Share

Tak Tahu Posisi

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku udah calling box pengangkut barang buat pindahan. Besok Mama baru dateng anter Arka sambil liat-liat apartemen baru kita. Kayaknya malam ini aku bakal pulang telat. Kalau ngantuk tidur aja duluan, nggak usah nunggu," papar Cakra panjang lebar saat Danita mengantarnya sampai di depan pintu.

Perempuan berambut panjang itu mengangguk pelan, lalu tersenyum manis hingga menampilkan kedua lesung pipitnya yang dalam.

Sudah dua hari sejak kedatangan Danita, mereka memang langsung menempati apartemen ini.

"Hati-hati di jalan, Mas."

Cakra hanya menanggapinya dengan senyuman kecil, tangannya melambai saat memasuki lift, sebelum menekan tombol menuju basemant.

Sepeninggal Cakra Danita kembali ke dalam. Desah gusar terdengar dari mulutnya saat mendapati suaminya bahkan tak bisa meluangkan waktu di akhir pekan hanya untuk mengajaknya berkeliling kota. Padahal sudah sebulan dia habiskan waktu untuk bekerja.

Sekali lagi Cakra berhasil menumbuhkan keyakinan dalam diri Danita tentang hubungan mereka yang memang sedang tidak baik-baik saja.

Dia bahkan ragu saat mengatakan pada Melinda bahwa lelaki itu adalah sosok suami yang sempurna.

Karena pada kenyataannya ... Cakra memang sudah berubah.

***

Bruk!

"Pokoknya lu nggak boleh pergi!" Dini melempar tas Melinda saat mendapati perempuan itu sudah bersiap-siap untuk pergi.

"Please, Din. Mas Cakra udah nunggu di parkiran dari tadi," sergah Melinda lemas.

"Eling, Mel! Lu nggak boleh kayak gini. Cinta emang buta, tapi liat dulu siapa yang jadi korbannya. Dia kakak lu, kalian brojol dari lobang yang sama. Masa iya lu tega khianatin dia." Dini tetap bersikeras meyakinkan Melinda yang mulai goyah keyakinannya.

"Lo nggak ngerti, Din. Gue ngelakuin ini juga demi dia. Mas Cakra janji bakal nunda rencananya cerein Mbak Dani, asal gue ...."

"Mau jadi simpanannya?" potong Dini cepat saat melihat keraguan dari ucapan Melinda.

Perempuan itu terdiam.

"Oh, sh*t." Dini mengumpat.

"Gue janji sekarang yang terakhir. Anggap aja ini layanan service kayak yang lain. Intinya kerja, dan gue dibayar!"

"Argh!" Dini mengacak rambut cepaknya. "Setiap orang yang sadar mau ngelakuin dosa pasti juga bilang ini yang terakhir. Lagian nggak ada yang namanya kerja melibatkan perasaan, Meli. C'mon, Honey. Lu itu cakep, pinter, bohay, seksi. Masih banyak laki single di luar sana yang tergila-gila sama lu. Tinggal tunjuk aja. Kenapa malah mau sama yang udah berbini. Mana kakak ipar lagi. Gusti!"

Melinda tak mengindahkan ucapan Dini. Dia memungut tas putih yang tergeletak di lantai, lalu meninggalkan unit apartemen-nya.

"Sorry, Din. Sekali lagi lo nggak akan ngerti posisi gue."

***

Jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Namun, seseorang yang ditunggu tak kunjung datang. Danita masih terjaga di depan meja makan dengan hidangan yang sudah dia siapkan sejak beberapa jam tadi.

Dia memaklumi keterlambatan Cakra, atau waktu yang tak bisa dia luangkan meski di akhir pekan. Namun, dia tak menyangka Cakra akan melewatkan ulang tahunnya, dan tradisi makan malam yang biasa mereka lakukan untuk merayakan pertambahan usia masing-masing.

Bahkan sampai selarut ini lelaki itu masih belum kembali.

Mati-matian Danita menahan kantuk yang menyerang. Dia berharap di detik-detik terakhir Cakra tiba-tiba datang memberi kejutan. Namun, sayang. Sampai matanya benar-benar terpejam, perempuan itu harus tertidur dengan kekecewaan.

Jam menunjukkan pukul 01.12 dini hari. Cakra kembali dengan sekuntum bunga mawar di tangan.

Hela napas panjangnya terdengar saat melihat sang istri sudah terlelap di atas meja makan.

Air muka Cakra tak terbaca saat menggendong Danita menuju kamar mereka dan membaringkannya di ranjang. Lalu mengecup kening perempuan itu sekilas.

Setelah memastikan Danita benar-benar terlelap. Cakra menanggalkan semua pakaiannya, sebelum melangkah ke kamar mandi dia sempat meraih ponsel sejenak.

Tersenyum kecil menatap potret yang sempat dia ambil bersama Melinda. Kemudian melangkah menuju kamar mandi.

Tanpa diduga Danita ternyata masih terjaga. Dia menarik selimut dan mengubah posisi menyamping. Setetes cairan bening lolos dari sudut mata perempuan pemilik lesung pipit itu.

***

Matahari bahkan belum menampakan diri, tapi Dini sudah terjaga di depan PC. Memutar otak untuk mengalihkan perhatian Melinda dari Cakra dan kembali fokus pada tujuannya.

Cukup sulit memang, mengingat Melinda nyaris tak memiliki minat pada apa pun. Kecuali merawat diri.

Bersamaan dengan itu satu chat masuk. Dari kontak yang Dini namai 'Buaya Narsis'

"Gotca. Pucuk dicinta, umpan pun tiba!" Gadis seumuran Melinda itu menjentikkan jari dengan ekspresi semringah.

Bergegas dia menghubungi Melinda untuk mengabari tentang pekerjaan barunya.

"Ya elah nih anak kebo amat. Angkat telepon aja kek angkat beban hidup. Lama bener. Belum aja dia ngerasain angkat badan gue."

Setelah beberapa lama akhirnya panggilan terhubung.

"Kampret, Dini. Ini masih pagi. Gue baru tidur dua jam." Terdengar omelan Melinda dari seberang sana.

"Mel, siap-siap buat entar siang. Ada bookingan dari pelanggan tetap favorit lu."

"Siapa?" tanya Melinda tanpa basa-basi.

"Bang Dave. Anak yang punya gedung apartemen ini. Jangan lupa dandan yang cakep, yak!"

Jeda sejenak. Tak lama pekikan nyaring terdengar hingga membuat Dini harus menjauhkan ponselnya.

"Pelanggan favorit jidat lo! Dari semua malah dia yang paling bikin gue cape!

.

.

.

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fabianus Gon
habis koin sementara Istirahat aja dulu ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pelayanan Kamar Spesial   Tak Sebaik yang Dipikir

    "Astaga dragon ball!"Dini menggeleng sembari berdecak saat melihat unit Melinda masih dalam keadaan gelap gulita. Tak ada cahaya matahari yang dibiarkan masuk ke ruangan kamar bernuansa biru toska tersebut. Gorden masih tertutup, bau asap rokok tercium di mana-mana, dengan beberapa tisu yang tercecer di lantai. Jam sudah menunjukkan hampir tengah hari, janji dengan pelanggan tetap bernama Dave pun terpaksa diundur Dini sampai satu jam. Karena sejak menghubunginya subuh tadi, ponsel Melinda seolah sengaja dimatikan."Mel, bangun, oi! Liat udah jam berapa ini." Dini menepuk-nepuk bokong Melinda yang tertidur dengan posisi telungkup. Pakaian yang dikenakannya bahkan masih yang kemarin. "Melinda Anandia, gue tahu lu udah bangun dari tadi!" Kali ini Dini kehilangan kesabaran. Dengan tubuh yang dua kali lipat lebih besar, dia bisa dengan mudah membalikan badan Melinda dan memaksa perempuan itu agar bangkit dari ranjangnya. "Please, Din. Gue cape banget," lirih Melinda. Dia sembunyikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Malam Itu ....

    *KemarinMobil BMW i8 melesat membelah jalanan yang lenggang. Melewati lampu-lampu jalan yang menerangi pekatnya malam. Tak ada bintang yang menemani rembulan kali ini, sehingga langit terlihat begitu kelam untuk dipandang. Sekelam perasaan perempuan yang duduk gelisah di kursi penumpang.Hampir seharian dia dibawa berputar-putar mengelilingi kota. Sesekali singgah sebentar untuk sekadar mengisi perut yang keroncongan. Dari siang sampai larut malam. Tak ada percakapan berarti yang mereka bicarakan. Keduanya seolah sibuk dengan dunianya sendiri. Dunia yang sebenarnya tak tahu akan membawa mereka pada kehidupan seperti apa setelah ini. "Kita istirahat dulu di sini."Melinda tersentak dari lamunan saat mobil berhenti di parkiran sebuah hotel berbintang. Tangan besar Cakra yang tersimpan di atas jemarinya membuat perempuan itu tertegun untuk beberapa saat. Itu adalah sentuhan pertama mereka sejak menghabisi waktu bersama sampai selarut ini. "Kasih aku waktu buat berpikir sejenak, Mas,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Hanya Pura-Pura

    "Hei, ada apa?" Danita bangkit dari tempatnya saat melihat Melinda menangis terisak-isak. Air matanya berguguran mengenai piring berisi makanan yang belum sempat disentuhnya. Kata demi kata yang terlontar dari mulut kakaknya membuat Melinda tak kuasa lagi menahan rasa bersalahnya. Semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, penyesalan tak akan bisa mengubah apa yang sudah dilakukannya dengan Cakra malam itu. "Maaf, Mbak."Dahi Danita mengernyit. "Ma-af karena nggak bisa jadi adik yang baik buat Mbak Dani, ma-af karena aku benar-benar nggak berguna dan nggak tahu diri."Danita mendekap tubuh adiknya. Dia benar-benar kebingungan dengan perubahan sikap Melinda. Apa yang membuatnya tiba-tiba menangis tanpa sebab? Apa yang membuatnya tiba-tiba meminta maaf? Meskipun kebingungan, tapi Danita berusaha mengembalikan keadaan. Dia elus lembut rambut Melinda dan menenangkannya."I-iya, mbak maafkan. Udah, ya, Mel. Kalau kamu kayak gini terus, malah mbak yang bingung."Melinda tak m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Awal Semuanya

    Ketika dua insan dipertemukan kemudian dipisahankan, hanya ada sepenggal kenangan tersisa di antara puing-puing harapan yang nyaris karam. Meski takdir kembali mempertemukan, sebuah kenyataan pahit memaksa mereka untuk pasrah dengan keadaan. ***20 Juli, tiga tahun lalu.Cincin berlian berukuran sedang itu menantulkan kemilau cahayanya di antara sinar lampu yang temaram. Keindahan yang terpancar bukan alasan satu-satunya, kenapa tangis bahagia terlihat dari wajah gadis cantik yang tengah duduk di hadapan lelaki gagah berkacamata yang menyodorkan kotak beludru hitam itu. Namun, makna yang terkandung dari benda bundar mengkilap tersebut lebih dari sekadar pemberian. Melainkan melambangkan suatu ikatan menuju jenjang pernikahan. "I-ini beneran, kan, Mas?" Gadis itu kembali memastikan. Seolah tak percaya bahwa lelaki dewasa yang selama ini dia anggap main-main, tiba-tiba menunjukkan keseriusan. Satu setengah tahun sudah mereka menjalin hubungan. Pertemuan yang semula hanya sebatas reka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Pengorbanan

    Melisa tak menyangka semuanya akan berubah seperti ini. Ketika duka dan bahagia datang di waktu yang bersamaan. Antara menangis dan tertawa menjadi tak ada artinya. Dia dan Danita memang tertaut usia tiga tahun, tapi keduanya sudah seperti anak kembar yang tak bisa dipisahkan. Rasa sakit yang dirasakan kakaknya, bisa Melisa rasakan juga. Dadanya benar-benar penuh dengan kesesakkan ketika menyaksikan kondisi Danita yang terlampau menyedihkan. Sudah dua bulan, dua bulan sejak lamaran Cakra dan kehamilan Danita. Dia masih terjaga di situasi yang sama membingungkannya.Antara melanjutkan rencana pernikahannya dengan Cakra, atau berada di sisi Danita sepenuhnya. Dia benar-benar tak bisa membiarkan Danita berjuang sendirian, sementara perempuan itu memiliki tekad yang kuat untuk mempertahankan kehamilannya. Beberapa kali Danita mengatakan bahwa janinnya tak bersalah. Jadi, dia harus lahir dan hidup dengan baik. Walaupun dia harus menanggung akibatnya. Memiliki anak tanpa seorang suami

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Perpisahan Paling Menyakitkan

    Begitulah cara mereka mengakhiri hubungan. Besoknya Cakra datang menjenguk Danita dengan membawa sebuket bunga. Lelaki itu seolah ingin menunjukkan bahwa keputusan yang Melisa ambil benar-benar menempatkan mereka pada posisi yang sulit, dan hubungan yang rumit. Satu minggu berlalu semua masih berjalan baik-baik saja, tiga minggu mulai timbul kecemburuan di hati Melisa melihat hubungan Danita dan Cakra semakin dekat saja. Tak terasa dua bulan berlalu, yang bertepatan dengan empat bulan usia kandungan Danita, Cakra datang kepada nenek bersama ibunya untuk melamar. Ibu Cakra yang juga merupakan CEO Tekma Toserba bahkan sempat meminta maaf karena anaknya khilaf menghamili Danita. Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri Melisa saat itu, antara kagum dengan kemampuan akting Cakra, atau sakit karena lelaki itu seolah sengaja mengujinya. Yang pasti setelah pernikahan mereka berlangsung, Melisa hanya bisa mengurung diri dalam kamar. Menangis tanpa suara. Dan menderita sendirian sementara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Tak Mau Mengaku

    Adakalanya rindu kerap kali hinggappada sosok yang tak bisa kita dekapsampai sang waktu membiarkannya menguap, dalam keadaan terlelap. ***Satu tahun sudah berlalu. Sejak Melinda mendirikan bisnis room service ini dengan puluhan pelanggan dari berbagai kalangan dan usia. Tak ada yang tahu pekerjaan Melinda sebenarnya kecuali mereka yang pernah menjadi pelanggannya.Di dalam gedung, dia sudah mendapatkan kurang lebih lima pelanggan tetap. Mulai dari David, lalu tetangga sebelah unit yang selalu menitipkan anaknya setiap akhir pekan, seorang pria paruh baya yang kerap kali datang hanya untuk mengeluh tentang rumah tangganya, wanita paruh baya yang kesepian, staf apartemen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, dan terakhir seorang dokter muda pengidap insomnia akut. Melinda tak sembarangan memberikan layanan khusus bila memang salah satu dari mereka menginginkan tubuhnya. Ada kocek tak sedikit yang harus mereka keluarkan hanya untuk sekali service. Sejauh ini dia hanya pernah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelayanan Kamar Spesial   Ketahuan?

    Prang! Melinda dan Cakra terlonjak seketika saat mendengar suara benda pecah dari arah ruang tamu. Seketika atmosfer berubah tegang. Ada rasa cemas dan gelisah di hati mereka. Walau bagaimana pun entah itu Cakra atau Melinda keduanya sama-sama belum siap bila Danita tahu terlalu dini. Apalagi kata-kata yang keluar dari mulut Cakra barusan bisa dibilang sangat kejam. Melinda yang hanya mendengar saja bisa merasakan sakitnya. "Mas ...." Dengan wajah panik Melinda menarik tangan Cakra. "Tenang, Mel. Aku bisa memastikan kalau Danita masih ada di atas. Dia nggak mungkin ada di sini, soalnya Arka lagi rewel." Sebisa mungkin Cakra berusaha terlihat biasa untuk menenangkan Melinda walaupun dalam hati Cakra ketakutan itu ada. Mengingat Danita sedang dalam keadaan hamil saat ini. Meskipun dia memiliki keinginan kuat untuk menceraikan istrinya, tapi rasa empati yang tinggi masih tertinggal di jauh di dasar hatinya. "Tunggu di sini, biar aku periksa," pintanya kemudian. Melinda mengangguk an

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Pelayanan Kamar Spesial   Berkumpul Kembali

    Acara Baby Shower perayaan tujuh bulanan Melisa dilaksanakan di sebuah vila milik keluarga yang ada di pusat kota. Semua anggota keluarga dan kerabat dekat hadir tanpa terkecuali, bahkan para pasien dekat Meli. Konsep acara out door. Di luar ruangan dengan nuansa biru dan merah muda khas perayaan menyambut anggota keluarga baru. Pak Indra dan Bu Nara bahkan ikut menghadiri. Kebetulan hubungan mereka dan Bu Nina sudah membaik sejak tragedi empat tahun lalu. Kini semuanya berkumpul dan mempererat hubungan sebagai teman dan kerabat dekat, tanpa mengungkit masa lalu yang sudah berlalu. Tiga bersaudara, Candra, Cakra, dan David duduk sejajar di kursi paling depan. Menatap Melisa yang baru saja keluar dituntun oma dan Danita.Perempuan itu terlihat begitu anggun dengan gaun gradasi warna soft pink, biru, juga tosca. Bandana bunga yang menghiasi kepala menambah manis penampilannya. “Semenjak hamil aura si Meli makin aur-auran, ya? Pantas aja lu makin lengket, Bang!” David menyikut leng

  • Pelayanan Kamar Spesial   Membalikan Keadaan

    Dalamnya laut masih bisa diukur, tetapi dalamnya hati manusia siapa yang tahu? Sama halnya dengan luas samudera yang tak bisa dibandingkan dengan luasnya hati seseorang yang dengan mudah memaafkan, meskipun sudah disakiti teramat dalam.Empat tahun telah berlalu sejak hari itu. Sejak Candra dan Danita pergi dengan membawa serta kenangan masa lalu mereka. Keduanya sama-sama belajar dari kesalahan, dan bangkit menjadi seseorang dengan pribadi dan identitas yang baru. 2021, tahun di mana kakak beradik yang sempat terlibat konflik kembali bersatu. Merajut tali kasih yang nyaris rapuh, menata kembali hubungan yang nyaris tak terselamatkan.Waktu selalu punya cara untuk menentukan akhir yang tak terduga. Jodoh pasti bertemu, dan jodoh pasti bersatu. Tak akan ada yang bisa mengusik itu. ***Perempuan dalam balutan gaun putih selutut itu duduk di tepi ranjang. Membaca ulang lembar demi lembar surat yang Danita tinggalkan sebelum dia memutuskan untuk hijrah ke luar negeri empat tahun si

  • Pelayanan Kamar Spesial   Kembali

    Cakra tertegun menatap Melisa yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan gaun sepekat malam. Rambut cokelat keemasannya terurai panjang menyentuh punggung, wajah cantik itu dibubuhi make up tipis nan manis, hingga tak menutup kecantikan alami yang terpancar dari dalam. Kaki jenjangnya melangkah perlahan menghampiri suaminya yang sudah menunggu di bibir ranjang. Cakra berdiri. Menyambut sang permaisuri yang akan menemaninya terjaga malam ini. Cahaya yang temaram dan lilin aroma terapi menambah syahdu suasana di dalam ruang kamar itu. Melisa mengangkat kepala. Menatap lelaki yang sudah lebih dari tiga tahun dia nanti. Kekasih hati yang mengantarkan sampai di titik ini. Cakra mengulurkan tangan, kemudian menangkup kedua sisi wajah Melisa. Dikecupnya lama kening perempuan itu, lalu turun ke pucuk hidung, dan berakhir memangut bibirnya. Malam semakin larut, keduanya pun kian terhanyut. Perbuatan terlarang yang kala itu hampir mereka lakukan, sekarang sudah sah untuk ditunaikan.Dal

  • Pelayanan Kamar Spesial   Memperbaiki Keadaan

    Beberapa kali Melisa mengucek matanya saat menatap nisan di hadapan. Namun, nama itu tak berubah meski beberapa kali dia berusaha memastikan. Dua nisan yang sebelumnya tertera Danita dan Cakra kini berubah menjadi Faizah dan Danu!Sejak kapan nama di nisan ini berubah? Melisa bangkit dengan kebingungan luar biasa. Dia berlarian di sekitar pemakaman demi menemukan jawaban akan pertanyaan yang berputar di kepalanya. Akhirnya dia menemukan seorang penjaga makam. Lelaki tua yang tengah duduk di sebuah pos penjaga."Pak, maaf mau tanya. Makam pasangan suami istri korban Elang Air kurang lebih dua bulan lalu kapan diganti, ya?"Lelaki tua berseragam itu mengernyitkan dahi. "Kalau tak salah seminggu lalu. Katanya pihak medis salah mengidentifikasi." Deg! "Bapak yakin?""Yakin, Mbak. Orang saya juga ikut menguburkan. Kalau ndak salah namanya Bu Faizah dan Pak Danu, kan?"Melisa benar-benar hampir kehilangan kata. Kepalanya mendadak pusing dan berdenyut nyeri. "Kok, bisa, ya?""Saya jug

  • Pelayanan Kamar Spesial   Meyakinkan Diri

    Terjebak masa lalu mungkin adalah hal yang paling ditakuti beberapa individu. Terpaku pada satu kejadian yang membuat seseorang tak mampu melangkah maju, meskipun peristiwa itu sudah lama berlalu. Tak peduli berapa tahun telah terlewati, dunianya hanya berputar di satu waktu. Itulah yang sedang Melisa alami. Genggaman tangan Cakra yang dia lepaskan tiga tahun lalu, tak urung membuatnya jemu. Tiga tahun dia menderita dalam kubangan pilu, tersiksa rindu menggebu, dan mengharapkan sebuah temu di antara kukungan sang waktu. Sebenarnya Melisa benci menyaksikan Cakra mulai berdamai dengan keadaan dan melupakan masa lalu. Karena pada kenyataannya, dia masih terjaga di sini, mengharap suatu saat lelaki itu kembali.Namun, saat takdir merencanakan sebuah temu. Kehadiran yang tak diinginkan malah membuat hatinya terasa semakin ngilu. "Aku memang mengharapkanmu kembali, Mas, selalu, sepanjang waktu, sampai tak terasa tiga tahun berlalu. Tapi bukan begini caranya," lirih kalimat itu terlontar

  • Pelayanan Kamar Spesial   Tak Terima

    "Karena tak kunjung ada kemajuan untuk melahirkan normal juga alasan penyakit ginjal yang diderita istri Bapak, kami sarankan untuk melakukan tindakan operasi sesar. Silakan tanda tangan di sini, Pak!"Candra dibuat kelimpungan saat mengetahui proses persalinan Danita tak berjalan lancar. Apalagi di tengah-tengah dia tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dalam resah dan gelisah lelaki itu hanya bisa termangu sendirian. Saat ini Candra bahkan tak bisa menghubungi ibunya atau Melisa mengingat kesalahan fatal yang sudah Danita buat dua bulan ke belakang. Rasa sesak dan pilu berkecamuk menjadi satu. Tak menyangka dia nasib perempuan yang dicinta sedemikian malangnya. Seandainya waktu bisa diputar. Sebagai manusia Candra hanya bisa berharap. Semoga pendosa seperti dia dan Danita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya, lalu bahagia. Setelah menghela napas panjang, akhirnya Candra memutuskan. "Lakukan, Dok. Dan tolong selamatkan istri dan anak yang sangat saya cintai."***Candra m

  • Pelayanan Kamar Spesial   Sebuah Kesepakatan

    Dua bulan lalu ...."Aku nggak peduli. Aku benar-benar nggak peduli tentang masa lalumu. Apa pun yang sudah terjadi. Sama sekali nggak akan mengubah keputusanku untuk menikahimu." Candra merendahkan tubuhnya. Lalu mengecup lama kening Melisa. Sebelum mendekapnya. (ket : read bab 'Guncangan')Dari sudut mata Candra memang sudah menyadari kehadiran Cakra. Namun, dia sengaja mendekap tubuh Melisa lebih lama dan membuat saudara kembarnya semakin terbakar api cemburu yang membara sebelum pergi meninggalkan mereka.Setelah memastikan Melisa terlelap bersama rasa sakitnya, barulah Candra beranjak untuk mengejar Cakra yang dia rasa belum pergi terlalu jauh dari ruang rawat Melisa. Dan benar saja, dia menemukan saudaranya itu masih duduk termangu di ruang tunggu yang sepi dalam koridor lantai VIP. Bersama ransel besar yang dia letakkan di sampingnya. Perlahan Candra mendaratkan bokong di samping Cakra yang belum menyadari kehadiranya, karena wajah yang dia benamkan di antara kedua telapak ta

  • Pelayanan Kamar Spesial   Sesuatu yang Disembunyikan

    Setelah sepuluh hari tim sar bersama gabungan angkatan udara dan laut dikerahkan untuk melakukan pencarian korban puing-puing pesawat Elang Air di perairan Seratus. Media memberitakan bahwa tak ada satu pun korban selamat dalam tragedi nahas tersebut. Sejauh ini sudah sembilan puluh delapan mayat berhasil diidentifikasi, salah duanya adalah Cakra dan Danita. Penantian penuh harap seorang ibu dalam sepuluh hari terakhir berbuntut duka, kala sirine ambulans terdengar memasuki pelataran rumah Bu Nina. Membawa serta jasad anak dan menantunya yang sudah tak bernyawa. Tak ada yang menyangka, perpisahan mereka hari itu adalah yang terakhir kalinya. Bu Nina benar-benar menyesal, karena saat berpamitan dia bahkan tidak sudi menatap wajah putranya, karena menyayangkan keputusan Cakra yang lebih memilih pergi daripada menceraikan Danita. Dengan berat hati Bu Nina melepas Cakra dan Danita pergi, asal keduanya bersedia meninggalkan bayi yang baru dilahirkan Danita untuk dirawat Bu Nina bersama

  • Pelayanan Kamar Spesial   Kabar Mengejutkan

    Malam merangkak menenggelamkan petang yang perlahan mengilang. Di atas pembaringan berhias bunga mawar, Melisa duduk termangu. Menatap ponsel di genggaman tangan. Potret-potret sanak-saudara dan orang-orang tersayang ada di dalamnya. Tersenyum lebar mengiringi kebahagiaan kedua mempelai. Hanya Cakra dan Danita yang tak ada. Setelah mendengar kabar bahwa kakak tirinya itu sudah melahirkan, Melisa juga tak sempat menjenguknya karena sibuk dengan rencana pernikahan. Tadi pagi dia juga baru diberi kabar kalau hari ini mereka akan melakukan penerbangan menuju Eropa. Tanpa pamit atau ucapan selamat tinggal. Memang tak guna menangisi kepergian kedua orang yang sudah menorehkan noda hitam di hati bersihnya. Kepercayaan yang sudah kandas bersama kekecewaan yang terpaksa ditelan tetap saja meninggalkan kenangan menyakitkan yang tak bisa sembuh dalam waktu singkat. Tugasnya sekarang hanya menjalani hidup yang tersisa. Membahagiakan lelaki yang sudah menyandang status sebagai suaminya. Dan men

DMCA.com Protection Status