Home / Rumah Tangga / Pembalasan Buat Suami Egois / Kedatangan Mertua dan Ipar

Share

Kedatangan Mertua dan Ipar

Author: Inda_mel
last update Last Updated: 2022-11-24 16:14:18

Setelah sarapan, Nizam langsung pergi ke kantor dengan menggunakan mobil. Dia bekerja di sebuah perusahaan farmasi sebagai staf administrasi. Gaji Nizam bisa dikatakan lumayan. Empat juta tiga ratus. Belum uang lemburan. Tapi ya gitu, dia lebih mengutamakan Ibu dan adiknya.

Padahal, kalau dibilang kondisi ibunya bukanlah orang susah. Ayah mertua meninggalkan uang pensiunan. Ibu juga mempunyai usaha toko sembako yang bisa dikatakan lumayan yang terletak di pasar. Sedangkan adiknya Siska, sudah bekerja di salah satu mall sebagai kasir.

Tapi, setiap bulan Nizam akan memberikan sebagian gajinya untuk ibunya yaitu senilai dua juta. Uang bensin dan pegangannya satu juta. Sisanya baru dikasihkan ke Mahira dengan perincian uang setoran rumah satu juta, listrik dan air tiga ratus ribu. Sedangkan untuk keperluan anak dan kebutuhan dapur Mahira yang menanggungnya karena dia juga bekerja.

Jadi, Nizam berpikiran karena dia sudah mengizinkan Mahira bekerja, jadi wajib bagi Mahira ikut memenuhi kebtuhan rumah. Entah darimana dia bisa punya pikiran seperti itu.

Dengan kedatangan Ibu dan adiknya otomatis pengeluaran akan bertambah. Belum lagi sifat mereka yang taunya cuma memerintah saja. Tapi Mahira bertekad tak akan membiarkan itu terjadi lagi. Kali ini dia harus tegas. Tak akan dia mengalah lagi.

Bergegas Mahira membereskan piring bekas sarapan tadi. Dia tak berselera makan gara-gara mendengar omongan Nizam tadi.

Mending aku bawa saja ke butik dan makan di sana," gumam Mahira.

Sebenarnya Mahira bekerja di butik milik keluarganya sendiri. Dia dipercaya mengelolanya oleh abang kandungnya, Rahman yang kebetulan bekerja di luar kota dan dia belum menikah. Beliau memberikan Mahira modal dan hasilnya akan dibagi tiga. Untuk Ibunya, Mahira dan Rahman.

Namun selama ini, bagian Rahman justru diberikannya lagi kepada Ibunya dan Mahira. Setiap ditransfer, dikembalikannya lagi. Akhirnya, Mahira berinisiatif mentransfer di rekening khusus yang sewaktu-waktu jika Rahman butuh, dia bisa menggunakannya.

Nizam tidak pernah tau bahwa itu adalah butik milik keluarga Mahira. Dia berpikir istrinya hanya sebagai karyawan gudang di butik itu disebabkan Mahira selalu keluar dari pintu samping yang berdekatan dengan gudang saat dia dulu sering menjemput Mahira pulang bekerja.

Dan Mahira juga tidak pernah memberitahu Nizam hal sebenarnya karena baru saja menikah, sifatnya yang dulu royal berubah drastis. Maka diputuskannya tidak akan pernah memberitahu tentang pekerjaan sebenarnya.

Setelah semua selesai, Mahira pergi ke butik dengan menggunakan motor matic yang dibeli sebelum menikah. Nizam pernah berniat akan memberikan motor ini pada Siska adiknya, dengan alasan Siska lebih membutuhkan.

Mahira menolak dengan tegas. Mahira pikir seenaknya saja Niza. memberikan barang hasil keringatnya untuk adik Nizam yang tidak pernah menghargai dirinya.

Kadang merasa tak habis pikir. Nizam begitu perhatian pada Siska melebihi dia sebagai istrinya. Dia lebih mengingat ulang tahun Siska dibandingkan ultahnya. Bahkan dia ingat membeli oleh-oleh untuk Siska dibandingkan untuk Mahira dan anak-anaknya.

Sering Mahira tanyakan kepadanya kenapa lebih perhatian pada Siska. Jawabannya malah membuat emosi. Menurut Nizam, Siska adiknya dan Mahira hanya istrinya yang di masa depan bisa saja jadi mantan. Saat itu Mahira hanya bisa mengelus dada mendengar alasannya.

Mahira mengunci pintu dan menutup pagar. Dia menjalankan motor dengan kecepatan sedang. Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit dia sampai di butik.

"Pagi, Mbak," sapa Dila, asisten Mahira di butik.

"Pagi, La," jawab Mahira.

"Oh ya, Mbak, pesanan dari Bu Ima kemarin, udah datang. Sekarang lagi di gudang. Agak siangan mungkin packingnya karena hari ini juga packing pesanan kemarin," jelas Dila.

"Oke, diusahakan pesanan Bu Ima hari ini udah terkirim ya. Dari kemarin udah nanya-nanya sama saya!"

"Siap, Mbak," jawab Dila lagi.

Mahira bergegas ke ruangan yang terletak di lantai dua. Dia membuka pintu kemudian masuk ke dalam. Ditaruhnya tas dan bekal di meja kemudian duduk di kursi. Menghidupkan laptop dan mulai bekerja. Sambil sesekali dia menyuap nasi goreng sarapan tadi pagi.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Mahira bergegas turun untuk kembali ke rumah dan menyiapkan makan siang untuk anak-anaknya dan Nizam.

"La, Mbak pulang dulu, ya!" pamit Mahira.

"Iya, Mbak," jawab Dila.

Mahira bergegas keluar dari pintu samping kemudian memacu motor kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah, segera dia memasak makan siang. Ayam goreng bumbu, tumis capcai dan sambal bawang kesukaan anak-anak dan Nizam. Semua bahan memang telah disiapkan pagi hari. Jadi ketika dia pulang memasak, tak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya.

Tak lama adzan berkumandang dari mesjid yang tak jauh dari rumah. Mahira melaksanakan kewajiban empat rakaat dan tak lupa berdoa untuk kebahagiaan keluarganya.

"Assalamu'alaikum." Terdengar salam dari depan. Sepertinya kedua putrinya sudah pulang. Mereka berdua memang bersekolah yang letaknya tak jauh dari rumah. Jadi, pergi dan pulang mereka berdua selalu berjalan kaki.

Mahira menjawab salam dan memerintahkan mereka untuk langsung solat. Setelah Kayla dan Bila solat, mereka makan siang terlebih dahulu.

Mahira melirik jam di dinding, sudah pukul satu kurang lima belas menit. Biasanya jam segini, Nizam sudah pulang ke rumah.

'Kemana dia? Apa ada sesuatu terjadi padanya? Bagaimana pun aku kesal padanya, dia adalah ayah dari anak-anakku,' batin Mahira.

Terdengar deru mobil berhenti di depan rumah. 'Mungkin itu Mas Nizam, pikir Mahira. Dia meminta anak-anak tetap melanjutkan makan siangnya.

Sementara dia menuju depan untuk membuka pintu.

Namun, alangkah terkejutnya Mahira, sebab Nizam tidak pulang sendiri. Melainkan bersama Ibunya dan Siska. Untuk beberapa saat, Mahira terperangah. Suara Nizam kemudian menyadarkannya.

"Ra, ini bantuin, koper Ibu dan Siska bawa masuk!" perintah Nizam.

'Sabar, Mahira. Sabar. Kamu harus main cantik, jangan pernah mau mengalah lagi,' ucap Mahira dalam hati.

Mahira mendekati Ibu mertuanya dan mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Namun, seperti biasa uluran tangannya tak pernah diterima. Dia sudah kebal dengan sikap Ibu mertuanya. Jadi dibiarkannya saja beliau bersikap seperti itu.

Mahira mengangkat koper Bu Susi, mertuanya dan membawanya ke dalam.

"Hei, Mbak! Kamu tuli, ya?! Itu koperku sekalian, malah satu aja yang dibawa!" tegur Siska.

Mahira berbalik arah dan memandangnya.

"Kamu masih punya tangan, kan? Angkat sendiri kopermu! Aku bukan babumu!" jawab Mahira ketus.

"Mahira! Dia ini adikku! Harusnya kamu menghormatinya!" Nizam berucap dengan emosi.

"Adikmu, bukan adikku! Dia masih sehat dan normal. Jadi suruh angkat sendiri! Dan satu lagi, kamu yang harus ajari dia bagaimana menghormati tuan rumah, karena dia di sini hanya MENUMPANG!" Mahira tekankan kata menumpang agar Siska sadar dan ingat bagaimana perilakunya saat masih menumpang di rumah Ibu mertuanya.

"Yang sopan kalau bicara, Mahira! Dia ini adik dari suamimu!" Ibu mertuanya ikut-ikutan menyudutkannya dan membela Siska.

"Cukup, Bu! Saya tidak mau berdebat! Suruh Siska angkat sendiri atau pergi dari sini!" jjawab Mahira tegas. Setelah membalas perkataan Bu Susi, Mahira langsung masuk ke dalam rumah meninggalkan mereka bertiga.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puri Asih
Saya baru gabung baca cerbung ini, ga ngerti dengan pola pikir alvaro, ga tegas ceritanya berkisar tentang itu2 juga alias mbulet
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Semua Untuk Siska

    Mahira memasukkan koper Bu Susi ke kamar tamu. Lalu kembali ke ruang makan. "Siapa, Bu?" tanya Kayla. "Nenek dan Tante Siska," jawabnya singkat. Dia kembali duduk dan menyantap makan siang. "Ngapain ke sini?" tanya Bila dengan wajah keheranan. "Untuk sementara Nenek dan Tante Siska akan tinggal di sini bersama kita!" jawab Mahira lagi. Terlihat raut wajah anak-anaknya yang tidak menyukai keberadaan Ibu mertuanya dan Siska. Bukan apa-apa. Sewaktu mereka masih tinggal di rumah Bu Susi, sikap kejam mereka berdua bukan hanya kepada Mahira namun juga kepada anak-anaknya. Tak heran mereka keberatan Bu Susi dan Siska tinggal di sini. "Sudah kalian tenang saja! Ibu gak akan biarkan yang terjadi di rumah nenek akan terjadi lagi di sini," ucap Mahira meyakinkan mereka. Kayla dan Bila mengangguk mengerti. "Kami pasti selalu dukung Ibu! Kita harus jadi tim yang solid, Bu!" ucap Kayla bersemangat Mahira dan Bila mengacungkan jempol menyetujui ucapan Kayla. Kemudian mereka berdua mem

    Last Updated : 2022-11-24
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Harusnya Untuk Kami, Mas

    Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Bergegas Mahira membereskan barang-barangnya dan langsung keluar dari ruangan. "La, Mbak pulang duluan! Ada keperluan penting!" pamit Mahira pada Dila. "Siap, Mbak!" jawab Dila. Mahira langsung keluar dan memacu kembali motor ke rumah. Bersyukur saat dia tiba, Siska dan Ibu mertuanya tidak berada di rumah. Mahira masuk ke dalam rumah dan melangkah menuju kamar belakang. 'Wah, keren! Mas Nizam yang pemalas, demi Siska, rela membersihkan kamar belakang. Dan sempat-sempatnya memasang wallpaper baru," batin Mahira. "Assalamu'alaikum," Terdengar salam dari depan. Mahira segera kembali ke depan. Ternyata, Pak Sugeng tetangganya dua rumah dari sini. "Wa'alaikummussalam, Pak Sugeng! Ada perlu apa, Pak?" tanya Mahira heran. "Ini, Bu tadi saya pasang wallpaper di rumah Ibu sama bersih-bersih, terus tadi ada alat saya yang ketinggalan," jelas Pak Sugeng. 'Oh, ternyata nyuruh orang buat bersihkan kamar. Begitu perhatiannya dia sama Siska. S

    Last Updated : 2022-11-24
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Kecurigaan Mahira

    Pagi ini, Mas Nizam izin gak masuk kantor. Dia mengeluh badannya sedikit meriang. Setelah menyiapkan sarapan untuk Mas Nizam dan anak-anak pergi ke sekolah, aku segera ke butik. Namun nasib jelek mungkin lagi menghampiriku. Ponsel yang biasa kupakai bekerja ketinggalan di rumah. Aku kuatir nanti Mas Nizam menemukannya dan mengetahui apa yang selama ini aku kerjakan. Bergegas kuputar balik motor. Kumatikan motor di luar pagar agar tidak terlalu berisik. Lalu kugiring motor masuk ke dalam pagar. Saat aku hendak membuka pintu, aku melihat sepasang sepatu perempuan. Bukannya ini milik Siska. Tadi, kan dia sudah pergi sebelum aku. Kubuka pintu perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara. Aku mengendap-ngendap masuk ke dalam rumah. Sepi, tidak terdengar suara apapun. Sebaiknya aku langsung mengambil hape dan melihat keadaan Mas Nizam. Kubuka pintu kamar perlahan-lahan. 'Lah, kok kosong? Kemana Mas Nizam?' Tadi ketika aku melewati kamar ibu sepertinya juga gak ada orang. Bergegas kuambi

    Last Updated : 2022-11-24
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Siska Berulah

    Cukup lama aku tidak berkomunikasi dengannya. Seingatku terakhir sewaktu hari raya tiga bulan yang lalu. Segera kuangkat panggilan dari Mbak Melani. "Halo, assalamu'alaikum, Mbak!" jawabku. "Wa'alaikummussalam, Ra!" Mbak Melani membalas salamku. "Apa kabar, Mbak? Maaf, jarang nelepon lagi banyak kerjaan," ucapku berbasa-basi. "Alhamdulillah, Mbak baik. Kamu sendiri gimana, Ra?" Mbak Melani balik bertanya. "Alhamdulillah, Mahira dan keluarga semua sehat, Mbak!"Mbak Melani ini kakak tertua Mas Nizam. Dia sudah menikah dan tinggal di kota lain mengikuti suaminya. Karena suaminya dipindahtugaskan kembali ke sini makanya Mbak Melani ikut balik ke sini lagi. "Ra, Mbak mau ngomong sesuatu sama kamu!" Nada bicara Mbak Melani terdengar serius. 'Aku jadi deg-degan sendiri. Apa yang mau diomongin ya? Kok, tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak begini.'"Iya, Mbak, mau ngomong apa? tanyaku. "Mbak dengar, Ibu dan Siska tinggal di rumah kamu, ya?" tanya Mbak Melani. Aku bingung, kok Mbak Mela

    Last Updated : 2023-01-04
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ibu VS Mertua

    "Sialan, kamu, Mbak!" Siska mengumpat saat tangannya ditarik paksa Pak Adi. Setelah Siska keluar, aku meminta maaf pada pelanggan yang ada di sana atas keributan yang terjadi. Beruntung mereka semua maklum. Aku kembali ke atas dan Dila masih mengekoriku. "Mbak, maksudnya tadi apa? Karyawan gudang? Jelaskan ke Dila, Mbak!" pinta Dila sesampainya kami di ruanganku. Dia langsung duduk dihadapanku dengan raut wajah penasaran. Aku tersenyum memandangnya. "Suami Mbak dan keluarganya menganggap Mbak sebagai karyawan gudang karena Mbak selalu keluar dari pintu samping dekat gudang!" jawabku. Dila masih terlihat belum puas dengan jawabanku. "Terus, kenapa Mbak gak cerita sama mereka, kalau sebenarnya Mbak yang punya butik ini?!" tanya Dila lagi. "Gak, Mbak gak mau! Kamu liat sendiri, kan gimana sikap adik ipar Mbak tadi. Kalau Mbak bilang, justru malah bikin tambah susah. Mereka akan besar kepala dan semena-mena. Biar saja, mereka berpikiran seperti itu," ucapku. "Apa itu juga salah satu

    Last Updated : 2023-01-05
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Solusi dari Bang Rahman

    "Emang apa yang saya lakukan?! Udah deh, Bu, Mahira itu dididik yang bener biar jadi istri yang nurut sama suami!" ucap Ibu Mas Nizam dengan lantang. "Sebaiknya kita duduk dulu, harus dicari apa yang jadi masalahnya," ucap Bang Rahman dengan sabar. Kami semua duduk di sofa. Aku duduk di tengah antara Bang Rahman dan Ibuku. Di hadapan kami, Mas Nizam duduk bersebelahan dengan ibunya. "Nah, sekarang Mahira, jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Bang Rahman dengan lembut. Kuceritakan semua dari mulai Siska yang datang cari keributan di butik, teriak-teriak gak jelas, hingga disuruh pergi tapi masih ngotot juga. Akhirnya satpam yang membawanya keluar. "Sekarang kamu Nizam, Siska ngadu apa sama kamu?!" tanya Bang Rahman. "Siska nelpon saya, Bang. Katanya, Mahira ngusir-ngusir dia sampe dia malu soalnya dia digiring sama satpam udah kayak tahanan aja. Dia gak mau balik lagi ke rumah ini karena sakit hati sama Mahira!" jelas Mas Nizam. "Tapi, dia gak ada bilang, kan apa yang dia

    Last Updated : 2023-01-07
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ibu juga curiga

    "Enak saja kamu nyuruh saya dan Siska tinggal di rumah sewa! Kalau Mahira gak suka tinggal bersama saya, dia aja yang pergi, kenapa harus saya? Ini rumah Nizam, lepas dari Mahira, rumah ini juga bakalan jadi milik Nizam!" ucap Ibu mertua dengan lantang. "Maaf ya, Bu! Rumah ini atas nama Ira karena DP dan biaya renovasinya semua murni dari uang Ibunya Ira. Gak ada sedikitpun uang Mas Nizam di sini!" timpalku. "Tapi, aku yang nyicil tiap bulan, kamu jangan lupa itu, Ra!" sungut Mas Nizam. "Kamu nyicil rumah? Coba kamu ingat, tiap bulan kamu kasih aku berapa? Satu juta tiga ratus, Mas. Masih besar uang bulanan yang kamu beri untuk ibu dibanding ke aku!""Iya, kan satu juta untuk rumah, tiga ratus untuk listrik dan air," sahut Mas Nizam tanpa perasaan bersalah. "Terus keperluan yang lain, anak dan makan dari mana?" tanya Ibuku. "Yah, dari Mahira dong, Bu! Dia kan sudah Nizam izinin kerja, wajib baginya bantu keuangan rumah," jawab Mas Nizam lagi. "Hebat bener kamu, Zam! Jadi, jatuhn

    Last Updated : 2023-01-07
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Rencana Mahira

    "Itu juga yang jadi pikiran Ira, Bu! Tadi ketika di butik, Mbak Melani nelepon Ira!" ucapku sambil berbisik. Takut terdengar Mas Nizam. "Kenapa dia nelepon kamu? Ini juga gara-gara dia, kan?" tanya Ibu dengan pelan-pelan. "Iya, tapi anehnya, Bu, dari cerita mbak Melani, sebenarnya Ibunya yang memaksa mereka tinggal di situ padahal mereka dapat rumah dinas. Dan mbak Melani pesan sama Ira berkali-kali, awasi gerak-gerik Siska. Kalau bisa Ibu mertua dan Siska jangan lama-lama tinggal di rumah ini, begitu pesannya, Bu! Tapi, mbak Melani gak ngejelasin alasan detilnya itu apa!" ucapku panjang lebar. "Benar-benar aneh dan membingungkan, ya?" tanya Ibu. Aku mengangguk membenarkan ucapan Ibu. "Kan pada di dapur, udah abang tebak dari tadi! Ngucap salam gak ada dijawab, asyik banget ngobrolnya," Tiba-tiba Bang Rahman muncul di dapur. "Eh, Bang sudah pulang, ya?" tanyaku. "Iya, Dek! Ibu sama kamu asyik ngobrol, gak tau kalau abang dah pulang!" rajuk Bang Rahman. Aku dan Ibu jadi malu mend

    Last Updated : 2023-01-08

Latest chapter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bab 33

    Semua mata tertuju pada Bu Susi. Bukan hanya karena kedatangannya yang tiba-tiba, tetapi juga karena ucapannya. "Kamu ngapain, Mel? Suruh Ibu pulang ke rumah lagi? Bukannya kamu yang mau tinggal di sana?" tanya Bu Susi pada Melani. "Mel nggak pernah bilang kalau kami mau tinggal di sana! Tapi Ibu sendiri yang memaksa untuk pindah ke rumah itu! Sekarang Mel mau kasih tahu Ibu, kalau Mel dan Mas Farhan dapat rumah dinas yang cukup besar. Jadi kami tidak akan pindah ke rumah itu! Sekarang nggak ada alasan lagi Ibu untuk menetap di rumah Nizam! Biarkan mereka membina rumah tangga mereka bersama anak-anaknya. Dan ibu bisa pulang ke rumah seperti sedia kala!" titah Melani. "Ibu nggak mau pindah lagi! Ibu capek! Mendingan di sini ada yang bantu ngurusin ibu. Ibu ini udah tua Mel, harusnya ibu nih, nggak perlu bekerja lagi!" ucap Bu Susi. "Siska kan, tinggal sama Ibu! Jadi apa gunanya anak perempuan Ibu itu, kalau dia nggak ngurusin ibu? Siska juga punya tanggung jawab, Bu! Mahira hany

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Melani datang

    "Mbak Melani!" Nizam tak percaya di ambang pintu berdiri Melani, kakak kandungnya beserta suaminya, Farhan. "Sekali kamu sentuh Mahira, Mbak laporin kamu ke polisi!" ancam Melani. Dia mendekati Mahira diikuti Farhan yang melangkah di belakangnya. "Mbak, kok malahan belain dia, sih? Yang adik Mbak itu aku, bukan Mahira!" protes Nizam. Dia tak percaya justru kakaknya sendiri membela istrinya. "Mbak membela bukan lihat dia adik Mbak atau siapa, tapi Mbak membela yang benar!" sahut Melani. "Mbak pikir dia benar? Dia udah nampar Nizam dua kali dan Nizam sedikitpun belum membalasnya! Apa Itu yang Mbak bela? Yang sudah kurang ajar pada suaminya?" cecar Nizam. "Mbak gak tau apa yang terjadi, tapi Mbak gak akan izinkan kamu main tangan pada istrimu!" balas Melani. "Ada apa ini?" Bu Hartini keluar dari kamar masih dengan menggunakan mukena. "Kenapa ribut sekali kedengarannya?" tanya Bu Hartini lagi. "Ibu!" sapa Melani. Dia kemudian mendekati Bu Hartini dan menyalaminya. "Melani,

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Gara-gara foto

    Nizam baru saja akan ke kantin kantor. Siang ini memang dia tidak ingin pulang ke rumah untuk makan siang. Hatinya masih kesal karena kejadian pagi tadi. "Bisa-bisanya dia melakukan itu padaku! Dasar istri gak berguna!" maki Nizam dalam hati. "Hei, Bro! Tumben makan di kantin?" tanya Doni, rekan kerja Nizam satu divisi. "Iya, Mahira lagi gak enak badan, dia gak masak! Terpaksa aku makan di sini! Padahal kamu tau sendiri, kan, aku paling gak bisa makan di luar!" jelas Nizam. "Bilang aja, kamu pelit, Zam! Gak bisa makan di luar? Kayak orang gak tau kamu, aja!" cibir Doni dalam hati. "Oh, istrimu lagi sakit!" Doni manggut-manggut. "Iya," jawab Nizam. Doni dan Nizam memilih tempat di sudut ruangan. Baru saja Nizam hendak duduk di bangku kantin terdengar bunyi pesan masuk dari ponselnya. Nizam membuka pesan. Terlihat kiriman sebuah foto yang masih buram. Nizam kemudian menekan layar ponsel untuk memperjelas foto tersebut. Betapa dia terkejut melihat foto yang dikirimkan oleh S

  • Pembalasan Buat Suami Egois   CCTV

    "Ra, ibu tadi malam tidak sengaja terbangun. Saat ibu ingin mengambil wudhu untuk tahajud dan melewati kamar Siska, terdengar suara orang berbicara. Ibu penasaran sehingga Ibu menguping siapa yang dini hari seperti ini berbicara dengan Siska. Ternyata ibu mendengar suara suamimu, Nizam!" jelas Bu Hartini. Beliau menarik napas dan membuangnya perlahan. Mahira hanya diam mendengarkan penjelasan ibunya. "Dan kamu tahu, apa yang mereka bicarakan? Nizam meminta Siska melayaninya!" Mahira membelalakkan matanya tak percaya. "Apakah yang pernah kudengar itu benar adanya? Mereka ada hubungan?" batin Mahira. "Namun di situ Siska menolak dengan alasan capek dan besok dia harus bekerja. Dia menyuruh suamimu untuk meminta kamu yang melayaninya. Tapi suamimu menolak karena katanya dia tidak sedang mood dengan kamu! Ibu benar-benar nggak habis pikir, Ra! Mereka itu kan adik-kakak! Bagaimana bisa mereka melakukan hubungan terlarang seperti itu?!" Bu Hartini merasa heran. "Memang Ibu tidak meli

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Berterus terang

    "Buat sarapan apa, Ra?" tanya Bu Hartini mendapati putrinya sedang mengaduk-aduk sesuatu di kuali. "Ini, Bu! Mi goreng! Yang biasa Ibu bikin untuk sarapan Ira sama Bang Rahman dulu." "Pake resep yang sama?" tanya Bu Hartini seraya tersenyum. "Iya, Bu! Sama! Mudah-mudahan rasanya gak beda jauh sama buatan Ibu!" ujar Mahira. Dia menuangkan kecap manis ke dalam kuali dan kembali mengaduknya. "Pasti sama rasanya kalau resepnya sama!" jawab Bu Hartini. Mahira tersenyum. "Ra, kamu sudah hubungi Dila, bilang kalau kamu gak datang lagi ke butik?" tanya Bu Hartini. Mahira menatap Ibunya. Dia mengecilkan api kompor dan duduk di hadapan Ibunya. "Bu, Ira udah ngomong sama Dila tapi Ira bilang kalau Ira sekarang gak bisa datang tiap hari. Nanti, dalam seminggu paling dua atau tiga kali Ira ke sana! Mas Nizam, kan kerja juga, Bu! Dia gak bakalan tau juga Ira pergi atau gak!" bisik Mahira. "Iya, juga, ya! Dia kan, pergi kerja pagi! Pulang juga siang pas makan. Oh ya, hari ini dan seter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ketahuan

    "Ibu!" Nizam membelalakkan matanya. Dia langsung menurunkan tangannya yang sudah sempat terangkat. "Iya, saya! Emangnya kenapa?" tanya Bu Hartini sinis. Dia mendekati Mahira. "Bu …bukannya Ibu pulang sama Bang Rahman?" tanya Nizam gugup. "Kenapa kamu pikir saya akan pulang? Untuk membiarkan putri saya kamu sakiti lagi! Nggak akan pernah, Nizam!" jawab Bu Hartini emosi. "Nggak gitu, maksudnya, Bu! Mahira terlalu pelit jadi orang. Siska udah kelaparan dan minta makan. Dan Mahira nggak mau ngasih!" Nizam memberi alasan. "Kalian ini, orang bodoh atau memang orang yang pura-pura bodoh?! Kesepakatannya sudah jelas! Mahira tidak akan mengurus masalah makanan kalian lagi, tapi masih itu juga yang kalian protes! Heran, saya!" ucap Bu Hartini dengan ketua. "Ra, masuk ke dalam kamar!" titah Bu Hartini. Mahira menganggukkan kepala. Di kemudian langsung melangkah menuju kamarnya. "Ra, kasih dulu makanannya ke Siska!* seru Nizam. "Bayar!" ucap Mahira tanpa melihat Nizam. "Uangku yang

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Lagi Nizam berulah

    Bu Hartini kembali ke kamar cucu-cucunya. "Kenapa, Bu? Sepertinya kesal sekali setelah bertemu dengan besan!" goda Rahman. "Bukan lagi, Man! Bisa-bisa Ibu darah tinggi dibuatnya. Mulutnya itu, lho! Seenaknya ngatain Mahira dan bilang Ibu gak pernah mendidik anak Ibu! Lah, dia sendiri gimana? Emang sudah benar kelakuan anak-anaknya? Yang laki gak bertanggung jawab dan egois. Yang perempuan genit minta ampun! Kayak jadi orang tua yang paling benar aja!" tutuk Bu Hartini. "Sabar, Bu! Ibunya Mas Nizam emang kayak gitu. Dari dulu sifatnya gak berubah! Ira sebenarnya masih bertanya-tanya apa tujuan dia tinggal di rumah ini! Kayak ada sesuatu hal yang direncanakannya bersama Siska!" timpal Mahira. "Benar, Ra! Ibu juga ngerasa begitu! Dia dan anak perempuannya itu pasti memiliki niat yang jahat khususnya ke kamu!" sahut Bu Hartini. "Ibu, dan kamu, Ra!Jangan menuduh sebelum ada bukti! Itu namanya suudzhon!" tegur Rahman. "Kita gak nuduh, Bang! Hanya curiga! Abang bayangin aja! Siska

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bu Susi protes

    "Mahira, kamu di mana? Kenapa tidak ada makanan di atas meja?!" teriak Bu Susi. Mahira yang sedang berada di dalam kamar anak-anaknya bersama Rahman dan Bu Hartini sedikit terkejut mendengar teriakan Bu Susi, mertuanya. Karena mereka tidak mendengar ucapan salam dari luar. "Mahira, kamu dengar nggak, saya panggil? Kamu di mana sih? Budeg apa?!" teriak Bu Susi lagi. Mahira segera berdiri namun ditahan oleh Bu Hartini. "Biar ibu saja yang keluar! Kamu diam di sini!" titah Bu Hartini. "Baik, Bu!" jawab Mahira sambil menganggukkan kepala. Bu Hartini melangkah menuju pintu dan membukanya. Kemudian dia menghampiri besarnya yang sedang duduk di meja makan. "Bu Susi, baru pulang?" tanya Bu Hartini sambil melipat tangan di dada. "Ya, iyalah! Emangnya nggak lihat apa, saya baru nyampe?! Mana anak kamu? Suruh siapin makanan buat saya! Saya laper banget, tadi di toko nggak sempat makan!" jelas Bu Susi. "Saya nggak tau, soalnya nggak ada ucapan salam dari depan. Tiba-tiba terdengar te

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ancaman Rahman

    "Saya nggak ada maksud nyakiti Mahira, Bang! Saya hanya minta Mahira menghapus status WAnya, hanya itu saja?" jawab Nizam ketakutan. Baru kali ini dia berhadapan dengan Rahman yang terlihat begitu emosi. "Apapun alasannya, kamu sudah berani menyakiti adik saya! Apalagi kalau saya tidak ada di sini! Bisa-bisa adik saya, kamu bunuh!" ucap Rahman dengan mata nyalang. "Bang, jangan gitu dong! Saya nggak akan mungkin sampai segitunya nyakitin Mahira. Sampe Abang menuduh saya sejahat itu! Semua ini terjadi karena Mahira yang memulainya terlebih dahulu. Saya merasa kesal karena sebagai suami saya tidak dianggap. Masa dia buat di status WA mau ganti suami. Maksudnya apa, coba?" tanya Nizam. "Kamu, kan bisa tanya baik-baik sama dia? Kenapa dia melakukan itu? Tidak akan mungkin ada asap jika tidak ada api! Sekarang abang mau tanya sama kamu, Mahira! Kenapa kamu membuat status seperti itu?" "Mas Nizam duluan, Bang! Dia buat status WA mau tukar tambah istri! Dipikirnya Mahira apaan? Dan

DMCA.com Protection Status