Beberapa menit Haikal dan Safira terjebak dalam kesunyian. Satu kata yang keluar dari bibir Haikal telah berhasil membuat ke duanya bergeming dengan pikiran yang ricuh. Safira menarik nafas dalam. “Okay, terserah,” ucapnya seraya beringsut mundur dengan menghentakkan kakinya meninggalkan Haikal. Dia berlari kecil menuju Marina yang tengah celingukan melihat kuda yang ditaksirnya lewat. “Ayo, Marina!” Kuda itu pun langsung menyahut majikannya dengan menoleh padanya. Safira langsung memegangi badan Marina untuk menginjak sanggurdi, duduk seraya menarik tali kekang dan menungganginya dengan kecepatan yang tinggi. Safira kesal mendengar keputusan kekasihnya. Namun dia tak mau ambil pusing. Dia merasa Haikal tidak serius dengan perkataannya. Haikal akan kembali pada pelukannya. Dia terlalu percaya diri. Hanya suara teriakan Safira yang tertinggal di telinga Haikal. Dia masih diam terpaku di atas tempat berpijaknya, rumput gajah berwarna hijau tua. Dia tersentak dengan perkataannya sen
Seorang security bertubuh atletis berujar dengan pongah.“Nyonya Ratih tak mungkin mengundang gelandangan datang ke sini. Dia adalah pemilik restoran ini. Silahkan keluar sebelum aku menyeret kalian semua dengan paksa!” ancam security tersebut dengan menarik sudut bibirnya. Seringai keji terlukis jelas di wajahnya.Embun bergidik ngeri mendengar ucapannya yang omong kosong. Dia teringat Ratih, wanita tua tersebut akan merasa senang jika dia datang ke sana. Seperti halnya Zaara, dia juga memiliki hati yang lembut, dia tak tega jika membuat Ratih bersedih karena undangannya tidak dipenuhi.Adapun Zaara mengepalkan ke dua tangannya hingga urat-urat hijau menyembul, menampakkan diri. Namun dia tak ingin membuat keributan. Dia hanya khawatir pada Embun—yang pasti merasa bersedih karena tidak bisa masuk ke dalam restoran mewah tersebut.Embun mengerjapkan matanya, teringat sebuah kartu yang diberikan oleh Ratih padanya tempo hari.“Ah, ya, Zaara, aku punya kartu akses masuk restoran,” kata
Suara gelas-gelas pecah terdengar sehingga mencuri atensi pengunjung restoran. Namun suara gesekan biola kembali membuat mereka melanjutkan aktifitas mereka, makan malam dengan khidmat.Mereka tidak menyadari sebuah drama perundungan telah terjadi di ruangan yang lain.“Mbak, saya mohon maaf atas keteledoran saya menyenggol pelayan sehingga membuatnya menumpahi minuman pada pakaian Mbak,” ucap Embun dengan sedikit tergeragap. Dia terjebak dalam situasi yang pelik. Ternyata berurusan dengan orang yang menyandang status sosial kelas atas sangatlah rumit. Perkara pakaian yang terkena noda saja bisa seperti perkara pidana di mana dia seolah dianggap telah melakukan kesalahan yang fatal.Beberapa teman gadis itu berbisik pada gadis—yang pakaiannya terkena cipratan minuman, mengomporinya untuk memberi hukuman pada Embun.“Mbak, saya akan membersihkan pakaian Anda,” seru pelayan wanita yang menggantikan pelayan pria tadi. Dia mengamati betul pakaian yang terkena noda yang cukup pekat tetapi
“Aku sudah sangat lapar,” keluh Haikal yang baru saja telah menyelesaikan meeting ke tiganya dengan para investor asing.“Di depan ada restoran Eropa. Terkenal menu yang sangat lezat dan service yang memuaskan,” seru Zul sembari memegang kemudi dengan begitu lihai. Sesekali matanya yang tajam menyapu jalan.“…”Haikal memijit pangkal hidungnya sebab merasa pusing gegara jam biologisnya dilanggar hanya karena kesibukannya hari itu.“Nah, itu dia tempatnya,”Zul memasuki area parkir restoran dan langsung membukakan pintu keluar untuk Haikal.Melihat kedatangan mereka, security menyambut mereka dengan penuh keramahtamahan, berbeda saat menyambut dua orang gadis miskin tadi.Bukan Haikal namanya jika tidak mengundang atensi para gadis yang menatapnya lapar. Entahlah, pemuda yang dingin justru menjadi incaran para gadis.Haikal langsung berjalan menuju meja yang sudah di-reservasi sebelumnya oleh Zul. Dia hanya tinggal duduk manis diam di sana, membaca menu hidangan makan malam. Tak butuh
“Dasar gadis buta sialan, nyalimu cukup berani,” seru Ayana seperti seekor singa betina.Kini dia menatap puas Zaara yang tersungkur ke lantai dengan tangan dan kaki terikat serta mulut yang disumpal.Amarahnya sudah memuncak. Namun semarah-marahnya dirinya dia tidak punya cukup nyali untuk menghabisi Zaara secara langsung.Temannya dengan sukarela yang akan melakukannya. Seringai ambigu terpatri di wajahnya. Sepertinya dia menyimpan dendam terselubung pada Zaara di mana tak ada seorang pun yang tahu. Dia terhubung dengan masa lalu Zaara.Indera penciuman Zaara begitu sensitif sehingga dia bisa mengenali orang dari parfum atau aroma tubuhnya. Zaara bisa menghidu parfum gadis itu menyatu dengan aroma tubuhnya. Dia adalah teman Evelyn sepupunya, pikirnya.“Habisi!” seru Ayana pada teman di sebelahnya setelah sebelumnya menarik pashmina Zaara dengan paksa hingga terlepas dari kepalanya. Zaara sampai meringis sebab beberapa helai rambutnya yang indah ikut tertarik bersama pashminanya. Na
“Anda keluarga pasien bernama Zaara Nadira?” Seorang dokter bertanya pada Haikal yang menghampirinya.Haikal hanya bisa menghela nafas panjang berhadapan dengan dokter tersebut dikarenakan pertanyaannya tak dijawab. Dokter UGD tersebut malah bertanya balik.“Bagaimana kondisi Zaara?” tegas Haikal yang tak senang berbasa-basi.“Dia sudah ditangani. Dia juga bisa pulang tetapi setelah cairan infusan habis. Dia mengalami syok dan dehidrasi. Adapun luka di kepalanya karena terbentur kemungkinan harus diperiksa ke lab, pemeriksaan CT scan untuk mengetahui apakah terjadi cidera pada kepalanya atau tidak. Namun sejauh ini pasien merespon dan bisa diajak bicara. Itu berarti tidak terjadi hal yang serius,” papar dokter tersebut dengan sedikit tergeragap karena melihat rona wajah Haikal yang begitu dingin dan suram.Baru pertama kalinya Haikal merasa mencemaskan seseorang. Dia sosok pemuda yang individualis, terkesan tak peduli dengan orang lain. Namun dia akan sangat protektif pada orang yan
Sekarang Zaara tak terlihat begitu mengenaskan seperti saat dia ditemukan. Pakaiannya robek dan kotor serta pashmina yang entah kemana terlepasnya. Saat ini perawat sudah menggantikan pakaiannya dengan pakaian rumah sakit. Rambutnya juga sudah tampak sedikit lebih rapi, tidak berantakan seperti tadi. Dia hanya mengenakan syal miliknya untuk menutup kepalanya sebab baik dia maupun Embun tak membawa kerudung cadangan.Dalam kondisi tidur sekalipun, gadis itu masih terlihat sangat cantik. Apalagi terlihat rambutnya yang tergerai. Dia memiliki rambut hitam legam, sangat panjang dan lebat. Sangat indah. Haikal tak pernah menyangka Zaara secantik itu saat tak berhijab. Tanpa sadar syal yang dipakainya melorot memperlihatkan keindahan mahkota yang acapkali dia sembunyikan.Pandangannya kembali turun melihat lehernya yang begitu mulus dan bersih. Ingin rasanya berada di sana, maksudnya menghidu aromanya sebentar saja. Bisa-bisanya dia meneguk saliva saat melihat pemandangan paripurna seorang
Embun menutupi rambut Zaara dengan syal. “Tadi kamu mandi?” telisik Embun sebab khawatir jika Haikal melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mencuci rambutnya tanpa sepengetahuannya. Sepeka-pekanya orang buta tentu tidak akan mungkin menyaingi orang normal yang banyak akalnya. “Ish, kamu daritadi gak nyimak. Kalau mandi belum bisa sebab masih terasa perih sekali. Ya, kamu tahu sendiri keramas doang sama kamu juga ... Kalau tidak dicuci bau sekali. Mereka bener-bener sakit! Mereka sempat-sempatnya menyiramku dengan minuman, bir, tequila … koktail … bikin rambutku rusak,” omel Zaara dengan geram. Syukurlah, Mas Haikal tidak berbuat senonoh. Eh, tapi kalau mencuci rambutnya apa itu tidak senonoh? “Maafin aku sekali lagi, Ra,” lirih Embun dengan perasaan yang bersalah. “Niat hati makan malam dan bersenang-senang, malah kena penganiayaan,” “Ini sudah ke sembilan kali kamu meminta maaf,” desis Zaara dengan sedikit mendecak sebal. “Aku merasa bersalah sampai detik ini.” Embun meng
Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den
Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h
“Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem
“Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek
Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon
Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi
“Mas,”Haikal terbangun dari tidurnya. Dia bangun kesiangan karena semalam baru bisa tidur pukul tiga pagi. Namun saat terbangun dia hanya mendengar suara Zaara yang memanggilnya. Mungkin alam bawah sadarnya terus menerus mengingatnya. Haikal turun dari ranjang dan langsung berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya yang terlihat kusam karena menangis, mata yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Seorang pria baru pertama kalinya menangis ketika dia merasa patah hati. Itulah yang Haikal rasakan saat ini.Haikal telah melewatkan sarapannya dan harus segera pergi ke kantor. Dia mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor pagi itu.Dengan memakai seragam khas eksekutif muda, Haikal berjalan menaiki lift menuju tempat parkir apartemen miliknya. Tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan padat merayap kota hujan dengan keheningan, tanpa musik yang selalu mengiringi perjalanannya. Biasa
Di hadapan Brandon, Alfian duduk tegak dan menatapnya dengan serius. Alfian membawa sebuah foto Zaara Nadira dan seorang pria tua bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih. Alfian sengaja mencetak ke dua foto tersebut demi untuk mengembalikan ingatan Brandon.“Apa kau mengingat ini siapa? Dari kemarin kau menyebutkan nama Zaara Nadira. Nah, ini fotonya! Zaara Nadira keponakan saya.”Alfian menjelaskan pada Brandon dengan begitu serius. Jika Brandon sampai hilang ingatan dan masih mengingat Zaara pertanda bahwa Brandon tidak berbohong dan menipunya mengaku sebagai orang suruhan Hantoro.Brandon duduk dengan bersandar pada bantal dan menatap foto tersebut dengan seksama. Brandon menyebut nama Zaara Nadira berulangkali pasti sebelumnya dia mengenalnya. Semakin mencoba mengingat semakin kepalanya begitu berat sekali.Brandon memegangi kepalanya dengan perasaan frustrasi. Dia tak bisa mengingat siapakah gadis bernama Zaara Nadira itu. Dia hanya mengenal namanya saja. Selebihnya tidak
Pagi itu Alfian menjenguk Brandon di rumah sakit karena merasa iba padanya. Setelah Alfian pikir mungkin Brandon memang bukan seorang penipu. Setelah memperoleh informasi dari aparat kepolisian yang melakukan penyelidikian dan penyidikan di tempat kejadian perkara di mana Brandon mengalami kecelakaan naas tersebut, telah ditemukan bahwa seseorang telah berusaha mencelakai Brandon dengan menyabotase kendaraannya seolah hanya kecelakan murni biasa, padahal kecelakaan yang sudah disusun skenarionya terlebih dahulu.Seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang mulus tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang berpengaruh dan tak tersentuh.Terlepas dari itu semua, naluri Alfian tergugah ingin mengetahui kondisi pria yang berusia seumuran dengannya tersebut apakah sudah membaik atau belum.Alfian berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap di mana Brandon berada. Saat ini kartu identitasnya masih bermasalah. Namun pihak kepolisian tengah mengurusnya di kedutaan. Kondisinya cukup m