Beranda / CEO / Pelayan Sang Tuan / 40. Semakin Tumbuh

Share

40. Semakin Tumbuh

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Clay terbahak dengan keras, menarik tubuhnya menjauh dan membiarkan Reyna berdiri dengan kedua kaki wanita itu. “Kau pikir aku percaya dengan omong kosongmu?”

Reyna mendorong dada Clay dengan kasar. “Terserah kalau kau tak mempercayainya.”

“Kau pikir Dirga akan menikahimu??” tanya Clay lagi sambil menahan tawa gelinya. “Ya, hentikan harapanmu sendiri, Reyna baby. Aku akan menjadi saksi terkabulnya impianmu.”

Mata Reyna melotot tak terima dengan ejekan tersebut, ia merapikan pakaiannya dan berbalik. Menghilang di ujung tangga.

***

Di meja makan, Clay tak berhenti menahan tawanya. Melihat bagaimana Dirga memberikan perhatian pada Davina, sementara Reyna hanya duduk dengan wajah merah padam menahan iri dan dengki. Saat pandangannya bertemu dengan Reyna, wanita itu mendelik penuh peringatan, yang tak digubrisnya.

“Suasana hatimu tampak bagus hari ini,” komentar Dirga melirik ke arah Clay yang masih melengkungkan senyum semringah.

“Hmm, ya. Sangat bagus. Jadi, Davina …” Clay menoleh ke ar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mang Mang
Ditunggu ceritanya author
goodnovel comment avatar
Haiqal Azhari
Thor...jangan pulk dirga kabulkan keinginan Reyna untuk ikut... geram pulk....
goodnovel comment avatar
Agustin
trimakasiih up nya kak.. crita yg slalu kutunggu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pelayan Sang Tuan   41. Perasaan Yang Mulai Goyah

    Davina tentu saja terkejut dengan permintaan Reyna tersebut. Bertanya-tanya apa tujuan wanita itu ikut ke rumah sakit bersamanya. Matanya melirik ke arah Dirga yang terdiam, tampak berpikir keras. Untuk pertama kalinya, Davina merasa kesal dengan pria itu tanpa alasan yang jelas. Ia tahu dirinya bukan siapa-siapa Dirga dibandingkan Reyna di hidup pria itu. Tetapi … bukankah aneh jika Reyna ingin ikut ke rumah bersama mereka untuk memeriksa kandungannya. Kalau begitu ia hanya perlu memberikan pria itu pilihan yang lebih mudah. Ia menarik tangannya dari tangan Dirga dan berkata, “Dirga, kepalaku sedikit pusing. Sepertinya aku tidak ingin ke rumah sakit.” Dirga menoleh, hendak tetap mempertahankan tangan Davina tapi gadis itu sudah melangkah pergi. Mendesah pelan, ia menatap Reyna yang menampilkan sesal di wajah. “A-apa aku melakukan kesalahan? A-aku hanya penasaran dan melihat bagaimana pemeriksaannya. Kau tahu, aku … aku sudah tiga tahun menikah dan Mickhael menceraikanku karena ak

  • Pelayan Sang Tuan   42. Tuduhan

    Davina mencari-cari Dirga di sekitar lift dan tak menemukan pria itu sebelum memutuskan masuk ke dalam lift dan turun ke lantai bawah. Sepertinya pria itu menunggu di tempat parkir rumah sakit. Ia menyeberangi lobi yang luas dan berhenti di teras sejenak ketika sebuah ambulance berhenti di area samping rumah sakit yang mengarah ke ruang IGD. Matanya menyipit, menajamkan penglihatannya ketika menemukan sosok kurus dan tinggi yang mengenakan jas putih, bergegas menghampiri mobil ambulance yang baru saja berhenti. Beberapa perawat laki-laki membuka pintu belakang ambulance dan sebuah brankar dorong ditarik keluar. Senyum melengkung di kedua ujung bibirnya melihat keseriusan di wajah Ega yang bisa ditangkapnya dari jarak yang cukup jauh. Namun, senyum itu hanya bertahan selama sedetik, ketika detik berikutnya Davidlah yang melompat turun. Dengan darah yang mengotori pakaian pria itu. Kaki Davina segera melangkah mendekat, setengah berlari menghampiri Ega dan David yang mendorong branka

  • Pelayan Sang Tuan   43. Orang Kepercayaan

    "A-aku ... maaf. Tadi David mengatakan ... Aku hanya ingin memastikan itu bukan kau, kan?" Suara Davina terbata. Waspada dengan perubahan emosi di wajah Dirga yang siap diluapkan kepadanya. Dirga terdiam, menatap mata Davina yang berkedip gugup dan tentu saja ia memahami tuduhan tersebut. "Tidak. Bagaimana aku tahu apa yang terjadi dengannya," jawabnya kemudian dengan suara setenang mungkin, menyembunyikan kekecewaan yang muncul di dadanya. Ya, Davina jelas tak akan memberinya sebuah kepercayaan. Ia juga bukan orang yang akan dipercaya Davina melebihi kepercayaan gadis itu pada Brian, David, atau Ega sekalipun. "Jadi berhenti menatapku seperti aku pelakunya." Davina mengangguk. "Aku ... aku tak bermaksud menuduhmu. Hanya saja, bisakah kau tak menyentuh mereka. Hanya mereka satu-satunya hal yang kumiliki di dunia ini." "Brian? David? Apakah Ega juga termasuk?" Salah satu alis Dirga terangkat. Dengan kesinisan yang tak bisa ditahannya. "Jadi anak itu rupanya bukan termasuk hal palin

  • Pelayan Sang Tuan   44. Ibu Pengganti

    Part 44 Ibu PenggantiSatu jam kemudian, keduanya sampai di rumah. Davina langsung naik ke lantai atas sedangkan Dirga pergi ke ruang keamanan untuk mengecek CCTV. Memastikan semuanya bekerja.Langkah Davina melihat banyaknya barang-barangnya yang diletakkan di ruang santai. Kantong-kantong belanjaan tergeletak di sofa dan meja, beberapa di lantai. Tak hanya itu, juga ada boks untuk bayi yang berwarna merah muda, boneka-boneka dan berbagai macam kebutuhan untuk bayi hampir memenuhi ruang santai tersebut.Davina melangkah lebih dekat, membuka kantong berwarna biru muda yang berada paling dekat dengannya dan mengintip isinya. Senyum seketika memenuhi wajahnya menemukan sepatu mungil berwarna merah muda. Lucu dan menggemaskan. Dan tak hanya itu, semua kantong-kantong tersebut berisi pakaian, topi, satung tangan, kaos kaki. Sepertinya tidak ada yang tertinggal untuk menyambut hari persalinannya tiba.“Kau sudah pulang?” Suara Reyna tiba-tiba muncul di belakang Davina. Menampilkan senyum t

  • Pelayan Sang Tuan   45. Perasaan

    “Aku akan mengurusnya, Reyna. Tak ada yang perlu kau khawatirkan tentangku.” Dirga menjawab setelah keheningan yang lama sempat terbentang di antara mereka. Satu-satunya hal yang pasti adalah ia tak akan melepaskan Davina. Kepasrahan, hidup, dan bahkan pengkhianatan gadis itu akan menjadi miliknya. Reyna tercengang dengan jawaban tersebut. Kekecewaan merebak di seluruh permukaan wajah wanita itu. “Apa artinya itu,Dirga?” Dirga pun tak tahu. “Maaf. Hanya itu yang bisa kuberikan padamu?” “Apakah maaf bisa menyelesaikan semuanya? Mengembalikan kekecewaanku padamu.” Suara Reyna lebih keras dan mulai emosional. “Aku memahami kekecewaanmu, Reyna. Tapi … sepertinya harapanmu yang terlalu besar dari yang kuberikan padamu. Kau tak mungkin salah paham dengan keinginanku darimu, kan?” Pertanyaan Dirga jelas menamparnya dengan keras. Ya, harapannya yang terlalu besar dari Dirga. Tapi … “Tetap saja ini tidak benar, Dirga. Apa gadis itu sudah mulai mempengaruhimu? Kau peduli padanya? Atau … a

  • Pelayan Sang Tuan   46. Emosional

    “Apakah aku salah?” “Itu cincin pernikahan, Davina.” Kat-kata itu keluar begitu saja dari mulut Dirga dan terdengar seperti sebuah rajukan baginya. SIalan. Bagaimana mungkn Davina menganggap itu hanya sebuah cincin. Davina terdiam. “Cincin pernikahan?” ulangnya dengan suara yang lebih lirih. “Cincin pernikahan yang kau rebut dari Ega. Semua ini hanya permainan yang berhasil kau menangkan darinya dan David, Dirga. Sekaligus dendammu yang masih berlum terpuaskan. Tapi aku akan berusaha menemukannya untukmu. Atau menggantinya.” Kata-kata Davina berhasil menampar Dirga dengan keras. Pria itu terpaku, tapi pegangannya pada tangan gadis itu melonggar. Membiarkan Davina berjalan keluar kamar mandi setelah berkata akan menyiapkan pakaian ganti untuk Dirga. Dirga masih tertegun lama di kamar mandi. Dengan kata-kata Davina yang tak berhenti berputar di kepalanya. Dan sumpah serapah dalam batinnya. Kenapa ia begitu gusar Davina menganggap pernikahan ini sebuah permainan. Bukankah memang itu

  • Pelayan Sang Tuan   47. Luka Lama

    Dirga segera membawa tubuh Davina ke dalam gendongannnya dan membawanya ke tempat. Memastikan tidak ada pecahan pot yang mengenai kaki Davina sebelum mengalihkan perhatian pada gadis itu. “Apa kau tahu jam berapa ini?” bentaknya dengan kesal. Mengangkat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12.36 pagi. Davina hanya menggeleng. Ia hanya tahu malam sudah larut hanya tak memastikan jam berapa. Malam seolah terasa panjang dalam dua hari terakhir karena kesulitan tidur. Membuatnya sering tidur pagi dan terlambat bergabung di meja makan. Lengkap dengan kantung hitang di bawah matanya. “Kau sengaja membahayakan dirimu, hah? Kau pikir apa yang akan terjadi pada kalian jika aku tidak datang tepat waktu?” Ya, tadi ia baru saja dari kamar Reyna untuk membawakan segelas air putih dan hendak menuju ruang kerjanya ketika melihat lampu kamarnya yang masih menyala dari celah bawah pintu. Ia masuk dan melihat tempat tidur yang kosong, pintu kamar mandi terbuka tapi tak ada siapa pun. Dan saat

  • Pelayan Sang Tuan   48. Rumah Sakit

    Davina menggeleng. “T-tidak.” “Tidak apa?” Salah satu alis Dirga terangkat, ada tatapan geli yang mengejek di kedua mata pria itu. “Jangan lakukan itu, Dirga. Kumohon. Hanya biarkan saja dia.” “Apakah kau mencoba menjadi pahlawan untuk anak itu?” dengus Dirga. “Bahkan kau saja selalu membutuhkan bantuan dan merepotkanku. Sekarang dengan sok baik dan sok tulusnya kau mengatakan akan mempertahankannya meski dia hanya akan memberimu penderitaan, begitu?” “Lalu apa kau akan membunuhnya? Begitu saja seolah-olah dia tak berarti apa pun bagimu yang memang tak punya hati. Setelah semua yang kau lakukan untuk anak ini?” Dirga tampak terdiam, sejenak. “Mungkin ini pilihan terbaik untuk kita berdua? Ah, kita bertiga.” “Itu hanya keegoisanmu,” tandas Davina. Dirga menyeringai. “Lalu kenapa kalau itu memang keegoisanku?” Mulut Davina seketika terkatup rapat. Dirga mendengus tipis, melangkah ke arah pintu. “Kenapa kau begitu labil, Dirga?” Suara Davina nyaris menyerupai teriakan. Emosi be

Bab terbaru

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8b

    Davina membalas ciuman tersebut dengan tak kalah lembutnya. Menerima semua buncahan perasaan cinta dan kasih yang diungkapkan Dirga melalui ciuman tersebut. Hingga akhirnya pagutan tersebut berakhir, Dirga tetap membiarkan wajahnya dan Davina berjarak setipis mungkin, membiarkan napas mereka saling berhembus di wajah masing-masing, berbagi udara bersama. “Kau pernah bilang, kehadirannya datang di saat yang tidak tepat.” Davina kembali bersuara. “Namun, aku menyadari, keberadaannya di antara kita, ternyata datang di saat yang tepat. Untuk menghentikan pertikaian yang tak bisa kita kendalikan ini sebelum menghancurkan kita berdua hingga di titik yang tak bisa diselamatkan.” “Kedengarannya seperti aku.” “Hmm, memang.” Davina tertawa kecil. Dan tawa tersebut terdengar begitu indah di telinga Dirga. “Aku pernah menghadapimu yang lebih buruk dari sekedar ingatan yang hilang. Jadi … kupikir ini bukan masalah, kan?” “Oh ya?” Dirga menyangsikan pernyataan tersebut. Davina mengangkat tang

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8a

    Extra 8 Ungkapan Cinta Sang Tuan “Jadi kau tak akan menjawabku?” Pertanyaan Dirga membuyarkan lamunan yang malah menatap pria itu dengan terbengong. “Pergilah kalau begitu. Kau tak akan membiarkan anakku tertular penyakitku, kan?” Davina mengerjap, kemudian mengangguk meski kedua kakinya enggan bergerak dari tempat ini. “A-apa kau akan tidur di kamar?” “Kau ingin aku tidur di mana?” Davina tak langsung menjawab, menatap lurus kedua mata Dirga yang pasti tahu apa keinginannya. Ujung bibir hanya menyeringai dengan tatapan tersebut. “Pergilah ke kamar.” Ada segurat kecewa yang muncul di kedua mata dengan pengusiran tersebut meski nada suara Dirga terdengar lembut. Davina memaksa kedua kakinya berputar dan beranjak menuju pintu. Ia baru mendapatkan dua langkah ketika tiba-tiba Dirga memanggil namanya. “Davina?” Tubuh Davina berputar dengan cepat, menghadap Dirga yang masih duduk di kursi di balik meja. Menatapnya dengan lembut meski ada sesuatu yang mengganggu dalam tatapan pria i

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7b

    Kedua alis Brian menyatu, bertanya-tanya dengan kalimat Davina. Kemudian gadis itu sedikit berjinjit dan mendekatkan wajah ke arahnya, yang membuatnya harus menunduk. Memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan apa yang akan diucapkan sang keponakan. Dan semakin ia mendengar, keterkejutan membuatnya membelalak. Menarik kepala dari Davina dan menatap penuh ketidak percayaan. Davina hanya tersenyum menanggapi reaksi Brian. “Kau yakin dia melakukan itu?” Davina mengangguk dengan mantap. “Tidak mungkin. Kau yakin kau tidak sedang bermimpi ketika mendengarnya?” Davina menggeleng. Sekali dengan penuh kemantapan yang segera meluruhkan keraguan Brian. “Dia bahkan tidak tahu kalau Davina mendengarnya.” “Mungkin bukan untukmu?” “Untuk Davina Dirgantara. Istriku, Davina jelas mendengar itu.” Brian masih tercenung. Sangat lama hingga Davina kembali memecah keheningan tersebut. “Perlahan ingatannya akan kembali, paman. Bahkan apa yang dirasakannya terhadap Davina tak pernah berubah mesk

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7a Cinta Sang Tuan

    Kening Brian berkerut dalam melihat kepuasan yang terasa janggal memenuhi wajah Dirga. Bahkan ia bisa menangkap senyum semringah di kedua mata pria itu. “Kenapa?” Brian segera menepis kecurigaan yang menggalayuti hatinya. Jika Dirga terlihat sesenang ini, pasti ada sesuatu yang sudah dilakukan pria itu pada Davina. Namun, saat Dirga melewatinya dan ia melangkah masuk ke dalam ruang perawatan Davina, ia sama sekali tak melihat sesuatu yang janggal di wajah sang keponakan. Davina bahkan tampak lebih tenang, wajah mungil gadis itu juga tak terlihat habis menangis. Sekali lagi Brian mengamati lebih teliti wajah sang keponakan. Mencoba mencari jejak air mata di sekitar kelopak mata. Tapi kecurigaannya tak kunjung menunjukkan bukti. “Kenapa paman melihat Davina seperti itu?” Brian menggeleng pelan. “Apa yang dilakukan Dirga padamu?” Alih-alih menjawab, wajah Davina malah memerah mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja apa yang baru saja ia lakukan dengan Dirga bukan hal yang tepat

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6b

    Dirga mendengus. “Kau bertanya karena cemburu atau karena benar-benar peduli pada kebutuhan pria dewasaku yang tidak bisa kau penuhi?” Davina tak menjawab. Menurunkan pandangannya karena malu. “Atau … keduanya?” “M-maaf.” Dirga mendengus tipis. “Untuk apa kau meminta maaf. Aku memahami rasa bersalahmu. Istri mana yang akan tahan jika suaminya bermain gila di luar sana sementara dirinya sedang tak berdaya tak bisa melayani sang suami. Aku tak akan menyalahkanmu.” Wajah Davina perlahan terangkat, menatap Dirga dengan penuh haru. Dirga sendiri dibuat terpaku dengan emosi yang begitu kuat di wajah Davina, yang lagi-lagi berhasil menyentuh hatinya. yang entah bagaimana berhasil melumpuhkannya. Lalu matanya mengerjap, menyadarkan diri dari pengaruh Davina yang mulai menyergap kewarasannya. Semua tentang gadis ini selalu berada di luar kewarasannya. Bahkan kesetiaan yang seolah mengakar di dadanya. Yang tak dikenalinya ini. Ya, ia begitu frustrasi karena gairahnya tak terpuaskan karen

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6a

    Extra 6 Milik Sang Tuan Canda tawa di ruangan tersebut segera segera terhenti dengan kemunculan Dirga. Mata Davina berkedip beberapa kali, terkejut sekaligus bertanya-tanya akan sikap Dirga yang muncul dengan cara mesra seperti ini. Seolah Dirganya yang dulu telah kembali, yang selalu menampilkan keintiman seperti ini untuk membuat siapa pun tahu bahwa dirinya hanya milik pria itu seorang. Dan seolah belum cukup kejutan yang diberikan pria itu terhadapnya. Wajah Davina merah padam ketika Dirga meletakkan kantong putih berukuran sedang di pangkuannya. “A-apa ini?” “Alat pumping asi.” Davina menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia bertanya bukan karena tak tahu. Dan seharusnya ia pun tak mempertanyakan hal tersebut pada Dirga. “Anak kita butuh makan. Kau tak meninggalkan banyak stok asi di rumah. Jadi … sebelum baby Elea kelaparan kau harus …” “Aku mengerti, Dirga.” Davina sengaja memotong kalimat Dirga sebelum kalimat pria itu terdengar semakin vulgar di hadapan Ega. Tidak bisakah m

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 5b

    Clay mengangkat jam di pergelangan tangannya. “Menjelang pagi. Dan sekarang waktu yang tepat untuk memeriksamu karena aku ada di sini. Kebetulan dia sedang dapat tugas malam. Jadi kita bisa langsung ke ruangannya.” “Aku sedang tidak berminat …” “Kau tak tertarik ingin tahu kapan ingatanmu akan kembali?” Dirga seketika terdiam, kembali menoleh ke arah Clay. “Kau perlu menjalani beberapa tes, Dirga. Yang seharusnya kau lakukan tadi pagi,” tambah Clay lagi. “Lagipula ingatanmu sedang hilang, kan? Sekarang kau melihat Davina sebagai putri dari Jimi. Musuhmu, jadi tahan kekhawatiranmu terhadap istri yang tidak kau ingat sampai ingatanmu kembali. Sekarang kau terlihat seperti Dirga yang tidak kami kenal.” Wajah Dirga menegang, siap meluapkan emosinya pada kata-kata Clay yang lancang. Namun, saat itu juga ia menyadari kekhawatirannya yang memang berlebihan terhadap Davina. Davina Riley. Musuhnya. “Ya, meski kau memang selalu menjadi orang yang tidak kami kenal setelah bertemu dengannya

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 5a

    Extra 5 Kecemburuan Sang Tuan "S-sakit, Dirga," rintihan Davina semakin menjadi. Tak hanya dari beratnya tubuh Dirga yang menekan tubuhnya di dinding dan wajahnya yang dicengkeram oleh pria itu, tetapi juga tekanan di perut yang mendadak membuat kepalanya pusing. "K-kau menyakitiku." Suara Davina semakin lemah. Pandangannya mulai berputar dan matanya mulai mengantuk hingga kegelapan sepenuhnya menyelimutinya. Dirga mengerjap, tersadar dengan cepat ketika kepala Davina jatuh terlunglai ke samping. Ia menarik tubuhnya mundur dan tubuh mungil itu seketika jatuh ke pelukannya. Kedua lengannya segera menangkap tubuh sang istri, dan tepat pada saat itu kedua mata Dirga menangkap genangan arah yang di lantai di bawah kaki mereka. Napas Dirga tercekat dengan keras, membawa Davina ke dalam gendongannya dan berlari keluar kamar. Berteriak memanggil anak buahnya untuk menyiapkan mobil. *** Satu jam kemudian, dokter baru saja selesai memeriksa kondisi Davina. Demam tinggi, berkunang, dan t

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 4b

    ‘Aku mencintaimu, Dirga.’ ‘Aku mencintaimu, Dirga.’ Pernyataan cinta tersebut terputar di kepalanya. Pernyataan cinta yang sama namun dengan suara yang berbeda. Ia mengenali itu adalah suara Rega dan Sesil, juga Davina. Mengikuti rasa kehilangan yang menelusup ke dalam dadanya. “Dirga?” Davina menyentuh pundak Dirga dengan lembut. Ketegangan di wajah pria itu sama ketika ia menyatakan perasaannya dulu. “Kau baik-baik saja?” Dirga mengerjapkan matanya, menatap raut Davina yang diselimuti keheranan. “Ya, tentu saja aku baik-baik saja. Kau pikir pernyataan cinta sentimentil ini akan mempengaruhiku, begitu?” Davina menggeleng pelan. “K-kau .. wajahmu memucat.” “Ya, aku baru terbangun dari komaku tadi pagi, kan?” Beruntung alasan itu muncul di saat yang tepat. Davina mengangguk. “Apa kau sudah minum obatmu?” Mata Dirga menyipit dengan kecemasan yang mendadak menyelimuti wajah polos Davina. “Kau mengkhawatirkanku?” Davina tak menjawab, bimbang jawabannya akan membuat Dirga tersin

DMCA.com Protection Status