Jimmy terdiam tentu saja William curiga kepadanya karena yang ungkapnya terlalu spesifik, padahal niat hati ia ingin membantunya walaupun dengan hati terluka. Karena siapa yang menduga atasan yang sangat ia hormati malah jatuh cinta pada wanita yang Jimmy cintai.Jimmy menggigit bibirnya mencoba berpikir, “Oh kami menjadi teman dekat saat Anda menugaskan saya di hotel itu satu tahun yang lalu jadi sedikitnya saya tau tentang Olivia. Dia juga wanita yang baik.”“Oh benarkah, kalau begitu saya bisa bertanya banyak padamu. Kau memang selalu bisa diandalkan,” sahut William tanpa rasa curiga sedikit pun.Setelah menutup panggilan William pun bergegas kembali ke hotel. Ketika tiba di sana William berpapasan dengan Olivia yang tengah berjalan dengan terburu-buru dari ujung koridor. Namun begitu wanita itu melihat William, Olivia langsung memutar aeah dan kembali masuk ke dalam lift yang hampir tertutup.“Apa dia melupakan sesuatu?&r
William terdiam, seolah sulit mengutarakan perasaan yang sudah meluap-luap dalam hatinya.“Bisakah Anda tidak bersikap seperti ini? Yang Anda lakukan hanya membuat saya salah paham....”“Saya menyukai Anda. Lebih dari sekedar teman.”Olivia sontak termangu demi mendengar apa yang baru saja diucapkan pria itu. Gejolak perasaan dalam hati Olivia semakin membucah, tetapi semua ini masih terasa tidak nyata untuknya dan semua kemungkinan masih bisa terjadi.“Tidak mungkin,” celetuk Olivia.“Apa maksudmu tidak mungkin? Aku benar-benar merasakannya....”“Apa menurut Anda ini semua masuk akal? Bagaimana bisa seorang seperti Anda menyukai saya yang tidak punya apa-apa. Anda pasti keliru terhadap perasaan Anda.”Dengan keras Olivia menyanggah semuanya. Karena dilihat dari sisi mana pun seorang seperti dirinya tidak mungkin pantas untuk William.Willia
Olivia berlari semakin kencang hingga tubuhnya kehilangaan keseimbangan dan terjerembab di aspal. Darah segar perlahan mengucur dari sikut dan lututnya karena gesekan yang cukup keras dengan permukaan aspal yang kasar. Namun Olivia terlanjur mati rasa, ia tidak merasakan apa pun dan kembali bangkit begitu saja.Di saat yang bersamaan sebuah mobil mencegat Olivia. Dengan tak acuh Olivia berusaja melewati mobil di hadapannya, tetapi dengan cepat seseorang menarik tubuhnya.“Aku akan mengantarmu.”Olivia mengalihkan pandangannya, mata beningnya kembali beradu pandang dengan bola mata legam nan hangat milik William. Tanpa mengatakan apa-apa Olivia berusaha melepaskan genggam tangan pria itu.“Berhentilah bersikap keras kepala, kau harus segera menemui ibumu kan?” pinta William dengan gemas.“Saya tidak memerlukan bantuan Anda!” Olivia mendorong tubuh William sekuat tenaganya.Namun William tidak menyerah, ia m
Olivia sontak bergeming, menyelidik ekspresi yang tergambar di wajah William. Tidak pernah ia melihat William dengan ekspresi sefrustasi itu dan Olivia akui semua yang pria itu lakukan kepada ibunya tampak benar-benar tulus.“Terima kasih karena sudah membantu....”“Apa hal itu sering terjadi atau pernah terjadi sebelumny?” sela William tanpa mendengarkan ucapan Olivia. Pria itu kembali merasa resah karena harus membahas topik pembicaraan yang membuat William teringat akan kematiam ibunya.“Jarang sekali tapi....”“Kalau begitu mereka harus menjaganya dengan baik.” William tiba-tiba melengos pergi menuju meja administrasi meniggalkan Olivia yang masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi.Olivia mengejar William dan langsung mendapati pria itu tengah meminta perawat untuk menjaga ibu Olivia baik-baik dan mengawasinya.“Saya akan bayar berapa pun asalkan kejadian seperti ini tidak ter
“Sudahlah aku tidak mau membahasnya malah membuatku sakit kepala.”Olivia hendak beranjak namun Adela langsung mencekalnya, wanita itu terlihat kesal karena bagaimana mungkin Olivia bisa begitu bodoh dan menolak William.“Ok mungkin ini terlihat mustahil buatmu bisa bersatu dengan Pak Will, tapi hey!!” Adela menjentik-jentikkan jarinya tepat di depan wajah Olivia agar wanita itu segera sadar dari kebodohannya. “Kamu lupa kalo Pak Will tidak pernah memandang sesroang dari status sosial mereka? Tidak perlu jauh-jauh deh, lihat saja mantan pacarmu si Jimmy itu. Kalau Pak Will mempedulikan soal status sosial dalam pergaulannya, dia tidak akan mau berteman dekat dengan Jimmy sampai akhirnya membantu Jimmy yang hanya sekedar pelayan kafe kecil menjadi asisten pribadinya, bahkan kamu yang menceritakan itu semua Olivia!!!”“Kamu lupa juga saat Pak Will membantu membayar biaya perawatan ayahnya Jimmy saat mereka baru saling menge
‘Kau yang mempersulit dirimu sendiri karena tidak mau mengakui perasaanmu....’ begitulah seingat Olivia ucapan William di beranda rumah sakit ini dua tahun lalu. Serupa dengan apa yang dikatakannya hari ini.“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Olivia penuh selidik.“Maaf sepertinya aku berlebihan, aku tidak seharusnya berkata begitu padamu,” balas William, raut wajahnya kembali berubah senyumnya pun terukir semula, “Ayo kita makan siang, kamu belum makan dari semalam.”Apa mungkin ia menanggapinya terlalu berlebihan? Ya bisa jadi William hanya asal ucap saja karena kesal dan lelah, tapi tetap saja ucapannya terdengar janggal. Olivia buru-buru membuang pikirannya dan berjalan mengikuti William menuju restoran dekat rumah sakit.Baru saja Olivia tiba di sana tiba-tiba ada panggilan masuk dari Daniel di ponselnya.“Misi pertama. Kau tau kan kalau William alergi strawberry. Aku ingin kau memesan makana
“Laba-laba!” jerit Olivia tiba-tiba seraya mengibas angin dengan heboh di sisi wajah William hingga menyenggol tangan William dan menjatuhkan sendok berisi es krim strawberry dari tangannya.Tidak berhenti sampai di situ Olivia juga menyenggol manguk es krim di meja hingga mangkuk itu jatuh ke lantai dan menumpahkan seluruh isinya.Kegaduhan pun tercipta hingga menarik perhatian semua pengunjung restoran juga para pegawai di sana.Tidak bisa, Olivia tidak bisa melakukannya. Perasaan tidak tega masih menjadi pemenang atas perdebatan dengan rasa dendamnya yang ada dalam hatinya.“Maaf aku mengacaukan semuanya.” Olivia menahan air matanya agar tidak tumpah buntut dari ketakutan yang menyelimuti hatinya.Para pelayan pun datang dan membersihkan semua kekacauan, baik William maupun Olivia meminta maaf atas keributan yang terjadi dan William mengganti rugi atas barang-barang yang pecah.Namun set
Di tepi danau yang sepi dan hanya bercahayakan lampu temaram pinggir jalan Olivia berdiri sendirian di sana. Menatap kosong ke arah Danau dengan riak air yang tenang. Sudah 15 menit Olivia berada di sana menunggu seseorang yang belum kunjung datang.Olivia melempar sebuah batu ke dalam danau nerusaha mengusir rasa bosannya. Tak lama berselang seorang dengan hodie hitam serta topi dan masker berwarna senada mendekati Olivia.“Kau lama sekali,” celetuk Olivia seolah yakin seseorang yang menghampirinya adalah seseorang yang sedang ia tunggu.“Tidak mudah untuk lepas dari pengawasan Daniel, dia mengasai dari mana pun....”“Kau yang melakukannya, Aldo bukan pria keparat itu.”Aldo terdiam, “Aku tidak bisa mematikan atau melepas senua peretas itu walaupun aku pergi. Daniel akan curiga.”Olivia tidak menggubris ia tidak tertarik, kepalanya sudah penuh sesak dengan semua kejadian yang terjadi sejak kem