Zaara tercenung saat menerima tongkat dari Embun. Setelah merabanya dia merasakan bahwa itu bukan tongkat miliknya. Itu tongkat baru dan mungkin lebih bagus dari tongkat sebelumnya.“Tongkat ini dikirim oleh pangeran berkuda putih lewat ajudannya,” bisik Embun ke telinga Zaara.Zaara tersenyum mendengar kata-kata Embun. Sudah bisa ditebak siapa pelakunya.“Mas Haikal,” tebak Zaara.“Hem,”“Ya Allah, dia membelikanku tongkat yang baru,” katanya terkekeh kecil.“Kalian sedang ngobrol apa? Kok bisik-bisik sih?” telisik Fatimah melihat mereka berdua berbicara.“Biasa Bu Imah, urusan anak muda,” ucap Embun lalu tanpa canggung ikut duduk bergabung bersama mereka.“Um, Ibu mencium bau sesuatu nih! Apa kalian tengah asik menggosipkan lelaki yang kalian taksir?” “Ada Bu, lebih tepatnya yang naksir an-ak Ibu,” ucap Embun yang mulutnya langsung dibungkam oleh tangan Zaara. “Tuh ‘kan, malu-malu begitu,”Dengan gerakan cepat Embun menarik tangan Zaara dan malah memeluk sahabatnya itu. “Kalau mal
Haikal menaikkan salah satu alisnya melihat sosok gadis yang pernah menemaninya saat masih remaja. Meskipun gedung tersebut minim pencahayaan tetapi Haikal masih bisa melihat wajahnya dikarenakan cahaya masuk dari sisi bangunan. Ayana Lathifa, gadis berwajah Arab mirip dengannya yang terkenal periang dan baik hati. Haikal tak percaya dengan adanya perubahan drastis dengannya baik segi fisik maupun sikap. Tak mungkin Haikal salah tangkap orang. Dia seorang yang teliti. Bahkan dia meminta Antonie menghubungi Embun untuk memastikan wajah gadis yang Zaara tampar malam itu. “Haikal, lepaskan tangan dan kakiku, sakit,” Ayana berkata dengan sedikit merengek dan memasang wajah memelas di hadapan mantan pujaan hatinya. Melihat gadis itu yang seperti kesakitan, Haikal menyuruh orang suruhannya untuk melepaskannya. Hanya Ayana Lathifa saja. Empat gadis yang lain masih dalam kondisi yang sama. Ayana berusaha berdiri mengimbangi Haikal yang berdiri tegap menatapnya. Namun tiba-tiba tubuh Ayan
Haikal tidak serius dengan perkataannya soal menghukum Ayana dan kawan-kawannya dengan melakukan penganiayaan yang sama. Masuk jeruji besi adalah hukuman yang patut mereka jalani meskipun hanya beberapa bulan karena penganiayaan yang dilakukan dianggap penganiayaan ringan. Dia hanya meminta Antonie untuk mengancam mereka lalu merekam pengakuan mereka.Embun pun pergi menemui Zaara yang tengah duduk di sebuah bangku sekitar TPU seperti biasa. Dia mengabarinya bahwa para pelaku penganiayaan telah dihukum. Zaara sangat senang mendengar kabar tersebut. Mereka telah menuai panen kejahatan apa yang mereka tanam.“Mas Haikal meneleponku dan meminta nomormu, Ra. Jadi … aku kasih nomor Bu Imah gak apa-apa ya,” seru Embun dengan begitu antusias. Dia ikut duduk di samping Zaara dan memainkan kakinya seperti seorang anak kecil. “Dia bilang gak enak menghubungiku terus.”“Untuk apa dia menghubungiku Embun? Kami sudah tidak punya urusan lagi,” jawab Zaara apa adanya meskipun dalam hati kecilnya dia
Zaara baru saja menikmati kabar gembira yang tiba-tiba berembus; para pelaku penganiayaan telah mendapat hukuman yang setimpal dan kedatangan Mae. Namun siapa sangka selain kabar tersebut, kabar buruk pun turut singgah tak ketinggalan. Seorang lelaki orang suruhan Safira mendatangi Zaara mengancamnya agar menjauhi Haikal.Semenjak Haikal mengucapkan kata putus pada Safira, mereka sudah tidak lagi melakukan komunikasi baik via telepon ataupun secara langsung. Ke dua waktu mereka tersita oleh pekerjaan masing-masing.Safira didera penasaran sebab dia mengira jika soal ‘putus’ hanyalah bualan belaka. Haikal sungguh tidak serius dengan keputusannya. Untuk memenuhi rasa penasarannya, dia mengunjungi kediaman Haikal.Namun rupanya takdir tak berpihak padanya. Mansion yang begitu mewah dan megah tersebut tidak ada penghuninya--semua yang tinggal di sana sibuk dengan aktifitas masing-masing di luar rumah.Kedatangan Safira hanya disambut oleh Hairi dan para pelayan muda nan cantik.“Tumben, M
Zul menarik nafas dalam dan menjawab pertanyaan Safira dengan tenang.“Zaara Nadira adalah seorang gadis tunanetra yang pernah menolong Mas Haikal sewaktu mengalami kecelakaan dulu, Mbak,” Jawaban Zul cukup bisa mewakili pertanyaan yang dilontarkan Safira yang mulai merasa curiga.Safira menaikkan alisnya sebelah dengan tatapan masih tertuju pada Zul yang lebih memilih menurunkan pandangannya pada gawai yang berada dalam genggamannya. Berpura-pura sibuk.“Hanya itu?” telisik Safira tentu saja tidak sepenuhnya percaya. Safira berpangku tangan sembari menatap intens Zul, berusaha mengamati gerak-geriknya. Semoga saja dia bisa melihat kejujuran dari gestur tubuh yang diperlihatkannya.“Iya, Mbak Safira,”Seutas senyum terpatri di wajah Zul yang meskipun sudah renta tetapi pesonanya masih cemerlang; tampan dan berwibawa. Kata-kata meyakinkan, terkesan jujur. Sayang, ada hal yang disembunyikan.“Dusta …” cetus Safira membuat Zul menganga dan sudut bibirnya gemetar. Namun segera dia menetr
Benar sekali apa kata Embun, Mas, kamu hanya iba padaku.Tubuh Zaara rubuh ke tanah seketika. Hatinya hancur berkeping-keping. Dia sudah terlanjur kecewa pada Haikal yang memberikannya perhatian lebih sehingga membuatnya salah paham.Zaara pulang dengan memikul kesedihan. Selain kecewa pada Haikal, dia juga kecewa pada dirinya sendiri mengapa begitu mudah tersentuh hanya gegara perhatian. Haikal mungkin sama seperti Ray Adrian mantan tunangannya, sama-sama playboy.Dari kejauhan seorang gadis tengah menopang dagunya dengan salah satu tangannya. Dia tersenyum puas sebab telah berhasil membuat Zaara tertekan. Zaara harus tahu posisinya di mana. Begitulah isi pikiran gadis itu, Safira Nasution.Kenyataannya Haikal telah memutuskannya. Namun dia tak terima jika salah satu penyebab hubungannya berakhir adalah karena hadirnya orang ke tiga. Yang lebih memalukan ialah saingannya seorang gadis difabel miskin.*** Zul memasuki ruangan Haikal dan duduk di kursinya. Terlihat Haikal sudah masuk
Awas, kalau kamu benar-benar mencampakkanku gegara gadis buta sialan itu.Safira bersenandika.Selama ini Safira merasa Haikal hanya memujanya sehingga dia tak pernah merasa khawatir Haikal akan berpaling darinya ataupun cemburu. Baru kali ini Safira merasa terancam karena kehadiran gadis lain yang mampu menggetarkan hati Haikal yang begitu dingin dan kaku. Zaara pasti bukan gadis biasa, pikirnya.Safira berusaha tidak reaksioner tetapi lebih memilih bermain cantik.[Tentu saja, dia selalu memberi kejutan yang manis padaku meskipun terlihat dari luar dingin. Ah, kamu pasti iri punya pacar seperti Masku,]Safira menjawab pesan temannya dengan kesal.Safira sendiri tidak tahu untuk siapa Haikal membeli perhiasan.Dengan nekad, Safira menelusuri toko perhiasan yang dikunjungi Haikal. Kebetulan temannya juga mengirim foto Haikal dan dalam foto itu tertangkap nama toko dalam neon box raksasa bertuliskan Diamond Luxury. Co. Toko perhiasan tersebut adalah salah satu toko perhiasan yang terke
Zaara bukan seorang gadis yang pantang menyerah. Dia seorang yang keras kepala. Tak mungkin dia membawa barang dagangannya kembali ke rumah. Nanti Fatimah mencercanya dengan segudang tanya dan ujung-ujungnya takkan memperbolehkan Zaara beraktifitas di luar karena kekhawatirannya. Bukan karena dagangannya tidak laku tetapi lebih pada khawatir terjadi apa-apa pada Zaara.“Neng Zaara, syukurlah ketemu di sini,” seru seorang wanita yang tiba-tiba menghampirinya. Wanita gemuk yang berwajah putih bersih tersebut terlihat berseri-seri bisa menemukan Zaara, gadis penjual bunga. Dia sudah mencari kemana-mana penjual bunga yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi.Zaara menajamkan pendengarannya, menengok ke sumber suara. “Bu Asih ya?”Asih tersenyum menatap Zaara. “Benar, Neng. Beruntung bertemu di sini, sudah beberapa hari Ibu cari tukang bunga di sekitar sini tetapi tidak ada. Katanya tidak boleh jualan di sini. Kok tiba-tiba ya? Padahal di sini sudah terbiasa orang jualan bunga. Kalau di