Kekhawatiran sontak menyeruk dalam hati Olivia. Ia tidak ingin William terlibat masalah hanya karena dirinya. Tentu saja Olivia ingin terbebas dari Anya, tapi kalau harus menyulitkan orang lain rasanya tidak perlu.“Pak, saya bisa merekomendasikan staff lain yang lebih bagus kinerjanya dari....”William menganggkat sebelah tangannya, “Aku tidak ingin staff lain, dan biarkan aku menyelesaikan masalah ini, kau tidak perlu khawatir.”“Tapi....”“Lebih baik sekarang kau siapkan destinasi menarik sebelum kita pergi,” sela William ia ingin Olivia tidak terlibat dalam urusannya dengan Anya.Olivia tahu William ingin ia pergi supaya tidak ikut campur dalam urusannya dan Olivia tidak bisa membantah. Ia pun beranjak sesaui perintah William dan melakukan apa yang perlu ia lakukan sebagai pegawai.“Bukankah aku sudah mengatakannya, aku tidak akan rugi kalau Papamu ingin mencabut kerja sama kita dan s
William tautkan bunga itu di sela kuping Olivia hingga membuat wajah Olivia memerah. Olivia mematung terpaku pada William. Sebuah perasaan yang begitu besar bergejolak dalam hatinya.Mau bagaimana pun Olivia harus segera mengakhiri semua ini, karena kalau tidak bisa-bisa ia tidak bisa mengendalikan perasaannya lagi. Olivia pun mengerjap lalu dengan cepat membalik tubuhnya seraya menangkup wajahnya yang sudah semerah tomat matang.William sontak tekejut dan membuatnya menatap bingung wanita itu. “Olie, kau baik-baik saja?” tanya William.Alih-alih menjawab Olivia malah berlari menuju toilet umum terdekat. William yang khawatir ikut berlari mengikutinya, tapi Olivia malah bersembunyi di dalam kamar mandi.“Olivia, kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” seru William seraya mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.Bukannya menjawab Olivia malah sibuk dengan isi pikirannya sendiri. ‘Apa ini? Aku tidak boleh memiliki perasaan apa pun
“Aku tidak sengaja melihatnya karena kebetulan lewat, sunggu,” seru Adela meyakinkan. “Jadi apa tebakanku benar? Kamu bertanya soal Pak Will kan?” tanya Adela menyelidik.Mengelak saat ini pun bukankah percuma saja? Semuanya terlalu jelas, tspi Olivia juga tidak ingin mengatakannya.“Hey tenang aja aku akan mendukungmu dengan siapa pun itu, walaupun terasa tidak mungkin tapi coba saja dulu,” imbuh Adela.Olivia tertegun ia tidak menyangka Adela akan bersikap biasa saja dan malah mendukungnya.“Kenapa kamu mendukungku?”“Apa aku harus menyebarkan rumor dan membuatmu jadi buruk? Aku tidak begitu, aku tau rasanya berkencan dengan atasan sendiri. Orang-orang akan memandangmu buruk karena mereka iri padahal kalau memang pria itu menyukai kita ya mau bagaimana?”Senyuman akhirnya terukir di bibir Olivia, hatinya terasa sedikit lega, beruntung karena Adela yang mengentahuinya bukan staff lain. Namun walaupun begitu Olivia tetap tidak bisa percaya sepenuhnya pada rekannya itu.****Keesokan h
Bagai dihujam oleh pedang, hati Olivia terasa pedih. Sesak memenuhi jantungnya. Mata Olivia mulai terasa panas dan berkaca-kaca. Saat mendapati Sheila berada di kamar William.Tanpa banyak berbicara lagi Olivia segera pamit dan langsung berlari meninggalkan tempat itu menuju sudut lain gedung yang tidak ada banyak orang berlalu lalang untuk menyembunyikan tangisnya yang sudah tidak bisa Olivia tahan lagi.Tangisan Olivia pecah tepat setelah ia tiba di atap gedung. Hatinya hancur berkeping-keping. Olivia kesal dan mengutuk dirinya sendiri.Seharunya sejak awal ia tahu diri. Seperti yang dikatakan Adel, pria seperti William tidak memiliki alasan untuk jatuh cinta pada seorang yang biasa-biasa saja dan miskin seperti Olivia sedangkan di depannya ada Sheila yang jauh lebih cantik, pintar, kaya dan menggoda. Tentu saja William akan memilih Sheila dibandingkan Olivia yang bukan siapa-siapa.“Aku benar-benar bodoh dari awal pun aku tidak boleh memiliki perasaan apa pub pada William, tapi aku
Jimmy terdiam tentu saja William curiga kepadanya karena yang ungkapnya terlalu spesifik, padahal niat hati ia ingin membantunya walaupun dengan hati terluka. Karena siapa yang menduga atasan yang sangat ia hormati malah jatuh cinta pada wanita yang Jimmy cintai.Jimmy menggigit bibirnya mencoba berpikir, “Oh kami menjadi teman dekat saat Anda menugaskan saya di hotel itu satu tahun yang lalu jadi sedikitnya saya tau tentang Olivia. Dia juga wanita yang baik.”“Oh benarkah, kalau begitu saya bisa bertanya banyak padamu. Kau memang selalu bisa diandalkan,” sahut William tanpa rasa curiga sedikit pun.Setelah menutup panggilan William pun bergegas kembali ke hotel. Ketika tiba di sana William berpapasan dengan Olivia yang tengah berjalan dengan terburu-buru dari ujung koridor. Namun begitu wanita itu melihat William, Olivia langsung memutar aeah dan kembali masuk ke dalam lift yang hampir tertutup.“Apa dia melupakan sesuatu?&r
William terdiam, seolah sulit mengutarakan perasaan yang sudah meluap-luap dalam hatinya.“Bisakah Anda tidak bersikap seperti ini? Yang Anda lakukan hanya membuat saya salah paham....”“Saya menyukai Anda. Lebih dari sekedar teman.”Olivia sontak termangu demi mendengar apa yang baru saja diucapkan pria itu. Gejolak perasaan dalam hati Olivia semakin membucah, tetapi semua ini masih terasa tidak nyata untuknya dan semua kemungkinan masih bisa terjadi.“Tidak mungkin,” celetuk Olivia.“Apa maksudmu tidak mungkin? Aku benar-benar merasakannya....”“Apa menurut Anda ini semua masuk akal? Bagaimana bisa seorang seperti Anda menyukai saya yang tidak punya apa-apa. Anda pasti keliru terhadap perasaan Anda.”Dengan keras Olivia menyanggah semuanya. Karena dilihat dari sisi mana pun seorang seperti dirinya tidak mungkin pantas untuk William.Willia
Olivia berlari semakin kencang hingga tubuhnya kehilangaan keseimbangan dan terjerembab di aspal. Darah segar perlahan mengucur dari sikut dan lututnya karena gesekan yang cukup keras dengan permukaan aspal yang kasar. Namun Olivia terlanjur mati rasa, ia tidak merasakan apa pun dan kembali bangkit begitu saja.Di saat yang bersamaan sebuah mobil mencegat Olivia. Dengan tak acuh Olivia berusaja melewati mobil di hadapannya, tetapi dengan cepat seseorang menarik tubuhnya.“Aku akan mengantarmu.”Olivia mengalihkan pandangannya, mata beningnya kembali beradu pandang dengan bola mata legam nan hangat milik William. Tanpa mengatakan apa-apa Olivia berusaha melepaskan genggam tangan pria itu.“Berhentilah bersikap keras kepala, kau harus segera menemui ibumu kan?” pinta William dengan gemas.“Saya tidak memerlukan bantuan Anda!” Olivia mendorong tubuh William sekuat tenaganya.Namun William tidak menyerah, ia m
Olivia sontak bergeming, menyelidik ekspresi yang tergambar di wajah William. Tidak pernah ia melihat William dengan ekspresi sefrustasi itu dan Olivia akui semua yang pria itu lakukan kepada ibunya tampak benar-benar tulus.“Terima kasih karena sudah membantu....”“Apa hal itu sering terjadi atau pernah terjadi sebelumny?” sela William tanpa mendengarkan ucapan Olivia. Pria itu kembali merasa resah karena harus membahas topik pembicaraan yang membuat William teringat akan kematiam ibunya.“Jarang sekali tapi....”“Kalau begitu mereka harus menjaganya dengan baik.” William tiba-tiba melengos pergi menuju meja administrasi meniggalkan Olivia yang masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi.Olivia mengejar William dan langsung mendapati pria itu tengah meminta perawat untuk menjaga ibu Olivia baik-baik dan mengawasinya.“Saya akan bayar berapa pun asalkan kejadian seperti ini tidak ter