Home / Rumah Tangga / Pembalasan Buat Suami Egois / Harusnya Untuk Kami, Mas

Share

Harusnya Untuk Kami, Mas

Author: Inda_mel
last update Last Updated: 2022-11-24 16:17:24

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Bergegas Mahira membereskan barang-barangnya dan langsung keluar dari ruangan.

"La, Mbak pulang duluan! Ada keperluan penting!" pamit Mahira pada Dila.

"Siap, Mbak!" jawab Dila.

Mahira langsung keluar dan memacu kembali motor ke rumah. Bersyukur saat dia tiba, Siska dan Ibu mertuanya tidak berada di rumah.

Mahira masuk ke dalam rumah dan melangkah menuju kamar belakang. 'Wah, keren! Mas Nizam yang pemalas, demi Siska, rela membersihkan kamar belakang. Dan sempat-sempatnya memasang wallpaper baru," batin Mahira.

"Assalamu'alaikum," Terdengar salam dari depan. Mahira segera kembali ke depan. Ternyata, Pak Sugeng tetangganya dua rumah dari sini.

"Wa'alaikummussalam, Pak Sugeng! Ada perlu apa, Pak?" tanya Mahira heran.

"Ini, Bu tadi saya pasang wallpaper di rumah Ibu sama bersih-bersih, terus tadi ada alat saya yang ketinggalan," jelas Pak Sugeng.

'Oh, ternyata nyuruh orang buat bersihkan kamar. Begitu perhatiannya dia sama Siska. Sangat jauh berbeda dengan sikapnya kepadaku dan anak-anak,' batin Mahira.

"Kalau begitu ambil saja, Pak! Saya juga gak tau yang mana alatnya," jawab Mahira.

Dipersilahkannya Pak Sugeng masuk sedangkan dia menunggu di teras. Tak berapa lama Pak Sugeng keluar sambil membawa kresek hitam.

"Udah, Bu! Maaf merepotkan," ujarnya sungkan.

"Gak papa, Pak," jawab Mahira lagi.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Bu! Makasih banyak!"

"Iya, Pak Sugeng, sama-sama."

Baru saja Pak Sugeng keluar pagar, tiba-tiba ada mobil pick up berhenti di depan pagar rumah.

Mahira mengurungkan niat untuk masuk ke dalam menunggu sopir pick up itu keluar.

"Misi, Bu! Benar ini rumahnya Pak Nizam?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya benar," jawab Mahira.

"Kami mau antar AC dan tivi pesanan Pak Nizam, Bu," jelasnya lagi.

"Oh, ya, masuk aja, Mas! Pagarnya gak dikunci."

Salah satu dari mereka membuka pintu pagar kemudian mereka berdua bersama-sama membawa AC dan tivi. Baru saja Mahira akan menyuruh mereka masuk ke dalam, Kayla dan Bila sudah pulang dari mengaji.

"Assalamu'alaikum, Bu! Tumben, Ibu udah pulang?" tanya Kayla. Anak-anak mencium tangannya dengan takzim.

"Ibu mau pasang AC, ya?" tanya Bila antusias.

"Iya, tapi nanti di kamar Ibu, terus tivi nanti Ibu taruh di kamar kalian!" jawab Mahira.

"Tivi baru, Bu?" Kayla bertanya dengan tatapan tak percaya.

"Iya dong, kan kalian berdua sering berantem sama ayah masalah tivi. Jadi, ibu beli tivi baru buat kalian. Tapi, tetap harus diatur ya, nontonnya!" jawab Mahira.

"Hore, Kak, kita gak rebutan lagi sama ayah. Makasih, Bu!" ucap Bila sambil memeluk Mahira.

Wanita itumembalas pelukan Bila dan tersenyum memandangnya.

"Bu, jadi gimana ini?" tanya pengantar AC tadi. Mahira menepuk jidatnya. Hampir lupa, tukang pasang AC masih menunggu.

"Mari, Mas!" ajaknya. Mereka berdua masuk kedalam rumah.

"AC nya di sini pasangnya! Nanti tivi dikamar yang satu lagi!" jelas Mahira seraya menunjuk kamar pribadinya.

Anak-anak antusias melihat karyawan itu memasang AC. Apalagi sewaktu tivi ditaruh di kamar mereka.

Tak butuh waktu lama selesai pemasangan AC dan tivi.

Mahira mengucapkan terima kasih pada mereka. Dia tersenyum puas. Terserah nanti gimana reaksi Nizam yang penting dirinya dan anak-anak menikmati terlebih dahulu.

Mahira bergegas membersihkan diri sebelum Nizam dan yang lainnya datang. Anak-anak tidak keluar kamar dari tadi. Mungkin betah karena ada tivi di kamar.

Terdengar deru mobil berhenti di depan. Mahira yang lagi berbaring di kamar segera beranjak untuk membuka pintu. Nizam datang bersama Siska dengan berangkulan. Sedang Ibu tak tampak bersama mereka.

"Mas, beneran ya? Udah dipasang AC dan tivinya," ucap Siska dengan manja sambil melirik-lirik Mahira yang sedang berdiri di depan pintu.

"Sudah, Mas udah suruh orang tadi!" jawab Mas Nizam.

"Minggir, Mbak, mau lewat, ganggu aja!" bentak Siska seraya menyenggol bahu Mahira.

Tubuhnya sedikit terhuyung ke samping. Untung saja tertahan di tembok pintu.

Nizam masuk dengan bergandengan tangan dengan Siska menuju kamar belakang.

Mahira tersenyum dan menghitung dalam hati. 'Tiga, dua, satu.'

"Mahira …mana AC dan tivinya?! teriak Nizam dari dalam. Mahira mengulum senyum. Kemudian menyusul mereka ke dalam.

"Ada apa?" tanya Mahira santai tanpa rasa bersalah. Dilipatnya kedua tangan di dada.

"Ada apa? Kamu masih nanya?! Mana AC dan tivi yang kubeli?! Gak mungkin belum diantar!" cecar Nizam.

"Emang udah datang!" jawab Mahira.

"Lantas, kemana?!" tanya Mas Nizam geram.

"Ada tuh, di kamar kita. Aku pasang di kamar kita biar kita bisa ngadem. Kita kan, tidur berdua. Sedangkan Siska sendiri! Cukuplah kipas angin, tuh, udah kutaruh juga di situ," tunjuk Mahira ke dalam kamar.

"Mas, aku gak mau tau, ya! Pokoknya aku gak mau tinggal di sini kalau gak ada AC!" ancam Siska.

"Bersyukur banget kalau kamu gak mau tinggal di sini! Berkurang sedikit benalu di rumahku!" sindir Mahira.

"Kamu benar-benar ya, Mahira! Aku belikan untuk Siska bukan untuk kamu!" ujar Nizam geram.

"Lho, bukan untuk aku sendiri kok, untuk kita berdua!" jawabnya dengan tetap santai.

"Aku tadi bilang kan sama kamu, kalau AC dan tivi untuk di kamar belakang! Kamu ngerti, gak sih?!" Kembali Nizam membentak Mahira.

"Ngerti, tapi sayang aja, kamar utama malah gak pake AC, masak kamar yang di belakang malah ada AC, gak pantas! Jadi aku suruh aja orangnya tadi masang di kamar kita. Nah, kalau tivi, aku taruh di kamar anak-anak, biar gak berebutan lagi sama kamu!"

Mas Nizam membelalakkan matanya. Dia menyugar rambutnya. Siska terduduk di tepi ranjang sambil menangis. Mahira yang melihat kondisinya malah ingin tertawa.

"Mas, aku gak mau!" rengek Siska. Setelahnya dia melirik kearah Mahira. Dasar sialan kamu, Mbak!" umpatnya.

Mahira mengedikkan bahu kemudian berlalu dari hadapan mereka. Dia masuk ke kamar dan kembali berbaring. Ngadem dulu dengan AC baru. Tiba-tiba pintu terbuka dan Nizam masuk dengan terburu-buru. Kemudian dia menarik lengan Mahira dengan kasar.

"Lepas, Mas, sakit!" ucap Mahira sambil berusaha melepaskan diri dari cekalannya.

"Kamu sekarang harus ganti uang AC dan tivi itu! Aku gak mau tau!" ujar Nizam geram.

"Kenapa aku harus ganti? Yang make kan juga aku sama anak-anak kamu sendiri. Kamu itu aneh, Mas! Aku tuh jadi curiga sama kamu! Kamu itu perhatian ke Siska kok ya berlebih-lebihan, ngalahin perhatian kamu ke aku dan anak-anak.

Padahal, yang ngurus kamu dan bantu kebutuhan rumah tangga kita itu aku. Kamu, gak ada terima kasihnya sama aku! Justru kamu selalu memanjakan Siska! Kadang kupikir kalian itu beneran gak sih saudara kandung? Kok rasanya kayak aneh saja!" ucap Mahira menyelidik.

"Hah, sudah!!! Jangan mengalihkan pembicaraan! Pokoknya —"

"Pokoknya apa? Kalau kamu masih mau Ibu dan Siska tinggal di sini, kamu jangan banyak tingkah, Mas! Atau aku gak segan-segan nyeret mereka keluar dari sini!" Mahira balik mengancam.

"Kamu benar-benar ya, Mahira!" Nizam mengepalkan tangannya menahan emosi. Kemudian dia berlalu dari kamar. 'Ya Allah, maaf aku kasar pada suamiku. Tapi ini semua aku lakukan agar membuat dia sadar ya Allah,' gumam Mahira dalam hati.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sebagai istri yg tegas dikitlah nyet.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Kecurigaan Mahira

    Pagi ini, Mas Nizam izin gak masuk kantor. Dia mengeluh badannya sedikit meriang. Setelah menyiapkan sarapan untuk Mas Nizam dan anak-anak pergi ke sekolah, aku segera ke butik. Namun nasib jelek mungkin lagi menghampiriku. Ponsel yang biasa kupakai bekerja ketinggalan di rumah. Aku kuatir nanti Mas Nizam menemukannya dan mengetahui apa yang selama ini aku kerjakan. Bergegas kuputar balik motor. Kumatikan motor di luar pagar agar tidak terlalu berisik. Lalu kugiring motor masuk ke dalam pagar. Saat aku hendak membuka pintu, aku melihat sepasang sepatu perempuan. Bukannya ini milik Siska. Tadi, kan dia sudah pergi sebelum aku. Kubuka pintu perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara. Aku mengendap-ngendap masuk ke dalam rumah. Sepi, tidak terdengar suara apapun. Sebaiknya aku langsung mengambil hape dan melihat keadaan Mas Nizam. Kubuka pintu kamar perlahan-lahan. 'Lah, kok kosong? Kemana Mas Nizam?' Tadi ketika aku melewati kamar ibu sepertinya juga gak ada orang. Bergegas kuambi

    Last Updated : 2022-11-24
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Siska Berulah

    Cukup lama aku tidak berkomunikasi dengannya. Seingatku terakhir sewaktu hari raya tiga bulan yang lalu. Segera kuangkat panggilan dari Mbak Melani. "Halo, assalamu'alaikum, Mbak!" jawabku. "Wa'alaikummussalam, Ra!" Mbak Melani membalas salamku. "Apa kabar, Mbak? Maaf, jarang nelepon lagi banyak kerjaan," ucapku berbasa-basi. "Alhamdulillah, Mbak baik. Kamu sendiri gimana, Ra?" Mbak Melani balik bertanya. "Alhamdulillah, Mahira dan keluarga semua sehat, Mbak!"Mbak Melani ini kakak tertua Mas Nizam. Dia sudah menikah dan tinggal di kota lain mengikuti suaminya. Karena suaminya dipindahtugaskan kembali ke sini makanya Mbak Melani ikut balik ke sini lagi. "Ra, Mbak mau ngomong sesuatu sama kamu!" Nada bicara Mbak Melani terdengar serius. 'Aku jadi deg-degan sendiri. Apa yang mau diomongin ya? Kok, tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak begini.'"Iya, Mbak, mau ngomong apa? tanyaku. "Mbak dengar, Ibu dan Siska tinggal di rumah kamu, ya?" tanya Mbak Melani. Aku bingung, kok Mbak Mela

    Last Updated : 2023-01-04
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ibu VS Mertua

    "Sialan, kamu, Mbak!" Siska mengumpat saat tangannya ditarik paksa Pak Adi. Setelah Siska keluar, aku meminta maaf pada pelanggan yang ada di sana atas keributan yang terjadi. Beruntung mereka semua maklum. Aku kembali ke atas dan Dila masih mengekoriku. "Mbak, maksudnya tadi apa? Karyawan gudang? Jelaskan ke Dila, Mbak!" pinta Dila sesampainya kami di ruanganku. Dia langsung duduk dihadapanku dengan raut wajah penasaran. Aku tersenyum memandangnya. "Suami Mbak dan keluarganya menganggap Mbak sebagai karyawan gudang karena Mbak selalu keluar dari pintu samping dekat gudang!" jawabku. Dila masih terlihat belum puas dengan jawabanku. "Terus, kenapa Mbak gak cerita sama mereka, kalau sebenarnya Mbak yang punya butik ini?!" tanya Dila lagi. "Gak, Mbak gak mau! Kamu liat sendiri, kan gimana sikap adik ipar Mbak tadi. Kalau Mbak bilang, justru malah bikin tambah susah. Mereka akan besar kepala dan semena-mena. Biar saja, mereka berpikiran seperti itu," ucapku. "Apa itu juga salah satu

    Last Updated : 2023-01-05
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Solusi dari Bang Rahman

    "Emang apa yang saya lakukan?! Udah deh, Bu, Mahira itu dididik yang bener biar jadi istri yang nurut sama suami!" ucap Ibu Mas Nizam dengan lantang. "Sebaiknya kita duduk dulu, harus dicari apa yang jadi masalahnya," ucap Bang Rahman dengan sabar. Kami semua duduk di sofa. Aku duduk di tengah antara Bang Rahman dan Ibuku. Di hadapan kami, Mas Nizam duduk bersebelahan dengan ibunya. "Nah, sekarang Mahira, jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Bang Rahman dengan lembut. Kuceritakan semua dari mulai Siska yang datang cari keributan di butik, teriak-teriak gak jelas, hingga disuruh pergi tapi masih ngotot juga. Akhirnya satpam yang membawanya keluar. "Sekarang kamu Nizam, Siska ngadu apa sama kamu?!" tanya Bang Rahman. "Siska nelpon saya, Bang. Katanya, Mahira ngusir-ngusir dia sampe dia malu soalnya dia digiring sama satpam udah kayak tahanan aja. Dia gak mau balik lagi ke rumah ini karena sakit hati sama Mahira!" jelas Mas Nizam. "Tapi, dia gak ada bilang, kan apa yang dia

    Last Updated : 2023-01-07
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ibu juga curiga

    "Enak saja kamu nyuruh saya dan Siska tinggal di rumah sewa! Kalau Mahira gak suka tinggal bersama saya, dia aja yang pergi, kenapa harus saya? Ini rumah Nizam, lepas dari Mahira, rumah ini juga bakalan jadi milik Nizam!" ucap Ibu mertua dengan lantang. "Maaf ya, Bu! Rumah ini atas nama Ira karena DP dan biaya renovasinya semua murni dari uang Ibunya Ira. Gak ada sedikitpun uang Mas Nizam di sini!" timpalku. "Tapi, aku yang nyicil tiap bulan, kamu jangan lupa itu, Ra!" sungut Mas Nizam. "Kamu nyicil rumah? Coba kamu ingat, tiap bulan kamu kasih aku berapa? Satu juta tiga ratus, Mas. Masih besar uang bulanan yang kamu beri untuk ibu dibanding ke aku!""Iya, kan satu juta untuk rumah, tiga ratus untuk listrik dan air," sahut Mas Nizam tanpa perasaan bersalah. "Terus keperluan yang lain, anak dan makan dari mana?" tanya Ibuku. "Yah, dari Mahira dong, Bu! Dia kan sudah Nizam izinin kerja, wajib baginya bantu keuangan rumah," jawab Mas Nizam lagi. "Hebat bener kamu, Zam! Jadi, jatuhn

    Last Updated : 2023-01-07
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Rencana Mahira

    "Itu juga yang jadi pikiran Ira, Bu! Tadi ketika di butik, Mbak Melani nelepon Ira!" ucapku sambil berbisik. Takut terdengar Mas Nizam. "Kenapa dia nelepon kamu? Ini juga gara-gara dia, kan?" tanya Ibu dengan pelan-pelan. "Iya, tapi anehnya, Bu, dari cerita mbak Melani, sebenarnya Ibunya yang memaksa mereka tinggal di situ padahal mereka dapat rumah dinas. Dan mbak Melani pesan sama Ira berkali-kali, awasi gerak-gerik Siska. Kalau bisa Ibu mertua dan Siska jangan lama-lama tinggal di rumah ini, begitu pesannya, Bu! Tapi, mbak Melani gak ngejelasin alasan detilnya itu apa!" ucapku panjang lebar. "Benar-benar aneh dan membingungkan, ya?" tanya Ibu. Aku mengangguk membenarkan ucapan Ibu. "Kan pada di dapur, udah abang tebak dari tadi! Ngucap salam gak ada dijawab, asyik banget ngobrolnya," Tiba-tiba Bang Rahman muncul di dapur. "Eh, Bang sudah pulang, ya?" tanyaku. "Iya, Dek! Ibu sama kamu asyik ngobrol, gak tau kalau abang dah pulang!" rajuk Bang Rahman. Aku dan Ibu jadi malu mend

    Last Updated : 2023-01-08
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ancaman Mahira

    Dari butik, Bang Rahman mengantar kami pulang ke rumahku. Bang Rahman berjanji malam nanti akan mampir dan mengajak kami makan malam di luar. Siang ini dia harus ke hotel tempat acara perusahaannya dilangsungkan. Usai berpamitan pada kami, Bang Rahman langsung menuju hotel. Aku, Ibu dan anak-anak masuk ke dalam rumah. Ketika membuka pintu, kami terkejut melihat pemandangan di ruang tamu. Bekas roti, snack dan minuman soda berserakan di atas meja tamu. Belum bantal sofa yang sudah tergeletak di lantai. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat keadaan ruang tamu. "Bu, kok berantakan banget ya, Bu? Tadi waktu kita pergi gak kayak gini kan, Bu?" tanya Kayla. "Gak tau ibu, Nak! Entah apa yang terjadi di rumah ini!" sahutku. Kami melangkah ke ruang tengah. Dan pemandangannya tidak jauh beda dengan di ruang tamu. Televisi menyala tanpa ada yang menonton. Sofa bed yang biasa tersusun rapi, berantakan semua. Dan tetap, bekas snack pun berserakan di atas karpet. Aku menarik napas dan memb

    Last Updated : 2023-01-10
  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ngerjain Siska

    POV Author. "Kamu jangan sembarangan, Mbak! Jangan asal bicara!" tukas Siska. Dia terlihat gugup mendengar ucapan Mahira barusan. "Apanya yang sembarangan? Aku lihat sendiri kamu jalan sambil bergandeng mesra dengan pria tua, botak dan perutnya buncit!" jawab Mahira. Mahira tidak berbohong. Dia memang melihat Siska bersama pria tua itu saat dirinya berbelanja minggu lalu. Sebelum mengetahui bahwa Siska dan ibunya akan pindah ke rumahnya. Untung saja, Mahira berinisiatif mengambil foto Siska bersama pria itu. "Dia bos di tempatku bekerja!" jawab Siska. Dia begitu kuatir, Mahira akan mengatakan yang tidak-tidak pada Nizam. Bisa berantakan semua rencana ibunya. "Oh, ya! Jadi, sekarang Bos boleh ajak karyawan jalan, makan bergandengan dan mencium pipi di tempat umum!" ujar Mahira lagi. "A …aku hanya menemaninya makan!" elak Siska. "Oh, nemani makan sambil berpelukan?" sindir Mahira. "Kamu! Cukup, Mbak! Sekarang kamu mau apa, hah?" tantang Siska. "Aku mau kamu bersihkan semua yang k

    Last Updated : 2023-01-12

Latest chapter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bab 33

    Semua mata tertuju pada Bu Susi. Bukan hanya karena kedatangannya yang tiba-tiba, tetapi juga karena ucapannya. "Kamu ngapain, Mel? Suruh Ibu pulang ke rumah lagi? Bukannya kamu yang mau tinggal di sana?" tanya Bu Susi pada Melani. "Mel nggak pernah bilang kalau kami mau tinggal di sana! Tapi Ibu sendiri yang memaksa untuk pindah ke rumah itu! Sekarang Mel mau kasih tahu Ibu, kalau Mel dan Mas Farhan dapat rumah dinas yang cukup besar. Jadi kami tidak akan pindah ke rumah itu! Sekarang nggak ada alasan lagi Ibu untuk menetap di rumah Nizam! Biarkan mereka membina rumah tangga mereka bersama anak-anaknya. Dan ibu bisa pulang ke rumah seperti sedia kala!" titah Melani. "Ibu nggak mau pindah lagi! Ibu capek! Mendingan di sini ada yang bantu ngurusin ibu. Ibu ini udah tua Mel, harusnya ibu nih, nggak perlu bekerja lagi!" ucap Bu Susi. "Siska kan, tinggal sama Ibu! Jadi apa gunanya anak perempuan Ibu itu, kalau dia nggak ngurusin ibu? Siska juga punya tanggung jawab, Bu! Mahira hany

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Melani datang

    "Mbak Melani!" Nizam tak percaya di ambang pintu berdiri Melani, kakak kandungnya beserta suaminya, Farhan. "Sekali kamu sentuh Mahira, Mbak laporin kamu ke polisi!" ancam Melani. Dia mendekati Mahira diikuti Farhan yang melangkah di belakangnya. "Mbak, kok malahan belain dia, sih? Yang adik Mbak itu aku, bukan Mahira!" protes Nizam. Dia tak percaya justru kakaknya sendiri membela istrinya. "Mbak membela bukan lihat dia adik Mbak atau siapa, tapi Mbak membela yang benar!" sahut Melani. "Mbak pikir dia benar? Dia udah nampar Nizam dua kali dan Nizam sedikitpun belum membalasnya! Apa Itu yang Mbak bela? Yang sudah kurang ajar pada suaminya?" cecar Nizam. "Mbak gak tau apa yang terjadi, tapi Mbak gak akan izinkan kamu main tangan pada istrimu!" balas Melani. "Ada apa ini?" Bu Hartini keluar dari kamar masih dengan menggunakan mukena. "Kenapa ribut sekali kedengarannya?" tanya Bu Hartini lagi. "Ibu!" sapa Melani. Dia kemudian mendekati Bu Hartini dan menyalaminya. "Melani,

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Gara-gara foto

    Nizam baru saja akan ke kantin kantor. Siang ini memang dia tidak ingin pulang ke rumah untuk makan siang. Hatinya masih kesal karena kejadian pagi tadi. "Bisa-bisanya dia melakukan itu padaku! Dasar istri gak berguna!" maki Nizam dalam hati. "Hei, Bro! Tumben makan di kantin?" tanya Doni, rekan kerja Nizam satu divisi. "Iya, Mahira lagi gak enak badan, dia gak masak! Terpaksa aku makan di sini! Padahal kamu tau sendiri, kan, aku paling gak bisa makan di luar!" jelas Nizam. "Bilang aja, kamu pelit, Zam! Gak bisa makan di luar? Kayak orang gak tau kamu, aja!" cibir Doni dalam hati. "Oh, istrimu lagi sakit!" Doni manggut-manggut. "Iya," jawab Nizam. Doni dan Nizam memilih tempat di sudut ruangan. Baru saja Nizam hendak duduk di bangku kantin terdengar bunyi pesan masuk dari ponselnya. Nizam membuka pesan. Terlihat kiriman sebuah foto yang masih buram. Nizam kemudian menekan layar ponsel untuk memperjelas foto tersebut. Betapa dia terkejut melihat foto yang dikirimkan oleh S

  • Pembalasan Buat Suami Egois   CCTV

    "Ra, ibu tadi malam tidak sengaja terbangun. Saat ibu ingin mengambil wudhu untuk tahajud dan melewati kamar Siska, terdengar suara orang berbicara. Ibu penasaran sehingga Ibu menguping siapa yang dini hari seperti ini berbicara dengan Siska. Ternyata ibu mendengar suara suamimu, Nizam!" jelas Bu Hartini. Beliau menarik napas dan membuangnya perlahan. Mahira hanya diam mendengarkan penjelasan ibunya. "Dan kamu tahu, apa yang mereka bicarakan? Nizam meminta Siska melayaninya!" Mahira membelalakkan matanya tak percaya. "Apakah yang pernah kudengar itu benar adanya? Mereka ada hubungan?" batin Mahira. "Namun di situ Siska menolak dengan alasan capek dan besok dia harus bekerja. Dia menyuruh suamimu untuk meminta kamu yang melayaninya. Tapi suamimu menolak karena katanya dia tidak sedang mood dengan kamu! Ibu benar-benar nggak habis pikir, Ra! Mereka itu kan adik-kakak! Bagaimana bisa mereka melakukan hubungan terlarang seperti itu?!" Bu Hartini merasa heran. "Memang Ibu tidak meli

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Berterus terang

    "Buat sarapan apa, Ra?" tanya Bu Hartini mendapati putrinya sedang mengaduk-aduk sesuatu di kuali. "Ini, Bu! Mi goreng! Yang biasa Ibu bikin untuk sarapan Ira sama Bang Rahman dulu." "Pake resep yang sama?" tanya Bu Hartini seraya tersenyum. "Iya, Bu! Sama! Mudah-mudahan rasanya gak beda jauh sama buatan Ibu!" ujar Mahira. Dia menuangkan kecap manis ke dalam kuali dan kembali mengaduknya. "Pasti sama rasanya kalau resepnya sama!" jawab Bu Hartini. Mahira tersenyum. "Ra, kamu sudah hubungi Dila, bilang kalau kamu gak datang lagi ke butik?" tanya Bu Hartini. Mahira menatap Ibunya. Dia mengecilkan api kompor dan duduk di hadapan Ibunya. "Bu, Ira udah ngomong sama Dila tapi Ira bilang kalau Ira sekarang gak bisa datang tiap hari. Nanti, dalam seminggu paling dua atau tiga kali Ira ke sana! Mas Nizam, kan kerja juga, Bu! Dia gak bakalan tau juga Ira pergi atau gak!" bisik Mahira. "Iya, juga, ya! Dia kan, pergi kerja pagi! Pulang juga siang pas makan. Oh ya, hari ini dan seter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ketahuan

    "Ibu!" Nizam membelalakkan matanya. Dia langsung menurunkan tangannya yang sudah sempat terangkat. "Iya, saya! Emangnya kenapa?" tanya Bu Hartini sinis. Dia mendekati Mahira. "Bu …bukannya Ibu pulang sama Bang Rahman?" tanya Nizam gugup. "Kenapa kamu pikir saya akan pulang? Untuk membiarkan putri saya kamu sakiti lagi! Nggak akan pernah, Nizam!" jawab Bu Hartini emosi. "Nggak gitu, maksudnya, Bu! Mahira terlalu pelit jadi orang. Siska udah kelaparan dan minta makan. Dan Mahira nggak mau ngasih!" Nizam memberi alasan. "Kalian ini, orang bodoh atau memang orang yang pura-pura bodoh?! Kesepakatannya sudah jelas! Mahira tidak akan mengurus masalah makanan kalian lagi, tapi masih itu juga yang kalian protes! Heran, saya!" ucap Bu Hartini dengan ketua. "Ra, masuk ke dalam kamar!" titah Bu Hartini. Mahira menganggukkan kepala. Di kemudian langsung melangkah menuju kamarnya. "Ra, kasih dulu makanannya ke Siska!* seru Nizam. "Bayar!" ucap Mahira tanpa melihat Nizam. "Uangku yang

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Lagi Nizam berulah

    Bu Hartini kembali ke kamar cucu-cucunya. "Kenapa, Bu? Sepertinya kesal sekali setelah bertemu dengan besan!" goda Rahman. "Bukan lagi, Man! Bisa-bisa Ibu darah tinggi dibuatnya. Mulutnya itu, lho! Seenaknya ngatain Mahira dan bilang Ibu gak pernah mendidik anak Ibu! Lah, dia sendiri gimana? Emang sudah benar kelakuan anak-anaknya? Yang laki gak bertanggung jawab dan egois. Yang perempuan genit minta ampun! Kayak jadi orang tua yang paling benar aja!" tutuk Bu Hartini. "Sabar, Bu! Ibunya Mas Nizam emang kayak gitu. Dari dulu sifatnya gak berubah! Ira sebenarnya masih bertanya-tanya apa tujuan dia tinggal di rumah ini! Kayak ada sesuatu hal yang direncanakannya bersama Siska!" timpal Mahira. "Benar, Ra! Ibu juga ngerasa begitu! Dia dan anak perempuannya itu pasti memiliki niat yang jahat khususnya ke kamu!" sahut Bu Hartini. "Ibu, dan kamu, Ra!Jangan menuduh sebelum ada bukti! Itu namanya suudzhon!" tegur Rahman. "Kita gak nuduh, Bang! Hanya curiga! Abang bayangin aja! Siska

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bu Susi protes

    "Mahira, kamu di mana? Kenapa tidak ada makanan di atas meja?!" teriak Bu Susi. Mahira yang sedang berada di dalam kamar anak-anaknya bersama Rahman dan Bu Hartini sedikit terkejut mendengar teriakan Bu Susi, mertuanya. Karena mereka tidak mendengar ucapan salam dari luar. "Mahira, kamu dengar nggak, saya panggil? Kamu di mana sih? Budeg apa?!" teriak Bu Susi lagi. Mahira segera berdiri namun ditahan oleh Bu Hartini. "Biar ibu saja yang keluar! Kamu diam di sini!" titah Bu Hartini. "Baik, Bu!" jawab Mahira sambil menganggukkan kepala. Bu Hartini melangkah menuju pintu dan membukanya. Kemudian dia menghampiri besarnya yang sedang duduk di meja makan. "Bu Susi, baru pulang?" tanya Bu Hartini sambil melipat tangan di dada. "Ya, iyalah! Emangnya nggak lihat apa, saya baru nyampe?! Mana anak kamu? Suruh siapin makanan buat saya! Saya laper banget, tadi di toko nggak sempat makan!" jelas Bu Susi. "Saya nggak tau, soalnya nggak ada ucapan salam dari depan. Tiba-tiba terdengar te

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ancaman Rahman

    "Saya nggak ada maksud nyakiti Mahira, Bang! Saya hanya minta Mahira menghapus status WAnya, hanya itu saja?" jawab Nizam ketakutan. Baru kali ini dia berhadapan dengan Rahman yang terlihat begitu emosi. "Apapun alasannya, kamu sudah berani menyakiti adik saya! Apalagi kalau saya tidak ada di sini! Bisa-bisa adik saya, kamu bunuh!" ucap Rahman dengan mata nyalang. "Bang, jangan gitu dong! Saya nggak akan mungkin sampai segitunya nyakitin Mahira. Sampe Abang menuduh saya sejahat itu! Semua ini terjadi karena Mahira yang memulainya terlebih dahulu. Saya merasa kesal karena sebagai suami saya tidak dianggap. Masa dia buat di status WA mau ganti suami. Maksudnya apa, coba?" tanya Nizam. "Kamu, kan bisa tanya baik-baik sama dia? Kenapa dia melakukan itu? Tidak akan mungkin ada asap jika tidak ada api! Sekarang abang mau tanya sama kamu, Mahira! Kenapa kamu membuat status seperti itu?" "Mas Nizam duluan, Bang! Dia buat status WA mau tukar tambah istri! Dipikirnya Mahira apaan? Dan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status