Share

Siska Berulah

Penulis: Inda_mel
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-04 11:19:25

Cukup lama aku tidak berkomunikasi dengannya. Seingatku terakhir sewaktu hari raya tiga bulan yang lalu. Segera kuangkat panggilan dari Mbak Melani. 

"Halo, assalamu'alaikum, Mbak!" jawabku. 

"Wa'alaikummussalam, Ra!" Mbak Melani membalas salamku. 

"Apa kabar, Mbak? Maaf, jarang nelepon lagi banyak kerjaan," ucapku berbasa-basi. 

"Alhamdulillah, Mbak baik. Kamu sendiri gimana, Ra?" Mbak Melani balik bertanya. 

"Alhamdulillah, Mahira dan keluarga semua sehat, Mbak!"

Mbak Melani ini kakak tertua Mas Nizam. Dia sudah menikah dan tinggal di kota lain mengikuti suaminya. Karena suaminya dipindahtugaskan kembali ke sini makanya Mbak Melani ikut balik ke sini lagi. 

"Ra, Mbak mau ngomong sesuatu sama kamu!" Nada bicara Mbak Melani terdengar serius. 'Aku jadi deg-degan sendiri. Apa yang mau diomongin ya? Kok, tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak begini.'

"Iya, Mbak, mau ngomong apa? tanyaku. 

"Mbak dengar, Ibu dan Siska tinggal di rumah kamu, ya?" tanya Mbak Melani. Aku bingung, kok Mbak Melani malah nanya. Seharusnya dia merasa kalau karena dialah ibu jadi pindah. 

"Iya, Mbak, benar. Kemarin pindahnya. Kan katanya, Mbak yang mau tinggal di rumah ibu. Dan kata ibu lagi karena sempit jadi ibu pindah ke rumah kami,"  jawabku. 

Terdengar helaan napas dari Mbak Melani di seberang. 

"Jadi ibu bikin alasan kayak gitu, ya?" tanya Mbak Melani lagi. 

"Iya, Mbak," jawabku sambil mengangguk walaupun kutau Mbak Melani tidak bisa melihat itu. 

"Ra, Mbak bingung juga mau ngejelasin gimana. Sebenarnya memang Mbak mau pindah ke sana. Dan kami pun sudah dapat rumah dinas, walaupun agak kecil dari rumah ibu. Tapi, ibu memaksa agar kami tinggal di sana. Katanya kan rumah itu sertifikatnya udah ditebus sama Mas Farhan. Dan Ibu bilang biar ibu gak kesepian. Tapi, Mbak menolak. Mbak gak mau tinggal bersama satu atap sama Siska. Mbak gak mau ngulang kejadian dulu lagi, Ra!" suara Mbak Melani terdengar sedikit terisak. 

"Maksud Mbak, gimana? Ira masih belum ngerti, Mbak!" sahutku. 'Jujur aku bingung. Mas Nizam bilang gini! Terus Mbak Melani menjelaskan seperti ini! Kok, semakin ke sini, semakin gak beres!'

"Mbak gak bisa panjang lebar cerita sama kamu, Ra! Mbak cuma pesan tolong kamu selalu awasi gerak-gerik Siska! Jangan sampai kamu kecolongan kayak Mbak! Kalau bisa, secepatnya Ibu dan Siska pergi dari rumahmu! Jangan biarkan mereka lama-lama tinggal bersama kamu!" jelas Mbak Melani. 

"Mbak, tolong jelaskan lagi, Ira beneran bingung, Mbak!" Mendengar peringatan yang dilontarkan Mbak Melani, sepertinya hal ini sudah serius. 

"Nanti pasti Mbak cerita semua sama kamu! Sekarang kamu lakukan apa yang Mbak bilang tadi. Selalu awasi Siska! Mbak kuatir dia berbuat yang tidak-tidak."

'Mengapa serba teka-teki begini sih? Kenapa Mbak Melani gak langsung cerita aja? Kalau kek gini, aku yang pusing! Gak tau alasannya apa tapi aku harus mengawasi Siska.'

"Ra, kamu masih di sana, kan? " tanya Mbak Melani. Mungkin karena dia tak mendengar suaraku.

"Masih, Mbak! Ira cuma penasaran dan bingung, Mbak dengan semua ini!" jawabku lagi. 

"Mbak secepatnya akan pulang ke sana. Mbak bakalan bantuin kamu, Ra!" ucap Mbak Melani. 

"Iya, Mbak. Makasih atas nasehat Mbak!"

"Iya, Sama-sama. Udah dulu ya, Mbak ada urusan penting! Assalamu'alaikum," Mbak Melani mengakhiri panggilan tanpa menunggu jawabanku. Kuucap dalam hati salam dari Mbak Melani. 

'Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana cara mengawasi Siska jika aku sedang tidak di rumah? Ah, kenapa tidak terpikirkan dari tadi ya!'

Kuhubungi seseorang yang kukenal ahli dalam hal itu. 

"Assalamu'alaikum, Zal!" 

"Wa'alaikummussalam, iya, Mbak Ra!" jawab Rizal. Dia adik kelasku dulu sewaktu SMA. Dan sudah kuanggap seperti adikku sendiri. 

"Zal, Mbak mau pasang CCTV di rumah, kamu bisa bantuin, gak?" tanyaku pada Rizal. 

"Kecil mah, CCTV doang! Kapan, Mbak mau pasang?" tanya Rizal. 

"Besok, jam sembilan, kamu ke rumah Mbak ya!" jawabku. 

"Okelah kalau gitu. Mbak tunggu aja besok di rumah!" ucap Rizal. 

"Sip, makasih ya, Zal! Mbak tutup dulu!"

"Oke," jawab Rizal singkat. 

Alhamdulillah sudah beres. Mudah-mudahan dengan aku memasang CCTV, setidaknya aku masih bisa melihat apa yang terjadi di rumah saat aku tidak ada. Entah mengapa aku menurut dan percaya saja apa yang dikatakan Mbak Melani. Walau kami tidak terlalu dekat, tapi dia cukup ramah jika kami bertemu. Apalagi dengan kejadian pagi tadi. Aku memergoki Mas Nizam berduaan dengan Siska membuatku jadi bertambah curiga. 

Kembali aku fokus pada laptop. Belum lama aku berkutat dengan pekerjaanku, Dila tiba-tiba muncul. 

"Mbak, maaf, Dila gak ngetuk pintu dulu! Itu di bawah ada customer ngakunya saudara Mbak," lapor Dila. 

Aku mengernyitkan dahi, berpikir siapa yang ngaku-ngaku jadi saudaraku. 

"Siapa, La?" tanyaku penasaran. 

"Gak tau, Mbak!" jawab Dila. 

Aku segera berdiri dan keluar dari ruangan. Aku turun ke bawah diikuti Dila di belakangku. Sungguh aku terkejut ternyata di bawah sudah ada Siska yang mencak-mencak gak karuan. 

"Kamu ngapain ke sini? Pake cari keributan segala?" tanyaku sinis. 

"Halah, sok banget kamu, Mbak! Baru kerja di gudang aja, sombong!" Siska menimpali tak kalah sinis. Dila hendak berbicara, namun segera kularang. 

"Mendingan kamu pergi deh! Nanti bosku datang liat kayak gini bisa dipecat aku!" jawabku. Dila memandangku dengan tatapan tak mengerti. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tertutup hijab. 

"Itu tujuan aku ke sini! Biar kamu dipecat! Jadi kamu gak sombong lagi!" jawabnya lagi. 

"Kalau aku dipecat, kamu juga bakalan susah! Gak ada yang bisa kasih kamu makan secara kamu sekarang numpang tinggal di rumah aku! Dan Mas Nizam pun gak bakalan bisa royal lagi ke kamu, karena dia harus ekstra bekerja memenuhi semua kebutuhan di rumah karena aku udah gak ada penghasilan lagi!" jawabku santai. Kulipat kedua tangan di depan dada. Menatap lurus ke arah Siska. 

Siska terlihat berpikir. Wajahnya menyiratkan kebencian yang amat sangat. 

"Kamu itu memang ya, Mbak, wanita gak tau diri! Seenaknya kamu ambil hak aku!" ucap Siska dengan lantang. 

"Hak? Hak yang mana?! Aku gak ngerti maksud kamu apa?" tanyaku pada Siska. 

"Hak aku! Harusnya AC dan tivi itu jadi hak milik aku, tapi kamu rampas! Kamu gak punya perasaan memang!"

Aku tersenyum kecil memandang Siska yang terlihat emosi. Masih belum puas juga dia karena AC dan tivinya kuambil. 

"Kamu gak salah? Gak kebalik? Justru aku mengambil apa yang seharusnya menjadi milik aku dan anak-anak! Sudah cukup, ketika kami masih menumpang di rumah ibu, kami harus selalu mengalah! Jangan harap aku akan diam saja!" balasku lantang. 

"Dasar maling kamu, Mbak! Balikin yang jadi hak aku!" teriak  Siska. Karyawan dan beberapa pelanggan menoleh pada Siska.

"Siska, cukup! Sekarang kamu mau pergi dengan sukarela atau mau dipaksa sama security!" ancamku. 

"Coba saja kalau kamu berani maksa aku!" tantang Siska. 

Aku kembali tersenyum. Kemudian kupanggil Pak Adi, security butik agar segera memaksa Siska keluar dari butik. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si tolol yg g bisa menganalisa hubungan apa antara siska dan lakinya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ibu VS Mertua

    "Sialan, kamu, Mbak!" Siska mengumpat saat tangannya ditarik paksa Pak Adi. Setelah Siska keluar, aku meminta maaf pada pelanggan yang ada di sana atas keributan yang terjadi. Beruntung mereka semua maklum. Aku kembali ke atas dan Dila masih mengekoriku. "Mbak, maksudnya tadi apa? Karyawan gudang? Jelaskan ke Dila, Mbak!" pinta Dila sesampainya kami di ruanganku. Dia langsung duduk dihadapanku dengan raut wajah penasaran. Aku tersenyum memandangnya. "Suami Mbak dan keluarganya menganggap Mbak sebagai karyawan gudang karena Mbak selalu keluar dari pintu samping dekat gudang!" jawabku. Dila masih terlihat belum puas dengan jawabanku. "Terus, kenapa Mbak gak cerita sama mereka, kalau sebenarnya Mbak yang punya butik ini?!" tanya Dila lagi. "Gak, Mbak gak mau! Kamu liat sendiri, kan gimana sikap adik ipar Mbak tadi. Kalau Mbak bilang, justru malah bikin tambah susah. Mereka akan besar kepala dan semena-mena. Biar saja, mereka berpikiran seperti itu," ucapku. "Apa itu juga salah satu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Solusi dari Bang Rahman

    "Emang apa yang saya lakukan?! Udah deh, Bu, Mahira itu dididik yang bener biar jadi istri yang nurut sama suami!" ucap Ibu Mas Nizam dengan lantang. "Sebaiknya kita duduk dulu, harus dicari apa yang jadi masalahnya," ucap Bang Rahman dengan sabar. Kami semua duduk di sofa. Aku duduk di tengah antara Bang Rahman dan Ibuku. Di hadapan kami, Mas Nizam duduk bersebelahan dengan ibunya. "Nah, sekarang Mahira, jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Bang Rahman dengan lembut. Kuceritakan semua dari mulai Siska yang datang cari keributan di butik, teriak-teriak gak jelas, hingga disuruh pergi tapi masih ngotot juga. Akhirnya satpam yang membawanya keluar. "Sekarang kamu Nizam, Siska ngadu apa sama kamu?!" tanya Bang Rahman. "Siska nelpon saya, Bang. Katanya, Mahira ngusir-ngusir dia sampe dia malu soalnya dia digiring sama satpam udah kayak tahanan aja. Dia gak mau balik lagi ke rumah ini karena sakit hati sama Mahira!" jelas Mas Nizam. "Tapi, dia gak ada bilang, kan apa yang dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ibu juga curiga

    "Enak saja kamu nyuruh saya dan Siska tinggal di rumah sewa! Kalau Mahira gak suka tinggal bersama saya, dia aja yang pergi, kenapa harus saya? Ini rumah Nizam, lepas dari Mahira, rumah ini juga bakalan jadi milik Nizam!" ucap Ibu mertua dengan lantang. "Maaf ya, Bu! Rumah ini atas nama Ira karena DP dan biaya renovasinya semua murni dari uang Ibunya Ira. Gak ada sedikitpun uang Mas Nizam di sini!" timpalku. "Tapi, aku yang nyicil tiap bulan, kamu jangan lupa itu, Ra!" sungut Mas Nizam. "Kamu nyicil rumah? Coba kamu ingat, tiap bulan kamu kasih aku berapa? Satu juta tiga ratus, Mas. Masih besar uang bulanan yang kamu beri untuk ibu dibanding ke aku!""Iya, kan satu juta untuk rumah, tiga ratus untuk listrik dan air," sahut Mas Nizam tanpa perasaan bersalah. "Terus keperluan yang lain, anak dan makan dari mana?" tanya Ibuku. "Yah, dari Mahira dong, Bu! Dia kan sudah Nizam izinin kerja, wajib baginya bantu keuangan rumah," jawab Mas Nizam lagi. "Hebat bener kamu, Zam! Jadi, jatuhn

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Rencana Mahira

    "Itu juga yang jadi pikiran Ira, Bu! Tadi ketika di butik, Mbak Melani nelepon Ira!" ucapku sambil berbisik. Takut terdengar Mas Nizam. "Kenapa dia nelepon kamu? Ini juga gara-gara dia, kan?" tanya Ibu dengan pelan-pelan. "Iya, tapi anehnya, Bu, dari cerita mbak Melani, sebenarnya Ibunya yang memaksa mereka tinggal di situ padahal mereka dapat rumah dinas. Dan mbak Melani pesan sama Ira berkali-kali, awasi gerak-gerik Siska. Kalau bisa Ibu mertua dan Siska jangan lama-lama tinggal di rumah ini, begitu pesannya, Bu! Tapi, mbak Melani gak ngejelasin alasan detilnya itu apa!" ucapku panjang lebar. "Benar-benar aneh dan membingungkan, ya?" tanya Ibu. Aku mengangguk membenarkan ucapan Ibu. "Kan pada di dapur, udah abang tebak dari tadi! Ngucap salam gak ada dijawab, asyik banget ngobrolnya," Tiba-tiba Bang Rahman muncul di dapur. "Eh, Bang sudah pulang, ya?" tanyaku. "Iya, Dek! Ibu sama kamu asyik ngobrol, gak tau kalau abang dah pulang!" rajuk Bang Rahman. Aku dan Ibu jadi malu mend

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ancaman Mahira

    Dari butik, Bang Rahman mengantar kami pulang ke rumahku. Bang Rahman berjanji malam nanti akan mampir dan mengajak kami makan malam di luar. Siang ini dia harus ke hotel tempat acara perusahaannya dilangsungkan. Usai berpamitan pada kami, Bang Rahman langsung menuju hotel. Aku, Ibu dan anak-anak masuk ke dalam rumah. Ketika membuka pintu, kami terkejut melihat pemandangan di ruang tamu. Bekas roti, snack dan minuman soda berserakan di atas meja tamu. Belum bantal sofa yang sudah tergeletak di lantai. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat keadaan ruang tamu. "Bu, kok berantakan banget ya, Bu? Tadi waktu kita pergi gak kayak gini kan, Bu?" tanya Kayla. "Gak tau ibu, Nak! Entah apa yang terjadi di rumah ini!" sahutku. Kami melangkah ke ruang tengah. Dan pemandangannya tidak jauh beda dengan di ruang tamu. Televisi menyala tanpa ada yang menonton. Sofa bed yang biasa tersusun rapi, berantakan semua. Dan tetap, bekas snack pun berserakan di atas karpet. Aku menarik napas dan memb

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ngerjain Siska

    POV Author. "Kamu jangan sembarangan, Mbak! Jangan asal bicara!" tukas Siska. Dia terlihat gugup mendengar ucapan Mahira barusan. "Apanya yang sembarangan? Aku lihat sendiri kamu jalan sambil bergandeng mesra dengan pria tua, botak dan perutnya buncit!" jawab Mahira. Mahira tidak berbohong. Dia memang melihat Siska bersama pria tua itu saat dirinya berbelanja minggu lalu. Sebelum mengetahui bahwa Siska dan ibunya akan pindah ke rumahnya. Untung saja, Mahira berinisiatif mengambil foto Siska bersama pria itu. "Dia bos di tempatku bekerja!" jawab Siska. Dia begitu kuatir, Mahira akan mengatakan yang tidak-tidak pada Nizam. Bisa berantakan semua rencana ibunya. "Oh, ya! Jadi, sekarang Bos boleh ajak karyawan jalan, makan bergandengan dan mencium pipi di tempat umum!" ujar Mahira lagi. "A …aku hanya menemaninya makan!" elak Siska. "Oh, nemani makan sambil berpelukan?" sindir Mahira. "Kamu! Cukup, Mbak! Sekarang kamu mau apa, hah?" tantang Siska. "Aku mau kamu bersihkan semua yang k

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Rasain kamu, Mas

    Selesai juga pekerjaan yang diperintahkan Mahira pada Siska. Dia sekarang merebahkan diri di kamar. Terasa tubuhnya begitu penat membersihkan semuanya. Mahira yang baru saja selesai solat ashar memeriksa hasil kerja Siska. 'Lumayan, menghemat sedikit energiku' gumam Mahira dalam hati. "Wah, udah bersih ya, Bu! Gak berantakan lagi! Ibu juara kalau soal beres-beres!" puji Bila. Kayla, Bila dan Ibunya Mahira memilih duduk di depan tivi sambil selonjoran. "Iya, dong!" jawab Mahira dengan nada menyombongkan diri. Sentak Bila dan Kayla tertawa. Begitu juga dengan Bu Hartini, ibunya Mahira. "Cepat juga kamu nyelesein semuanya, Ra! Gak capek kamu?" tanya Bu Hartini. Mahira mengulum senyum mendengar pertanyaan ibunya. Kemudian dia mendekati Ibunya dan berbisik. Mahira menjelaskan semua yang telah terjadi. Dan memberitahukan Ibunya bahwa semua Siska yang ngeberesinnya. Bu Hartini tertawa mendengar penjelasan Mahira."Bagus, Ra! Hitung-hitung nebus dosa karena udah memfitnah kamu tadi!""Iy

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ayah keterlaluan

    "Kenapa, Mas dengan kulkasnya?" tanya Mahira dengan santai. "Kenapa kulkasnya dikunci? Aku mau minum air dingin!" bentak Nizam geram. "Maaf, Mas! Aku sengaja kunci kulkas karena aku baru saja menuhi isi kulkas itu dengan belanjaan yang dibeli Mas Rahman. Aku gak mau dong, kamu nanti ngambil apa yang udah dibelikan untuk aku dan anak-anak. Kan, sekarang kita makan masing-masing!" jawab Mahira. "Kamu benar-benar perhitungan sama suami!" "Jelas dong harus! Soalnya Mas juga gitu sama aku dan anak-anak! Mas selalu memberi apa yang Siska dan Ibu minta tanpa memikirkan perasaan kami jadi aku hanya meniru apa yang telah kamu ajarkan, Mas!" jawab Mahira. Dia, melipat kedua tangan di depan dada dan danau menikmati wajah kesal Nizam. "Sialan, kamu! Cepat buka kulkas ini!" titah Nizam. "Maaf, Mas gak bisa! Lagipula kulkas itu yang beli Ibu dan listriknya aku yang bayar, jadi kamu gak ada hak!" jawab Mahira. "Kalau begitu, apa gunanya kamu jadi istri? Percuma aku punya istri kalau kamu bers

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-13

Bab terbaru

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bab 33

    Semua mata tertuju pada Bu Susi. Bukan hanya karena kedatangannya yang tiba-tiba, tetapi juga karena ucapannya. "Kamu ngapain, Mel? Suruh Ibu pulang ke rumah lagi? Bukannya kamu yang mau tinggal di sana?" tanya Bu Susi pada Melani. "Mel nggak pernah bilang kalau kami mau tinggal di sana! Tapi Ibu sendiri yang memaksa untuk pindah ke rumah itu! Sekarang Mel mau kasih tahu Ibu, kalau Mel dan Mas Farhan dapat rumah dinas yang cukup besar. Jadi kami tidak akan pindah ke rumah itu! Sekarang nggak ada alasan lagi Ibu untuk menetap di rumah Nizam! Biarkan mereka membina rumah tangga mereka bersama anak-anaknya. Dan ibu bisa pulang ke rumah seperti sedia kala!" titah Melani. "Ibu nggak mau pindah lagi! Ibu capek! Mendingan di sini ada yang bantu ngurusin ibu. Ibu ini udah tua Mel, harusnya ibu nih, nggak perlu bekerja lagi!" ucap Bu Susi. "Siska kan, tinggal sama Ibu! Jadi apa gunanya anak perempuan Ibu itu, kalau dia nggak ngurusin ibu? Siska juga punya tanggung jawab, Bu! Mahira hany

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Melani datang

    "Mbak Melani!" Nizam tak percaya di ambang pintu berdiri Melani, kakak kandungnya beserta suaminya, Farhan. "Sekali kamu sentuh Mahira, Mbak laporin kamu ke polisi!" ancam Melani. Dia mendekati Mahira diikuti Farhan yang melangkah di belakangnya. "Mbak, kok malahan belain dia, sih? Yang adik Mbak itu aku, bukan Mahira!" protes Nizam. Dia tak percaya justru kakaknya sendiri membela istrinya. "Mbak membela bukan lihat dia adik Mbak atau siapa, tapi Mbak membela yang benar!" sahut Melani. "Mbak pikir dia benar? Dia udah nampar Nizam dua kali dan Nizam sedikitpun belum membalasnya! Apa Itu yang Mbak bela? Yang sudah kurang ajar pada suaminya?" cecar Nizam. "Mbak gak tau apa yang terjadi, tapi Mbak gak akan izinkan kamu main tangan pada istrimu!" balas Melani. "Ada apa ini?" Bu Hartini keluar dari kamar masih dengan menggunakan mukena. "Kenapa ribut sekali kedengarannya?" tanya Bu Hartini lagi. "Ibu!" sapa Melani. Dia kemudian mendekati Bu Hartini dan menyalaminya. "Melani,

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Gara-gara foto

    Nizam baru saja akan ke kantin kantor. Siang ini memang dia tidak ingin pulang ke rumah untuk makan siang. Hatinya masih kesal karena kejadian pagi tadi. "Bisa-bisanya dia melakukan itu padaku! Dasar istri gak berguna!" maki Nizam dalam hati. "Hei, Bro! Tumben makan di kantin?" tanya Doni, rekan kerja Nizam satu divisi. "Iya, Mahira lagi gak enak badan, dia gak masak! Terpaksa aku makan di sini! Padahal kamu tau sendiri, kan, aku paling gak bisa makan di luar!" jelas Nizam. "Bilang aja, kamu pelit, Zam! Gak bisa makan di luar? Kayak orang gak tau kamu, aja!" cibir Doni dalam hati. "Oh, istrimu lagi sakit!" Doni manggut-manggut. "Iya," jawab Nizam. Doni dan Nizam memilih tempat di sudut ruangan. Baru saja Nizam hendak duduk di bangku kantin terdengar bunyi pesan masuk dari ponselnya. Nizam membuka pesan. Terlihat kiriman sebuah foto yang masih buram. Nizam kemudian menekan layar ponsel untuk memperjelas foto tersebut. Betapa dia terkejut melihat foto yang dikirimkan oleh S

  • Pembalasan Buat Suami Egois   CCTV

    "Ra, ibu tadi malam tidak sengaja terbangun. Saat ibu ingin mengambil wudhu untuk tahajud dan melewati kamar Siska, terdengar suara orang berbicara. Ibu penasaran sehingga Ibu menguping siapa yang dini hari seperti ini berbicara dengan Siska. Ternyata ibu mendengar suara suamimu, Nizam!" jelas Bu Hartini. Beliau menarik napas dan membuangnya perlahan. Mahira hanya diam mendengarkan penjelasan ibunya. "Dan kamu tahu, apa yang mereka bicarakan? Nizam meminta Siska melayaninya!" Mahira membelalakkan matanya tak percaya. "Apakah yang pernah kudengar itu benar adanya? Mereka ada hubungan?" batin Mahira. "Namun di situ Siska menolak dengan alasan capek dan besok dia harus bekerja. Dia menyuruh suamimu untuk meminta kamu yang melayaninya. Tapi suamimu menolak karena katanya dia tidak sedang mood dengan kamu! Ibu benar-benar nggak habis pikir, Ra! Mereka itu kan adik-kakak! Bagaimana bisa mereka melakukan hubungan terlarang seperti itu?!" Bu Hartini merasa heran. "Memang Ibu tidak meli

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Berterus terang

    "Buat sarapan apa, Ra?" tanya Bu Hartini mendapati putrinya sedang mengaduk-aduk sesuatu di kuali. "Ini, Bu! Mi goreng! Yang biasa Ibu bikin untuk sarapan Ira sama Bang Rahman dulu." "Pake resep yang sama?" tanya Bu Hartini seraya tersenyum. "Iya, Bu! Sama! Mudah-mudahan rasanya gak beda jauh sama buatan Ibu!" ujar Mahira. Dia menuangkan kecap manis ke dalam kuali dan kembali mengaduknya. "Pasti sama rasanya kalau resepnya sama!" jawab Bu Hartini. Mahira tersenyum. "Ra, kamu sudah hubungi Dila, bilang kalau kamu gak datang lagi ke butik?" tanya Bu Hartini. Mahira menatap Ibunya. Dia mengecilkan api kompor dan duduk di hadapan Ibunya. "Bu, Ira udah ngomong sama Dila tapi Ira bilang kalau Ira sekarang gak bisa datang tiap hari. Nanti, dalam seminggu paling dua atau tiga kali Ira ke sana! Mas Nizam, kan kerja juga, Bu! Dia gak bakalan tau juga Ira pergi atau gak!" bisik Mahira. "Iya, juga, ya! Dia kan, pergi kerja pagi! Pulang juga siang pas makan. Oh ya, hari ini dan seter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ketahuan

    "Ibu!" Nizam membelalakkan matanya. Dia langsung menurunkan tangannya yang sudah sempat terangkat. "Iya, saya! Emangnya kenapa?" tanya Bu Hartini sinis. Dia mendekati Mahira. "Bu …bukannya Ibu pulang sama Bang Rahman?" tanya Nizam gugup. "Kenapa kamu pikir saya akan pulang? Untuk membiarkan putri saya kamu sakiti lagi! Nggak akan pernah, Nizam!" jawab Bu Hartini emosi. "Nggak gitu, maksudnya, Bu! Mahira terlalu pelit jadi orang. Siska udah kelaparan dan minta makan. Dan Mahira nggak mau ngasih!" Nizam memberi alasan. "Kalian ini, orang bodoh atau memang orang yang pura-pura bodoh?! Kesepakatannya sudah jelas! Mahira tidak akan mengurus masalah makanan kalian lagi, tapi masih itu juga yang kalian protes! Heran, saya!" ucap Bu Hartini dengan ketua. "Ra, masuk ke dalam kamar!" titah Bu Hartini. Mahira menganggukkan kepala. Di kemudian langsung melangkah menuju kamarnya. "Ra, kasih dulu makanannya ke Siska!* seru Nizam. "Bayar!" ucap Mahira tanpa melihat Nizam. "Uangku yang

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Lagi Nizam berulah

    Bu Hartini kembali ke kamar cucu-cucunya. "Kenapa, Bu? Sepertinya kesal sekali setelah bertemu dengan besan!" goda Rahman. "Bukan lagi, Man! Bisa-bisa Ibu darah tinggi dibuatnya. Mulutnya itu, lho! Seenaknya ngatain Mahira dan bilang Ibu gak pernah mendidik anak Ibu! Lah, dia sendiri gimana? Emang sudah benar kelakuan anak-anaknya? Yang laki gak bertanggung jawab dan egois. Yang perempuan genit minta ampun! Kayak jadi orang tua yang paling benar aja!" tutuk Bu Hartini. "Sabar, Bu! Ibunya Mas Nizam emang kayak gitu. Dari dulu sifatnya gak berubah! Ira sebenarnya masih bertanya-tanya apa tujuan dia tinggal di rumah ini! Kayak ada sesuatu hal yang direncanakannya bersama Siska!" timpal Mahira. "Benar, Ra! Ibu juga ngerasa begitu! Dia dan anak perempuannya itu pasti memiliki niat yang jahat khususnya ke kamu!" sahut Bu Hartini. "Ibu, dan kamu, Ra!Jangan menuduh sebelum ada bukti! Itu namanya suudzhon!" tegur Rahman. "Kita gak nuduh, Bang! Hanya curiga! Abang bayangin aja! Siska

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bu Susi protes

    "Mahira, kamu di mana? Kenapa tidak ada makanan di atas meja?!" teriak Bu Susi. Mahira yang sedang berada di dalam kamar anak-anaknya bersama Rahman dan Bu Hartini sedikit terkejut mendengar teriakan Bu Susi, mertuanya. Karena mereka tidak mendengar ucapan salam dari luar. "Mahira, kamu dengar nggak, saya panggil? Kamu di mana sih? Budeg apa?!" teriak Bu Susi lagi. Mahira segera berdiri namun ditahan oleh Bu Hartini. "Biar ibu saja yang keluar! Kamu diam di sini!" titah Bu Hartini. "Baik, Bu!" jawab Mahira sambil menganggukkan kepala. Bu Hartini melangkah menuju pintu dan membukanya. Kemudian dia menghampiri besarnya yang sedang duduk di meja makan. "Bu Susi, baru pulang?" tanya Bu Hartini sambil melipat tangan di dada. "Ya, iyalah! Emangnya nggak lihat apa, saya baru nyampe?! Mana anak kamu? Suruh siapin makanan buat saya! Saya laper banget, tadi di toko nggak sempat makan!" jelas Bu Susi. "Saya nggak tau, soalnya nggak ada ucapan salam dari depan. Tiba-tiba terdengar te

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ancaman Rahman

    "Saya nggak ada maksud nyakiti Mahira, Bang! Saya hanya minta Mahira menghapus status WAnya, hanya itu saja?" jawab Nizam ketakutan. Baru kali ini dia berhadapan dengan Rahman yang terlihat begitu emosi. "Apapun alasannya, kamu sudah berani menyakiti adik saya! Apalagi kalau saya tidak ada di sini! Bisa-bisa adik saya, kamu bunuh!" ucap Rahman dengan mata nyalang. "Bang, jangan gitu dong! Saya nggak akan mungkin sampai segitunya nyakitin Mahira. Sampe Abang menuduh saya sejahat itu! Semua ini terjadi karena Mahira yang memulainya terlebih dahulu. Saya merasa kesal karena sebagai suami saya tidak dianggap. Masa dia buat di status WA mau ganti suami. Maksudnya apa, coba?" tanya Nizam. "Kamu, kan bisa tanya baik-baik sama dia? Kenapa dia melakukan itu? Tidak akan mungkin ada asap jika tidak ada api! Sekarang abang mau tanya sama kamu, Mahira! Kenapa kamu membuat status seperti itu?" "Mas Nizam duluan, Bang! Dia buat status WA mau tukar tambah istri! Dipikirnya Mahira apaan? Dan

DMCA.com Protection Status