Share

Part 61.2

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa yang sedang kau pikirkan?" celetuk Clay. "Sejak tadi kau tak berhenti mendesah. Apa yang begitu mengganggumu? Istrimu?" Lagi-lagi Clay sengaja menggoda.

"Diamlah, Clay." Dirga beralih pada Brian. "Jadi apa yang ingin kau bicarakan?"

Brian membuka laci nakas di sampingnya. Mengeluarkan sebuah map berwarna hitam dari sana. "Ini semua adalah aset yang dimiliki Jimi yang berhasil kudapatkan."

Dirga berjalan mendekat, mengambil berkas tersebut dan mulai membukanya. Sertifikat rumah, villa, gedung, bahkan saham di perusahaannya. Dan yang lebih membuatnya tercengang adalah semua aset tersebut atas naqa Davina Riley.

Clay yang berdiri di samping Dirga pun ikut terkejut. "A-apa?"

"Kau tahu Davina anak berengsek itu tapi tak tahu hal sereceh ini?"

Mulut Clay membuka nutup, tak mampu menjawab.

"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk memeriksa semua aset yang dimilikinya, kan?"

"Aku sudah meletakkannya di mejamu," dalih Clay membela diri. "Semuanya sudah kau pegang, kan. Dan semua in
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Haiqal Azhari
kalau cinta katakanlah cinta jngn pulk ckp benci...nah rasakan lh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pelayan Sang Tuan   62. 1. Hormon kehamilan?

    Part 62 Hormon Kehamilan? Atau Karmakah? Cukup sudah. Kesabaran Dirga yang hanya setipis kulit ari kini menguap seketika. Gemuruh di dadanya meluap-luap tak terkendali. Tak hanya oleh kata-kata Davina yang mengatakan bahwa hanya dengan melihat wajah David saja sudah meningkatkan selera makan gadis itu. Dan melihat Ega yang menyentuh wajah istrinya, maka raiblah semua kesabaran tersebut. Dirga menyeberangi ruang makan dengan langkah besar-besarnya. Tangannya menyapu meja pantry hingga semua makanan di sana jatuh berhamburan di lantai. Kemudian mendorong David hingga pemuda itu terhuyung ke belakang, menyentakkan tangan Ega menjauh dari wajah Davina. “Kita pulang,” desis Dirga menangkap pinggang Davina dan menurunkan sang istri dari kursi. Kemudian menyambar pergelangan tangan Davina dan menyeretnya pergi. David yang mendapatkan keseimbangannya dengan cepat mengejar Dirga dan berhasil pergelangan sang adik. “Tidak bisakah kau bersikap lebih lembut pada peremupuan, hah?” bentaknya de

  • Pelayan Sang Tuan   62. 2. Atau Karmakah?

    "Aku butuh jawaban, gadis licik," desis Dirga lirih. Tepat di depan wajah Davina yang terdongak. Davina mengangguk. Merasakan keputus asaan yang begitu besar di dadanya. Menyadari ketololannya, menyadari dirinya yang begitu menyedihkan dengan perasaan cintanya pada Dirga. Untuk semua derita yang sudah ia terima, untuk semua siksaan dan keburukan yang dilimpahkan Dirga padanya. Dan bahkan dengan semua sisi buruk Dirga yang sebagian kecil sudah terpampang jelas di hadapannya. Dengan ketakutan yang seringkali menyeruak di dadanya oleh kekejaman pria itu. Kenapa perasaan di hatinya masih menetap dengan tanpa tahu diri? Pertanyaan yang masih belum ia temukan jawabannya. Mungkin tak pernah. Davina sudah dibuat frustrasi dengan semua tumpukan kemelut itu. Dan inilah yang dimaksud oleh Dirga. Tentang pengaruh pria itu baginya. "Aku butuh jawaban." Dirga mengulang. Ibu jarimu mengusap bibir bagian bawah Davina dengan kasar. Sengaja untuk menyadarkan Davina dari mimpi gadis itu. Membangun

  • Pelayan Sang Tuan   63. Hormon Kehamilan Sialan

    Part 63 Hormon Kehamilan Sialan Sudah tengah malam dan Dirga hanya berguling di tempat tidur. Berguling-guling dengan gusar karena matanya tak kunjung terpejam. Mengerang kesal, Dirga melompat terduduk. Mengusap wajahnya dengan kasar dan tak habis pikir dirinya kembali ke kamar ini dengan kekecewaan dan merasa begitu menyedihkan. Ia bahkan tidak menggunakan parfum dan Davina mual setiap kali ia mendekati gadis itu. Karena aroma tubuhnya gadis itu bilang. Pada awalnya Dirga pikir itu hanyalah alasan yDavina untuk menolak keinginannya. Ia pikir gadis itu terlalu pandai bersandiwara hingga kebohongannya tak tertangkap olehnya. Namun, melihat kepucatan di wajah Davina yang kehabisan tenaga karena terus muntah setiap kali ia bergerak lebih dekat, Dirga pun memutuskan melepaskan Davina malam ini. Lewat tengah malam, karena matanya tak kunjung terpejam oleh hasrat yang tak tersalurkan yang tetap tak bisa teredam meski ia sudah mandi dengan air dingin, Dirga memutuskan pergi ke ruang kerj

  • Pelayan Sang Tuan   64. Menyerah

    Malam itu, Davina tiba-tiba terbangun oleh rasa haus. Gelas air putihnya di meja nakas sudah habis, memaksanya turun dari tempat tidur dan keluar kamar. Menuju dapur dan membasahi tenggorokannya. Ketika ia menyeberangi ruang tengah, langkahnya toba-tiba terhenti ketika berhenti di depan tangga. Melihat ke lantai dua. Lampu di atas sudah dimatikan, tapi ada pantulan cahaya yang berasal dari lorong sebelah kiri. Kaki Davina tiba-tiba mulai menaiki anak tangga. Dengan lambat dan hati-hati ia berpegangan pada pagar. Sampai di atas, langkahnya membawanya ke ruang kerja Dirga. Yang setengah terbuka dan lampunya masih menyala. Davina memelankan langkahnya. Mengintip dari celah pintu yang cukup lebar dan melihat Dirga yang duduk di balik meja. Wajah pria itu tertunduk, tampak serius dengan berkas yang ada di meja. Hanya sesaat ia mengamati pria itu, ketika tiba-tiba wajah Dirga terangkat dan menoleh ke arah pintu. Davina terkesiap pelan dan segera menyembunyikan diri. Bernapas lega tak t

  • Pelayan Sang Tuan   65. A. Menyambut Persalinan

    Part 65 Menyambut PersalinanSatu menit penuh, Dirga hanya membeku dalam keterdiamannya. Ada sesuatu yang menyelinap di dadanya, yang tak hanya berhasil menyentuh perasaannya.Davina memahami keterkejutan Dirga, memberi waktu bagi pria itu untuk mencerna dengan perlahan dan hati-hati. Tak ada tanda-tanda penolakan di wajah Dirga, membuatnya semakin berani mencoba keberuntungannya dengan menggerakkan telapak tangannya dari sisi wajah Dirga, turun ke bawah. Hingga berhenti di dada pria itu. “Selain dendammu padamu ayahku di sini, selain perasaan yang kau miliki untuk masa lalumu. Apakah masih ada ruang di tempat ini, untukku?”Dirga masih tenggelam dalam keterkejutannya, matanya berkedip sekali. Menatap kedua mata Davina yang polos dan rapuh, dengan semua ketulusan tersebut, kepalanya mengangguk sekali. Sangat pelan tapi ia tahu Davina menangkap gerakan tersebut. Jarak mereka begitu tipis. Membuat setiap inci ketulusan di wajah Davina terpampang jelas.Senyum mengembang di kedua ujung b

  • Pelayan Sang Tuan   65. B. Menyambut Persalinan

    Hubungan Dirga dan Davina semakin hari semakin membaik. Dirga merasa hari-harinya menjadi lebih menyenangkan. Semakin dan semakin membahagiakannya. Bahagia? Dirga bahkan lupa bagaimana caranya berbahagia, sudah sejak lama. Dan berjalannya waktu dengan hubungan mereka yang semakin dalam, ia mulai tahu cara merasakan perasaan tersebut. Pelan dan pelan.Begitu pun dengan Davina. Suasana hati yang baik membuat kehamilan gadis itu berjalan dengan sangat baik. Perkembangan janin di dalam perutnya juga bertumbuh dengan sehat.“Suaramu terdengar riang, ada sesuatu yang membahagiakan?” Ada ketidak sukaan yang sama sekali tak ditutupi oleh David ketika siang itu sang kakak menghubunginya.“Ehm, tidak ada. Aku hanya baik-baik saja seperti biasanya.”Davina bisa mendengar gerutuan David yang merasa bosan dengan jawabannya yang selalu dan masih sama. Aku baik-baik saja.“Baguslah kalau kau memang baik-baik saja.”Hening sejenak.“Ada yang ingin kukatakan padamu.”“Ya, apa?”“Minggu depan, aku haru

  • Pelayan Sang Tuan   Part 66 A

    Part 66 Kemunculan Sang AyahNapas Davina tertahan. Mengingat kekejaman yang pernah dilakukan sang ayah pada Dirga, hanya ada kemungkinan terburuk yang ada di kepalanya. "Apa yang kau lakukan pada Dirga?"Jimi terkekeh, tak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan sang putri. "Kau mengkhawatirkannya?""Tidak cukupkah semua yang sudah kau lakukan padanya?"Jimi terkekeh. "Bagaimana dengan yang dilakukannya padamu? Ck, kenapa kau begitu menyedihkan? Seperti ibumu." Wajah Davina tak bisa lebih pucat lagi. Tubuhnya membeku. Tak hanya kemarahan dan kebencian yang menguasai dadanya untuk pria itu, tetapi juga kekecewaan. "Kau tak berhak mengatakan hal itu pada ibuku." Bibirnya bergetar hebat. "Kau bahkan tak berhak menyebutnya dengan mulutnya."Jimi terbahak. "Katakan itu pada apa yang sudah kuberikan pada kalian berdua. Kaupikir karena siapa kau bisa hidup hingga sekarang, hah? Tidak mati kelaparan …""Mati lebih baik daripada punya ayah sepertimu!" Suara Davina cukup keras hingga ia me

  • Pelayan Sang Tuan   Part 66 B

    “Minggu depan dia harus pergi ke luar negeri dengan keluarganya,” jelas Davina yang perlahan mengurangi ketidak sukaan di mata Dirga. Meski tidak dengan kerutan di kening Dirga yang semakin menajam, tentu saja pria itu tahu kebohongan yang berusaha disembunyikan Davina darinya. Tapi gadis itu pasti memiliki alasan dan ia tak akan memaksa Davina bicara lebih jika gadis itu tidak menginginkan. “Dia akan datang setelah makan siang.”“Benarkah?” Mata Davina melebar, rupanya pamannya sudah memiliki janji temu dengan Dirga.Dirga mengangkat pergelangan tangannya. “Sepertinya dia sudah dalam perjalanan kemari.”Davina mengangguk dan Dirga melangkah masuk ke dalam rumah. Tak sampai sepuluh menit, ketika Dirga mendapatkan panggilan dan berjalan menjauh darinya, Davina melihat sang paman yang melangkah keluar dari pintu belakang.Davina segera bangun dari duduknya dan menghampiri sang paman. Keduanya saling berpelukan.“Di mana Dirga?” Tepat ketika Brian menyelesaikan pertanyaannya, Brian meli

Bab terbaru

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8b

    Davina membalas ciuman tersebut dengan tak kalah lembutnya. Menerima semua buncahan perasaan cinta dan kasih yang diungkapkan Dirga melalui ciuman tersebut. Hingga akhirnya pagutan tersebut berakhir, Dirga tetap membiarkan wajahnya dan Davina berjarak setipis mungkin, membiarkan napas mereka saling berhembus di wajah masing-masing, berbagi udara bersama. “Kau pernah bilang, kehadirannya datang di saat yang tidak tepat.” Davina kembali bersuara. “Namun, aku menyadari, keberadaannya di antara kita, ternyata datang di saat yang tepat. Untuk menghentikan pertikaian yang tak bisa kita kendalikan ini sebelum menghancurkan kita berdua hingga di titik yang tak bisa diselamatkan.” “Kedengarannya seperti aku.” “Hmm, memang.” Davina tertawa kecil. Dan tawa tersebut terdengar begitu indah di telinga Dirga. “Aku pernah menghadapimu yang lebih buruk dari sekedar ingatan yang hilang. Jadi … kupikir ini bukan masalah, kan?” “Oh ya?” Dirga menyangsikan pernyataan tersebut. Davina mengangkat tang

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8a

    Extra 8 Ungkapan Cinta Sang Tuan “Jadi kau tak akan menjawabku?” Pertanyaan Dirga membuyarkan lamunan yang malah menatap pria itu dengan terbengong. “Pergilah kalau begitu. Kau tak akan membiarkan anakku tertular penyakitku, kan?” Davina mengerjap, kemudian mengangguk meski kedua kakinya enggan bergerak dari tempat ini. “A-apa kau akan tidur di kamar?” “Kau ingin aku tidur di mana?” Davina tak langsung menjawab, menatap lurus kedua mata Dirga yang pasti tahu apa keinginannya. Ujung bibir hanya menyeringai dengan tatapan tersebut. “Pergilah ke kamar.” Ada segurat kecewa yang muncul di kedua mata dengan pengusiran tersebut meski nada suara Dirga terdengar lembut. Davina memaksa kedua kakinya berputar dan beranjak menuju pintu. Ia baru mendapatkan dua langkah ketika tiba-tiba Dirga memanggil namanya. “Davina?” Tubuh Davina berputar dengan cepat, menghadap Dirga yang masih duduk di kursi di balik meja. Menatapnya dengan lembut meski ada sesuatu yang mengganggu dalam tatapan pria i

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7b

    Kedua alis Brian menyatu, bertanya-tanya dengan kalimat Davina. Kemudian gadis itu sedikit berjinjit dan mendekatkan wajah ke arahnya, yang membuatnya harus menunduk. Memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan apa yang akan diucapkan sang keponakan. Dan semakin ia mendengar, keterkejutan membuatnya membelalak. Menarik kepala dari Davina dan menatap penuh ketidak percayaan. Davina hanya tersenyum menanggapi reaksi Brian. “Kau yakin dia melakukan itu?” Davina mengangguk dengan mantap. “Tidak mungkin. Kau yakin kau tidak sedang bermimpi ketika mendengarnya?” Davina menggeleng. Sekali dengan penuh kemantapan yang segera meluruhkan keraguan Brian. “Dia bahkan tidak tahu kalau Davina mendengarnya.” “Mungkin bukan untukmu?” “Untuk Davina Dirgantara. Istriku, Davina jelas mendengar itu.” Brian masih tercenung. Sangat lama hingga Davina kembali memecah keheningan tersebut. “Perlahan ingatannya akan kembali, paman. Bahkan apa yang dirasakannya terhadap Davina tak pernah berubah mesk

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7a Cinta Sang Tuan

    Kening Brian berkerut dalam melihat kepuasan yang terasa janggal memenuhi wajah Dirga. Bahkan ia bisa menangkap senyum semringah di kedua mata pria itu. “Kenapa?” Brian segera menepis kecurigaan yang menggalayuti hatinya. Jika Dirga terlihat sesenang ini, pasti ada sesuatu yang sudah dilakukan pria itu pada Davina. Namun, saat Dirga melewatinya dan ia melangkah masuk ke dalam ruang perawatan Davina, ia sama sekali tak melihat sesuatu yang janggal di wajah sang keponakan. Davina bahkan tampak lebih tenang, wajah mungil gadis itu juga tak terlihat habis menangis. Sekali lagi Brian mengamati lebih teliti wajah sang keponakan. Mencoba mencari jejak air mata di sekitar kelopak mata. Tapi kecurigaannya tak kunjung menunjukkan bukti. “Kenapa paman melihat Davina seperti itu?” Brian menggeleng pelan. “Apa yang dilakukan Dirga padamu?” Alih-alih menjawab, wajah Davina malah memerah mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja apa yang baru saja ia lakukan dengan Dirga bukan hal yang tepat

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6b

    Dirga mendengus. “Kau bertanya karena cemburu atau karena benar-benar peduli pada kebutuhan pria dewasaku yang tidak bisa kau penuhi?” Davina tak menjawab. Menurunkan pandangannya karena malu. “Atau … keduanya?” “M-maaf.” Dirga mendengus tipis. “Untuk apa kau meminta maaf. Aku memahami rasa bersalahmu. Istri mana yang akan tahan jika suaminya bermain gila di luar sana sementara dirinya sedang tak berdaya tak bisa melayani sang suami. Aku tak akan menyalahkanmu.” Wajah Davina perlahan terangkat, menatap Dirga dengan penuh haru. Dirga sendiri dibuat terpaku dengan emosi yang begitu kuat di wajah Davina, yang lagi-lagi berhasil menyentuh hatinya. yang entah bagaimana berhasil melumpuhkannya. Lalu matanya mengerjap, menyadarkan diri dari pengaruh Davina yang mulai menyergap kewarasannya. Semua tentang gadis ini selalu berada di luar kewarasannya. Bahkan kesetiaan yang seolah mengakar di dadanya. Yang tak dikenalinya ini. Ya, ia begitu frustrasi karena gairahnya tak terpuaskan karen

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6a

    Extra 6 Milik Sang Tuan Canda tawa di ruangan tersebut segera segera terhenti dengan kemunculan Dirga. Mata Davina berkedip beberapa kali, terkejut sekaligus bertanya-tanya akan sikap Dirga yang muncul dengan cara mesra seperti ini. Seolah Dirganya yang dulu telah kembali, yang selalu menampilkan keintiman seperti ini untuk membuat siapa pun tahu bahwa dirinya hanya milik pria itu seorang. Dan seolah belum cukup kejutan yang diberikan pria itu terhadapnya. Wajah Davina merah padam ketika Dirga meletakkan kantong putih berukuran sedang di pangkuannya. “A-apa ini?” “Alat pumping asi.” Davina menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia bertanya bukan karena tak tahu. Dan seharusnya ia pun tak mempertanyakan hal tersebut pada Dirga. “Anak kita butuh makan. Kau tak meninggalkan banyak stok asi di rumah. Jadi … sebelum baby Elea kelaparan kau harus …” “Aku mengerti, Dirga.” Davina sengaja memotong kalimat Dirga sebelum kalimat pria itu terdengar semakin vulgar di hadapan Ega. Tidak bisakah m

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 5b

    Clay mengangkat jam di pergelangan tangannya. “Menjelang pagi. Dan sekarang waktu yang tepat untuk memeriksamu karena aku ada di sini. Kebetulan dia sedang dapat tugas malam. Jadi kita bisa langsung ke ruangannya.” “Aku sedang tidak berminat …” “Kau tak tertarik ingin tahu kapan ingatanmu akan kembali?” Dirga seketika terdiam, kembali menoleh ke arah Clay. “Kau perlu menjalani beberapa tes, Dirga. Yang seharusnya kau lakukan tadi pagi,” tambah Clay lagi. “Lagipula ingatanmu sedang hilang, kan? Sekarang kau melihat Davina sebagai putri dari Jimi. Musuhmu, jadi tahan kekhawatiranmu terhadap istri yang tidak kau ingat sampai ingatanmu kembali. Sekarang kau terlihat seperti Dirga yang tidak kami kenal.” Wajah Dirga menegang, siap meluapkan emosinya pada kata-kata Clay yang lancang. Namun, saat itu juga ia menyadari kekhawatirannya yang memang berlebihan terhadap Davina. Davina Riley. Musuhnya. “Ya, meski kau memang selalu menjadi orang yang tidak kami kenal setelah bertemu dengannya

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 5a

    Extra 5 Kecemburuan Sang Tuan "S-sakit, Dirga," rintihan Davina semakin menjadi. Tak hanya dari beratnya tubuh Dirga yang menekan tubuhnya di dinding dan wajahnya yang dicengkeram oleh pria itu, tetapi juga tekanan di perut yang mendadak membuat kepalanya pusing. "K-kau menyakitiku." Suara Davina semakin lemah. Pandangannya mulai berputar dan matanya mulai mengantuk hingga kegelapan sepenuhnya menyelimutinya. Dirga mengerjap, tersadar dengan cepat ketika kepala Davina jatuh terlunglai ke samping. Ia menarik tubuhnya mundur dan tubuh mungil itu seketika jatuh ke pelukannya. Kedua lengannya segera menangkap tubuh sang istri, dan tepat pada saat itu kedua mata Dirga menangkap genangan arah yang di lantai di bawah kaki mereka. Napas Dirga tercekat dengan keras, membawa Davina ke dalam gendongannya dan berlari keluar kamar. Berteriak memanggil anak buahnya untuk menyiapkan mobil. *** Satu jam kemudian, dokter baru saja selesai memeriksa kondisi Davina. Demam tinggi, berkunang, dan t

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 4b

    ‘Aku mencintaimu, Dirga.’ ‘Aku mencintaimu, Dirga.’ Pernyataan cinta tersebut terputar di kepalanya. Pernyataan cinta yang sama namun dengan suara yang berbeda. Ia mengenali itu adalah suara Rega dan Sesil, juga Davina. Mengikuti rasa kehilangan yang menelusup ke dalam dadanya. “Dirga?” Davina menyentuh pundak Dirga dengan lembut. Ketegangan di wajah pria itu sama ketika ia menyatakan perasaannya dulu. “Kau baik-baik saja?” Dirga mengerjapkan matanya, menatap raut Davina yang diselimuti keheranan. “Ya, tentu saja aku baik-baik saja. Kau pikir pernyataan cinta sentimentil ini akan mempengaruhiku, begitu?” Davina menggeleng pelan. “K-kau .. wajahmu memucat.” “Ya, aku baru terbangun dari komaku tadi pagi, kan?” Beruntung alasan itu muncul di saat yang tepat. Davina mengangguk. “Apa kau sudah minum obatmu?” Mata Dirga menyipit dengan kecemasan yang mendadak menyelimuti wajah polos Davina. “Kau mengkhawatirkanku?” Davina tak menjawab, bimbang jawabannya akan membuat Dirga tersin

DMCA.com Protection Status