluh pagi ini. Lalu di lanjutkan dengan acara syukuran dan hiburan.“Kasihan banget Rasya.” Komentar Mutia singkat. Karena ia tidak merasa ada keperluan dalam masalah ini. Hanya hati kecilnya sebagai seorang Ibu yang kasihan dengan Rasya dan Dini. Selain itu, ia tidak berani berkomentar apapun. Bisa saja ada orang lain yang memutarbalikan perkataannya.Acara hari itu berjalan dengan lancar. Topik percakapan mengenai perseteruan di antara Bu Win dan Bu Jarmi ramai di bicarakan. Mutia memilih hanya tersenyum atau menganggukan kepala. Wani
Suara deru mesin jahit terdengar nyaring dari luar. Bu Jarmi yang datang bersama Ana tidak bisa masuk ke dalam toko karena banyak orang. Terlihat beberapa tetangga yang berada dalam toko itu sedang menjahit baju. Beberapa orang yang sudah keluar menyapa Ibu mertua Mutia itu dan menyuruhnya untuk masuk.“Sepertinya mereka sedang menjahitkan baju Bu.” Bu Jarmi menatap rantang makanan yang masib ia pegang. Niat hati ingin memberikan rantang makanan itu untuk Mutia, tapi sepertinya harus di batalkan.“Lebih baik kita pergi sekarang daripada di permalukan sama tetangga sini.” Seolah bisa membaca pikiran sang Ibu, Ana mengatakan hal yang sama persis yang sedang di pikirkan oleh Bu Jarmi.“Ya udah ayo kita berangkat ke kota sekarang. Saka pasti udah nunggu kita.” Ana menganggukan kepalanya lalu kembali menghidupkan motor. Ibu dan anak itu kembali melaju di atas motor menuju penjara kota untuk menjenguk Saka.Dari dalam toko, Mutia tidak sengaja melihat motor Ana yang melewati rumahnya. Perha
“Apa yang sebenarnya tengah kamu rencakan Angel?” Angel menggelengkan kepalanya. Teman sekamar Sekar itu perlahan mundur dengan wajah khawatir. Seolah ia punya rahasia yang di sembunyikan dari Sekar.“Aku nggak merencanakan apapun. Kepala panti yang sudah aku hubungi pasti kecewa karena kau tidak jadi menitipkan Dini dan Rasya di sana.” Sekar masih belum bisa percaya dengan perkataan Angel. Tapi, wanita itu menganggukan kepalanya. Hingga Angel berlalu dari hadapan Sekar.“Untung saja aku tidak jadi menitipkan anak-anak ke panti asuhan yang di rekomendasikan Angel. Entah rahasia apa yang sudah dia sembunyikan.” Gumam Sekar lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur.Jarinya menggulir layar ponsel hingga memperlihatkan wajah Dini dan Rasya. Sekar teringat dengan curhatan sang putri jika dia merasa malu saat masuk sekolah. Semua siswa mencemoh Dini karena Saka di penjara dan Sekar menjadi buronan.“Kalian yang sabar ya. Ibu akan membawa kalian ke sini setelah punya banyak uang. Ibu jan
“Kamu ke sekolah di antar Mbak Rani dulu ya sayang. Ibu mau menunggu Dokter yang akan memeriksa Uti.” Tiara menganggukan kepalanya. Gadis remaja itu sudah memakai seragam sekolah yang tampak kecil di badannya. Di usia dua belas tahun, Tiara memang tumbuh menjadi gadis yang tinggi semampai. Tingginya sudah hampir sama dengan sang Ibu.“Iya Bu. Apa kita nggak bawa Uti ke rumah sakit aja? Panasnya Uti nggak turun-turun sejak kemarin.” Mutia menggelengkan kepala sambil menghela nafas.“Uti nggak mau. Katanya di periksa Dokter aja. Nanti Ibu tanya Dokter apa Uti harus di rujuk ke rumah sakit atau tidak.” Bisik Mutia pelan agar tidak terdengar oleh Bu Surti yang tengah memakan buburnya.“Ya udah aku berangkat dulu Bu.” Tiara menyalami tangan sang Ibu dan utinya secara bergantian.“Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam.”Rani sudah tiba di depan rumah Mutia dengan sepeda motornya. Tiara lalu naik ke belakang motor Rani. “Terima kasih sudah mau mengantarkan aku lagi mbak.” Rani terkekeh pelan.“I
Untunglah kondisi Bu Surti sudah membaik. Ibu Mutia itu hanya di rawat selama dua hari di rumah sakit. Zaki yang juga sedang cuti untuk menjaga Ibunya, bergantian dengan Mutia. Tiara yang juga sudah terbiasa naik mobil, menjenguk sang Uti setiap hari. Gadis remaja itu bahkan sudah nyaman duduk di dalam mobil peninggalan Bapaknya.“Maaf aku baru datang.” Nafas Mutia sedikit terengah saat memasuki ruang rawat Bu Surti. Wanita itu baru saja sampai di rumah sakit ini setelah bekerja di rumah kliennya.“Seharusnya kamu nggak perlu jemput Ibu nduk. Kamu pasti masih capek setelah bekerja. Kan sudah ada Zaki dan Tiara.”“Nggak masalah Bu. Lagian hari ini aku juga akan mengajak Tiara pergi ke mall untuk membeli perlengkapan sekolah yang baru.”“Yes.” Teriak Tiara senang.“Ssstt.” Mutia hanya bisa menggelengkan kepalanya saat sang anak terkekeh pelan setelah di ingatkan.“Kalian nanti naik apa mbak? Mobilnya kan mau aku pakai buat ngantar Ibu pulang. Kamu aja harus pakai motor untuk pergi ke ru
"Bagaimana kabar kamu Bude?" Tanya Mutia ramah. Meskipun dalam hatinya sedang menyimpan bara kemarahan akibat rencana Bu Win yang ingin mencelakai sang putri. "Baik. Kamu kok bisa sampai kesini Ia? Terus kenapa saya harus bertemu dengan kamu?" Ika yang duduk di samping Bu Win hanya bisa menghela nafasnya. "Tolong jelaskan maksud kedatangan anda ke rumah ini Bu Mutia. Apapun keputusannnya akan saya katakan setelah anda menjelaskan semuanya." Mutia menganggukan kepala lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya menggulir layar ponsel lalu memperlihatkan isi pesan Tiara yang di kirim Tiara padanya. Termasuk foto milik Pak Yanto yang sedang berada di kantor polisi. "Sa, saya sama sekali tidak terlibat dengan rencana ini Nyonya Besar. Tolong percaya pada saya." Bukannya memberikan klarifikasi pada Mutia, Bu Win justru menjatuhkan tubuhnya ke lutut sang majikan. Derai air mata Bu Win berjatuhan di wajah tuanya. Ia tidak menyangka jika rencananya bisa ketahuan secepat ini. Dalam hatinya Bu Win
Karena teriakan si penguntit, Yani keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung saja Tiara sudah mencopot mukena yang baru saja dia pakai. Jadi, Yani tidak akan ikut pingsan saat melihat Tiara masih memakai mukenanya.“Ada apa Ra? Siapa yang teriak tadi?” Tiara menunjuk si penguntit yang sudah jatuh dari motor.Taira berjongkok di samping orang yang memakai seragam ojol itu. Untunglah tidak ada luka serius. Bahkan orang itu masih bisa berdiri dengan tegak. Yani segera mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Sedangkan Tiara memegang tali yang tadi mengikat tubuhnya dengan erat.“Beraninya kamu?” Pria itu melepaskan helm yang di pakainya. Helm itu sudah di banting ke tanah hingga menimbulkan bunyi yang keras.“Sekarang Yan.” Teriak Tiara berusaha memukul pria paruh baya yang sudah menguntitnya. Sedangkan Yani memukul pria itu sambil berteriak meminta pertolongan dari warga sekitar.“Tolong ada orang jahat. Tolong kamiiii.” Teriak Yani berulang kali.Pria itu berusaha untuk meraih tubuh Ti
Jarum jam baru menunjukkan pukul dua dini hari saat Mutia masuk ke dalam mobil. Zaki ikut dengannya untuk emngantarkan Mutia menuju bandara. Sementara itu, ada saudara dekat yang menginap di rumah Zaki untuk menjaga Bu Surti. Mutia hanya membawa satu buah koper kecil. Ia menyusul ke Jakarta bukan hanya untuk mengunjungi sang putri. Tapi, juga menangkap Bu Win yang merupakan dalang dari rencana penculikan Tiara.Drttt… Suara dering ponsel dari dalam tasnya membuat Mutia mengambil hp yang ia simpan. Ada pesan masuk dari Saka. Jarinya menggeser layar ponsel untuk membuka aplikasi pesan.[Aku sudah bertanya pada Rudi. Rupanya Bu Win bekerja di rumah adik ipar majikan tempat dulu Rudi bekerja. Entah bagaimana caranya Rudi tahu. Saka juga mengirimkan foto-foto Bu Win yang tengah memasak di dapur mewah.[Datanglah ke alamat ini. Majikan Bu Win sudah tahu apa yang terjadi. Beliau hanya perlu memeriksanya. Mereka yang akan menangkap orang suruhan Bu Win.] Mutia menghela nafas lega karena suda
Pagi harinya, Tiara bangun seperti biasa. Hari ini dia ada jadwal kuliah jam sepuluh pagi. Tapi, karena kejadian kemarin, Tiara lebih memilih untuk menutup pintunya. Seakan-akan ia sudah berangkat kuliah. Pagi ini juga dia terpaksa tidak menerima pesanan jahit dari para tetangga di rumah kontrakannya. Tiara fokus menyelesaikan pesanan jahit dari dua hari sebelumnya.Setelah selesai menjahit, Tiara mengirim pesan pada Yani untuk datang ke rumahnya sebelum merkea berangkat bersama menuju kampus. Yani menyanggupi hal itu walaupun Tiara belum menjelaskan tentang kejadian tadi malam dan permintaan Mutia untuk menginap di rumah kos milik Yani.Saat ini, Tiara sedang berada di depan jendela. Memperhatikan jalan besar di depan rumah kontrakannya. Lalu lalang orang yang berjalan ataupun naik kendaraan seperti motor dan mobil. Ada banyak juga pengendara ojol yang lewat. Sayangnya Tiara tidak dapat melihat wajah mereka karena tertutup helm.“Aku sudah hafal motor dan wajahnya kemarin. Apa hari i
Kesibukan Tiara yang memulai ospek membuatnya baru pulang saat malam hari. Untunglah ospek saat ini sama sekali tidak menggunakan sistem perploncoan. Sehingga para mahasiswa baru tidak perlu membawa barang-barang aneh.Sistem ospek saat ini hanya memperkenalkan tentang lingkungan kampus, semua jenis ekskul dan mata kuliah yang di ambil. Ospek masih di laksanakan selama tiga hari.Pada malam harinya, Tiara sibuk menjahit baju dari tetangga kontrakannya. Di hari kedua ospek ini Tiara bahkan belum menggunakan uang dari sang Ibu lagi. Karena uang dari hasil menjahi sudah cukup untuk membeli bahan makanan.Pukul sembilan malam, Tiara sudag menutup rumah kontrakannya. Ia mencuci tangan dan kaki lalu masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengirim pesan pada sang Ibu tenyang kegiatannya hari ini.(Jahitanku cukup ramai Bu. Jadi bisa buat beli bahan makanan dan jajan. Besok hari terakhir ospek di laksanakan di fakultas masing-masing.)Drrtr...Tidak membutuhkan waktu lama bagi Mutia untuk membalas p
Hari ini Mutia akhirnya pulang ke Semarang. Dua hari sebelum kegiatan ospek di mulai. Tiara mengantarkan sang Ibu ke bandara.Mutia memeluk tubuh sang putri saat pengumuman tentang keberangkatan pesawat yang akan di tumpangi Mutia menuju Semarang."Hati-hati ya nduk. Jangan lupa kirim pesan setiap hari ya. Mungkin Ibu memang sangat posesif." Tiara menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan."Nggak kok Bu. Aku tahu Ibu dan Uti pasti akan khawatir karena aku tinggal sendirian. Tidak seperti saat berada di pondok pesantren. Ibu sudah mengijinkan aku untuk tinggal sendirian di rumah kontrakan saja sudah membuatku senang.""Kamu memang anak Ibu sangat baik Ra. Ya sudah Ibu pergi dulu. Assalamulaikum.""Waalaikumsalam." Mutia berjalan dengan tangan kanan yang menarik koper besar berisi pakaian kotor dan oleh-oleh untuk Bu Surti, Zaki dan yang lain di kampung halaman.Tiara menatap kepergian sang Ibu sambil tersenyum. Ia harus kembali berjauhan dengan keluarganya. Tapi, itu semua dilakuka
Di rumah kontrakan yang di sewa Tiara sudah ada banyak kantung belanja. Mutia sedang sibuk sibuk memasukan oleh-oleh untuk keluarga dan anak-anak panti ke dalam koper. Sementara itu, Tiara sudah pergi ke kampus untuk melakukan pendaftaran ulang.Tiara yang memajai kemeja panjang berwarna krem dengan paduan kerudung dengan warna serupa dan celana kain panjang berwarna hitam melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung admisi.Di dalam ruang tunggu, ia duduk sendiri. Berbeda dengan beberapa mahasiswa lain yang datang bersama dengan teman mereka. Selain Tiara yang datang sendiri, ada juga seorang gadis berambut ikal pendek yang memakai kacamata duduk baris kursi depan.Saat namanya dan nama mahasiswi lain di panggil, Tiara maju ke depan. Ternyata ia maju bersama dengan gadis berambut pendek itu."Boleh kenalan nggak?" Tanya gadis itu lebih dulu dengan sengum ramah. Karena mereka masih harus menunggu proses pendaftarab ualng uang di lakukan oleh petugas. Tiara menggukan kepalanya sambil balas
Tiara di terima di fakultas seni di salah satu universitas ternama. Biaya yang tidak sedikit membuat Mutia tidak mundur. Walaupun tabungan pendidikan milik Tiara yang di kumpulkan oleh Mutia tidak cukup untuk kuliah dan bayar kontrakan selama empat tahun.Tapi, rejeki memang tidak akan kemana. Mutia yang punya dua usaha sekaligus bisa membiayai kuliah Tiara selama empat tahun.Saka juga mengatakan tiap bulan akan mengirim uang pada Tiara lewat Mutia. Walaupun jumlah uang yang di titipkan mungkin sangat sedikit. "Rumahnya bagus kan Bu?" Tanya Tiara saat mereka melihat rumah kontrakan pertama."Bagus. Tapi kita lihat bangunan dalamnya dulu. Temboknya harus kokoh, jendela dan pintunya gampang di buka. Aliran airnya harus lancar." Masih banyak hal lagi yang di jelaskan oleh Mutia pada sang putri.Mutia meneriksa bagian rumah satu per satu. Termasuk dengan ruang tamu yang akan si gunakan Tiara untuk membuka usaha jahit.Selain itu, akses jalan yang berada di pinggir jalan raya, dekat deng
Hari ini adalah hari keberangkatan Tiara ke Jakarta. Mutia sudah mengajak Saka dan Rasya untuk ikut. Sayangnya Saka menolak karena ia butuh uang untuk membayar hutang dari mantan majikan Rudi. Begitu juga dengan Rasya yang sedang menjalani ujian akhir semester. Jadi, Saka dan Rasya hanya bisa mengantarkan Tiara ke bandara. Sama seperti Saka dan Rasya, Bu Surti dan Zaki juga tidak bisa ikut. Kondisi tubuh Bu Surti yang mudah drop membuat wanita paruh baya itu tidak boleh kelelahan. Zaki yang mengambil cuti kerja bisa menemani Bu Surti di rumah selama Mutia pergi menemani Tiara.Gadis itu lalu memeluk satu per satu keluarga yang sudah mengantarkannya. Dada Saka berdegup kencang saat Tiara sudah berjongkok di depan Rasya. Itu berarti setelah ini Tiara akan berpamitan dengannya.“Rasya yang pintar ya di rumah. Jadi anak baik dan membanggakan untuk Bapak. Mbak pergi ke Jakarta buat belajar. Kapamn-kapan kalau Rasya liburan kita ke Jakarta bareng.”“Rasya janji mbak.” Kakak beradik itu lal