Hani menoleh ke belakang. Wajahnya kembali menjadi sedih saat ini.“Yang meninggal adalah Kakakku,” terang Hani.Lucas menarik napasnya dalam-dalam setelah mendengar itu. “Jadi dia Kakakmu?”Hani mengangguk kecil. “Dia bahkan lebih dari seorang kakak bagi kami. Dia sudah seperti ayah. Semenjak ayah meninggal, dia menjadi tulang punggung keluarga. Baru beberapa bulan ini saja aku bisa membantu.”Hani kemarin menatap Lucas dengan air mata yang menggenang. “Dia pria yang baik dan bertanggung jawab. Tapi api kenapa nasibnya begitu mengenaskan? Bahkan dia harus dibunuh dengan keji.”Lucas mengusap pundak Hani, berusaha untuk menenangkannya.“Ya, benar. Kakakmu adalah orang yang baik. Aku sangat kehilangannya,” ucap Lucas.Hani mengangguk sambil menyeka air mata yang terus keluar.“Kalau boleh tahu, sejak kapan Bapak kenal dengan kakakku? Sepertinya dia tidak pernah cerita jika punya teman seperti Bapak,” tanya Hani.“Sebenarnya aku baru bertemu dengannya. Aku adalah pemilik baru sasana Bro
Ashton tersenyum kecil, seperti seseorang yang tahu lebih dari seharusnya."Hanya firasat, Angeline. Kamu kelihatan seperti orang yang sedang berusaha mengabaikan perasaanmu,” ucap Ashton.Dia tidak menjawab. Matanya kembali menatap cangkir kopi yang kini tinggal setengah."Kamu tahu, aku bisa membantumu," lanjut Ashton."Bantuan apa?" tanya Angeline, kali ini lebih tajam."Apa pun yang kamu butuhkan. Aku tahu kamu sedang menghadapi sesuatu yang besar. Jangan ragu meminta bantuanku. Kita tidak harus selalu berseberangan." Ashton menatap lekat Angeline, mencoba meyakinkan wanita di depannya.Angeline terkekeh pelan, tapi tanpa jejak humor. "Kamu berpikir bisa membantu tanpa tahu apa yang aku hadapi, itu sudah sangat memaksakan diri.""Ya kali aja. Aku tahu banyak tentang kamu, tentang keluargamu dan juga ... Lucas."Angeline mendadak diam, ekspresinya yang dingin mulai retak. "Apa yang kamu tahu tentang Lucas?""Lebih dari yang kamu kira." Ashton menjawab sambil melipat tangan di atas
Lucas baru saja akan keluar rumah, panggilan suara di ponselnya masuk. Dari Angeline. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengangkatnya. "Lucas, kamu di mana?" Suara Angeline di telepon terdengar tenang, namun tersirat keingintahuan yang kuat. Padahal Lucas belum sempat bertanya kepada Angeline. Napasnya terdengar berat, tetapi dia berusaha menjaga nada suaranya tetap datar. "Kamu dari mana saja? Kenapa tidak dijawab panggilanku?""Ah, aku hanya keluar sebentar. Sekarang aku sudah di rumah."Lucas menghela napas lega, jantungnya berdebar tanpa alasan yang jelas."Aku di rumah Ibu sekarang." Lucas memutuskan untuk menyelipkan informasi itu, seolah ingin menegaskan bahwa dia tidak berbuat sesuatu yang mencurigakan."Rumah Ibu?" Suara Angeline terdengar sedikit cemas. "Kenapa tiba-tiba ke sana? Apa Ibu sakit?"Lucas menarik napas dalam-dalam. "Aku hanya mengunjungi Ibu saja sebentar. Dia dalam kondisi sehat. Kamu jangan khawatir.”Ada keheningan di ujung sana sebelum Angeline akhirnya m
Gigio merasa jauh lebih tenang jika ada Lucas di belakangnya, meskipun yang akan dilawannya adalah Matteo.“Baik. Aku akan mengikuti semua perintahmu, Lucas. Aku percayakan semuanya padamu!” ucap Gigio.Albin juga mengangguk. Dia juga merasa percaya dengan Lucas.“Oh iya, maaf jika pembicaraanku menyimpang, tapi menurutku ini sangat penting juga,” ucap Albin.Lucas dan Gigio langsung menoleh ke arah Albin dan menatapnya.“Ada apa, Albin. Katakan saja!” ucap Lucas.“Aku baru saja mendapat laporan dari atasan. Dia mengatakan kalau masalah di sasana Dragon's Den menjadi perhatian lebih bagi institusi kepolisian. Sebab, banyak warga yang melihat kejadian dan banyak yang mempertanyakan tentang hal itu,” ungkap Albin.“Hasilnya, kepolisian mendapat banyak tekanan publik untuk mengungkap kejadian sebenarnya,” lanjutnya.Gigio terkejut mendengarnya. Dia pun menjadi cemas dan langsung menatap Lucas. Gigio tahu, jika ada beberapa oknum polisi yang bisa disogok, namun ada banyak pula yang tidak
Pintu sebuah ruangan dibuka oleh pria tua itu. Dia pun kemudian mengulurkan tangannya ke dalam. “Silakan masuk!”Matteo pun melangkahkan kakinya masuk.Ruangan itu tampak seperti potongan waktu dari abad pertengahan, dengan sentuhan keanggunan yang menggambarkan kemewahan kaum aristokrat.Dinding-dindingnya dilapisi panel kayu ek yang berukir rumit, menampilkan pola daun akantus dan bunga lili khas kerajaan. Di atasnya, tergantung permadani besar yang menggambarkan perburuan abad pertengahan, warna-warnanya mulai pudar namun masih memancarkan keindahan.Matteo yang memiliki rumah modern dan futuristik, cukup berbanding terbalik pandangannya terhadap ruangan itu. Dia malah merasa heran kenapa ada orang yang memiliki selera seperti ini.Seorang pria paruh baya, berdiri dari kursinya dan melangkah maju. Langkah kakinya lambat namun begitu elegan, bagaikan seorang raja kerajaan besar.“Matteo Bellucci, senang bisa bertemu denganmu. Sebuah kehormatan dapat dikunjungi olehmu,” ucap Laurence
Semalaman, Lucas sama sekali tidak berbicara dengan Angeline. Sebab ketika dia pulang, Angeline sudah naik ke kasur dan dalam proses tidur. Angeline bahkan menolak berbicara meski Lucas hanya bertanya tentang kemana dia pergi.Namun Lucas mengerti. Dia pun memilih untuk mandi dan kemudian tidur. Dia tidak memaksa Angeline untuk bercerita karena masih merasa tidak enak hati akibat masalah Stella.Saat pergi ke kantor pun, tidak ada pembicaraan apapun. Mereka saling diam seperti tidak saling kenal.“Aku akan membantumu menyelesaikan laporan ini jika kamu berkenan,” kata Lucas saat tiba di ruang kerja direktur pemasaran, untuk membuka pembicaraan.“Ya, kamu bisa selesaikan itu. Aku akan mengerjakan yang lain,” kata Angeline.Ponsel yang tergeletak di meja berdering. Angeline meraihnya tanpa melihat siapa yang menelepon."Angeline." Suara Ashton terdengar di ponsel.Angeline, yang tengah menyelesaikan laporan keuangan di mejanya, melirik sekilas ke arah Lucas. Pria itu duduk di kursi di s
Ashton tersenyum tipis, ekspresinya berubah dingin. "Kamu tidak perlu tahu detailnya. Percayalah padaku, Lucas akan mendapatkan balasannya. Tapi tidak dengan cara murahan.""Kakak hanya menyuruhku menunggu? Lagi? Sampai kapan?" Luki hampir berteriak, suaranya bergetar karena frustasi."Ya," jawab Ashton singkat. "Menunggu adalah bagian dari strategi.""Strategi apa? Katakan kepadaku apa strategi yang kamu susun!" Luki mendekat lagi, menantang. "Sudah aku bilang, kamu tidak perlu tahu!” ucap Ashton, kesal."Kak, kamu harus segera bertindak. Waktu kita tidak banyak!" Luki berkata dengan nada tegas, matanya menatap Ashton dengan tajam. Dia semakin tak sabar lagi menunggu dan terus menunggu entah sampai kapan.Ashton menghela napas panjang, menekan rasa frustrasinya yang semakin memuncak. "Luki, aku yang akan melakukan semuanya, bukan kamu. Jadi, aku yang akan menentukan kapan dan bagaimana semuanya berjalan.""Tapi kamu terlalu lambat, Kak. Kalau tidak gerak cepat, nanti Lucas bisa memb
"Jadi, siapa sebenarnya orang itu?" tanya Luki, suaranya terdengar bergetar meski dia berusaha menutupinya. Dia mencondongkan tubuh ke depan, mencoba menangkap jawaban Matteo yang terdengar ambigu sejak awal. Rasa penasaran tidak bisa disembunyikan lagi. Matteo diam sejenak, seolah sedang menyusun kata-kata dengan hati-hati. Dia memainkan jari-jarinya di atas meja, melirik Luki dengan pandangan yang sulit diartikan."Orang itu hanyalah seseorang yang berlindung di balik bayang-bayang sosok besar," jawabnya akhirnya, suaranya datar namun sarat makna. Luki menyipitkan mata, mencoba menangkap apa yang sebenarnya dimaksud Matteo."Sosok besar? Anda maksud orang itu kuat karena ada seseorang yang melindunginya?" tanya Luki.Matteo tersenyum tipis, hampir seperti mengejek. "Benar sekali. Dia hanya seorang karyawan biasa. Jika bukan karena perlindungan sosok besar itu, dia tak lebih dari sekadar individu yang bisa dipatahkan kapan saja." Luki menyandarkan punggungnya ke kursi, kedua tang
Lucas menatap Angeline dengan tenang setelah melontarkan pertanyaan itu.“Jika kamu memiliki perusahaan sebesar BQuality, apakah kamu akan merasa senang?”Angeline menatap Lucas dengan ekspresi bingung, lalu tertawa pelan.Lucas mengangkat alis. “Kenapa tertawa?”Angeline meletakkan cangkir kopinya di meja dan menghela napas. “Lucas, membangun perusahaan tidak semudah itu. Apalagi sebesar BQuality.”Lucas tetap diam, menunggu kelanjutannya.Angeline bersandar ke sofa, menatap langit-langit sebentar sebelum kembali menoleh ke arah Lucas.“Perusahaan sebesar itu butuh modal besar, jaringan luas, dan bertahun-tahun pengalaman. Aku tidak pernah terpikir untuk memiliki sesuatu seperti itu,” katanya dengan nada realistis.Lucas menyipitkan mata. “Siapa tahu suatu saat nanti kamu bisa.”Angeline tersenyum tipis. “Aku lebih suka realistis. Jika aku terlalu banyak berharap, aku hanya akan kecewa dengan ekspektasi yang kubuat sendiri.”“Itu menyakitkan, Lucas!” tutupnya.Lucas mengangguk kecil,
Lucas berjalan menuruni bukit dengan langkah tenang, tetapi pikirannya terus bekerja.Dia tidak melihat gunanya menunggu Matteo, John, Luki, dan Ashton keluar dari istana Raja Verdansk. Tidak akan ada informasi berharga yang bisa didapat hanya dengan mengamati mereka dari kejauhan.Jika ingin mengetahui sesuatu, lebih baik langsung mencari sumbernya.Mata-mata organisasi Veleno adalah yang terbaik dalam bidang ini. Dan hanya ada satu orang yang bisa mengaturnya dengan baik, Julian.Lucas merogoh ponselnya, menekan tombol panggilan cepat.Nada sambung berbunyi beberapa kali sebelum akhirnya suara Julian terdengar di seberang.‘The Obsidian Blade.’Lucas langsung berbicara tanpa basa-basi. ‘Julian, aku butuh bantuanmu.’Julian terdiam beberapa detik sebelum menjawab, ‘Apa yang terjadi?’Lucas menghela napas singkat. ‘Matteo, John, Ashton, dan Luki baru saja mengunjungi istana Raja Verdansk dan mereka diterima di sana.’Julian langsung terkejut. ‘Apa? Raja Verdansk? Apa kau yakin, The Ob
Sam menelan ludah, tangannya mulai berkeringat. Tubuhnya gemetaran saat tatapan tajam Luki semakin dekat.Pemuda itu benar-benar tidak menyangka jika dia akan berhadapan dengan seseorang yang terlihat berbahaya seperti Luki.Luki melangkah dengan perlahan, sorot matanya seperti elang yang sedang mengunci mangsanya."Aku tanya sekali lagi," katanya dengan nada dingin. "siapa kamu?"Sam mencoba mempertahankan ekspresi tenangnya. Tapi suaranya sedikit bergetar saat menjawab, “Aku hanya kebetulan lewat. Aku sedang berjalan-jalan di sekitar sini.”Luki menatapnya lebih lama. Dia mengamati Sam dari atas ke bawah, mencari tanda-tanda yang mencurigakan.Lucas yang bersembunyi di balik pepohonan hanya bisa mengamati dengan tegang.Jika Sam melakukan kesalahan sedikit saja, dia akan mati di tempat.Detik berlalu dengan begitu lambat.Luki mengernyit, lalu melangkah lebih dekat hingga hanya berjarak satu langkah dari Sam.“Jalan-jalan?” Luki mendengus. “di tempat terpencil seperti ini?”Sam beru
Kesunyian yang melingkupi ruangan itu begitu mencekam. Aura kekuasaan Raja Verdansk terasa semakin menekan setiap detik yang berlalu.Dari singgasananya yang megah, sang raja menatap tajam ke arah dua pria yang berdiri di hadapannya. Tatapannya tidak menunjukkan emosi, tetapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat John dan Matteo merasa seakan mereka sedang dihakimi.Bagi Raja Verdansk, pertemuan seperti ini adalah sesuatu yang membuang waktu. Dia tidak suka berbasa-basi, tidak tertarik mendengarkan keluhan orang lain. Tetapi, setelah mendengar laporan bahwa Matteo telah berusaha tujuh kali untuk menemuinya, rasa penasarannya sedikit terusik.Lagi pula, yang diketahui olehnya, Matteo bukan orang sembarangan. Dia adalah ketua Serikat Dagang, organisasi paling berpengaruh di Kota Verdansk dan menjadi salah satu lumbung pendapatannya.Namun, yang membuat Raja Verdansk akhirnya memutuskan untuk menerima pertemuan ini bukanlah karena kesetiaan Matteo, melainkan untuk memahami kenapa
Luki duduk dengan santai di ruang tamu, senyum tipis terukir di wajahnya. Dia baru saja mendapat kabar dari Matteo yang membuatnya senang dan penuh semangat.Di tangannya masih ada gelas berisi anggur merah. Dia menggoyangkannya perlahan, matanya menatap cairan itu dengan penuh antisipasi.Langkah kaki terdengar dari arah pintu masuk.Ashton baru saja pulang kerja, jasnya masih rapi, tetapi ekspresinya terlihat lelah. Begitu dia melihat Luki duduk dengan ekspresi mencurigakan, alisnya langsung terangkat.“Ada apa? Kenapa senyum-senyum seperti itu?” tanya Ashton sambil melepas jasnya dan menggantungnya di sandaran sofa.Luki meneguk sedikit anggurnya sebelum menjawab, “Kak, sesuatu yang hebat akan segera terjadi.”Ashton mengernyit. Dia tidak menyukai cara bicara Luki yang penuh misteri.“Apa maksudmu?” tanya Ashton.Luki tersenyum lebih lebar. “Balas dendam akan segera terlaksana.”Ashton langsung menegang. Pikirannya langsung tertuju pada satu nama.“Balas dendam kepada Lucas?” tanya
Lucas tetap berjongkok di balik semak-semak, matanya tidak pernah lepas dari istana mewah itu. Lampu-lampu temaram di sekeliling gedung menciptakan bayangan panjang yang bergerak pelan mengikuti tiupan angin malam.Di sebelahnya, Sam mulai gelisah. “Jadi … kita cuma akan diam di sini?” bisiknya.Lucas tidak menjawab. Pertanyaan itu telah ditanyakan oleh Sam sebelumya, jadi Lucas tidak perlu lagi untuk menjawab karena membuang-buang energi saja.Lucas masih mengamati setiap detail pergerakan di depan vila. Dia terpikir untuk mengambil beberapa foto dan video sebagai bukti.Namun saat ponselnya dikeluarkan, ada panggilan suara masuk. Tidak ada suara dan tidak ada getaran karena memang Lucas mengatur ponselnya agar sunyi. Dia tidak ingin ada gangguan saat sedang mengawasi Matteo dan John.Di layar ponselnya nama Troy terpampang di sana. Lucas mendesah pelan. Troy sudah meneleponnya sepuluh kali. Tanpa ragu, Lucas akhirnya menerima panggilan itu.‘Apa yang terjadi, The Obsidian Blade? Ke
Di balik bayangan pepohonan, Lucas tetap berjongkok dengan tenang. Matanya fokus pada vila besar di depan mereka, sementara di sampingnya, seorang pemuda bernama Samuel tampak gelisah.Samuel, atau yang biasa dipanggil Sam, masih tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dia hanya seorang pengendara motor biasa yang tiba-tiba diseret ke dalam situasi ini.Sam menelan ludah, lalu berbisik, “Hei, kita sudah sampai di sini. Sekarang bisa jelaskan, kenapa kita mengikuti orang itu?”Lucas tetap diam, matanya tidak berkedip sedikit pun.Sam melirik Lucas dengan ragu. “Dengar, aku memang butuh uang, tapi aku tidak mau terlibat dalam sesuatu yang berbahaya. Kamu bahkan belum memberitahuku siapa pria yang kita ikuti.”Lucas akhirnya menoleh ke arah Sam, sorot matanya tajam dan dingin. Aura berbahaya keluar dari tubuhnya begitu saja, membuat Sam langsung merasa tidak nyaman.Jantung pemuda itu berdetak lebih cepat. Seolah-olah dia baru saja menantang seekor harimau di tengah hutan.“Ad
Pada awalnya Lucas ingin membiarkan Matteo pergi. Namun dia juga mengingat lagi tentang keresahan hatinya tentang Lucas bebepaa hati yang lalu.Lucas menatap jalanan yang macet dengan rahang mengeras. Matteo sudah menghilang dari pandangan mereka, dan itu membuat nalurinya berteriak.“Baiklah Troy. Kejar dia!” perintah Lucas dengan suara tegas.Troy tersenyum. Inilah yang diinginkan olehnya. Yaitu menghukum Matteo dengan keras.Tanpa membuang waktu, Troy pun langsung menginjak pedal gas, mencoba menyalip kendaraan di depannya.Awalnya dia cukup mulus untuk melewati mobil-mobil di depannya meski sedang padat. Namun pada akhirnya, kondisi jalanan tidak berpihak kepada mereka. Lalu lintas menjadi semakin pada sehingga tidak ada ruang untuk menyalip lagi.Terdengar klakson kendaraan bersahutan, menciptakan kekacauan di jalan utama kota Verdansk.Troy mengumpat pelan. “Sial. Mobilnya tidak terlihat lagi.”Lucas menyipitkan matanya, berusaha mencari tanda-tanda keberadaan Matteo. Dia tahu b
Di dalam kantornya, Matias membaca pesan dari Randy dengan ekspresi serius. Dia langsung menghubungi rekannya itu via panggilan suara.‘Apa maksudmu dengan ‘orang ini berbahaya’?’ tanya Matias tanpa basa-basi begitu Randy menjawab panggilan suaranya.Di seberang telepon, Randy mendesah. ‘Dia bukan orang yang bisa kita kendalikan. Dia dingin, profesional, dan tidak tertarik dengan tawaran apa pun. Hal ini terlihat jelas saat dia berkunjung ke divisiku.’Matias mengernyit. ‘Jadi kita tidak bisa melobinya? Atau hanya belum tahu saja celahnya?‘Sepertinya akan sulit,’ jawab Randy. ‘aku sudah mencoba mengajaknya makan malam untuk mengenalnya lebih jauh, tapi dia langsung menolak dengan tegas seperti dia tahu apa rencanaku. Dia bukan tipe yang bisa dijebak dengan cara biasa.’Matias menyandarkan tubuhnya ke kursi, berpikir dengan keras.‘Hmmm … jalau begitu, kita harus tahu apa yang membuatnya bergerak,’ kata Matias akhirnya. ‘aku akan mencari tahu berapa gaji dan bonus yang dia dapat setia