Olivia mengepalakan jari-jari tangannya dengan erat lalu ia pukul tembok di sampinhnya dengan keras. Sungguh ia ingin menjerit sekencang-kencangnya saat ini. Daniel benar-benar gila.
“Tolong jangan libatkan ibuku dia tidak tahu apa-apa,” pinta Olivia dengan suara parau.
“Cih... kau yang membuatnya begini Olivia. Inilah konsekuensinya, aku sudah memberinu banyak kesempatan dan menahan diri untuk tidak melakukan ini, tapi kita tidak bisa membuang waktu. Padahal saat malam kau bersana Jimmy kau benar-benar bisa menanfaatkan momentnya, tapi kau malah menolaknya dalam memilih jalan memutar.”
Olivia menggigit bibirnya lalu bulir-bulir air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya. Ketakutan terpancar jelas dari kedua bola matanya. Pikirannya benar-benar buntu. Ia pikir bosa mengelebaui Daniel tapi ternyata Olivia salah.
“Mulai sekarang lakukan saja perintahku, kau mengerti kan Olie?” tanya Daniel.
“Tunggu! Atau mungkin itu Jimmy?” terka Olivia.Olivia buru-buru beranjak dari atap gedung menuju lobi hotel untuk menanyai Aurora tenan dekatnya yang bekerja di bagian resepsionis.“Ra apa hari ini Jimmy datang ke sini?” tanya Olivia setengah berbisik, khawatir staff yang lain mendengarnya.Aurora menengok dulu sekitar sebelum menjawabnya, “Ya dia datang hari ini sama anak yang punya hotel pula,” bisik Aurora dengan bola mata yang berkilat-kilat. “Ya ampun Oliv, dia tampan sekali wangi uangnya bahkan tercium semerbak.”Olivia terkekeh, sepertinya Aurora sangat terpesona pada si anak pemilik hotel sampai-sampai wanita itu bersemangat seperti ini. Padahal sebelumnya Aurora tidak pernah seantusias itu setiap kali melihat pria tampan berlatu lalang di depan matanya.Di saat yang bersamaan Anya yang hebak pergi ke pantai memerhatikan Olivia dari kejauhan dengab tatapa merendahkan lalu matanya menangkap se
“Pak, saya dengar Anda memberikan sapu tangan Anda pada seorang staff hari ini. Kenapa Anda memberikannya? Bukankah itu kenang-kenangan dari Ibu Anda?” tanya Jimmy ragu-ragu.William yang tengah memandangi ponselnya melepaskan pandangannya dari benda canggih itu dan menoleh ke arah lautan luas di sisi kiri jalan.“Dia lebih membutuhkannya,” balas William singkat, “Kenapa tumben sekali menanyakan hal seperti itu? Kau ingin juga? Atau....”“Tentu saja tidak saya hanya penasaran karena itu barang yang berharga untuk Anda,” sela Jimmy dengan cepat tidak ingin atasannya berpikir yang aneh-aneh tentangnya. “Apa Anda mau kembali ke hotel?” tanya Jimmy sebelum belokkan di depan.“Ya aku akan menginap di sana.”Jimmy pun memutar kemudinya dan berbelok ke jalan berikutnya kembali menuju hotel.Sedangkan di area hotel terlihat Olivia sedang berdiri di halaman bela
Tubuh William dan Olivia basah kuyup tapi mereka terlihat sangat bahagia, saling tertawa-tawa seolah meluruhkan semua beban dalam hati mereka.“Siapa namamu?” tanya William setelah mematikan keran air.Rasanya sudah cukup main air untuk malam ini, jika mereka teruskan mereka bisa-bisa kedinginan dan jatuh sakit.“Olivia, Pak.” jawab Olivia singkat wajahnya masih berseri-seri karena asyik bermain, bahkan Olivia tidak ingin semuanya berakhir dulu tapi apa mau dikata ia tidak berani membantah ucapan William.William tersengir malu, “Berhenti memanggilku, ‘Pak’. Kamu boleh memanggilku dengan nama saja kalau tidak dalam jam kerja. Kamu ini sama seperti asistenku saja.”Olivia langsung terdiam, William jelas membicarakan Jimmy karena siapa lagi asisten William yang ia maksud, Jimmy melakukan semua hal untuk pria itu dan sangat menghormatinya.Dulu Olivia tidak pernah cerita yang Jimmy sampaikan tenta
“Olivia! Mana payung untukku?! Kau msu membiarkan kulitku terbakar sinar matahari?” pekik Anya seraya mengerut-ngerutkan keningnya karena kepanasan. Olivia buru-buru menghampirinya dan memayungi wanita menyebalkan itu. Olivia berharap wanita itu lenyap saja menjadi butiran debu seperti vampir ketika terkena sonar matahari agar tidak membuatnya kesulitan lagi. “Aduh panas sekali, ayo kipasi aku,” perintah Anya lagi. Tanpa banyak berkomentar Olivia segera melakukan tugasnya. Tapi tiba-tiba saja Anya menepiskan kipas di tangan Olivia. Huh apa lagi sekarang? “Kau ini bisa becus ga ngerjain sesuatu? Kamu pikir cara kamu mgipasin orang bisa bikin seger? Cuma ngipasin doang ga bisa!” gerutu Anya bersungut-sungut. Ingin sekali Olivia menghajar wanita itu, tentu saja angin tidak terasa dia baru mengibaskan kipas itu beberapa kali, apa yang Anya harapkan? Namun lagi-lagi walaupun bukan kesalahannya Olivia terpaksa meminta maaf. “Maaf doang ga akan bisa benerin kinerja kamu! Kok bisa sih ho
Kekhawatiran sontak menyeruk dalam hati Olivia. Ia tidak ingin William terlibat masalah hanya karena dirinya. Tentu saja Olivia ingin terbebas dari Anya, tapi kalau harus menyulitkan orang lain rasanya tidak perlu.“Pak, saya bisa merekomendasikan staff lain yang lebih bagus kinerjanya dari....”William menganggkat sebelah tangannya, “Aku tidak ingin staff lain, dan biarkan aku menyelesaikan masalah ini, kau tidak perlu khawatir.”“Tapi....”“Lebih baik sekarang kau siapkan destinasi menarik sebelum kita pergi,” sela William ia ingin Olivia tidak terlibat dalam urusannya dengan Anya.Olivia tahu William ingin ia pergi supaya tidak ikut campur dalam urusannya dan Olivia tidak bisa membantah. Ia pun beranjak sesaui perintah William dan melakukan apa yang perlu ia lakukan sebagai pegawai.“Bukankah aku sudah mengatakannya, aku tidak akan rugi kalau Papamu ingin mencabut kerja sama kita dan s
William tautkan bunga itu di sela kuping Olivia hingga membuat wajah Olivia memerah. Olivia mematung terpaku pada William. Sebuah perasaan yang begitu besar bergejolak dalam hatinya.Mau bagaimana pun Olivia harus segera mengakhiri semua ini, karena kalau tidak bisa-bisa ia tidak bisa mengendalikan perasaannya lagi. Olivia pun mengerjap lalu dengan cepat membalik tubuhnya seraya menangkup wajahnya yang sudah semerah tomat matang.William sontak tekejut dan membuatnya menatap bingung wanita itu. “Olie, kau baik-baik saja?” tanya William.Alih-alih menjawab Olivia malah berlari menuju toilet umum terdekat. William yang khawatir ikut berlari mengikutinya, tapi Olivia malah bersembunyi di dalam kamar mandi.“Olivia, kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” seru William seraya mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.Bukannya menjawab Olivia malah sibuk dengan isi pikirannya sendiri. ‘Apa ini? Aku tidak boleh memiliki perasaan apa pun
“Aku tidak sengaja melihatnya karena kebetulan lewat, sunggu,” seru Adela meyakinkan. “Jadi apa tebakanku benar? Kamu bertanya soal Pak Will kan?” tanya Adela menyelidik.Mengelak saat ini pun bukankah percuma saja? Semuanya terlalu jelas, tspi Olivia juga tidak ingin mengatakannya.“Hey tenang aja aku akan mendukungmu dengan siapa pun itu, walaupun terasa tidak mungkin tapi coba saja dulu,” imbuh Adela.Olivia tertegun ia tidak menyangka Adela akan bersikap biasa saja dan malah mendukungnya.“Kenapa kamu mendukungku?”“Apa aku harus menyebarkan rumor dan membuatmu jadi buruk? Aku tidak begitu, aku tau rasanya berkencan dengan atasan sendiri. Orang-orang akan memandangmu buruk karena mereka iri padahal kalau memang pria itu menyukai kita ya mau bagaimana?”Senyuman akhirnya terukir di bibir Olivia, hatinya terasa sedikit lega, beruntung karena Adela yang mengentahuinya bukan staff lain. Namun walaupun begitu Olivia tetap tidak bisa percaya sepenuhnya pada rekannya itu.****Keesokan h
Bagai dihujam oleh pedang, hati Olivia terasa pedih. Sesak memenuhi jantungnya. Mata Olivia mulai terasa panas dan berkaca-kaca. Saat mendapati Sheila berada di kamar William.Tanpa banyak berbicara lagi Olivia segera pamit dan langsung berlari meninggalkan tempat itu menuju sudut lain gedung yang tidak ada banyak orang berlalu lalang untuk menyembunyikan tangisnya yang sudah tidak bisa Olivia tahan lagi.Tangisan Olivia pecah tepat setelah ia tiba di atap gedung. Hatinya hancur berkeping-keping. Olivia kesal dan mengutuk dirinya sendiri.Seharunya sejak awal ia tahu diri. Seperti yang dikatakan Adel, pria seperti William tidak memiliki alasan untuk jatuh cinta pada seorang yang biasa-biasa saja dan miskin seperti Olivia sedangkan di depannya ada Sheila yang jauh lebih cantik, pintar, kaya dan menggoda. Tentu saja William akan memilih Sheila dibandingkan Olivia yang bukan siapa-siapa.“Aku benar-benar bodoh dari awal pun aku tidak boleh memiliki perasaan apa pub pada William, tapi aku